[SMA Swasta Franksinarga]
[07.15 AM]
[Kelas 10-J]
"Ku pikir... aku akan mendapatkan kedamaian dan ketenenangan dalam belajar, ternyata... di sini pun sama saja?!" Pikir siswa pindahan di kelas itu, duduk di bangku baris ke 3 dekat jendela.
Langit Arayan Sagara! Siswa pindahan yang di tempatkan di kelas sepuluh J. Kelas paling bermasalah dan terbuang dengan guru yang jarang datang kecuali untuk matematika.
Selain itu, kebanyakan murid cowok memiliki kebiasaan bermain kartu, tidur, ngegame, dan gangguin cewek. Dan murid ceweknya kebanyakan sibuk bergosip dengan circle masing-masing.
Rayan membenamkan wajahnya pada kedua lipatan tangan di atas meja, ia sedikit kecewa dengan kelas barunya.
Pada saat itu, Rayan merasa ada yang mengetuk-ngetuk kepalanya dengan bulpen, ia pun mengangkat wajahnya dengan malas hanya untuk melihat siapa yang melakukannya.
Terlihatlah bocah sableng yang duduk di kursi depannya, tersenyum cerah yang entah apa tujuan dan maksudnya. Rayan hanya menatap wajah itu dengan kebeteannya.
Bocah bersurai hitam legam itu menjulurkan tangannya.
"Alex Sanjaya, biasa di panggil Lex. Salam kenal!" Ujarnya dengan raut ceria dan penuh kebahagiaan.
Rayan meraih tangan Alex.
"Oh? Salam kenal juga!"
"Sebutin nama elu juga dong!" Alex berucap dengan sedikit kesal. Itu membuat Rayan melayangkan ekspresi bingung.
"Lho? Kan udah tadi di depan kelas?" Protesnya.
"Gue lupa!" Ujarnya dengan cengengesan.
Rayan menghela napas saat mendapati perkataan itu. "Panggil aja Rayan."
Tak lama kemudian, mereka berdua berpisah karna Alex di datangin teman gengnya dan di ajak pergi ke suatu tempat yang entah di mana. Rayan tak peduli dengan hal itu, ia memilih tidur di mejanya karna guru yang mengajar tidak akan datang ke kelasnya.
Pada jam istirahat, Rayan berniat duduk di bawah pohon besar yang ada di taman sekolahnya, ia mencari tempat yang cukup sepi demi ketenangan saat menyantap bekalnya nanti.
Tapi, bukan realita namanya kalo tak mengkhianati ekspektasi.
"Hei kamu! Awas!" Seseorang berteriak dari arah belakangnya, di sertai juga dengan suara raungan suatu mahkluk.
Rayan yang melihat adanya harimau setinggi pinggangnya dan tengah berlari kearahnya pun berniat menghindari tragedi tabrakan maut itu. Tapi...
"Terlambat!" Pikirnya saat tau bahwa ia tak akan sempat menghindar.
Harimau itu pun menerjang Rayan dan menindih tubuh yang terlentang di atas paving block itu. Bekal yang tadi di tangannya sudah terlempar satu meter dari tempatnya, tentunya itu berhamburan di paving block sekolah.
"Bekalku..." Rayan meratapi nasip bekalnya, mengabaikan harimau yang ada di atas tubuhnya.
"Astagah! Leo! Jangan! Cepat turun darinya!" Ujar seseorang yang sepertinya adalah pemilik dari harimau itu.
Setelah harimau itu turun, barulah Rayan berdiri dari posisi tidurnya.
"Maafkan tindakan harimau ini, biasanya dia tidak begitu, tapi entah kenapa dia tiba-tiba saja berlari tak tentu arah dan malah menabrakmu." Ujar seorang siswi dengan postur membungkuk, meminta maaf.
"Tidak! Sebentar! Sepertinya bukan itu masalahnya deh? Kenapa bisa ada harimau di dalam sekolah? Untung aku tidak kehilangan nyawa!" Balas Rayan mempertanyakan keberadaan mahkluk buas tersebut.
Gadis manis, imut, dan cantik itu memberi tatapan bingung pada Rayan. "Kamu murid baru ya?"
"Eh? A...iya." Jawab Rayan reflek.
