Sorot cahaya mulai berkedip cepat saat pintu mobil terbuka. Aku sedikit menyipitkan mata untuk membiasakan diri. Senyum indah yang terpancar dari bibirku, menggambarkan bahwa aku adalah wanita yang paling bahagia saat ini.
Pernikahan artis terkenal Reyna Hathaway dan Sutradara Liam Foster menjadi topik utama di berbagai situs pencarian internet. Tentu saja ini akan menjadi berita utama untuk beberapa minggu ke depan. Bagaimana tidak, pernikahan ini diadakan oleh artis muda pendatang baru yang sedang naik daun dengan sutradara sekaligus CEO dari salah satu rumah produksi film terbesar saat ini.
Aku berjalan dengan anggun melewati karpet merah. Aku tidak percaya akan melangsungkan pernikahan mendadak yang dirancang oleh manajerku sendiri. Lihat saja nanti, aku akan membalas Julia.
Aku melihat Liam berdiri dengan wajah datar menunggu kedatanganku. Wajah datar Liam membuatku tersenyum kecut.
"Bisakah dia tersenyum sedikit, aku yakin dia sengaja melakukan itu agar ada rumor" batinku
Seraya sedikit menunduk, Liam mengarahkan tangannya padaku. Aku mengulurkan tangan menyambut tangan Liam. Kami berdua berjalan perlahan menuju altar untuk melangsungkan pernikahan.
"Tidak bisakah kau tersenyum sedikit untuk hari ini saja Liam" bisik ku.
"Kenapa? kau takut reputasi mu akan jatuh? tunggu saja ini belum seberapa"
Aku sedikit terkejut mendengar ucapan Liam. Aku bingung dengan maksud kalimat terakhir yang diucapkan Liam. Kenapa dia bersikap aneh, bukankah dia yang meminta pernikahan ini terjadi. Jika bukan karena Julia, aku tidak akan pernah menerima pernikahan sutradara arogan ini. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana aku harus menjalani hidup dengan pria arogan, sombong, angkuh dan dingin.
Aku tersadar saat sedang memikirkan Julia, sejak kemarin aku tidak melihat Julia. Aku memperhatikan sekeliling untuk mencari keberadaan Julia. Kemana dia pergi, seharusnya dia ada disini untuk menemaniku. Karena sibuk mencari keberadaan Julia, aku tidak sengaja menginjak ujung gaun dan terjatuh. Kakiku sangat sakit, aku menundukkan kepala untuk menyembunyikan rasa malu.
Aku tidak merasakan pergerakan dari Liam. Kenapa dia tidak membantuku. Sikap Liam yang diam membuat aku semakin malu. Aku mengangkat kepala melihat Liam, Liam berdiri dengan tenang, bahkan tidak melirik ke arahku. Aku melihat tamu undangan sedang tertawa dan tidak sedikit pula yang bingung atas sikap Liam. Dengan sekuat tenaga, aku mencoba untuk kembali berdiri dan menahan rasa sakit di pergelangan kakiku.
Kini tiba saatnya acara inti dari semuanya. Aku gugup saat Liam mulai mengucapkan janji pernikahan. Tidak bisa dipungkiri aku sangat gugup karena sebentar lagi statusku akan berubah menjadi seorang istri.
"Saya mengambil engkau...... "
Setelah mengucapkan beberapa kata, Liam hanya diam seolah enggan untuk melanjutkan janji pernikahan. Aku menatap Liam tidak percaya dengan apa yang ia lakukan sekarang. Ya Tuhan, sudah dipastikan akan banyak rumor yang akan menghadang ku sebentar lagi. Aku menatap Liam agar ia melanjutkan kalimat janji pernikahan. Sudahlah aku pasrah dengan apa yang akan menimpaku selanjutnya.
Setelah beberapa saat, akhirnya Liam membuka suara.
