Hai Readers tersayang.... Author bawa cerita baru dengan konsep baru. Author coba membuat cerita dengan pov tokoh ya.. Semoga kalian suka...
Happy Reading...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Namaku Aleana Christiani, gadis delapan belas tahun yang biasa di panggil Lean. Aku tinggal bersama tanteku di kota Jakarta selama enam bulan ini. Sebenarnya setelah lulus SMA aku ingin mencari pekerjaan di sini dan tentunya setelah mendapat pekerjaan aku ingin mencari kontrakan sendiri tapi tanteku melarangku dengan alasan aku belum lama tinggal di sini, katanya takut aku tersesat atau apalah. Padahal alasan yang sebenarnya supaya aku bisa mengurus rumah dan suaminya.
Tanteku bernama Anita, seorang model yang fotonya sering muncul di majalah majalah para pebisnis maupun majalah dewasa. Entah di bayar berapa sehingga tanteku rela meninggalkan rumah dan suaminya demi pekerjaannya. Atau mungkin memang dia begitu mencintai pekerjaannya kali ya hingga dia tidak mau sedetikpun meninggalkannya.
Suami tante Anita bernama Pratama Adison. Pria tampan dan memiliki body kekar yang membuat semua wanita tertarik setelah melihatnya. Namun tidak denganku, aku begitu menghormatinya bagaikan seorang ayah untukku. Apalagi aku sudah menjadi yatim piatu sejak masa putih abu abu. Itu hanya awalnya saja ya.
Selama enam bulan ini akulah yang mengurus segala keperluannya, karena tante Anita sering melakukan pemotretan di luar kota. Seiring berjalannya waktu kami semakin dekat, hingga timbullah perasaan tidak menentu dari dalam hatiku. Senyumannya, perhatiannya kepadaku membuatku merasa menjadi orang istimewa di dalam hidupnya.
Namun aku sadar, tidak seharusnya aku memiliki perasaan ini kepada pria yang sudah aku anggap sebagai sosok ayah. Aku terus menepis perasaan itu dan membentengi hatiku sekuat mungkin dari perasaan yang semakin hari semakin menyiksaku. Untuk menghilangkan perasaanku, aku berusaha menjauh darinya selama beberapa bulan terakhir.
Hampir saja...
Hampir saja aku berhasil menghilangkan perasaan itu hingga tiba tiba om Tama menyatakan cinta padaku.
" Lean, aku mencintaimu."
Runtuh sudah benteng yang aku bangun menjulang tinggi selama ini. Jujur, aku sangat bahagia mendengar ungkapan cintanya. Aku merasa nyaman saat bersamanya. Aku bahagia berada di dekatnya. Dan timbul keinginan untuk memilikinya meskipun rasanya itu tidak mungkin.
Tapi sesaat kemudian aku tersadar, siapa om Tama sebenarnya.
Om Tama menggenggam tanganku lalu mengecupnya. Entah cobaan dari Tuhan, atau hukuman untukku karena telah lancang mencintai suami dari tanteku sendiri aku mendapat perlakuan ini darinya.
" Lean, apa kau mendengar aku?"
Aku hanya diam saja, aku khawatir salah mendengar kata katanya.
" Aku mencintiamu Lean, bahkan sangat mencintaimu." Ungkap om Tama lagi. Kali ini aku benar benar yakin dengan apa yang aku dengar sebelumnya.
" Maaf Om, tidak seharusnya om memiliki perasaan ini padaku. Apalagi mengungkapnya padaku seperti sekarang ini." Aku berusaha menutupi perasaanku sendiri.
Om Tama berdiri di depanku, jarak kami sangat dekat. Ia menatap mataku membuatku merasa gugup. Aku menelan kasar salivaku dan berusaha menghilangkan kegugupan itu.
" Tidak perlu pura pura Lean! Aku tahu kau juga memiliki perasaan yang sama denganku. Hanya saja kau berusaha untuk mengelaknya."
Skak mat.. Aku tidak bisa berkata apa apa saat itu.