"Oh... pantes gak tau."
Rayan merasa bingung dan penasaran dari perkataan gadis itu. "Gak tau apa?"
"Di sekolah ini, kami menggunakan harimau putih dan panter hitam untuk menjaga kedisiplinan para murid. Ada singa juga sih, tapi karna hewannya malesan, aku jarang menggunakannya. Jadi para hewan itu bertugas untuk berpatroli keliling lingkungan sekolah. Tujuannya agar tak ada murid yang membolos atau lompat pagar." Ujar gadis itu.
Rayan terlihat syok dengan penjelasan yang baru di dengarnya. "Sekolahnya agak lain ya kak? Tapi apa gak berbahaya? Siapa tau kalau nanti dia ngap? Gimana?"
Rayan memberikan tatapan penuh kewaspadaan, matanya terus melirik harimau yang sedang menjilati salah satu kaki depannya.
"Ya kamu tinggal ngep!" Gadis senior itu tertawa jahil, menjawab dengan candaannya, tapi sepertinya Rayan menganggap serius jawaban itu.
"Gak gak! Bercanda! Pokoknya kamu jangan meragukan keamanannya, karna dia sudah pasti aman kok, paling cuma ngajakin main aja. Gigit-gigitan gitu, gak sampai buntung kok, cuma robek dikit sampai kelihatan tulangnya, gak papa itu mah!" Ujar gadis itu dengan ringannya.
Seketika itu Rayan merinding, ia menatap harimau putih itu dengan horor dan tanpa berkedip, bahkan ia sampai harus bersusah payah meneguk salivanya.
Dengan mengumpulkan sedikit keberanian, Rayan bertanya agar lebih jelas.
"A..ap...apa...nya yang robek kak?"
Gadis itu tersenyum ramah
"Dagingnya!" Rayan semakin merinding ketika mendengar jawaban itu.
"Sudah dulu ya, aku mau lanjut berpatroli, ah iya! Ngomong-ngomong siapa namamu?" Tanya gadis itu dengan postur yang sudah setengah jalan.
Rayan masih berdiam di tempatnya, belum berani bergerak karna sang predator masih memperhatikannya. "Rayan, kak. Rayan dari kelas 10-J."
"Oh Rayan ya. Aku Aina putri ayu, salam kenal." Gadis senior itu kemudian melenggang pergi.
Rayan langsung merosot di lantai karna ketegangan di tubuhnya telah hilang begitu saja bersamaan dengan perginya harimau itu, otot kakinya menjadi lemas dan itulah yang membuatnya tak bisa langsung berdiri.
Tak beberapa lama, seorang gadis merunduk sambil mengulurkan tangannya. "Kamu gak papa?"
Rayan meraih uluran tangan gadis itu dan itu membuatnya merasa terbantu, ia pun bisa langsung berdiri di tempatnya dengan seimbang, tapi apa benar begitu?
"Tubuhku terasa segar." Batinnya, mengabaikan tatapan gadis yang mengkhawatirkannya.
"Apa kamu sudah baik baik saja?" Tanya gadis itu lagi, menyita perhatian Rayan.
"Iya, sudah lebih baik. Terimakasih atas bantuannya." Rayan menebah-nebah pelan celananya yang sedikit kotor.
Gadis itu tersenyum ramah.
"Iya, sama-sama." Ia pun pergi meninggalkan Rayan setelah berdadah singkat. Rayan menatap lekat-lekat punggung gadis yang semakin menjauh itu.
ia melihat lingkungan sekitarnya yang normal-normal saja. "Hanya aku saja, atau orang-orang memang tak menganggap sekolah ini aneh?"
...----------------...
[Ruang OSIS SMA Franksinarga]
"Bagaimana menurutmu, Aina?" Tanya siswa yang sedang memandangi keindahan taman sekolah dari lantai 2 di ruangannya.
Dialah Indra Mahisa, ketua osis di SMA Swasta Franksinarga yang berbicara dengan membelakangi lawan bicaranya.
"Dia terlihat biasa, tidak istimewa seperti kita." Jawab Aina dengan wajah datar.
"Haha.. kau tidak akan bilang begitu jika kau tau bahwa dia adalah salah satu keturunan dari keluarga abadi yang memihak dunia bawah."
