NovelToon NovelToon

Menikahi Perawan Desa

Bagian 1

Raden Syailendra Atmajaya, seorang pemuda berusia  25 tahun. Ia merupakan putra semata wayang pemilik Atmajaya Grup, Surya Atmajaya yang dikenal sebagai pebisnis sukses nan rendah hati.

Setiap harinya, Raden menghabiskan waktu untuk nongkrong di klub, berfoya-foya, bergonta-ganti wanita. Hampir semua hal yang buruk melekat pada pria ini. Namun, karena status sosial nya, banyak wanita yang selalu berusaha mendekatinya, berharap bisa mendapatkan banyak harta dengan menjadi istri Raden.

Sementara itu, dalam hal akademik, Sudah lebih dari enam tahun, namun Raden belum juga menyelesaikan kuliahnya. Bahkan jumlah ketidakhadiran nya lebih banyak dari pada masuk kelas. Jika bukan karena dirinya merupakan anak pemilik kampus, mungkin dia sudah lama di drop out.

***

Di tengah gemerlapnya cahaya neon dan dentuman musik yang menggema di sebuah klub malam di pusat ibu kota bagian selatan, Raden tampak tengah asik berpesta ria. Di sekitarnya, teman-temannya berjoget dan tertawa dengan riang.

Raden menikmati minuman dalam gelasnya, menyeruputnya hingga tak bersisa. Mereka semua bergerak dengan ritme yang bebas. Suara tawa dan percakapan ramai mengisi udara, menciptakan suasana yang cukup riuh.

Pesta semakin memanas seiring malam berlanjut, tanpa mereka sadari waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari.

Di tempat yang berbeda, tepatnya di kediaman Surya Atmajaya, Gayatri Atmajaya tampak cemas menunggu kepulangan putranya. Sejak tadi, Gayatri tidak bisa memejamkan matanya mengkhawatirkan Raden.

Surya keluar dari kamar, menghampiri istrinya yang tampak mondar-mandir di ruang tamu.

“Masih nungguin Raden Ma?”

“Iya Pa,” jawab Gayatri lesu. Kantung matanya begitu kentara di wajahnya yang masih cantik meski sudah memasuki usia lima puluhan.

“Biarin aja Ma, nanti juga dia pulang. Mama istirahat aja! Hampir tiap malem mama nungguin Raden yang selalu pulang pagi. Nanti mama bisa sakit.”

“Tapi mama cemas Pa. Kalo Raden berantem  lagi gimana? Papa ingat kan waktu Raden pulang wajahnya babak belur dan harus dirawat ke Rumah sakit. Mama takut hal itu terjadi lagi. Kita cuma punya Raden Pa!”

“Iya Ma, papa ngerti kekhawatiran mama, tapi mama juga harus mikirin kesehatan mama. Pokoknya, papa akan cari cara supaya Raden bisa berubah.”

“Gimana caranya Pa?”

“Nanti papa pikirin solusi terbaiknya. Sekarang kita kembali ke kamar ya.”

Surya membawa istrinya kembali ke kamar untuk beristirahat.

Di sudut ruangan, Raden tampak tengah duduk sendiri sembari menikmati segelas minuman yang ada di tangannya. Sementara tak jauh dari meja Raden, Rizki dan Nicho tampak tengah sibuk mengobrol dengan dua wanita dengan pakaian terbuka yang begitu menggoda.

Seorang gadis dengan gaya rambut bergelombang  berjalan mendekati Raden. Nama gadis itu adalah Angel, teman satu kelas nya.

“Hai Den, kok lo malah sendirian aja sih disini?” sapa Angel dengan senyuman khasnya. Angel adalah tipe gadis kota yang sangat gaul dan juga famous.

“Yaa…gak papa,  pengen aja.”

“Gue temenin ya?”

“Iya boleh.”

Mendengar hal tersebut ia terlihat senang, lalu mengambil posisi tepat di sebelah Raden berada.

“Raden, gue mau nanya nih.”

“Heum?” Raden menaikkan sebelah alisnya.

“Lo kok gak pernah ngampus lagi?”