"Maaf saya kurang fokus, apakah boleh saya ulang kembali ? " tanya Liam pada pendeta
Liam kembali mengulang janji pernikahan dari awal dengan lancar. Aku menghembuskan nafas lega saat Liam menyelesaikan janji pernikahan. Aku pun dengan lancar mengucapkan janji pernikahan di hadapan pendeta dan hadirin yang datang. Akhirnya aku telah sah menjadi istri dari Liam Foster.
Setelah rangkaian acara pernikahan selesai, aku dan Liam berganti pakaian untuk acara resepsi. Aku menatap geram ke arah Liam.
"Kenapa? "
Aku memalingkan wajah saat Liam bertanya kenapa. Ia masih bisa bertanya kenapa padaku, apa ia tidak sadar dengan apa yang ia lakukan. Aku hanya diam dan mengambil baju yang akan aku kenakan selanjutnya.
Aku melihat memar di pergelangan kakiku. Aku bingung bagaimana cara untuk menutupi warna memar pada kakiku. Akhirnya, aku mengoleskan foundation untuk menyamarkan warna biru di pergelangan kakiku.
Setelah berganti pakaian, aku tidak melihat keberadaan Liam. Dimana dia sekarang, apa masih berganti pakaian. Sepertinya Liam belum berganti pakaian karena aku melihat bajunya masih tergantung rapi. Aku berjalan dengan sedikit menahan sakit menyusuri koridor untuk mencari keberadaan Liam. Aku mencoba menelpon, tetapi tidak tersambung.
Saat mencari Liam, aku tidak sengaja melihat siluet wanita dan pria yang sedang bermesraan di tempat gelap. Mereka benar-benar tidak tahu tempat, apa mereka tidak bisa menahan sebentar saja, terlebih lagi tempat ini sedang di penuhi oleh wartawan. Aku berjalan kearah pasangan yang sedang bercumbu untuk menasehati mereka. Semakin aku mendekati pasangan itu, aku semakin penasaran dengan mereka. Perasaanku mengatakan bahwa aku mengenal mereka.
"Reyna, disini kau rupanya, aku mencari mu sedari tadi"
Aku menghentikan langkahku, saat seseorang memanggilku dari belakang. Mira menghampiriku, tidak berbeda denganku, Mira juga melihat pasangan yang masih bercumbu.
"Jadi kau mengintip pasangan yang sedang bercumbu, tenang saja sebentar lagi kau akan merasakannya Reyna bahkan lebih dari pada itu" ejek Mira
"Bukan begitu, aku hanya ingin menegur saja, sangat tidak sopan berbuat begitu di acara pernikahan orang lain. Bukankah masih ada tempat lain, seperti hotel misalnya. Apalagi sekarang banyak wartawan yang sedang berkeliaran"
"Ah sudahlah, ayo ikut aku. Tidak baik pengantin baru keluyuran sendiri di malam hari" Mira menarik tanganku menjauhi pasangan itu. Sambil berjalan menjauh, sesekali aku melihat kebelakang untuk memastikan apakah aku mengenal wanita itu atau tidak.
Aku duduk menunggu kedatangan Liam, sudah satu jam Liam belum datang untuk berganti pakaian. Aku terus menerus mencoba untuk menelpon, tapi tetap saja tidak tersambung. Tidak berapa lama, akhirnya Liam datang dengan senyum sumringah. Ada apa dengannya, apa kepalanya terantuk pintu. Liam mengambil baju dan mengedipkan matanya kepadaku. Aku semakin ngeri saat Liam mulai bersikap aneh.
"Bagaimana penampilanku" tanya Liam setelah berganti pakaian.
"Biasa saja, tidak ada yang berubah" aku menjawab cuek dan memalingkan wajah. Tidak bisa aku pungkiri pakaiannya sangat pas di badan Liam. Sebenarnya aku sedikit tertegun akan penampilan Liam, namun aku gengsi untuk mengakui ketampanannya.
