NovelToon NovelToon

Unspoken Feelings

Bab 1 : Menikah?

Rangkaian bunga tertata cantik menghiasi ruangan yang mengusung gaya modern minimalis. Bunga-bunga segar berwarna putih didesain melengkung berbentuk hati berdiri kokoh tepat di depan pintu gedung dimaksudkan untuk menyambut kedatangan para tamu undangan.

Beberapa lelaki dan perempuan berseragam serba hitam putih itu tampak sibuk berlalu lalang menyiapkan segala keperluan di sana-sini. Para pramusaji yang bertugas menyajikan hidangan untuk para tamu pun sudah berada di posisinya masing-masing. Tidak ada yang boleh terlewat sedikit pun dari persiapan hari ini. Setelah semua siap, salah seorang laki-laki yang berpakaian hitam menghampiri pembawa acara bermaksud memastikan rundown acara, lalu seorang lainnya memeriksa karpet merah yang memang digelar untuk memberi kesan mewah nan elegan.

Hari ini adalah hari pernikahan dari calon pewaris Darmawan Grup, Ren Nugra Darmawan dengan seorang gadis muda yang bernama Kayana Daya Nagendra. Layaknya acara pernikahan para konglomerat, pernikahan kali ini pun sangat mewah dan bersifat eksklusif, bahkan pengantin sengaja tidak menerima hadiah pernikahan malah memberikan suvenir berupa bingkisan spesial dari perusahaan milik pengantin pria yang tentunya bukan suvenir sembarangan. Tipikal pernikahan kaum-kaum elite. Tamu yang datang pun tidak banyak hanya beberapa tamu undangan VIP dan rekan kerja terdekat, serta keluarga dari masing-masing mempelai.

Walaupun bersifat eksklusif, mereka tetap ingin kabar dari acara pernikahan hari ini didengar oleh masyarakat umum. Sehingga, mereka mengundang beberapa orang wartawan yang bertugas secara khusus untuk meliput dan menyebarkan berita bahagia tersebut. Mayoritas tamu yang hadir bukanlah orang biasa, mereka berpakaian sangat rapi dan elegan. Bagi orang awam yang melihatnya bisa saja salah mengira bahwa salah satu dari tamu tersebut adalah pemilik acara hari ini.

Orang tua dari mempelai pengantin berdiri menyambut kedatangan para tamu undangan, mereka menyalami satu persatu tamu yang datang dengan senyum bahagia. Tak jarang dari pihak laki-laki memamerkan jika calon menantunya adalah gadis cantik dan hebat karena mampu meluluhkan hati cucu laki-lakinya.

Mendengar hal tersebut membuat beberapa tamu undangan yang sudah hadir menjadi antusias, mereka penasaran dengan sang mempelai perempuan. Sebagian dari mereka bahkan tidak menyangka bahwa calon pewaris Darmawan Grup itu akan menikah. Hal ini dikarenakan lelaki tersebut terkenal dingin dan tidak tertarik dengan kehidupan romantis ataupun pernikahan.

“Apakah semua sudah siap?” tanya perempuan berpakaian hitam memasuki ruang pengantin.

“Sudah,” jawab penata rias yang terlihat puas akan mahakaryanya.

Mendapat jawaban tersebut, lantas petugas wedding organizer itu memberi kode pada penjaga pintu untuk bersiap. Gadis yang akan menikah hari ini pun berdiri, sekilas ia menatap bayangan dirinya di cermin. Memang cantik, tetapi gadis itu tidak yakin jika dirinya akan mampu tersenyum layaknya pengantin yang bahagia.

Sang mempelai wanita sempat mendengar bahwa tamu-tamu sudah berdatangan, hal itu sedikit membuatnya gugup sesaat sebelum memasuki ruang acara. Dihirupnya dalam-dalam udara yang ada di sekitarnya seolah dirinya takut kehabisan. Setelah sedikit merasa tenang, sang mempelai wanita pun mengangguk dan tersenyum sebagai tanda jika ia siap. Dipasangnya senyum selebar dan semanis mungkin.

“Hadirin yang terhormat, marilah kita sambut mempelai perempuan hari ini,” ajak sang pembawa acara.

Gemuruh suara tepuk tangan pun terdengar begitu riuh ketika pintu utama terbuka. Tidak sedikit dari mereka terpukau dengan kecantikan sang pengantin yang dibalut indahnya gaun putih. Sang pengantin perempuan berjalan dengan anggun didampingi oleh dua orang pengiring menuju singgasana yang telah dipersiapkan.