Aina masih menunjukan kedataran pada ekspresinya. "Ya~ ya~ kau benar—, tunggu? Apa?! Apa kau bilang?!!!!" Teriaknya heboh setelah mencerna perkataan Indra. "Dia salah satu dari keturunan keluarga abadi?!!!!!"
Aina merasa tak percaya dengan informasi yang baru di ketahuinya, sementara Indra malah tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.
"Kan sudah ku bilang." Ujarnya mengingatkan kembali, tapi tentu itu tidak di respon oleh Aina karna ia tengah hanyut dalam lamunannya.
"Keluarga abadi, adalah sebutan untuk beberapa keluarga yang mewarisi kemampuan hidup panjang, mereka bisa menua tapi prosesnya tidak sama dengan kebanyakan manusia."
"Pertumbuhan mereka akan menjadi 3 kali lipat lebih lama dari manusia normal saat mencapai usia 15 tahun. Jadi, jika anggota keluarga abadi berusia 120 tahun, maka perawakan mereka akan sama dengan manusia normal yang berusia 55 tahun!"
"Meski begitu, kekuatan istimewa bukanlah sesuatu yang bisa di wariskan. Terkecuali untuk dua keluarga abadi tertentu. Itulah mengapa, dua dari kepala keluarga abadi lainnya begitu terobsesi dengan keturunan yang terlahir sebagai Superhuman" Pikir Aina, hanyut dalam lamunannya.
"Aku tak tau kalau kepala keluarga Sagara boleh membiarkan anggota keluarganya berkeliaran bebas seperti itu, bukankah hidup mereka penuh aturan dan selalu dalam pengawasan? Apalagi untuk suatu hal tertentu yang bisa saja membuat beberapa anggotanya mendapat kekangan." Aina berujar atas ketidaksesuaian informasi yang diketahuinya.
Indra tak langsung menjawabnya karna ia harus berpikir dahulu.
"Aku tak begitu tahu pastinya, tapi sepertinya keluarga Rayan memberontak pada Sagara. Tentu itu membuat mereka mendapat hukuman pemusnahan. Tapi mereka menyisakan Rhea karna dia adalah Superhuman. Entah bagaimana juga Rayan berhasil selamat. Dan dia masih dalam pengejaran oleh keluarga Sagara sampai saat ini." Ujarnya.
Indra kembali melanjutkan perkataannya. "Aku punya dua opsi mengenai hal itu, pertama, Sagara tak bisa menemukan keberadaan Rayan. Dan kedua, mereka sebenarnya tahu tapi memilih untuk mengawasi. Mungkin terjadi kesepakatan antara Rhea dan pihak Sagara. Tapi yah... entahlah." ujarnya setelah menganalisa.
Insiden pemusnahan keluarga Rayan itu kejadian yang sudah sangat lama. Jadi informasi tentang insiden itu menjadi tidak begitu jelas dan lengkap jika kebenarannya di cari tahu sekarang.
"Okay! Sampai sini aku paham. Tapi apa masalahnya dengan Rayan selain dia adalah keturunan keluarga abadi? Bukankah dia hanya manusia normal, Saera sudah melakukan mengecekan pada tubuh Rayan tepat setelah aku pergi dan dia bilang Rayan itu manusia normal! Tapi kenapa kau begitu tertarik padanya? Beritahu aku semua informasi yang kau miliki Indra!" Aina mendesak orang di depannya.
Tatapannya intens, menelisik setiap gerak gerik cowok itu. Meskipun cowok yang di tatap tengah duduk di kursi putar yang membelakanginya. Aina tak begitu peduli.
"Jelas Saera bilang begitu." Indra memutar kursi tunggalnya agar dirinya bisa saling berhadapan. "Aina! Kau tak lupa kalau Superhuman di bagi ke dalam dua jenis kekuatan bukan? Inside untuk pengguna kekuatan yang tidak ada hubungannya dengan 8 roh. Sedangkan outside itu untuk Superhuman yang menggunakan kekuatan roh. Mereka di pilih langsung oleh para roh sebagai anak kesayangannya. Jadi mereka sudah pasti harus di cintai oleh alam dulu baru bisa mengunakan kekuatan itu. Seperti Rayan yang di pilih oleh roh angin sebagai anak kesayangannya, sudah pasti dia di cintai oleh sang angin. Sekalipun Rayan teledor dan membahayakan nyawanya, angin akan tetap berusaha melindunginya, dengan atau tanpa Rayan sadari."