“Males aja.”

“Iya gue tau, tapi kok lo semales itu sih?”

“Gak tau. Gue suka ngantuk orangnya kalo pagi-pagi.”

“Kan bisa dateng siang.”

“Siang juga gue males.”

“Emang gak ada gitu hal menarik di kampus yang bikin lo pengen ke kampus?”

“Contohnya?”

“Contohnya yaa… pengen ketemu temen, atau ada cewek yang kamu suka gitu di kampus?

Raden berfikir sejenak, “Gak ada tuh.”

“Ohh gak ada,” raut wajah Anggel tampak sedikit kecewa mendengar jawaban dari Raden.

***

Pagi hari sekitar pukul 5 pagi, Raden membuka pintu rumahnya dengan langkah yang sedikit mengendap-endap. Matanya terasa sangat berat dan mengantuk. Namun, ketika langkahnya memasuki ruang keluarga, dia disambut oleh sorot tajam dari dua pasang mata yang menatapnya penuh selidik. Mereka adalah orang tuanya, Surya dan Gayatri.

“Pulang juga akhirnya kamu, Raden? Mau jadi apa kamu kalo terus-terusan begini?” sindir Gayatri yang memendam amarah.

Langkah Raden langsung terhenti, ia mendengus, mencoba mengatasi rasa kesal yang mulai menyusup ke dalam hatinya. Ia meletakkan kedua tangannya di pinggang seraya berkata,

"Yang aku lakuin itu wajar kali, Ma. Aku itu masih muda, jadi butuh hiburan, lagian Aku gak melukai siapa-siapa kok, aku juga gak merampok atau nipu orang,  jadi apa masalahnya?"

“Tolong pikirin masa depan kamu Raden!”

Gayatri tampak sudah begitu lelah dan kehabisan akal untuk menasihati putranya tersebut.

“Iya, nanti aku pikirin. Sekarang aku ngantuk mau tidur.”

“Raden! Mama belum selesai bicara!”

Seperti tidak peduli, Raden tetap menaiki anak tangga menuju ke kamarnya. Gayatri hanya bisa menarik nafas dalam melihat kelakuan putranya itu.

Surya dan Gayatri sarapan pagi di meja makan, seperti biasanya.

“Semalam Raden pulang jam berapa Ma?” tanya Surya.

“Jam 5 shubuh Pa.”

Surya menarik nafas jengah.

“Jadi gini Ma, papa punya rencana mau ngejodohin Raden sama Sahara anak pak Herman mandor kita di perkebunan teh di Adonara.”

“Kenapa harus dinjodohin, terus kenapa harus sama anaknya pak Harman?”

“Papa bukan cuma ngejodohin tapi mau langsung nikahin mereka, supaya kalo Raden punya istri dia gak bakal kemana-mana lagi. Terus kenapa papa pilih Sahara, karena dia selain cantik juga baik, papa liat ibadah nya juga rajin, siapa tau Sahara dapat meluluhkan hati Raden yang sekeras batu itu.”

“Gimana kalo nanti Raden gak bisa berubah Pa?”

“Untuk kali ini papa yakin Raden pasti bisa berubah, kita berdoa saja.”

“Iya Pa, kalo gitu mama setuju aja, selama itu demi kebaikan anak kita Raden, mama bakal dukung.”

Sementara itu di tempat lain, yaitu di Adonara, seorang gadis cantik nan ayu bernama Sahara yang memakai seragam putih abu-abu tengah sarapan bersama ibu, ayah dan adiknya yang mengenakan seragam putih dongker. Mereka hendak berangkat ke sekolah.

“Sahara, bukannya kamu udah beres ujian, tapi kok masih ke sekolah?” ujar Herman.

“Iya Yah, Sahara emang udah selesai ujian, tapi masih ada beberapa hal yang harus Sahara urus ke sekolah. Terus Sahara juga pengen ketemu teman-teman.”

“Bohong Yah, palingan juga pengen ketemu pacarnya,” ledek Tiara, adik satu-satunya.

“Enak aja, kamu tuh yang kaya gitu.”