Ditemani suara biola, piano, dan saxophone, ketiganya berjalan bersama menuju mempelai pria yang sudah berdiri di ujung pelaminan. Tak lupa dengan letupan party popper yang telah disiapkan ikut mengantar mempelai perempuan menuju sang pujaan. Kilatan lampu kamera milik fotografer yang sengaja dipersiapan untuk mengabadikan setiap momen indah pun tak ada hentinya mengarah pada dua orang tokoh utama hari ini.

Setelahnya, para pengiring menyerahkan mempelai perempuan kepada sang mempelai pria yang telah berdiri dengan tampan dibalut setelan jas berwarna putih senada milik mempelai perempuan. Lalu mereka berdua berjalan menuju kursi berwarna putih yang berada di tengah panggung. Tak lupa keduanya tersenyum bahagia layaknya pasangan yang menikah.

“Hati-hati jangan sampai jatuh,” ucap sang pria yang diangguki oleh perempuan di sampingnya.

Acara resepsi pernikahan ini berjalan dengan khidmat, para tamu undangan juga sangat menikmati acara tersebut. Walaupun sang mempelai perempuan bukanlah orang yang terkenal dalam dunia bisnis, tetapi mereka meyakini bahwa menantu keluarga Darmawan bukanlah orang yang biasa-biasa saja. Ini dibuktikan dengan cantiknya penampilan pengantin perempuan hari ini, sangat serasi dengan pengantin pria yang tampan.

Kedua mempelai lalu menghadap pada orang tua pihak laki-laki yang diwakili oleh tuan Tan Darmawan, kakek sekaligus pemilik sah dari Darmawan Grup. Mereka meminta restu pada sang kakek berharap agar pernikahan mereka dapat membawa kebahagiaan bagi kedua keluarga. Setelahnya lalu mereka menghadap kepada keluarga mempelai perempuan yang diwakili oleh tuan Abinawa selaku kakek dari Kayana.

“Semoga kalian bahagia.” sang kakek memeluk kedua mempelai.

Acara demi acara pun telah dilalui, tak terasa mereka sudah berada di acara terakhir. Pelemparan bunga akan dilakukan oleh kedua pengantin sebagai penutup acara resepsi tersebut. Mereka berdua berdiri membelakangi para tamu undangan. Di belakang mereka sudah berdiri beberapa tamu berusia cukup muda, sepertinya mereka adalah beberapa kenalan dan saudara dari pengantin. Sorakan dan tepuk tangan yang meriah memenuhi seluruh penjuru ruangan.

“Kak Ren. Cepatlah lempar bunganya,” teriak seorang gadis yang berkumpul dengan beberapa orang lainnya bermaksud untuk ikut berebut rangkaian bunga dari pengantin perempuan.

Kayana menatap suaminya memastikan bahwa mereka sudah siap, mendapatkan anggukan dari pria tersebut lalu sang pengantin perempuan pun melempar bunga yang ada ditangannya bersamaan dengan mengeratnya genggaman tangan Ren. Bunga tersebut terbang cukup tinggi hingga tidak dapat dipastikan siapa yang akan mendapatkan bunga itu. Namun, tak disangka bunga itu jatuh tepat di depan gadis yang berdiri di samping para perebut bunga. Tampaknya gadis cantik itu tidak berniat mengikuti prosesi lempar bunga seperti yang lainnya. Gadis itu hanya tersenyum kecut, ditatapnya nanar bunga yang tergeletak di depannya.

“Selamat kak Elee, selanjutnya yang akan menikah adalah kakak,” tukas gadis yang berteriak sebelumnya.

Namun gadis yang panggil Elee hanya itu bergeming. Alih-alih mengambil bunga, dirinya memilih melangkah ke arah pintu keluar meninggalkan ruang resepsi tersebut. Kayana menatap pemuda di sampingnya, tampaknya gadis berambut coklat itu memiliki hubungan yang tidak ia ketahui dengan suaminya. Ren yang melihat kejadian itu juga tidak berucap apapun, tetapi dirinya tampak sedikit terkejut. Namun, sedetik kemudian dirinya hanya menghela napas pelan tidak mengeluarkan ekspresi apa pun.

Para tamu yang menjadi saksi tragedi tersebut pun mulai berisik dan berbisik kecil hingga membuat suasana di ruang aula tidak nyaman. Tuan Darmawan yang merasakan kecanggungan tersebut kemudian menyuruh asistennya untuk mengatasi permasalahan ini. Sesuai dengan perintah Tuan Darmawan, dengan cepat sang pembawa acara mampu mengendalikan suasana sehingga kecanggungan dapat diredakan.