"Terserah, aku tidak peduli. Kau duluan saja kebawah nanti aku menyusul mu"
"Kenapa tidak sama-sama saja, apa tidak cukup yang kau lakukan tadi"
"Apa yang aku lakukan tadi, sepertinya aku tidak membuat kesalahan"
"Tidak membuat kesalahan kau bilang, Riyana Hathaway diduga menggoda Sutradara Liam Foster untuk menikahinya, Ada apa dengan Liam Foster, Apakah ini pernikahan paksa, Liam Foster dipaksa untuk menikah dengan Riyana Hathaway, dan masih banyak lagi" ucapku kesal membacakan beberapa artikel pada Liam.
"Lalu aku harus apa? " jawab Liam santai.
Aku yang sudah emosi dan malas membuang energi untuk bertengkar dengannya segera meninggalkan ruangan. Aku berjalan sendiri menghadiri acara resepsi, sungguh ini bukan pernikahan yang ada di khayalanku, semoga hanya sampai disini saja.
Dengan perlahan aku mulai menuruni tangga. Semua mata fokus dan tertuju padaku. Aku melangkah sendiri diiringi alunan musik romantis menggunakan biola dan piano, seharusnya lagu itu mengiringi kebahagiaan langkahku dan Liam. Namun, alunan musik itu seakan mengiringi ironi yang sedang menimpaku.
Aku melihat ke arah sisi pemain musik memberikan kode agar menghentikan permainan. Sungguh ini sangat memalukan, aku berdiri mematung tidak tahu bagaimana untuk bertindak selanjutnya. Saat musik berhenti, tiba-tiba tamu undangan bertepuk tangan dengan riuh. Aku melirik ke samping, Liam berdiri di sebelah kananku.
Ia membuka lengan sedikit agar aku dapat menggandeng lengannya. Tanpa pikir panjang aku menuruti apa yang diinginkan oleh Liam. Liam melirik ke sisi pemain musik untuk melanjutkan permainan. Aku berjalan dengan penuh kesal, tidak lupa aku diam-diam mencubit lengan Liam. Liam tidak bereaksi saat menerima cubitan yang aku berikan di lengannya.
Selama acara berlangsung, aku merasa ini bukan acara kami berdua, melainkan ini hanya acara Liam. Orang-orang hanya terfokus pada Liam. Tamu yang hadir tidak peduli dengan keberadaan ku. Aku juga muak dengan kumpulan wanita yang sangat jelas menggoda Liam secara terang-terangan. Bukankah mereka dapat melihat aku istri Liam sedang menggandeng lengan Liam. Aku menatap tajam setiap wanita yang datang untuk menggoda Liam.
“Hei Liam, kau akan menyesal karena tidak menikah denganku” ucap salah satu wanita yang memakai baju sangat terbuka di antara tamu yang hadir.
“Aku pikir begitu Ana” jawab Liam seraya tertawa.
“Tenang Liam, aku siap menerima kapan pun kau akan datang” jawab Ana dengan genit dan mengedipkan sebelah matanya.
Sungguh aku sangat jijik melihat gerak gerik Ana. Sebagai wanita justru aku malu dan mengasihani Ana, serendah itukah harga dirinya untuk menggoda seorang pria yang sudah berstatus suami. Aku dengan sengaja mendekatkan diri pada Liam seolah akan mencium Liam di depan Ana.
“Liam aku perlu ke toilet sebentar” bisikku pada Liam.
Aku melihat wajah Ana memerah semerah buah ceri. Aku puas membalas Ana, tanpa perlu membuang banyak tenaga aku menang telak melawan Ana. Bukan hanya Ana yang terkejut, Liam juga ikut terkejut atas tindakan ku. Aku berjalan ke arah toilet dengan penuh percaya diri dan senyum merekah di bibirku.