“Aku mah orangnya gak macem-macem.”

“Udah..!!! Makannya buruan dihabisin, nanti kalian telat,” seru Elisa kepada kedua putrinya.

“Iya anak-anak ayah yang cantik dan baik, buruan sarapannya terus pergi sekolah. Ohh iya, ban sepedanya kemarin udah dibenerin kan?”

“Udah kok Yah, semalam dibenerin bang Gatot. Kalo gitu Sahara berangkat dulu, ayo Tiara!”

Sahara dan Tiara berangkat ke sekolah bersama dengan sepedanya masing-masing. Kebetulan jarak sekolah mereka tidak terlalu jauh dari rumah sehingga bersepeda adalah pilihan yang pas.

***

Surya berkunjung ke rumahnya yang di Adonara sembari melihat keadaan perkebunan miliknya. Herman pun datang untuk menemui majikannya, Surya.

“Pak Herman, saya mau ngomong sama bapak, ayo kita ngobrol di dalam.”

“Ohh…iya pak.”

Mereka masuk ke dalam rumah lalu duduk di ruang tamu.

“Silakan duduk pak Herman.”

“Iya pak, Makasih.”

“Anak bapak yang bernama Sahara sekarang umurnya berapa ya?” ujar Surya memulai percakapan.

“Tujuh belas tahun pak, tahun ini bakal genap delapan belas.”

“Sekolahnya gimana?”

“Sahara baru beres ujian pak, tinggal nunggu kelulusan aja.”

“Bagus kalo gitu.”

“Memangnya ada apa pak?”

“Saya mau melamar anak bapak Sahara.”

“Maksudnya mau melamar Sahara untuk jadi istri ke dua bapak?”

Surya terkekeh.

“Oh bukan buat saya pak Herman. Saya mau melamar Sahara untuk anak saya Raden.”

“Oh…saya kira buat bapak. Tapi…apa pantes Sahara anak seorang mandor seperti saya  menikah dengan Raden?”

“Saya tidak memandang orang dari pekerjaan ataupun status sosialnya pak Herman.”

“Jujur saja, saya senang sekali pak kalau bapak berniat menjadikan Sahara sebagai menantu bapak, tapi saya tidak bisa membuat keputusan ini sendiri, saya harus bicarakan dulu sama Sahara.”

“Iya pak Herman, bapak obrolin dulu sama Sahara. Tapi tentu saya sangat berharap bapak dan Sahara  mau menerima lamaran saya. Dan jika kita sudah sepakat, saya berencana mau menikahkan mereka dalam waktu dekat ini. Dan juga pak Herman harus tau, setelah menikah Sahara akan saya bawa pindah ke Jakarta dan saya kuliahkan di sana.”

“Saya akan bicarakan dulu dengan keluarga saya. Kalau begitu saya pamit pak, Assalamualaikum.”

BERSAMBUNG…

Bagian 2

Herman beserta istri dan kedua anaknya tampak tengah berkumpul di ruang keluarga sembari menonton televisi di ruang keluarga yang tidak terlalu besar namun tetap terasa nyaman.

Di desa itu, televisi menjadi hiburan yang paling familiar di sana, karena akses internet untuk bermain gawai sangatlah terbatas. Hanya bebera tempat dan waktu tertentu saja yang bisa mendapatkannya. Sehingga di saat waktu luang, Sahara lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca buku ataupun melukis sebagai hobinya.

“Bapak mau ngomong sama kalian semua,” ujar Herman mengambil remot tv untuk mengatur volumenya.

Elisa, Sahara dan Tiara lalu melirik ke arah Herman dengan tatapan penasaran. Tidak biasanya Herman berbicara serius seperti itu.

“Ada apa pak?” Tiara bertanya.

“Jadi gini, pak Surya ingin melamar Sahara untuk dinikahkan dengan anak nya, Raden.”

“Heuh? Kak Sahara mau dijodohkan sama anaknya pak Surya?” Tiara tampak begitu terkejut.

“Sahara pengen kuliah pak, Sahara belum mau nikah,” ujar Sahara dengan tegas.