Kayana berusaha tersenyum manis menatap para tamu seolah tidak terjadi apa-apa, sedangkan Ren menatap gadis yang kini menjadi istrinya sekilas sekadar memastikan bagaimana raut wajah istrinya itu. Laki-laki itu berharap jika kejadian hari ini tidak akan mengganggu pikiran Kayana. Namun, bagaikan dalamnya laut, tidak ada yang tahu apa yang mereka pikirkan. Mereka akhirnya tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

Bab 2 : Adik sepupu Ren.

Acara selesai sekitar pukul tiga sore dan dilanjutkan dengan acara ramah tamah bersama mempelai pengantin. Para tamu pun menikmati berbagai jenis hidangan yang telah disiapkan. Alih-alih mengikuti sang suami, Kayana memilih untuk duduk di kursi pengantin. Gadis yang saat ini sudah sah menjadi nyonya muda dari keluarga Darmawan itu enggan bergabung dengan suaminya untuk sekadar menyapa dan menemui beberapa rekan bisnis. Dari kursi tersebut, Kayana dapat melihat sisi lain yang tidak pernah ia lihat dari laki-laki bernama Ren Nugra Darmawan sebelumnya. Suaminya itu tampak sangat tampan saat tersenyum, walau terlihat lelah tetapi Ren masih bisa meladeni beberapa tamu yang mengajaknya bicara.

“Nyonya Kayana. Tuan muda berpesan jika Anda lelah, Anda diperbolehkan untuk kembali ke kediaman terlebih dahulu,” ucap gadis yang beberapa hari ini sudah menjadi asisten pribadinya.

"Aku akan tetap menunggunya di sini. Akan terlihat tidak bagus jika aku meninggalkannya sendirian di hari pernikahan kami, bukankah begitu Vio?” jawab Kayana menatap gadis berjas putih di depannya.

Vio yang mendengar jawaban Kayana mengangguk mengerti. Lalu gadis itu pamit undur diri dari samping Kayana. Beberapa menit sudah berlalu dan kini Kayana sudah merasa bosan karena gadis cantik itu hanya duduk tanpa melakukan sesuatu. Berbeda dengan sang suami yang memiliki tamu-tamu penting, dirinya tidak memiliki tamu undangan karena memang Kayana tidak berniat mengundang siapa pun dalam pernikahannya ini. Sehingga, ia tidak perlu menyapa siapa pun. Sejujurnya gadis itu ingin segera kembali ke rumah untuk beristirahat, tetapi sepertinya Ren belum selesai dengan urusannya.

“Kakak ipar!” sapa gadis cantik yang berusia sekitar delapan belas tahun itu.

Gadis cantik bergaun warna baby blue itu berjalan menghampiri Kayana yang tengah duduk santai di atas pelaminan.

“Oh, Jasmine. Ada apa?” tanya Kayana penasaran.

Jasmine Tania Darmawan, satu-satunya sepupu dari Ren Nugra Darmawan. Ia merupakan putri semata wayang dari Melisa Darmawan, adik perempuan ayah Ren Nugra. Kayana sedikit banyak tahu jika hubungan Ren dengan adik sepupu dan bibinya itu tidak cukup dekat, hingga Ren meminta dirinya untuk tidak terlalu dekat ataupun terlibat sesuatu dengan mereka berdua.

Ren yang sejak awal diam-diam memperhatikan Kayana berbincang dengan Jasmine pun kemudian pamit undur diri dari para tamu. Setelah terlepas dari para tamu tersebut, laki-laki bersurai hitam itu berjalan mendekati posisi Kayana. Dengan cepat ia merangkul pinggang istrinya bermaksud memonopoli.

“Sayang, apakah kamu lelah? Ayo kita pulang.” Ren mengeratkan pelukannya pada sang istri.

“Sa... Sayang?” jawab Kayana sedikit tergagap. Dirinya tidak menyangka jika Ren akan memanggilnya dengan sebutan itu.

“Karena kita sudah bersiap sejak kemarin, sudah pasti kamu lelah. Bahkan, kita berdua kekurangan waktu untuk tidur. Jadi bagaimana jika kita pulang sekarang?” tanya Ren sedikit memberi kode pada Kayana.