"Jadi dia seorang elementalist?" Terka Aina yang langsung mendapat pembenaran dari Indra.
"Rayan adalah anak yang di cintai angin. Seorang elementalist angin, Superhuman kelas outside. Tapi sayangnya Rayan sendiri tak menyadari hal itu. Karna itu aku menyuruh orangku untuk mengundangnya ke sekolah Franksinarga sebagai murid. Kalau soal kelasnya, dia di tempatkan di kelas J karna hanya kelas itu yang memiliki kursi kosong." Indra berujar seadanya. Itu juga sekaligus mengukuhkan kebenaran dari tebakan Aina.
Ia pun melanjutkan perkataannya.
"Jadi aku akan memerintahkan para osis untuk mengerjakan suatu misi yang berhubungan dengan Rayan. Misinya adalah untuk membuat Rayan menyadari bahwa dia adalah Superhuman seperti kita."
"Kenapa kita tidak beri tahu langsung saja?" Saran Aina dengan nada tanya, bermaksud meminta pendapat Indra.
"Rayan tidak akan percaya, selama ini dia menganggap semua yang terjadi padanya hanya sebatas keberuntungan dan kesialan semata."
Aina masih merasa bingung akan hal itu. Kesannya seperti sesuatu yang aslinya sederhana tapi malah di perumit oleh seseorang. "Tinggal kita buktikan sajakan? Kalo dia masih tidak percaya, kita bisa memperkuat buktinya dengan menunjukan kekuatan kita di depannya, toh juga sama-sama Superhuman"
Indra bersandar pada punggung kursinya, menutup matanya sembari mengatur nafas. "Tidak bisa! Rayan punya sedikit trauma dengan Superhuman seperti kita. Alasannya mungkin karna tragedi pemusnahan itu, jika dia malah takut sama kita, semuanya akan kacau! Kita harus menunjukkan kekuatan kita di depan Rayan untuk tujuan baik, tapi harus di lakukan dengan samar-samar sampai dia mulai terbiasa dengan situasinya, kita harus terus memancing rasa penasarannya yang mengarah pada Superhuman."
Aina akhirnya mengerti kenapa Indra memilih cara rumit untuk menyelesaikan permasalahan Rayan.
"Jika dia sudah siap, mungkin dia tidak akan kaget dengan kebenaran yang akan kita ungkapkan padanya nanti, karna dia pasti sudah menduga dan merasakannya lebih dulu." Ujar Indra menurut prediksinya.
"Pada saat itulah baru kita mengatakan tentang kekuatannya, tapi rencana ini bisa berubah tergantung situasinya. Intinya, kita harus membantu Rayan untuk mengenali kekuatannya jika kesempatan itu ada."
"Tapi kita tak bisa terus menunggu datangnya kesempatan, jadi kitalah yang akan membuat kesempatan itu. Karna itu kalian harus terus membuat ketidaknormalan di sekitarnya secara samar."
Aina menatap sosok di depannya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Melihat Indra yang memikirkan masalah Rayan sampai segitunya membuat ia merasakan beban berat yang tengah di pikul sang ketua. "Baiklah, aku mengerti. Tapi apa alasanmu? Kau tau latar belakangnya bukan main!"
Indra sedikit memutar kursinya, itu membuatnya bisa melihat pemandangan di luar jendela ruangannya, di satu sisi juga bisa melihat Aina yang ada di depan mejanya. Indra memutuskan untuk berkata sembari melihat pemandangan di luar jendelanya.
"Karna aliansi kita di bentuk dengan tujuan menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan kita. Sejak dunia telah tercampur dengan keberadaan para Superhuman, banyak dari mereka di eksploitasi oleh organisasi dan asosiasi besar untuk kepentingan pribadi." Indra menunjukan raut kesedihan, dua orang di sana terdiam cukup lama dan suasana pun menjadi hening. Tak lama setelahnya, Aina pergi meninggalkan ruang OSIS.
"Aku ingin berharap agar kau tak terlibat Ray. Tapi itu tidak mungkin."