“Pak Surya akan menguliahkan kamu di Jakarta. Pak Surya sudah sangat baik sama keluarga kita. Jadi ini saatnya kita untuk balas budi.”

“Memangnya gak ada cara lain buat balas budi pak?” Elisa bertanya dengan tatapan sendu. Tentu ia tidak ingin putrinya menjadi korban dalam hal balas budi keluarga mereka.

“Tapi bapak gak enak menolak lamaran pak Surya buk.”

Sahara lalu bangkit dari duduknya, berlalu masuk menuju ke kamar nya sembari menangis. Melihat hal itu, Tiara langsung menyusul kakak nya.

“Sabar ya kak Ra,” Tiara menepuk pundak Sahara mencoba menenangkan. “Pasti bapak juga serba salah.”

“Iya Tia, kakak juga ngerti, tapi kakak belum mau nikah, kakak baru aja lulus SMA, dan rencananya kakak mau lanjut kuliah dan gapai cita-cita kakak, terus kerja buat ningkatin ekonomi keluarga kita .”

“Mudah-mudahan aja nanti ada jalan keluarnya ya kak.”

“Iya, semoga aja Tia.”

Di sekolah, saat semua murid menghabiskan waktu mereka untuk melakukan berbagai macam kegiatan, Sahara hanya duduk melamun di dalam kelas, ia tengah bergelut dengan isi pikirannya sendiri.

Luna, teman dekat Sahara yang melihat sahabatnya itu menjadi sangat pendiam hari ini, pun menghampirinya.

“Ra, kamu kenapa sih dari tadi aku liatin kamu ngelamun terus. Kamu kayak lagi bingung gitu, emang kamu lagi mikirin apa sih, sini cerita sama aku!”

Sahara dan Luna sudah lama bersahabat. Bahkan, mungkin sejak mereka masuk PAUD, sehingga apapun yang terjadi, mereka selalu ada untuk saling membantu dan menguatkan.

Sahara menghela nafasnya lalu menatap ke arah Luna yang duduk di kursi sampingnya.

“Iya Lum, aku bingung banget. Bapak mau jodohin aku sama anak pak Surya yang punya perkebunan tempat bapak bekerja,” jelas Sahara dengan nada sendu.

“Heuh, yang bener Ra? kamu kan SMA aja baru mau lulus masa udah mau nikah aja?”

“Kagetnya jangan kenceng-kenceng kali Lun, nanti ada yang denger, untung aja dikelas cuma ada kita berdua. Kalo yang lain sampai denger, gimana coba penilaian mereka ke aku?”

“Kaget Ra,” Luna mengusap dadanya yang sebenarnya tidak ada kaitannya sama sekali.

“Tapi biasa aja, jangan teriak gitu.”

“Iya maaf…”

“Aku sebenarnya juga belum mau nikah! Aku masih mau fokus kuliah buat ngejar cita-cita aku, terus dapet kerja yang bagus, terus nanti uang nya buat bantu bapak sama ibuk. Tapi bapak gak bisa nolak, gak enak sama pak Surya.”

“Eumm…susah juga ya Ra. Tapi ngomong-ngomong anaknya pak Surya kan ganteng Ra, terus keluarganya pak surya juga tajir. Nanti kalo kamu nikah sama anaknya otomatis kamu juga bakal kecipratan kali Ra kekayaannya pak Surya.”

“Aku gak mau bergantung sama orang lain Lun, aku mau membantu orang tua Ku dari keringat Ku sendiri.”

“Hmm…iya deh Ra…”

Satu notifikasi muncul di ponsel milik Sahara. Ternyata ada pesan masuk dari ayahnya, Herman.

“Pesan dari siapa Ra?” Luna tampak kepo.

“Dari bapak Lun, bapak nyuruh aku datang kerumah pak Surya yang di perkebunan, tapi nanti kalo udah pulang sekolah.”

“Ohh, ya udah, mau ditemenin gak?”

“Gak usah Lun, aku bisa sendiri kok.”