Saat berjalan ke arah toilet, tidak sengaja aku melihat Julia di antara kerumunan wartawan. Aku yakin dan tidak salah lihat, itu adalah Julia. Jika dia ada di tempat ini, mengapa ia tidak menemui aku. Aku mengejar dan mengikuti Julia. Namun, wartawan menghalangi pandanganku untuk mengejar Julia. Aku terjebak diantara kerumunan wartawan yang ingin mewawancaraiku. Mengapa Julia menghindariku, Julia pasti melihatku mengejar dirinya. Apa yang salah dengannya, tidak, apa aku memiliki kesalahan padanya.
...***...
Aku membaringkan tubuh di atas kasur, rasanya sangat segar dan ringan. Akhirnya semua rangkaian acara sudah selesai dan aku terlepas dari gaun yang beratnya berkilo-kilo. Aku meraih handphone dan mengecek artikel utama di pencarian. Aku menghela nafas, artikelnya masih sama. Kebanyakan artikel seolah menyudutkan dan menjelekkan ku. Aku membaca ribuan komentar hinaan atas diriku.
Aku tertawa keras saat beberapa foto-fotoku dijadikan meme yang sangat lucu. Beberapa komentar hinaan juga membuatku sedikit terhibur. Aku sudah terbiasa menerima komentar cacian terhadapku. Dulu saat pertama kali menerima komentar jahat, aku akan mengurung diri di kamar dan takut untuk keluar. Namun, sekarang aku sudah sangat terbiasa. Bahkan aku juga diam-diam menjelajahi akun-akun pembenciku.
“Apa yang kau tertawakan?” Liam ikut berbaring di sebelahku dan menarik handphone serta membaca semua komentar.
“kau tidak apa-apa?”
“Sejak kapan kau peduli padaku, kembalikan handphoneku dan cepat pergi mandi, kau sangat bau” aku menarik kembali handphoneku dan menendang Liam menyingkir untuk pergi.
Liam meninggalkanku menuju kamar mandi. Aku tidak suka jika orang menunjukkan wajah kasihan padaku. Aku bukan anak kucing yang dibuang di pinggir jalan. Aku bisa mengurus diriku sendiri, aku tidak membutuhkan bantuan orang lain, karena sekali saja aku menerima bantuan orang lain, maka aku akan terus bergantung.
Aku tidak canggung pada Liam, begitupun sebaliknya. Aku dan Liam sudah berteman sejak kami SMA. Saat itu, aku hanya sendiri dan tidak memiliki teman. Aku melihat Liam berdiri seorang diri dan mengajaknya untuk berkenalan. Tentu hal utama aku mengajaknya berkenalan karena ia tampan.
Sejak itu, aku dan Liam menjadi teman dekat. Saat jam istirahat tiba, Liam akan datang ke kelasku untuk menghampiriku. Pernah sekali aku bertanya pada Liam, mengapa ia tidak berteman dengan pria yang ada di kelasnya. Ia hanya menjawab, bahwa ia tidak ingin memiliki banyak teman.
Aku juga mengenalkan Julia pada Liam. Julia adalah temanku sedari kecil. Ibunya adalah pelayan di rumah ku dan ayahnya bekerja sebagai sopir pribadi. Aku sudah menganggap Julia sebagai anggota keluargaku, begitu pula dengan orang tua Julia.
Setelah lulus dari SMA, Liam melanjutkan kuliahnya di Amerika. Sejak saat itu aku tidak pernah lagi bertemu dengan Liam. Kami bahkan tidak berkomunikasi walaupun lewat telpon atau pun media sosial.
Aku kembali bertemu Liam saat aku sedang casting untuk mengambil salah satu peran film layar lebar. Ternyata, sutradara saat itu adalah Liam. Walaupun Liam mengenalku, tetap saja saat itu Liam memberikan kritikan pedas terhadapku. Aku seakan sedang dihantam oleh kritikan pedas yang keluar dari bibirnya. Belum pernah aku menerima kritikan sekejam itu. Selama ini, orang-orang hanya memuji kecantikanku. Aku belum pernah mendengar kritikan langsung mengenai aktingku.