Om Tama merapikan anak rambut yang menutupi wajahku. Jantungku terasa berdebar sangat kencang. Bahkan mungkin suaranya bisa di dengar oleh telinga om Tama.
" Kau mencintaiku kan?" Tanya om Tama.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala.
" Benarkah?"
Kali ini aku menganggukkan kepalaku berusaha menyakinkan dia. Namun siapa sangka satu kecupan mendarat dengan sempurna di keningku.
Cup...
Deg... Deg... Deg..
Rasanya jantungku hampir copot saat itu juga. Om Tama menciumku? Kenapa bukannya marah aku justru menginginkan lagi? Aku menginginkan kecupan lebih lama lagi. Benar benar gila, pikiran dan hatiku tidak sinkron saat ini.
Om Tama terkekeh melihat reaksi ku yang hanya diam saja. Ia kembali memajukan wajahnya lalu mencium kedua pipiku secara bergantian. Tubuhku terasa terhipnotis, kaku tidak bisa di gerakkan.
" Apa kau mencintaiku?" Om Tama kembali bertanya padaku sambil mengelus pipiku. Aku menjawabnya dengan gelengan kepala.
" Kalau kau tidak mencintaiku, kenapa kau diam saja saat aku cium seperti tadi hmm?" Tanya om Tama sambil terkekeh.
Aku juga tidak tahu kenapa aku malah seperti menikmatinya, ingin rasanya aku mengakui perasaanku kepadanya. Namun aku merasa gengsi, hal paling aman saat ini hanyalah diam saja. Terserah dia mau berpikir seperti apa.
Om Tama menggandeng tanganku, kami berdua berjalan ke tengah tengah taman yang di tumbuhi bunga bunga yang sedang mekar. Semuanya nampak indah, baik taman ini maupun perasaan kami.
" Aku tahu kamu juga mencintaiku, tapi kamu terlalu gengsi untuk mengakuinya. Tapi tidak apa apa, aku anggap hari ini adalah hari jadi kita."
Aku menghentikan langkahku lalu menatapnya.
" Apa yang membuat Om jatuh cinta padaku? Bukankah rasanya tidak mungkin hal itu terjadi?" Aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya karena jujur aku juga penasaran dengan perasaannya. Yang jelas aku ingin mengorek info sedalam mungkin tentang perasaan cinta om Tama padaku.
" Kau cantik." Sahut om Tama. Ia duduk bersila di atas rerumputan, melihatku masih berdiri ia menarik tanganku. Aku paham dengan maksudnya, aku pun duduk di sampingnya.
" Tidak hanya cantik, kau baik hati dan bertanggung jawab. Selama ini kau telah mengurusku dengan baik. Padahal hal itu tidak menjadi kewajibanmu, tapi kau menjalankannya seolah tanpa beban. Ibarat kata kau seperti melayani sedang suamimu sendiri." Ucap om Tama.
Aku hanya mengangguk anggukkan kepala karena bingung mau merespon apa.
" Jujur, hatiku terasa bergetar saat berada di dekatmu seperti ini. Padahal dengan Anita aku sudah tidak lagi merasakannya." Aku pun tersenyum mendengar ucapan om Tama. Entah itu rayuan atau memang perasaannya tapi aku merasa bahagia karena baru kali ini aku mendapat ucapan seperti itu dari seorang pria.
" Apa Om sudah tidak mencintai tante Anita lagi?" Aku pun bertanya kepadanya.
" Kalau rasa cinta mungkin sudah tidak ada, hatiku hampa saat bersamanya. Aku bertahan karena aku merasa kasihan padanya, hidupnya terlalu bergantung padaku." Sahut om Tama.
Memang begitu adanya, tante Anita sangat bergantung pada om Tama. Saat di rumah saja dia tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah, semua yang mengerjakannya adalah om Tama karena tidak ada pembantu di rumah itu. Bahkan mau makan saja harus om Tama yang memaksanya. Tentunya hal itu terjadi sebelum aku datang dalam kehidupan mereka.