Sementara itu, Raden datang ke rumah nya yang di Adonara bersama ibunya, Gayatri. Desa Adonara sendiri terletak di tepi bukit yang menyajikan pemandangan indah yang sangat luar biasa. Jaraknya sekitar empat jam dari ibu kota.

Surya sudah tampak menunggu didepan rumah. Raden dan Gayatri keluar dari mobil berjalan masuk menuju ke dalam.

Raden melepaskan kaca mata hitam yang melekat di wajahnya. Kebetulan cuaca saat itu sangatlah terik yang membuat kelopak matanya menyipit untuk menyesuaikan intensitas cahaya.

“Ada hal penting apa sih Pa, kok harus ngomongnya disini segala?” tanya Raden yang sudah berada di teras rumah.

“Masuk dulu, kita ngobrol di dalem aja.”

Raden dan ibunya pun masuk ke dalam lalu mereka duduk di kursi sofa. Surya dan Gayatri saling lirik.

“Ada apa  Pa, bikin penasaran aja.”

“Kamu gak mau istirahat dulu? Siapa tau kamu capek habis nyetir jauh.”

“Enggak Pa, mending sekarang papa ngomong langsung aja biar aku gak makin penasaran.”

“Baik, jadi gini Den, papa mau ngejodohin kamu sama Sahara anak pak Herman.”

Mendengar hal itu, kening Raden langsung berkerut.

“Apa? aku gak salah denger kan, papa mau jodohin aku sama si Sahara yang tomboy, dekil itu, tapi alasannya kenapa Pa?”

“Sekarang Sahara sudah berubah Den.”

“Berubah gimana?”

Raden masih ingat dengan jelas waktu dulu Sahara masih SMP, gayanya persis seperti laki-laki, ngejar-ngejar layangan, dia bermain di sawah jika tidak di kali. Dia ingat betul karena dulu Raden sering datang ke perkebunan dan sering melihat Sahara yang menemani bapaknya mengurus perkebunan.

“Papa capek Den ngeliat kamu keluyuran, kuliah gak bener, masa depan gak jelas.  Papa harap dengan kamu menikah kamu akan berubah.”

“Tapi kenapa papa gak nanya aku dulu mau atau enggak.”

Gayatri hanya bisa diam melihat perdebatan ayah dan anak itu. Jujur saja kepalanya sudah sangat pusing. Ia sudah tahu bahwa Raden pasti akan menolak.

“Ma, tolong aku dong Ma! Tolong bilangin ke papa kalo aku ga mau Ma,” Raden menatap Gayatri dengan memelas.

“Kali ini mama setuju sama papa, karena ini demi kebaikan kamu juga.”

Raden menghela nafas jengah, berlalu dari hadapan orang tuanya, pergi keluar rumah. Ia diam di depan rumah sembari mendumel yang tidak jelas. Kemudian Ponsel Raden berdering, ada telepon dari Nicho.

“Halo Den, lo dimana? nanti malem kita jadi keluar kan?”

“Malem ini gak bisa, gue lagi di Adonara.”

“Ngapain lo disana?”

“Gue lagi pusing nih.”

“Pusing kenapa bro?”

“Bokap gue tiba-tiba mau jodohin gue sama anak mandor di perkebunan. Dan asal lo tau, tuh cewek enggak banget deh, dan jauh banget dari tipe gue. Penampilan sama kelakuannya kayak cowok, mana dekil lagi.”

“Kasian amat lo, keliatan banget elo nya kagak laku sampai harus dijodohin segala sama bokap lo.”

“Sialan lo! gue lagi pusing tapi lo malah ngeledekin gue.”

“Hehe, sorry. Gue cuma becanda kok.”

“Bilangin aja sama yang laen, gue ga bisa datang karena ada urusan.”

“Eh bentar Den, nih Rizki sama Devon dateng, gue loudspeker ya. Rizki, Devon tau gak sih, si Raden sekarang lagi di Adonara, dia mau dikawinin sama bokap nya, sama anak mandor bokapnya.”

Rizki dan Devon langsung tertawa.

“Ahh, bangsat lo pada malah pada ngetawain gue.”

“Kayak Siti Nurbaya aja lo Den.”