Kayana bukanlah gadis bodoh yang tidak tahu apa-apa. Sebagai lulusan kedokteran dari salah satu universitas terbaik di Jakarta, hal seperti itu sangat mudah ia pahami. Gadis itu pun tersenyum canggung, memang dirinya bukan gadis bodoh, hanya saja dirinya juga tidak terbiasa dengan skinship yang dilakukan oleh Ren secara tiba-tiba itu.

“Kak Ren ini ada masalah apa sih? Mengapa harus terburu-buru? Aku bahkan baru sebentar berbincang dengan kakak ipar.” Jasmine meraih tangan kiri Kayana.

Melihat lengan kiri Kayana yang ditarik oleh sang adik sepupu, Ren kemudian menarik tubuh Kayana merapat lebih dekat.

“Apa yang kamu lakukan? Lepaskan tanganmu dari istriku,” tukas Ren sembari melepaskan tangan Jasmine yang berada di lengan Kayana.

Jasmine yang mendengar ucapan Ren hanya tersenyum remeh. Gadis kecil itu tidak merasa takut dengan gertakan sang kakak sepupu. Mereka berdua saling adu tatap menyisakan Kayana di tengah. Bahkan, jika tatapan bisa membunuh, mungkin saja Kayana yang berada di antara mereka akan terbunuh. Perang sengit yang Jasmine lancarkan mendapat respons positif dari Ren. Kedua cucu Darmawan itu sudah siap menerkam satu sama lain dengan taring dan cakarnya masing-masing.

Kayana yang berada di posisi terjepit itu kemudian melepaskan tangan kirinya dari Jasmine dan mendorong Ren sedikit ke belakang. Ia tidak mau menjadi tontonan orang banyak, terlebih karena permasalahan sepele seperti ini.

“Jasmine, terima kasih. Mungkin lain kali, ya? Hari ini aku dan Ren sangat lelah. Aku mohon pengertiannya,” ungkap Kayana halus agar Jasmine tidak merasa tersinggung.

“Baiklah kak, aku akan tunggu kabar baiknya. Oh iya kak, jika kakak ipar butuh bantuan jangan sungkan untuk menghubungiku. AKU AKAN SIAP MEMBANTU KAKAK,” ucap Jasmine sedikit meledek sang kakak sepupu kemudian berlalu menuruni panggung.

Ren yang mendapatkan perlakuan seperti itu merasa tidak terima, “Kurang ajar. Awas saja kamu. Beraninya meledekku,” umpatnya dalam hati.

Kayana pun tersenyum sebagai jawaban dari permintaan sang adik ipar. Namun, dirinya tidak berniat mengiyakan permintaan itu juga. Hanya sebatas sopan santun saja, selain itu ia juga sadar bahwa Ren tidak akan suka jika dirinya berhubungan lebih jauh dengan Jasmine.

Sebenarnya menurut Kayana sendiri, Jasmine adalah gadis yang baik dan lucu. Mungkin dikarenakan posisinya yang berada di antara Ren dan sang ibu, membuat dirinya sedikit canggung bahkan cenderung enggan untuk berinteraksi dengan Ren. Begitu pula dengan Ren yang terkesan selalu memasang pagar pembatas, hal ini dikarenakan laki-laki tampan tersebut tidak memiliki hubungan baik dengan sang bibi. Sepertinya saat ini Kayana paham alasan sinetron Indonesia yang mengusung tema warisan dan sejenisnya selalu memiliki episode panjang.

“Ayo kita pulang. Ada hal yang perlu kita bahas setelah ini,” ucap Ren singkat.

Kayana yang berada di belakang Ren pun berjalan cepat menyesuaikan langkah kaki sang suami. Dirinya sedikit kesal karena Ren tidak menggandeng dirinya layaknya sepasang pengantin baru, “Apa-apaan itu? Lihatlah tadi saja dirinya memelukku rapat-rapat dan sekarang malah meninggalkanku begitu saja,” gerutu Kayana.

Ren menyadari jika Kayana sedikit kesulitan berjalan karena gaunnya yang cukup berat pun melambatkan langkah kakinya menyamakan dengan langkah Kayana. Setelah sejajar dengan posisi Kayana, Ren lalu membantu sang istri mengangkat ekor gaun yang menjuntai di belakang. Kayana sendiri sempat terdiam, dirinya tidak menyangka jika Ren akan melakukan hal tersebut. Setelah sadar, Kayana sedikit menyunggingkan sudut bibirnya dan kembali melangkah dengan nyaman.

“Terima kasih,” ucap Kayana saat Ren membukakan pintu mobil berwarna hitam yang telah terparkir rapi di depan lobby gedung yang menjadi tempat resepsi pernikahan mereka.