Om Tama menggenggam tanganku, dia menatapku dengan lekat membuat jantungku kembali berdetak tak karuan.
" Pernikahanku dengan Anita tidak bahagia. Aku merasa sendiri, aku merasa kesepian, aku merasa di abaikan Lean. Kedatanganmu lah yang mampu mengubah segalanya. Aku merasa hidup kembali, aku merasa di perhatikan, dan aku merasa di hargai sebagai seorang laki laki."
" Lean, maukah kau menerima cintaku? Mari kita hidup bahagia bersama selamanya. Ak...
" Lalu tante Anita?" Tanyaku.
" Aku akan memikirkannya nanti, bagaimana kedepannya hubunganku dan Anita. Untuk saat ini kita jalani saja, yang jelas saat ini aku mencintaimu dan ingin selalu bersamamu. Kau mau kan menjadi kekasihku?" Tanyanya sambil menatapku.
Entah bisikan darimana aku justru menerimanya dengan menganggukkan kepala. Pikiranku buntu hingga aku tidak bisa memikirkan bagaimana ke depannya. Apakah hubungan ini akan membawa kebahagiaan atau justru kehancuran? Mungkin memang benar jika cinta itu buta, mata dan pikiranku telah tertutup dengan yang namanya cinta.
TBC....
Pov Anita...
Jeduar... Jeduar...
Suara gemuruh petir begitu memekakkan telinga. Aku yang dalam perjalanan pulang merasa ketakutan, apalagi kilat menyambar menampakkan terangnya jalanan malam yang sepi. Biasanya aku akan sedikit mengkhawatirkan suamiku di rumah jika saat saat seperti ini, tapi sejak kedatangan Lean aku sudah tidak sekhawatir itu. Suamiku memang tidak takut petir tapi dia takut gelap, karena biasanya jika petir menyambar seperti ini identik dengan pemadaman listrik.
Mobil aku lajukan dengan kecepatan tinggi karena aku ingin sekali cepat sampai rumah. Aku ingin cepat cepat merebahkan tubuhku yang terasa lelah di atas ranjang ku. Seharian aku melakukan pemotretan hingga membuat tubuhku terasa remuk. Aku bekerja sebagai model bukan karena suamiku tidak mencukupi semua kebutuhanku tapi karena ada kesenangan sendiri di dalamnya.
Yap.. Sesuai yang kalian pikirkan, ada sesuatu yang aku sembunyikan dari suamiku selama ini. Aku menjalin hubungan diam diam dengan salah satu kru, lebih tepatnya dia adalah mantan kekasihku dulu. Aku sangat bahagia di pertemukan dia kembali setelah beberapa tahun terpisah, lebih tepatnya dia meninggalkan aku karena harus kuliah ke luar negeri. Jujur aku sangat mencintainya, tapi aku tidak mau kehilangan Tama karena dia segalanya bagiku. Dia suami penurut, tidak pernah menuntut dan selalu mengalah denganku. Apapun yang aku lakukan dia tidak pernah mengeluh, padahal selama ini aku tidak pernah menjalankan tugasku sebagai istri dengan baik. Darimana lagi aku bisa mendapatkan suami sepertinya jika aku melepasnya?
Mungkin memang terkesan jahat, aku mencintai pria lain tapi tidak mau kehilangan Tama. Tapi bukankah rasa cinta akan tumbuh dengan sendirinya? Rasa cintaku untuk mantan kekasihku telah tumbuh kembali dan aku tidak dapat mengendalikan itu. Yang penting kami saling mengerti posisi masing masing.
Mobil terus ku lajukan membelah jalanan kota sampai tiba di halaman rumah aku menghentikannya. Aku segera turun dari mobil lalu masuk ke dalam rumah menggunakan kunci cadangan yang selalu aku bawa selama ini.
Rumah nampak sepi dan ruang tamu sudah gelap, mungkin Lean dan suamiku sudah tidur saat ini. Aku segera menuju ke kamar, biasanya suamiku mendengkur di atas ranjang jam jam segini, namun malam ini aku sedikit heran, pasalnya dia tidak ada di kamar.