Setelah casting, Liam langsung pergi tanpa menyapa terlebih dahulu. Apa dia tidak enak padaku setelah memberikan kritikan pedas. Sejak saat itu, aku tidak lagi bertemu Liam. Aku juga ditolak untuk ikut serta dalam film yang digarap oleh Liam. Namun seminggu yang lalu, Julia mengabarkan padaku bahwa Liam akan menikahiku. Tentu saja aku terkejut. Siapa yang tidak terkejut ketika seorang teman lama mengajakmu untuk menikah. Terlebih lagi setelah ia mempermalukan dirimu di depan banyak orang.
Awalnya aku tidak percaya dengan apa yang dikatakan Julia. Tetapi aku semakin bingung ketika keluarga Liam datang ke rumahku untuk melamarku. Aku dengan tegas menolak lamaran Liam. Bagaimana bisa aku mempertaruhkan seluruh hidupku bersama Liam. Aku juga tidak yakin Liam bersungguh-sungguh melamarku. Aku percaya ada maksud terselubung.
Aku sangat mengenal Liam, Liam berani mengambil keputusan jika ia akan mendapatkan keuntungan. Ia tidak akan peduli dengan orang-orang yang dirugikan akibat perbuatannya. Itulah sifat Liam yang sangat aku benci sampai sekarang, Liam sangat egois. Apa yang sedang Liam rencanakan sekarang. Mengapa ia ikut melibatkan aku dalam rencananya.
Aku menekan nama Julia di handphoneku. Julia sudah aktif namun belum membaca pesan yang aku kirim sedari tadi pagi. Aku kembali mengirimkan pesan kepada Julia.
“Julia ini aku Reyna”
“Jika kau mendapat pesan ini segera balas”
“Semuanya baik-baik saja kan?”
“Aku tidak bisa menghubungimu sejak kemarin.”
Julia tetap tidak membaca dan membalas pesan yang aku kirim. Aku tetap menunggu balasan pesan Julia sampai akhirnya aku tertidur.
Aku membuka kedua mataku dan merasakan sesuatu yang berat menimpa perutku. Sebuah tangan dari belakang melingkari perutku. Aku bergerak sedikit untuk melepaskan diri. Semakin aku bergerak, tangan Liam semakin erat memeluk ku dari belakang.
Hembusan nafas Liam di leher ku membuat bulu kuduk ku berdiri. Jantungku berdetak cepat, deru nafasku sudah tidak bisa aku kendalikan. Aku belum pernah merasakan perasaan ini sebelumnya. Aku takut Liam dapat mendengar detak jantungku. Karena panik, aku menghempaskan tangan Liam dan segera berlari menuju kamar mandi.
Aku mengelus dadaku yang masih saja berdetak kencang. Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya secara perlahan. Usahaku ternyata berhasil, detak jantungku kembali normal, aku menjadi sedikit lebih tenang.
tok.. tok.. tok...
"Hei, kenapa kau lama sekali di dalam, perut ku sakit, cepat keluar"
"Iya sebentar, aku sedang menggosok gigi" jawabku acuh.
Aku terkejut saat pintu kamar mandi dibuka paksa oleh Liam. Liam menarik tanganku seraya mendorongku keluar dengan kasar. Aku terjatuh karena tidak bisa menjaga keseimbangan, terlebih lagi kaki ku masih sakit akibat jatuh di acara pernikahan kemarin. Karena kesal aku melempar sikat gigi yang masih berbusa ke arah Liam.
"Dasar kurang ajar!!!" teriakku
"Rasakan" Ledek Liam, seraya menutup pintu dengan keras.
......................