“Cepatlah sedikit, aku sudah sangat lelah,” balas Ren sedikit berbisik.

Kayana yang mendengar ucapan dari Ren kemudian memasuki mobil tersebut. Tangan Ren mengulur di atas kepala Kayana, bermaksud agar bagian tubuh gadis yang sudah sah menjadi istrinya itu tidak terbentur. Walaupun terlihat dingin namun ternyata Ren adalah sosok laki-laki yang tsundere. Kayana tertawa pelan membayangkan hal kecil tersebut. Setidaknya pernikahan ini tidak buruk menurut Kayana.

Bab 3. Malam pertama?

Mobil hitam terlihat telah melewati gerbang dan berhenti tepat di depan sebuah rumah yang akan ditempati oleh Kayana. Rumah yang cukup mewah ditambah dengan aksen klasik dan minimalis ini akan dihuni oleh sepasang suami istri tanpa ada pelayan yang membantu. Begitu sampai, Ren langsung turun dan mengeluarkan dua koper berukuran sedang lalu menyeretnya berjalan masuk ke dalam rumah. Laki-laki itu meninggalkan Kayana yang masih terdiam di dalam mobil. Kayana hanya melihat kepergian Ren yang begitu saja dan menghela napas kasar. Dirinya paham jika pernikahan ini bukanlah pernikahan atas dasar cinta, jadi ia tidak memasang ekspektasi yang tinggi tentang perlakuan yang akan ia dapatkan. Tanpa berlama-lama, gadis itu pun turun dari mobil mengikuti langkah sang suami.

“Masuklah,” sambut laki-laki berjas putih yang telah berdiri di depan pintu.

“Apakah hanya ada kita?” tanyanya memasuki rumah.

Aroma oriental woody menyapa hidung Kayana ketika ia memasuki rumah baru tersebut. Dirinya terpukau dengan perpaduan wangi khas pohon cendana dengan rumput vetiver yang memberikan kesan hangat. Menurut gadis yang baru saja mengganti statusnya, aroma ini bertolak belakang dengan sikap seorang Ren Nugra Darmawan.

“Benar, hanya ada kita di rumah ini. Jadi biasakanlah,” jawab lelaki di belakangnya. “Ini kamarmu, dan di sana adalah kamarku. Kamu boleh melakukan apa pun tapi tidak dengan membawa orang lain masuk tanpa izin dariku.” lanjutnya menunjuk pintu berwarna putih yang berada di sampingnya.

Rumah ini memang tidak cukup besar seperti rumah konglomerat pada umumnya, tetapi rumah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan rumah Kayana sebelumnya. Kayana mengedarkan pandangannya menyapu seluruh ruangan untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Setidaknya terdapat empat ruangan yang belum ia ketahui isinya, satu dapur, dan satu ruang tamu yang terhubung langsung dengan ruang tengah.

Interior rumah ini pun membuat Kayana sedikit tercengang, selain aroma oriental woody yang menyapanya. Rumah ini didominasi dengan warna putih, mulai dari cat dinding, gorden, sofa hingga peralatan dapur yang ada. Dari penglihatan sekilas, dapat gadis itu simpulkan jika laki-laki ini penyuka sesuatu yang berwarna putih.

“Sekarang istirahatlah.” Ren berjalan meninggalkan Kayana.

Kayana mengangguk dan membuka pintu kamarnya, “Cukup nyaman,” gumamnya melihat interior kamar. Di kamar yang hampir seratus persen berwarna putih inilah, dirinya akan melepaskan lelah. Sebenarnya dirinya kurang menyukai warna putih, karena menurutnya akan mudah kotor. Namun, dirinya tidak bisa melakukan apa-apa karena suaminya sangat menyukai warna putih. Sepertinya ia harus memberikan penghargaan pada pemasok barang-barang di rumah ini, karena dapat memenuhi selera suaminya tersebut.

“Jangan lupa mencuci tangan sebelum memegang sesuatu. Aku tidak suka barang-barang di rumah ini kotor,” teriak laki-laki itu sedikit kencang.

Setelah mendapatkan penjelasan singkat dari Ren, Kayana kemudian masuk ke dalam dan berjalan menuju ranjang berukuran king size yang dilapisi seprei berwarna abu-abu.

“Kayana Daya Nagendra kini menjadi Kayana Darmawan,” gumamnya sambil memandangi foto masa kecil miliknya. Diingatnya kembali saat-saat gadis itu kecil, tidak banyak kenangan sebenarnya. Bahkan, gadis itu sudah sedikit lupa dengan wajah kedua orang tuanya karena memang dari kecil dirinya tidak pernah bertemu dengan mereka berdua.