" Tama ada dimana?" Pikirku.
Aku mencarinya di kamar mandi, tapi tidak ada. Aku mencoba memanggilnya namun tidak ada sahutan.
Tiba tiba bayangan buruk melintas di kepalaku, pikiranku tertuju pada kamar Lean yang berada di lantai bawah. Aku segera melangkahkan kakiku dengan cepat takut ada apa apa dengan mereka berdua, sampai di depan kamar Lean aku mendengar suara yang seharusnya tidak aku dengar. Suara des@h@n yang lolos begitu saja dari bibir Lean.
" Apa mungkin Lean melakukannya? Tapi dengan siapa?" Aku mencoba berpikir se realistis mungkin. Aku tidak percaya keponakanku yang lugu itu bisa melakukan hal terlarang itu.
" Atau itu hanya suara video? Tapi suara itu mirip dengan suara Lean. Jangan jangan!!!"
Dugaanku semakin kuat, aku membuka pintu kamar Lean yang kebetulan tidak terkunci dengan pelan.
Deg....
Jantungku terasa berhenti berdetak saat kulihat dua orang yang sangat aku kenal sedang bergumul di atas ranjang. Aku membekap mulutku agar aku tidak berteriak di tengah malam seperti ini. Bagaimana bisa Tama menggagahi keponakanku dengan penuh semangat seperti itu? Apa Lean menggodanya? Tidak... Tidak mungkin. Bukan salah Lean, ini pasti Tama yang sudah memaksanya. Aku berusaha mempercayai keponakan manisku itu. Rasanya tidak mungkin dia mengkhianatiku.
Aku tidak menghentikan mereka, aku ingin lihat apakah Lean menikmatinya atau tidak agar aku bisa menilai siapa yang menginginkannya lebih dulu di sini. Namun di luar dugaan, Lean nampak sangat menikmatinya. Bahkan ia mendesah menyebut nama suamiku, terasa begitu menjijikkan.
" Shhh Om... " Des@h Lean. Ternyata cinta telah membutakan hatinya hingga ia tidak bisa mengingat apa apa termasuk dosa dari hubungan terlarang ini.
" Iya sayang, terus sebut namaku. Rasanya begitu n!kmat." Sahut Tama terus memompa tubuhnya di atas Lean.
Aku mengepalkan erat tanganku, aku memang sudah tidak menyimpan rasa untuk suamiku tapi aku tidak rela di khianati olehnya.
" Lihat saja Lean, aku akan menunjukkan dimana posisimu yang sebenarnya. Aku tidak akan membiarkanmu merebut Tama dariku. Kau yang memulai maka kau juga yang harus menanggung akibatnya. Maaf kalau aku akan menjadi orang paling kejam untukmu. Aku tidak terima dengan pengkhianatan ini."
Istri mana yang tidak akan marah melihat suaminya memiliki hubungan dengan wanita lain? Apalagi wanita itu keponakanku sendiri. Aku kembali menutup pintu lalu meninggalkan kamar itu.
...****************...
Pov Tama...
Tiga bulan sudah hubunganku dengan Lean berjalan. Tepat sebulan yang lalu aku mulai menyentuhnya layaknya istriku. Aku akui, aku memang pria bej@t. Tidak seharusnya aku melakukan hal itu pada wanita yang aku cintai. Tapi aku tidak bisa mengendalikan diriku setiap aku berada di dekatnya. Rasanya aku ingin memilikinya selamanya, aku tidak mau kehilangannya.
Awalnya saat pertama aku menyentuhnya, dia sudah menolak. Dia takut ketahuan Anita, dia takut hamil anakku. Memang alasan yang logis, tapi aku selalu menyakinkannya jika aku akan bertanggung jawab sepenuhnya atas apa yang aku lakukan padanya. Aku bahkan rela meninggalkan Anita demi dirinya. Hingga pada akhirnya dia hanya bisa pasrah di bawah kehendakku.