Aku menyantap roti yang telah aku olesi selai. Aku tertawa melihat semua komentar yang ada di semua akun sosial media. Sungguh komentar jahat mereka tidak membuatku terpuruk, justru aku sangat terhibur dengan ketikan mereka. Mereka seakan-akan tahu bagaimana aku menjalani hidup. Aku saja tidak mengerti dengan kehidupan ku sendiri, lalu bagaimana mereka bisa menebak-nebak segalanya tentang ku. Komentar mereka adalah salah satu healing terbaik bagiku.
"Apakah itu hobimu membaca komentar hinaan dan cacian orang-orang? " tanya Liam menatap ku serius.
"Kau ingin aku membaca komentar baik?, sulit menemukan nya diantara ribuan komentar, terlebih sikapmu kemarin membuatku kehilangan seluruh komentar baik" jawabku masih kesal pada Liam.
"Kau memang wanita gila" ejek Liam.
"Ingat Liam, wanita gila ini sekarang adalah istrimu"
"Tidak sudi aku memiliki istri gila seperti mu, jika saja bukan karena...ah lupakan saja" Liam tiba-tiba menghentikan perkataan nya dan meninggalkan ku sendiri.
"Karena apa Liam?, katakan padaku" dengan sedikit tertatih, aku mengejar Liam untuk meminta penjelasan.
"Apa karena harta warisan?, jika karena itu, maka aku harus mendapatkan setengah warisan yang kau terima" Liam hanya sibuk mengepak pakaiannya ke dalam koper.
"Kau mau pergi ke mana Liam?, tidak, jawab dulu pertanyaan ku yang pertama tadi, karena apa kau menikahiku" aku terus mengikuti Liam dari belakang dan tetap bertanya alasan Liam menikahiku.
"Aku akan pergi keluar selama seminggu untuk meninjau lokasi syuting. Aku harap kau tidak lagi bertanya mengenai alasanku untuk menikahimu, kau tidak memiliki hak untuk mengaturku. Ingat yang menikah kemarin itu adalah nama bukan hati. Aku pergi dulu, tidak perlu mengantarkan ku keluar"
"Terserah, aku juga tidak peduli, toh aku menikahimu agar menjadi lebih terkenal dibandingkan sebelumnya. Begitu juga dengan mu, kau pasti mendapatkan keuntungan dengan menikahiku kan. Aku tahu sifatmu Liam, kau tidak akan mengambil keputusan jika itu akan merugikanmu. INGAT AKU TIDAK PEDULI DAN TERUS TIDAK AKAN PERNAH PEDULI. Dan satu lagi, yang kau katakan memang benar, kita menikah bukan atas dasar cinta, jadi kita tidak perlu hidup berdua dalam satu atap" aku tidak tahu kenapa aku sangat kesal dan marah setelah mendengar perkataan Liam.
"Kau tinggal di rumah ini saja, biar aku yang pergi, setidaknya kau bisa beralasan suami mu sedang bekerja di luar kota saat ada tamu yang datang"
" Memang sudah seharusnya seperti itu, anggap saja aku mengusirmu Liam " tawaku mengejek Liam, Liam hanya tersenyum tipis merespon perkataan ku.
"Baiklah aku pergi dulu, jika ada apa-apa jangan lupa untuk menghubungi ku"
"Aku tidak akan menghubungimu kecuali aku sedang berada di ambang kematian" aku tertawa dan tiba-tiba Liam mengecup keningku dengan cepat, aku yang terkejut memukul dada Liam dengan cukup keras.
"Aduh, tenaga mu ternyata cukup Kuat. Jangan pernah berkata seperti itu Reyna, setidaknya biarkan kita bercerai dulu dan aku mendapatkan istri baru. Setelah itu, kau bisa meninggalkan dunia ini dengan tenang" ucap Liam dengan tawa terbahak-bahak menjahili ku.
"Sudahlah, cepat pergi Liam, aku sudah muak melihat wajahmu" ledek ku pada Liam, Liam mengangguk dan akhirnya pergi meninggalkan ku.