Kayana merupakan anak broken home, orang tuanya berpisah sejak ia berusia empat tahun dan sejak saat itu dirinya diurus oleh kakeknya. Kakek Kayana begitu menyayangi gadis kecil tersebut, Abinawa merasa bersalah karena putrinya tidak mau mengurus anaknya dan memilih pergi ke luar negeri bersama suami barunya. Ayah Kayana sendiri sudah pergi sejak ia berusia delapan bulan, saat itu alasannya adalah pergi merantau. Namun, sampai tahun keempat usia Kayana, sang ayah tidak pernah ada kabar ataupun berkunjung. Perlakuan sang ayah kemudian membuat sang ibu memilih untuk berpisah dan meninggalkan dirinya.

Setelah sedikit beristirahat, Kayana melangkahkan kakinya menuju meja rias yang berada di sudut ruangan dan langsung menghapus riasan yang cukup berat itu. Selesai dengan riasan, kini ia beralih pada gaun putih yang dipakainya. Kayana tampak kesulitan saat melepas gaun pengantinnya, namun setelah berusaha akhirnya dirinya mampu melepaskan gaun tersebut. Kayana lalu berjalan menuju kamar mandi bermaksud membersihkan diri. Seperti dugaannya, kamar mandi miliknya juga di dominasi warna putih.

Sementara Kayana membersihkan diri, Ren ternyata sudah selesai membersihkan diri dan kini ia duduk di ruang tengah. Laki-laki itu duduk menatap layar monitor ditemani dengan secangkir teh yang masih hangat. Tampaknya Ren sedang mengerjakan beberapa pekerjaannya yang sempat tertunda karena pernikahannya yang mendadak ini.

Kayana yang selesai dengan prosesi bersih-bersih diri pun akhirnya keluar dari kamar, suara keruyuk di perutnya seakan mengingatkan padanya bahwa sejak pagi gadis itu belum memakan sesuatu dengan benar. Suasana rumah ini sangat sunyi, berbeda dengan rumah lamanya yang ramai dengan teriakan dari sang kakek. Saat tiba di ruang tengah, dirinya terkejut dengan tampilan Ren yang tidak pernah ia temui sebelumnya. Lebih tepatnya bukan terkejut, namun terpukau. Gadis itu terpukau dengan penampilan laki-laki itu, dengan kaos abu-abu dan celana panjang berwarna putih, serta kaca mata yang bertengger kokoh di wajahnya. Sangat berbeda dengan Ren yang selalu berpakaian rapi dibalut dengan jas dan sepatu pantofel.

“Kamu sedang apa?” tanya Kayana berjalan menuju pantry.

“Oh, sudah selesai? Duduklah, kita harus membahas sesuatu,” Balas laki-laki itu tanpa mengalihkan pandangannya dari monitor laptop miliknya.

“Aku lapar, tunggulah sebentar,” ujarnya singkat.

Sesampainya di dapur, tangan putih miliknya kemudian membuka lemari es bermaksud mencari sesuatu yang dapat ia makan. Matanya terbelalak ketika melihat isi lemari es yang nyaris kosong. Hanya ada beberapa botol air mineral dan beberapa buah yang sudah terpotong-potong di dalam tinwall. Kayana meraih buah-buahan tersebut dan membawanya ke meja dapur bermaksud memindahkan buah tersebut ke dalam piring. Perhatian Kayana pun teralih pada laci-laci kitchen set. Digeledahnya setiap laci mencari piring dan garpu.

“Hanya ada buah, apakah kamu mau?” teriak Kayana dari ruang dapur.

Hening, tidak ada jawaban dari lawan bicaranya. Merasa tidak mendapatkan jawaban, akhirnya Kayana memilih membawa makanan tersebut ke ruang tengah. Sambil mengunyah beberapa buah, Kayana berjalan menghampiri sang suami yang masih fokus mengerjakan sesuatu. Dipilihnya kursi di seberang kursi yang Ren duduki agar tidak mengganggu.

“Aku lapar dan kamu hanya punya buah-buahan?” ucap Kayana memulai pembicaraan, tetapi Ren tidak menjawab.

Belum mendapatkan jawaban dari laki-laki berambut hitam tersebut, Kayana memilih melanjutkan kegiatan makannya dengan tenang. Suara dari keyboard laptop beradu dengan suara garpu dan dentingan jam yang terus bergerak mendadak menjadi soundtrack malam ini. Mereka berdua asyik tenggelam dalam kegiatan masing-masing tanpa menghiraukan satu sama lainnya.