Aku sangat bahagia bisa memilikinya saat itu, aku bahkan berniat memberi tahu Anita tentang hubungan kami tapi Lean selalu melarangku dengan alasan belum siap. Ia belum menyiapkan mental untuk menerima amukan dari Anita, atau mungkin dia merasa lebih nyaman seperti ini.
Hingga malam ini saat aku hendak tidur, tiba tiba aku teringat padanya. Bayangan wajahnya, senyumannya, perhatiannya membuat milikku bereaksi. Berbagai fantasi liar menari nari di kepalaku. Aku sudah berusaha menghilangkan pikiran kotor itu namun aku semakin tidak bisa mengendalikan diriku.
Aku menemui Lean di kamarnya dan meminta jatah yang sudah sering dia berikan. Tubuhnya benar benar membuatku candu, hatiku terasa mau meledak saat batangku menusuk nusuk miliknya. Benar benar syurga dunia milik kami berdua.
Setelah mendapat pelepasan yang luar biasa, aku segera kembali ke kamarku. Aku sangat terkejut saat melihat Anita yang sudah berbaring di atas ranjang. Aku takut dia curiga kemana aku pergi, tapi sepertinya dia sudah tertidur. Aku merasa lega, aku segera ke kamar mandi lalu tidur di sampingnya.
Sinar matahari masuk ke dalam kamarku melalui celah celah korden. Aku mengerjapkan mataku, ternyata hari sudah pagi. Aku tidur dengan begitu nyenyak sampai aku bangun ke siangan.
" Kamu sudah bangun?"
Aku menolah ke arah pintu dimana Anita baru masuk, ia berjalan mendekatiku.
" Kamu darimana?" Aku menyandarkan punggungku pada head board.
" Dari dapur meminta Lean membuatkan kopi untukmu." Sahutnya.
Selalu seperti itu, bukannya dia sendiri yang membuatkannya untukku tapi malah dia memerintah Lean. Bagaimana aku tidak semakin dekat dengan Lean coba?
" Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu Tam." Anita duduk di meja rias menghadapku.
" Apa?" Tanyaku.
" Kalau aku lihat lihat, beberapa bulan terakhir ini sikapmu kepadaku terlihat berbeda. Apa ada yang kau sembunyikan dariku?"
Glek...
Aku menelan kasar salivaku, apakah Anita sudah mulai curiga? Sepertinya ini kesempatan yang pas untukku berkata jujur kepadanya. Toh lambat laun dia harus tahu tentang masalah ini. Namun belum sempat aku berucap, dia sudah menghentikanku.
" Aku merasa kau dan Lean punya hubungan, jika benar kau tahu sendiri apa yang bisa aku lakukan untuk membongkar skandalmu itu."
Deg...
Jantungku terasa berhenti berdetak, aku tidak tahu apa yang akan Anita lakukan pada kami. Aku tidak memikirkan diriku tapi aku lebih memikirkan Lean.
" Aku akan mengekspos hubungan gelap kalian ke media, dengan begitu Lean akan kehilangan muka. Dan aku yakin dia tidak akan punya tempat di kota ini. Orang orang akan menganggapnya sebagai wanita tidak benar karena telah berani menjalin hubungan dengan suami dari tantenya sendiri, wanita yang sudah menampung hidupnya di sini."
Aku benar benar terkejut dengan ucapan Anita. Bagaimana jika hal itu terjadi? Aku mungkin bisa saja langsung menikahinya, tapi Lean pasti tidak akan mau. Apalagi harus menanggung malu di depan semua orang. Anita tidak pernah main main dengan ancamannya, aku menjadi bingung. Aku sama sekali belum memikirkan jalan keluar hal ini.
Anita berjalan mendekatiku, ia mengelus pipiku sambil tersenyum sinis.
" Katakan padaku! Apa kau mencintai Lean? Apa kau berniat menjadi Lean sebagai istrimu?" Tanya Anita.
Aku harus menyakinkan Anita jika aku tidak punya hubungan dengan Lean sambil memikirkan cara untuk membungkam Anita agar ia tidak bisa menyerang Lean.