***
Tok! Tok!
Cklek!
Krieeeeettt...
Itulah keseharian Rayan di malam hari, dan sudah dua minggu ia melakukan aktivitas itu. Pada awalnya Rayan menanggapi tamunya dengan ekspresi terkejut, lalu di hari ke dua ia menanggapinya dengan bingung, hari ketiga dengan senang, keempat juga senang, kelima juga begitu sampai 3 hari terakhir Rayan selalu menanggapinya dengan bete, mungkin dia bosan dengan aktivitasnya itu.
"Kali ini apa lagi? Kau gak bosan apa tiap malam ngajakin balap motor mulu?" Tanya Rayan dengan nada kesalnya.
"Syut!" Alex menempelkan jari telunjuknya dimulut Rayan.
"Kali ini taruhannya 500 juta." Ujarnya yang terdengar seperti bisikan syaiton. Rayan membelalak dengan Kilauan binar-binar di bola mata cantiknya. Dia tergiur dengan godaan itu!
"Gaslah!"
Sesuai rencana, kedua orang itu pun pergi ke arena balap liar di tempat biasanya. Rayan teringat saat Alex pertama kali mengajaknya balapan, ia harus pergi dengan di bonceng karna tak punya kendaraan tranportasi apa pun, tapi sekarang ia sudah punya motor balapnya sendiri dari uang hasil taruhan balap liar. Yah.. tak bisa di pungkiri kalau Rayan selalu senang dengan arena balap karna bagi Rayan sendiri itu adalah ladang cuannya, mungkin karna ia belum pernah kalah?
"Akhirnya sampai juga!" Celetuk Alex setelah membuka helm.
"Dengar Ray, kali ini gue pastiin lo bakal easy win! Soalnya lawan lo itu pemula" sambungnya dengan senyum sumeringah yang cerah, sementara Rayan hanya menanggapi dengan anggukan biasa saja.
Alex menjulurkan tangannya, menunjuk pada seseorang. Ia memberitahu Rayan bahwa seseorang yang tengah di tunjuknya itulah yang akan menjadi lawannya.
Rayan melihat seseorang yang di tunjuk Alex, ia mengangguk paham. "Tunggulah pundi-pundi uangku! Aku akan menjemput kalian wahai kasihku."
Sesuai dugaan Alex, Rayan beneran menang mudah. Harusnya pertandingan Rayan berakhir di situ, tapi karna pihak lawan mengajukan tantangan lagi dengan angka taruhan dua kali lipat, Rayan pun melakukan pertandingan ke duanya dengan lawan yang sama.
Semua berjalan normal seperti pertandingan-pertandingan sebelumnya, Rayan masih unggul. Tapi di jalanan yang di apit dua hutan itu, ia harus mengalami kecelakaan untuk menghindari hewan yang tiba-tiba saja berlari menyebrang jalan.
Motor milik Rayan terseret sampai 15 meter dan ia terpental cukup jauh hingga tubuhnya menghantam pohon besar. Anehnya Rayan tak terluka sedikitpun, dia baik-baik saja, bahkan dapat berdiri dengan normal di tempatnya jatuh tadi. Semua itu tak lepas dari penglihatan lawan balapnya.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya si lawan yang sudah turun dari motornya untuk mengecek keadaan Rayan.
"Aku.... kurasa aku tidak apa apa." Jawab Rayan yang juga masih bingung dengan keadaannya, bertanya-tanya kenapa bisa dirinya masih baik baik saja?
"Ini harusnya tidak mungkin! Aku lihat dengan jelas dia menghantam pohon dengan kuat, harusnya dia mengalami patah tulang, tapi dia nampak normal-normal saja seolah yang kecelakaan bukan dia? Padahal motornya sampai ringsek kayak gitu. Apa mungkin dia Superhuman? Tapi jika begitu, seharusnya dia mempertimbangkan cara lain yang lebih menjamin keselamatannya. Apa itu berarti dia hanya manusia biasa? Lalu apa yang dapat menjelaskan semua ini?" Pikir lawan balap Rayan yang hanyut dalam lamunannya.
"Kurasa kita harus hentikan balapan ini, motorku mungkin tak bisa di gunakan lagi, jadi antar aku ke tempat awal kita tadi."