Kayana yang sudah selesai dengan kegiatannya pun masih mencoba bersabar menunggu laki-laki di seberangnya itu. Dimainkanlah ponsel miliknya mencari sesuatu untuk membunuh kebosanan karena menunggu. Benar, dirinya sangat bosan berada dalam situasi yang tidak nyaman seperti ini, rasanya ia ingin kembali ke kamar miliknya dan beristirahat. Kayana sudah sangat lelah setelah sejak dini hari bersiap untuk acara pernikahan ini.

“Apakah masih lama? Jika iya, besok saja kita bicarakan. Aku lelah,” ucap Kayana.

“Sebentar, lima menit lagi,” sahut Ren kemudian.

Oh, sungguh Kayana sudah tidak tahan lagi. Sendi-sendi miliknya sudah sangat kencang seperti kencangnya tali yang digunakan untuk tarik tambang. Dirinya butuh istirahat secepatnya, tetapi laki-laki di depannya ini belum mengizinkannya untuk beranjak. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Ren mematikan laptop miliknya dan menutupnya.

“Ini, kontrak pernikahan. Bacalah, jika ada sesuatu yang menurutmu kurang atau berlebihan bisa kita rundingkan lagi.” tukas Ren memberikan amplop coklat pada Kayana.

Kayana menatap amplop yang tergeletak di atas meja lalu dengan percaya diri gadis itu membuka amplop tersebut, dan benar saja amplop tersebut berisi beberapa lembar kertas putih dengan tinta hitam di atasnya. Satu demi satu kertas itu ia baca dengan teliti, dirinya tidak menyangka bahwa pewaris utama Grup Darmawan bergerak sedetail ini. Ada rasa sedikit kagum di hati Kayana, dirinya tidak menyangka bahwa pemikiran laki-laki ini sudah lima langkah di depannya, benar-benar tipikal pemimpin perusahaan besar akunya dalam hati. Setelah membaca dan menelaah isi perjanjian yang disodorkan oleh Ren, Kayana dapat menyimpulkan bahwa tidak ada poin-poin yang merugikan dirinya. Bahkan, menurutnya perjanjian ini sama-sama menguntungkan untuk dua belah pihak.

“Maksud dari terlihat harmonis di depan orang lain itu seperti apa?” tanya Kayana setelah selesai membaca perjanjian tersebut.

“Ya, kita hanya perlu berpura-pura menjadi pasangan yang bahagia di depan orang. Selebihnya kita tidak perlu ikut campur dalam urusan masing-masing.” Jawab Ren sembari membenarkan posisi duduknya.

Sampai di sini ia paham. Laki-laki ini hanya ingin menyenangkan sang kakek dan memperkukuh kedudukannya di perusahaan, tidak jauh berbeda dengan dirinya yang hanya ingin menyenangkan sang kakek. Dirinya tidak keberatan dengan perjanjian yang disodorkan oleh Ren. Setidaknya dirinya masih bisa bebas melakukan apa yang dia suka, selama tidak mengancam posisi suaminya.

“Oh benar, bagaimana dengan kontak fisik?” tanya Kayana.

Walaupun ia tahu bahwa Ren bukanlah tipikal laki-laki hidung belang, namun tetap saja ia laki-laki. Mereka hanya berdua di sini, sehingga ia perlu mengetahui batasan-batasan yang ada.

“Tidak ada, kita hanya perlu melakukan kontak fisik jika itu sangat dibutuhkan. Lagi pula dirimu dan aku belum tentu berada di rumah setiap saat bukan?” jawab Ren santai.

Kayana mengangguk setuju, memang benar ia dan suaminya belum tentu memiliki waktu yang cukup untuk berdiam di rumah. Dirinya adalah dokter muda dan suaminya adalah CEO dari perusahaan terpandang, sudah tentu mereka akan jarang bertemu. Selain itu mereka berada di kamar yang terpisah, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

“Setiap akhir pekan kita akan pergi ke rumah kakek. Setidaknya kita harus makan siang atau malam bersama dengan mereka agar mereka tidak curiga,” papar Ren.

“Apa? Setiap akhir pekan?” pekik Kayana tidak percaya.

Lelaki di depannya mengangguk sekilas.

“Untuk isi perjanjian, aku tidak masalah. Hanya saja aku tidak yakin bisa datang tiap akhir pekan. Bagaimana jika disesuaikan dulu dengan jadwalku jaga?” tawar Kayana mengembalikan kertas tersebut pada Ren.