" Tidak." Ucapku.
" Aku tidak mencintai Lean, aku hanya mencintaimu."
Berat... Sangat berat rasanya aku mengucapkan kalimat itu. Tapi mau tidak mau aku harus melakukannya.
" Lalu apa arti dari semua yang kau lakukan pada Lean sayang? Semalam aku melihatmu bersamanya di kamar."
Aku membelalakkan mataku, aku lebih terkejut dengan ucapan Anita kali ini. Dia tahu? Tapi dia tidak marah? Ada apa sebenarnya ini?
" Katakan sayang!" Desak Anita.
" Aku tidak mencintai Lean, apapun yang aku lakukan padanya hanya pelarian saja."
Setelah aku mengatakan itu, aku melihat mata Anita melirik ke arah pintu. Aku pun mengikutinya dan...
Deg...
Jantungku terasa berhenti saat itu juga saat aku melihat sosok Lean yang berdiri di depan pintu. Sorot matanya terlihat jelas kekecewaan di dalamnya. Aku yakin dia telah mendengar semua yang aku katakan tadi. Ingin sekali aku menjelaskannya padanya, tapi ada Anita di sini. Aku berpikir akan menjelaskannya nanti saja, saat ini aku harus menyelesaikan masalahku dengan Anita.
Aku lihat Lean tidak jadi masuk, ia malah pergi menjauh meninggalkan kamarku.
" Semoga kau tidak salah paham kepadaku sayang."
Kira kira apa nih yang akan Lean lakukan? Pergi atau tetap bertahan? Temukan jawabannya di bab berikutnya ya...
Jangan lupa untuk selalu tinggalkan like, koment, vote.. Jangan minta update tapi nge like ha ha ha...
TBC...
Om Tama nih...
Pov Lean
" Aku tidak mencintai Lean, apapun yang aku lakukan padanya hanya pelarian."
Jeduaarrrrrr.....
Bagai di sambar petir di siang bolong, tubuhku terasa kaku karena saking terkejutnya mendengar pengakuan dari om Tama. Aku bagai terdampar ke dalam jurang yang sangat dalam. Harga diri, kehormatan dan kesucian telah aku korbankan di sini. Tapi apa yang aku dapatkan? Hanya rasa sakit yang begitu mendalam menggores hatiku.
Pria yang aku percaya, pria yang telah membuat aku merasa nyaman, pria yang bahkan aku cintai telah mengkhianati kepercayaanku. Hancur.. Kecewa... Sedih... Semuanya aku rasakan dalam waktu yang bersamaan.
Murahan... Ya.. Aku memang murahan, hanya karena bujuk rayuan dan kata kata manis aku terperdaya oleh laki laki yang sudah beristri. Aku tidak berpikir istrinya saja bisa di bohongi, apalagi aku? Aku benar benar menyalahkan diriku sendiri atas semua ini. Entah kebodohan atau kepolosan yang aku miliki hingga aku berada di posisi seperti ini. Posisi paling hina yang pernah aku duduki.
Dadaku terasa sesak, aku duduk di lantai bersandar pada ranjang sambil menekuk kedua lututku. Ingin rasanya aku berteriak mengeluarkan rasa sesak ini, namun aku tidak bisa. Lidahku kelu hanya untuk sekedar bersuara.
Bayangan bayangan kebersamaan kami seolah menari nari di dalam kepalaku. Tawa, canda dan kebahagiaan yang pernah kami lalui seolah sedang menertawakan aku. Mereka mengejekku, dan menghina kebodohanku. Tak terasa air mata menetes begitu saja di pipiku.