“Bukan kayak Siti Nurbaya, tapi karena bokapnya tau si Raden gak laku, hahaha.”

“Sembarangan lo semua. Liat aja gue gak bakal nyerah, gue bakal ngebatalin perjodohan ini. Dah ah, percuma gue ngomong ke kalian semua.”

Raden langsung menutup telepon nya.

Sahara tiba di rumah Surya dengan menaiki ojek. Seragam SMA nya masih melekat di tubuhnya karena ia belum sempat pulang dan langsung ke rumah perkebunan sesuai permintaan Herman.

Mata Raden melirik kedatangan gadis muda berambut panjang nan indah itu.

“Ini cewek siapa, rasanya familiar gitu, gue kayak pernah ketemu, tapi dimana ya?”

Surya keluar dari dalam rumah dan menyambut kedatangan Sahara.

“Eh Sahara  udah dateng.”

“Iya pak.”

Sahara menghampiri Surya lalu mencium tangannya dengan hormat.

Raden hanya menatap Sahara dari atas sampai bawah, dia kebingungan melihat perubahan Sahara. Ia tidak menyangka Sahara  yang dulunya tomboy dan dekil sekarang sudah  berubah drastis.

“Kok bisa ya Sahara jadi terlihat feminim, kulitnya juga putih bersih, body-nya langsing.  Tapi gue akan tetap gak mau dijodohin!”

“Raden sini! Ini Sahara,” Surya mencoba memperkenalkan.

Raden dan Sahara pun bersalaman sembari memperkenalkan diri.

“Yaudah kalian ngobrol aja. Ra, bapak kedalem dulu ya.”

“Iya pak.”

Lalu Kedua laki-laki dan perempuan yang masih canggung itu mengambil posisi di kursi teras.

“Kamu tau kan kalo kita mau dijodohin?” tanya Raden membuka percakapan diantara mereka. Ia berlipat dada untuk menunjukkan arogansinya untuk mengintimidasi Perempuan yang ada di depannya itu.

“Iya kak, saya udah tau.”

“Terus kamu mau?”

“Enggak kak.”

“Kamu gak nolak?”

“Udah kok, kakak sendiri gimana mau apa enggak?”

“Ya enggak lah.”

“Udah nolak?”

“Udah, tapi papa tetep mau ngejodohin kita. Aku harap kamu mau bantu aku supaya rencana perjodohan ini batal.”

“Kakak usaha sendiri aja, saya capek baru pulang sekolah aku mau pulang, assalamualaikum.”

Sahara lalu pergi meninggalkan Raden yang keheranan. Ini adalah pertama kalinya Raden mendapat sikap seperti itu dari seorang gadis, karena biasanya para wanita diluar sana selalu mengejar untuk dapat berbicara dengannya. Namun Sahara malah meninggalkannya begitu saja disaat ia belum selesai bicara.

“Gila, ini cewek sombong amat.”

Raden mengusap wajahnya kemudian bangkit  masuk kedalam rumah dengan perasaan kesal yang bertambah.

BERSAMBUNG

Bagian 3

Sahara menunaikan ibadah sholat magribnya. Selesai mengucapkan salam, Sahara lalu berdoa.

“Yaa Allah, tolong beri hamba petunjuk atas perjodohan ini. Beritahu hamba apa yang harus hamba lakukan, hamba belum ingin menikah tetapi hamba juga tidak ingin melukai perasaan ayah hamba,hamba mohon ya Allah, beri hamba jalan keluar yang terbaik karna hanya engkau yang tau apa yang terbaik buat hamba. Amin ya robbal alamin…”

Baru saja selesai berdoa, Herman  mengetuk pintu kamarnya, Sahara menoleh ke belakang.

“Ada apa pak?”

“Ada Raden di depan.”

“Iya pak.”

Sahara tidak menanggalkan mukena yang ia kenakan, ia langsung saja ke depan untuk menemui Raden.

“Ngapain ke sini kak?”