Alex memasang ekspresi bingung saat melihat Rayan yang di bonceng oleh lawan balapnya. Ia yang tengah makan es krim itu langsung buru-buru menghampiri kawan sefrekuensinya.
"Rayan?! Kenapa? Motor lu di mana? Apa yang terjadi?" Rentetan pertanyaan Alex memenuhi telingan Rayan yang baru sampai dan belum sempat turun dari motor lawannya.
"Aku kecelakaan, motorku hancur." Jawab Rayan sembari turun dari motor.
"Astagah! Trus... Kok lu bisa baik baik saja? Kan harusnya minimal patah tulang?" Alex menggerayai tubuh Rayan dengan bar-bar untuk melakukan pengecekan. Takut jika anak orang kenapa-napa.
"Aku baik baik saja. Bisa kau antarkan aku pulang sekarang? Aku sedikit syok." Jawab Rayan sembari meminta. Ia sedang tak ingin menanggapi sedikit bumbu candaan di perkataan Alex.
Tentu Alex langsung mengiyakan permintaan Rayan. Ia memberikan es krim bekasnya pada Rayan dan langsung berjalan ke arah motornya, di ikuti juga oleh Rayan dengan wajah yang bertanya-tanya mengenai es krim di tangannya. Alex pun mengantarkan Rayan untuk pulang ke rumahnya.
.
.
.
*Sesampainya di depan pelataran rumah Rayan.
"Lho? Es krim gue kemana?" Tanya Alex saat Rayan turun dari motornya. Ia bertanya-tanya karna Rayan hanya memegang stick es krimnya saja sementara es krimnya sendiri entah ke mana.
Mendapati pertanyaan itu. Rayan menatap wajah Alex dengan ekspresi super datar.
"Udah meleleh" jawab Rayan seadanya. Alex nampak membalas dengan kata "ohhh" sembari memasang raut wajah yang memaklumi jawaban itu.
"Dalam perut gue" sambung Rayan masih dengan ekspresi datar.
Alex tersentak saat mendengar perkataan itu. Ia mendadak heboh di atas motornya. Berupaya menggapai kepala Rayan untuk di jitak. Namun hal itu gagal karna Rayan sempat menghindar.
"Kurang ajar! Berani-beraninya lu makan es krim gue! Itu beli pakai duit oi!" Gerutunya kesal.
Rayan menatap sinis sosok Alex.
"Idih! Siapa suruh lu ngasih ke gue! Dari pada meleleh dan mubazir. Mending meleleh karna gue makan. Jadi lu gak dapat dosa!"
"Eh! Buset! Gue ngasih ke elu buat di pegang doang! Lagian kok lu mau-maunya makan es krim bekasan gue sih?!" Balas Alex dengan kekesalan yang memuncak.
"Aduh apaan sih! Perkara es krim doang! Udahlah!" Rayan pergi meninggalkan Alex. Membuat Alex menatap kepergiannya dengan bingung. Mungkin Alex merasa kena mental karna di marahi Rayan. Kesannya jadi ia yang bersalah.
Setibanya di kamar, Rayan langsung saja membantingkan diri di atas kasur, tapi beberapa saat setelahnya dia langsung mengaduh sakit karna kepalanya kepentok dinding, terlihat jelas refleknya yang tengah mengusap-usap bagian kepalanya.
Rayan pun mencari posisi yang nyaman untuk berbaring dan mengistirahatkan tubuhnya, dia terus saja memikirkan kejadian yang baru terjadi, mengingat setiap momen saat tubuhnya terhempas dan menabrak pohon, meski tidak begitu teringat jelas karna kecepatan tragedi yang tak dapat di jangkau mata, tapi Rayan mengingat rasa dari benturannya.
"Aku tidak merasa seperti terbentur di pohon. Rasanya seperti terbentur di matras? Selain itu saat aku terjatuh di tanah, rasanya aku tidak langsung terjatuh begitu saja. Tubuhku tertiup angin dan aku seperti melayang satu jengkal di atas tanah selama 2 detik sebelum pada akhirnya jatuh." Pikir Rayan dengan segenap logikanya.
"Apa itu hanya perasaanku saja?" Ia bertanya pada diri sendiri.