" Hiks... Kenapa aku tidak berpikir sejauh ini? Kenapa aku justru terbuai dengan cinta palsunya? Kenapa aku tidak bisa menolaknya? Bodoh kau Lean... Kau benar benar wanita terbodoh di dunia ini. Hiks... Sakit ya Tuhan... Aku pikir dia benar benar mencintaiku, aku pikir akan memilihku jika tante Anita tahu tentang hubungan kami, tapi ternyata dia tidak ada perasaan padaku sama sekali. Ternyata aku hanya di jadikan sebagai pelarian olehnya, hiks.... Kenapa aku harus jatuh cinta pada pria brengsek sepertinya? hiks..." Aku memukul dadaku sendiri berharap rasa sesak itu bisa segera pergi, namun tiba tiba perutku terasa mual. Entah karena asam lambungku naik akibat terlalu banyak pikiran atau karena aku belum sarapan.
Semakin aku tahan, rasa mual itu semakin menjadi. Aku berlari ke kamar mandi sambil membekap mulutku dengan tanganku sendiri.
Huek...
Aku muntahkan cairan bening dari dalam perutku yang terasa pahit dan asam. Rasanya benar benar tidak nyaman, perutku seperti di aduk aduk di dalam sana hingga membuatku terus muntah. Hampir lima belas menit lamanya, akhirnya aku bisa mengatasi rasa mual itu. Aku cuci mulutku lalu aku keringkan dengan tisu.
" Sebelum semuanya hancur, aku harus segera pergi dari sini. Aku akan mencari tempat yang akan membuatku nyaman." Ucapku sambil menatap cermin di depanku.
Aku segera kembali ke kamar, aku mengambil koper di atas almari lalu aku masukkan semua barang barangku di sana. Keputusanku sudah bulat, aku harus segera meninggalkan rumah ini. Biarlah aku saja yang hancur, tapi jangan dengan rumah tangga tante Anita dan om Tama. Aku mengambil ponselku dan berniat untuk menghubungi salah satu teman lamaku yang sudah bekerja di kota Bandung saat ini. Aku punya rencana untuk meminta bantuannya, tentu saja bantuan untuk mencarikan lowongan pekerjaan.
Deg...
Jantungku berdetak sangat kencang saat layar ponselku menyala. Tanggal tujuh belas, aku baru menyadari jika sampai saat ini aku belum mendapat tamu bulanan. Padahal seharusnya aku mendapatkannya pada tanggal sepuluh. Itu artinya aku sudah telat satu minggu.
Mendadak pikiranku menjadi kacau, bayangan bayangan buruk melintas begitu saja di dalam pikiranku. Apakah aku hamil? Atau hanya telat saja? Lalu bagaimana jika aku hamil? Apakah om Tama akan bertanggung jawab? Aku harus memastikannya.
Aku teringat dengan benda pipih milik tante Anita, ya satu minggu yang lalu tante Anita memintaku untuk membelikan tespeck, namun sepertinya dia lupa memintanya karena langsung pergi ke luar kota saat itu. Sampai saat ini dia tidak menagihnya, mungkin dia sudah membelinya sendiri.
Aku segera mengambil benda itu lalu membawanya ke kamar mandi. Aku mengikuti petunjuk yang ada untuk mengetes urineku sendiri. Setelah selesai aku mencoba menunggunya hingga sepuluh menit.
Deg...
Jantungku bertalu talu saat melihat dua garis merah di alat itu, bagaikan jatuh tertimpa tangga pula. Itulah diriku saat ini. Di saat aku ingin pergi, justru aku mendapati kenyataan yang lebih pahit dari sebelumnya.
" Ya Tuhan.... Ternyata aku memang hamil. Bagaimana ini?" Aku duduk bersandar di balik pintu kamar mandi. Aku merasa bingung, bimbang dan gelisah. Aku tidak tahu harus bagaimana, apakah aku harus pergi dari sini? Atau aku harus memberitahu om Tama tentang ini?
Tidak...
Om Tama tidak mencintaiku, tidak ada gunanya aku memberitahunya. Dia pasti akan memintaku untuk membuangnya. Janin ini tidak berdosa, walaupun aku tidak menginginkannya tapi aku juga tidak akan tega membuangnya.
Tapi jika aku mempertahankannya, lalu darimana aku bisa menghidupinya? Dalam kondisi seperti ini, apakah aku bisa bekerja?