"Akhirnyaaaaa, aku kembali bebas, kenapa tidak tadi malam saja dia pergi"
Aku meraih handphone dan mengecek pesan yang sudah aku kirimkan pada Julia kemarin malam. Pesanku belum juga dibalas oleh Julia. Kemana dia pergi, kenapa dia menghindar dariku.
Setelah beberapa hari berdiam diri di rumah, aku mulai mengawali aktivitas ku sebagai publik figur. Aku memutuskan untuk ikut dalam proyek series action dari beberapa kontrak yang ditawarkan padaku. Aku tertarik bukan karena Liam yang menggarap series ini. Namun, aku ingin mengembangkan bakatku dalam beradu akting.
Dalam series ini aku merupakan tokoh utama dan akan bersanding dengan Andrew. Aku sudah beberapa kali bekerja sama dengan Andrew dalam acara variety show. Jadi menurut ku aku tidak perlu lagi susah untuk membangun kemistri. Ini adalah kali pertama kami bekerja sama selain acara variety show.
Aku mulai membaca naskah dan mendalami peran yang menjadi bagianku. Aku akan menunjukkan bakat ku di hadapan Liam. Sungguh aku tidak akan pernah melupakan kritik yang Liam berikan padaku. Aku akan membuat Liam menyesal telah mengkritik ku habis-habisan. Aku tidak pernah bertekad sebesar ini sebelumnya.
Semenjak pernikahanku, aku tidak pernah bertemu dengan Julia. Julia juga tetap tidak membalas pesan yang aku kirimkan padanya. Aku telah menghubungi manajemen untuk menanyakan bagaimana keadaan Julia. Sama sepertiku, manajemen juga tidak mendapat kabar apa pun dari Julia.
Sebagai gantinya, Dion dikirimkan manajemen untuk membantuku. Aku tidak suka Dion menggantikan Julia sementara waktu. Hal ini karena sebelumnya aku pernah salah paham terhadap Dion. Aku juga tidak suka dengan sifat dingin Dion terhadap ku. Mungkin itu karena Dion masih belum memaafkan ku setelah dipermalukan di tempat umum.
Saat pertama kali masuk dalam manajemen, aku tidak mengenal siapapun kecuali Julia. Aku berjalan kikuk masuk ke dalam gedung. Namun, tiba-tiba aku merasakan tangan seorang pria meraba punggung ku. Aku yang tidak Terima dilecehkan segera berbalik dan menampar pria dibelakangku. Aku berteriak histeris sehingga satu gedung terkejut dan kami menjadi pusat perhatian.
Aku menunjuk-nunjuk ke arah Dion, seraya menangis histeris meminta tolong.
"Tolong ada pria mesum meraba punggung ku"
"Hei, aku tidak meraba punggung mu, tinggi sekali kepercayaan dirimu, aku juga tidak sudi meraba punggung mu yang jelek itu"
"Apa kau bilang, punggung ku jelek, kalau mesum ya mesum saja, jangan menghina fisik orang lain" aku menjambak keras rambut Dion karena kesal.
jambakkan ku terhenti saat Julia menarik tangan ku.
"Maaf Dion, ini Julia teman yang aku cerita kan padamu" Julia meminta maaf pada Dion
"Ooo jadi Dion adalah nama pria mesum ini"
"Reyna, dia adalah salah satu karyawan disini, dia cukup dekat dengan para atasan" bisik Julia padaku, aku dapat melihat Dion tersenyum meremehkan ku.
"Hei kau, aku hanya melepaskan ini di belakang bajumu, apa kau berniat pamer dengan tetap memakai label harga di bajumu" Dion menunjukan label harga baju yang belum aku lepas dan memberikan nya di atas telapak tanganku.
"Aku harap, kepercayaan dirimu itu kau turunkan sedikit, lihat, pada akhirnya kau berakhir malu" Dion tertawa keras meninggalkan ku yang sudah sangat kesal.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!