Ren menerima kertas tersebut dan mengambil bolpoin di sebelahnya. Sebenarnya dirinya tidak masalah jika Kayana menolak pertemuan tiap minggu itu, dirinya juga bosan karena ia merasa pertemuan tersebut adalah ajang untuk menginterogasi kehidupan pribadinya. Terlebih sang bibi yang secara terang-terangan tidak menyukainya, pasti ia akan menyerang Kayana karena menganggap gadis itu adalah kelemahan Ren saat ini.

Hubungan Ren dengan adik sang ayah memang tidak baik sejak awal. Bibinya itu memiliki ambisi untuk mengambil hak waris dari tangan Ren sepenuhnya. Perempuan berusia hampir menyentuh kepala lima itu dengan jelas mengatakan jika seharusnya dirinya yang menjadi pewaris. Namun, karena sikap sang bibi yang arogan dan ambisius itu Tuan Tan Darmawan tidak mengizinkan Melissa untuk mewarisi perusahaannya. Di sisi lain, Tuan Tan Darmawan merasa bersalah pada Ren di masa lalu. Sehingga, ia mempersiapkan dan memberikan yang terbaik untuk cucu pertamanya itu.

“Baiklah, aku akan bilang pada asistenku untuk menyesuaikan jadwalku dengan jadwal milikmu. Kalau begitu, silakan tanda tangan di sini.” Ren memberikan bolpoin dan kertas yang ia pegang pada Kayana.

“Lalu, kita harus bertahan sampai kapan? Setidaknya kita harus memperjelas masa kerja sama ini, bukan?” tanya Kayana.

“Setidaknya sampai bibiku benar-benar melepaskan ambisinya,” jawab Ren sekenanya. “Apa kamu memiliki kekasih?” lanjutnya. Ren mengira gadis di depannya ini memiliki kekasih karena gadis itu menanyakan durasi perjanjian pernikahan. Ia masih cukup waras untuk tidak membuat seseorang dalam masalah.

Kayana sedikit tersentak dengan pertanyaan yang dilontarkan Ren. Gadis itu menarik napasnya dalam berusaha mengendalikan dirinya, agaknya pertanyaan yang dilontarkan Ren membuat dirinya teringat kisah kedua orang tuanya. Bagi Kayana yang dibesarkan oleh sang kakek, cinta dan pernikahan adalah hal yang tabu. Dirinya tidak menginginkan kisah cinta ataupun pernikahan karena ia tidak yakin jika cinta selayaknya pasangan yang bahagia karena menikah itu nyata adanya.

“Tidak,” jawabnya singkat.

Ren yang mendengar jawaban Kayana pun mengangguk pertanda mengerti. Selesai merundingkan isi perjanjian yang harus disepakati, akhirnya Ren dan Kayana menandatangani perjanjian tersebut. Pernikahan ini hanyalah pernikahan bisnis yang seharusnya menguntungkan kedua pihak. Setelahnya Ren kemudian bangkit dari kursinya dan berjalan menuju kamarnya.

Laki-laki itu berhenti dan memutar tubuhnya, “Oh ya satu lagi. Jangan berhubungan terlalu dekat dengan Jasmine,” ucapnya memperingatkan.

“Mengapa? Sepertinya ia gadis yang baik.” balas Kayana menatap Ren.

“Turuti saja, saat ini belum waktunya kamu untuk tahu. Selain itu kita tidak tahu isi hati seseorang, ‘kan?” sahut Ren kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Kayana yang penasaran dengan ucapannya.

Selama beberapa saat, Kayana hanya bisa terheran menatap punggung Ren hingga laki-laki itu menghilang di balik pintu kamarnya. Dirinya sedikit kesal dengan jawaban Ren yang terkesan merahasiakan sesuatu. Namun, ia tidak bisa menuntut penjelasan lebih jauh pada sang suami. Gadis itu masih sadar bahwa mereka hanya menikah kontrak, jadi tidak perlu terlalu mencari tahu hal-hal yang berpotensi mengganggunya.

Tak ingin terlalu memusingkan hal tersebut, Kayana kemudian beranjak dari ruang tengah menuju dapur. Setelah selesai membersihkan piring dan gelas yang Ren gunakan tadi, Kayana kemudian berjalan menuju kamarnya. Sama seperti Ren, gadis berambut hitam sebahu itu juga ingin segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Hari ini adalah hari yang melelahkan untuknya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!