Pikiranku benar benar buntu saat itu, aku merasa terjebak dengan ulahku sendiri. Tapi satu keinginanku, aku ingin tetap pergi dari sini. Cukup sudah aku membuat keretakan dalam rumah tangga tante Anita. Tante yang sangat aku sayangi selama ini. Yah... Aku harus pergi dari sini.
Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, aku segera menyeret koperku keluar dari rumah itu. Rumah yang telah banyak meninggalkan kenangan untukku dan ayah dari janin dalam kandunganku. Beruntung saat ini om Tama dan tante Anita belum keluar dari kamarnya jadi aku bisa leluasa pergi dari sana.
Aku menyetop taksi yang lewat di depan rumah, aku segera meminta sang driver untuk meninggalkan rumah itu, tapi aku tidak tahu kemana tujuanku.
" Mau di antar kemana Mbak?" Tanya driver.
Aku merasa bingung, kemana aku hendak pergi? Masa' iya aku pergi ke Bandung menggunakan taksi? Mana cukup uangku untuk membayarnya. Yang aku bawa saja uang jatah bulanan dari tante Anita, ah... Bodohnya aku yang tidak minta gaji selama aku berada di sana. Malang sudah nasibku kali ini...
" Mbak." Panggil sang driver lagi.
" Aku tidak tahu mau kemana Mas." Aku lihat dang driver masih seumuran denganku makanya aku panggil Mas. Wajahnya juga tampan, tidak memperlihatkan seperti seorang driver taksi pada umumnya. Penampilannya lebih terlihat seperti pekerja kantoran. Namun aku tidak peduli, yang jelas aku harus memikirkan nasibku ke depannya.
" Kalau anda tidak tahu mau kemana? Lalu kenapa anda naik taksi? Seharusnya anda berada di dalam rumah saja Mbak. Sungguh merepotkan." Ucapnya.
Entah mengapa aku justru menangis mendengar ucapannya, rasanya hatiku sangat sensitif. Mendengar ucapannya yang menyalahkan aku, hatiku terasa teriris.
" Eh eh kok malah nangis Mbak." Sang driver menepikan taksinya ke pinggir jalan. Ia menghadap ke belakang, lalu menatapku. Tak lupa ia juga memberikan tisu padaku.
Aku mengambilnya lalu mengelap air mataku, entah mengapa rasanya sedih sekali dalam kondisi seperti sekarang ini.
" Apa kamu ada masalah? Atau kamu sedang berusaha kabur dari suamimu?" Tanya driver itu.
Aku menggelengkan kepalaku.
" Lalu?"
Aku hanya diam saja, tidak mungkin aku mengatakan yang sebenarnya pada orang yang tidak aku kenal.
" Bukan maksudku untuk ikut campur dalam masalahmu, tapi kau bisa memberitahuku sedikit permasalahanmu saja agar aku bisa membantumu." Ucapnya.
Aku menatapnya, begitupun sebaliknya. Dia menganggukkan kepala seolah memintaku untuk bercerita.
" Aku butuh bantuanmu, tolong carikan tempat tinggal! Aku tidak tahu daerah sini." Ucapku.
" Baiklah jika hanya itu yang kau butuhkan, aku akan membawamu ke kostan tempat aku tinggal. Kita bisa jadi tetangga, dan aku akan membantumu kapan pun kau mau." Ucapnya.
Mataku berbinar mendengarnya, benarkah masih ada orang baik di zaman sekarang? Tapi aku harus mempercayainya karena orang itu memang ada.
Driver itu kembali melajukan taksinya menuju tempat yang ia bicarakan tadi. Aku hanya duduk diam sambil merenungkan nasibku.
" Aku akan selalu membawa kenangan kita bersamaku om, semoga kau bahagia."
Kira kira bagaimana nih reaksi Tama saat tahu Lean pergi?
Gimana readers? Enakan pov author atau pov tokoh nih? Author akan turuti keinginan kalian..
Jangan lupa untuk selalu tinggalkan jejak ya...
Terima kasih...
Miss U All....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!