Raden yang berada di depan mobil yang terparkir di depan rumah lalu menoleh ke arah sumber suara. Saat dia menatap wajah lembut yang sedang berdiri di muka pintu, ia langsung tertegun seolah-olah ada bidadari di hadapannya. Wajah teduh sahara yang dibaluti mukena terasa sangat menyejukkan jiwa yang memandang.

Namun sepersekian detik kemudian, Raden segera merubah raut wajahnya menjadi terlihat kesal. Ia berjalan beberapa langkah ke arah Sahara.

“Obrolan kita tadi siang belum selesai, kamu main pergi aja.”

“Jadi sekarang kakak maunya gimana?”

“Tolong dong bantu saya supaya pernikahan ini batal, saya belum mau nikah.”

“Saya juga kak, saya belum mau nikah. Saya masih tujuh belas tahun, sekolah aja baru mau lulus.

“Bener kamu belum mau?”

“Iya kak, ngapain saya bohong. Tapi bapak saya gak mungkin berani nolak, pak surya kan majikan bapak saya.”

“Oke kalo gitu sekarang saya mau ngomong sama papa, saya mau bilang yang sebenernya, semuanya. Kalo gitu saya pergi dulu.”

Raden kembali ke mobil dan langsung tancap gas pergi dari rumah Sahara. Dia tidak butuh waktu lama untuk sampai di rumahnya. Raden langsung menemui papa nya yang berada di ruang kerja.

“Pa, aku mau ngomong,” ujar Raden setelah mengetuk pintu.

“Mau ngomong apa Den?”

Raden berjalan masuk ke ruangan Papanya, ia mendudukkan tubuhnya diatas kursi yang berhadapan dengan Surya.

“Pa, aku mohon batalin pernikahan aku pa. Bukan cuma aku yang gak mau, Sahara juga gak mau Pa.”

“Kata siapa Sahara gak mau?”

“Dia ngomong sendiri sama aku.”

“Ya sudah, besok bawa Sahara ke hadapan papa! Papa pengen denger langsung dari Sahara nya. Kalo bener Sahara gak mau papa bakal batalin, tapi kalo ternyata Sahara setuju kamu juga harus setuju.”

“Oke pa, aku setuju.”

Keesokan hari nya, pagi-pagi  sekali mobil Raden sudah terparkir di depan rumah Sahara. Sahara terkejut pun heran. Raden keluar dari mobil berjalan menghampiri Sahara di muka rumah yang Sudah tampak rapi dengan seragamnya. Hari ini sahara memakai kardigan karena cuaca yang lumayan dingin di pagi ini.

“Kak Raden pagi-pagi udah ada disini, ada apa?”

“Aku mau jemput kamu.”

“Heuh, kemana kak?”

“udah…ikut aja!”

“Tapi saya mau ke sekolah.”

“Cuma bentar kok,” Raden meraih tangan Sahara dan menariknya.

“Saya pamit dulu sama ibuk,” Sahara berteriak untuk berpamitan.

“Iya Ra, kamu hati-hati ya,” sahut Elisa dari dalam rumah.

“Iya buk, Tia kamu berangkat duluan aja.”

“Oke kak,” jawab Tiara yang baru saja keluar dari rumah menatap kakaknya dengan perasaan heran.

Sahara masuk ke dalam mobil. Raden melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah Sahara, membawanya ke rumah untuk menemui Surya.

“Pa, ini Sahara udah aku bawa,” ujar Raden saat menemui papanya yang tengah membaca buku di ruang keluarga. Kacamata minus yang menempel di wajahnya pun ia lepaskan dan letakkan di atas nakas.

“Silakan duduk Sahara.”

“Iya pak,” jawab Sahara sopan kemudian mengambil posisi.

“Sahara, bapak mau tanya, kamu tau kan kamu mau bapak jodohin sama Raden.”

“Iya pak, saya tahu.”

“Terus jawaban kamu apa, kamu mau apa tidak?”

“Eum…” Sahara melirik sejenak ke arah Raden yang tampak wajah harap-harap cemas, sebelum akhirnya menjawab, “Saya mau pak.”

Seketika Raden tertegun mendengar jawaban Sahara yang tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan.

“Sahara, kok kamu tega sih?”

“Udah Den, kamu jangan marah! Sekarang semuanya udah jelas papa akan mempersiapkan pernikahan kalian dan pernikahannya akan papa percepat menjadi dua hari lagi.”

“Tapi Pa?”

“Gak ada tapi-tapian. Kamu sudah setuju sebelumnya.”

Surya beralih menatap Sahara. “Sahara, kamu mau sekolah kan?”

“Iya pak.”

“Ya udah, berangkat sekarang aja nanti kesiangan. Oh ya, kamu ke sekolah biar diantar sopir bapak aja.”

Raden terus menatap Sahara dengan wajah yang kesal dan penuh amarah. Tetapi Sahara tidak menggubris dan segera keluar dari rumah.

“Saya pamit pak.”

“Iya Sahara, kamu hati-hati.”

Sahara masuk ke dalam mobil yang telah disiapkan untuk mengantarnya ke sekolah.

“Ingat Den, kamu ga bisa ngelak lagi.”

Raden tidak berkata apapun. Ia lalu pergi ke kamar nya.

Di dalam kamar, Raden mengeluarkan ponselnya lalu menelpon Angga.

“Halo Den, gimana lo udah berhasil belum  ngebatalin pernikahan lo?”

“Gagal Ga, malah pernikahan gue dipercepat,  dua hari lagi gue kawin.”

“Kok bisa gagal?”

“Gak tau gimana ceritanya tuh cewe jadi mau di jodohin. Sial..!! Liat aja nanti,  gue bakal bikin dia menderita jadi istri gue.”

Setibanya di Sekolah, Sahara turun dari mobil yang membuat semua mata tertuju padanya. Bagaimana tidak, mobil putih dengan plat B tersebut berhasil mencuri perhatian semua orang, bahkan mungkin di desa tersebut belum ada yang memiliki mobil mewah itu.

“Wihh, si Sahara dianter sama siapa tuh? Kok dia turun dari mobil mewah itu. Keluarganya mendadak melihara tuyul apa gimana?”

Teman-teman Sahara tampak berbisik-bisik menaruh rasa penasaran terhadap gadis itu.

“Ntah tuh. Setau aku keluarga Sahara gak ada yang kaya deh.”

Luna yang melihat kedatangan Sahara, langsung menghampirinya.

“Kamu dianter siapa tuh Ra?” Luna menunjuk mobil mewah yang tampak sudah hendak berlalu.

“Sopirnya pak Surya, majikan bapak aku.”

“Kok bisa dia yang nganter?”

“Tadi kebetulan aja. Yaa udah, mending sekarang kita segera ke kelas.”

Luna pun tidak membahas hal itu lagi.

Disaat mereka hendak masuk ke dalam kelas, tiba-tiba mereka di cegat oleh gadis bernama mawar dan beberapa orang teman yang berada di belakangnya. Mawar merupakan teman satu kelas Sahara yang sangat suka membuat keributan. Ia tipikal perempuan julid yang sangat takut tersaingi.

“Tadi kamu kok dianter sama mobil? Itu siapa kamu?”

“Bukan siapa-siapa kok,” jawab Sahara.

“Kamu kepo banget sih, itu bukan urusan kamu tau,” ujar Luna yang tampak kesal.

“Santai aja kali, aku kan cuma nanya,” ujar Mawar dengan gaya khasnya yang arogan.

“Kamu nanya karena takut tersaingi kan sama Sahara. Kamu takut kan kalo ada yang lebih kaya di sekolah ini dari pada kamu. Asal kamu tau aja, yang tadi anter Sahara itu keluarganya dari kota, yang pasti jauh lebih kaya dari pada kamu.”

“Lun, udah! Gak usah di ladeni,” Sahara pun menarik Luna dan segera masuk ke dalam kelas. Sesampainya dia di meja, Sahara langsung menarik nafas dalam. Baru juga ia dianter oleh supir pak Surya sudah membuat sekolah heboh. Apalagi jika mereka mengetahui tentang perjodohannya dengan Raden, pasti mereka akan habis-habisan mem-bully dirinya.

BERSAMBUNG…

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!