Pada akhirnya Rayan memilih untuk tidur saja dari pada terus memikirkannya karna itu akan membuat kepalanya menjadi sakit.
...----------------...
Pagi hari kemudian saat di sekolah.
Jika kalian menganggap itu adalah pagi yang tenang maka kalian telah salah! Karna itu adalah pagi yang di awali dengan kehebohan Alex.
"Ray! Akhirnya~! Akhirnya kita di terima jadi anggota osis!" Teriak Alex sambil menggoncang-goncang tubuh Rayan.
"Baguslah kalau begitu." Rayan berujar dengan tenang dan santai. Tapi setelahnya ia menyadari suatu keanehan. "Tunggu?! Apa? Kita?"
Alex mengangguk dengan antusias. "Maksudnya, aku juga?" Tunjuk Rayan pada diri sendiri. Alex kembali mengangguk.
"Sinting! Memangnya kapan aku pernah mengajukan pada osis kalau aku mau menjadi anggotanya?" Monolog Rayan bertanya tanya.
"Gue yang ngajuin kok, biar gue ada temannya."
Bagai petir di siang bolong yang menyambar segala fungsi otak Rayan, kini Rayan seperti orang linglung yang baru sadar kalau sudah di porotin.
"Kenapa kau ngajuin aku juga sih?! Akukan gak pernah bilang mau gabung osis!" Ujar Rayan memarahi Alex. Ekspresinya sungguh menyiratkan amarah dan kekesalan.
"Ya biar lu gak nganggurlah! Jadi murid tuh jangan cuma sepu-sepu aja. Harus gabung organisasi dong biar elite!"
Rayan terdiam sesaat untuk meredam kekesalannya, tapi ia penasaran akan satu hal. "Apa itu sepu-sepu?"
"Sekolah pulang - sekolah pulang." Jawab Alex seadanya, kali ini Rayan benar-benar terdiam sepenuhnya. Sudah tak ada lagi rangkaian kata di otaknya untuk di utarakan.
Pada saat itu, suara spiker sekolah berbunyi.
[Tes.. tes..]
[Panggilan untuk Langit Arayan Sagara dan Alex Sanjaya. Di mohon untuk segera ke ruang osis sekarang]
[Terimakasih]
Suara siswi dari balik pengeras suara membuat Alex menatap Rayan dengan tatapan persahabatannya.
"Yuk!" Ajaknya dengan santai.
"Yakyuk yakyuk monyong lu! Seneng banget jadi babu sekolah." Ujar Rayan yang kemudian pergi meninggalkan Alex.
Meski di tinggalkan, nyatanya Alex tetap ngikutin arah jalan Rayan. Yah.. itu karna tujuan mereka sama, yaitu ruang osis.
Sesampainya di ruang OSIS. Rayan memasang ekspresi bete saat berhadapan dengan Indra. Berbeda dengan Alex yang di penuhi semangat dan aura positif. Bahkan wajahnya masih sentiasa tersenyum berseri-seri.
"Pertama-tama aku ucapkan selamat pada kalian berdua karna telah bergabung dalam osis. Mulai sekarang kalian bisa memakai bros yang ada di dalam kotak kaca kecil di atas meja itu." Tunjuk Indra pada keberadaan benda tersebut.
"bros itu adalah tanda pengenal kalian sebagai osis, kalian harus memakai itu di kerah kiri kemeja kalian. Lalu yang ke dua, aku akan memberikan kalian tugas untuk meresmikan status kalian sebagai anggota osis." Ujarnya menimbulkan tanya di benak Rayan.
"Tugas?"
"Ya." Jawab Indra membenarkan, ia pun melanjutkan perkataannya.
"Kalian tahukan, sekolah ini di kelilingin oleh 4 taman. Aku dapat laporan kalau salah satu pohon di taman bagian barat ada sarang tawonnya, dan itu tawon yang berbahaya, karna bisa menyerang orang kapan saja. Jadi tugas kalian adalah menyingkirkan sarang tawon itu agar semua orang merasa aman. Lakukan hari ini juga agar tak ada korban jiwa"
Rayan terpikirkan cara lain untuk menyelesaikan masalah itu dengan aman dan terjamin. "Kenapa kita tidak menelpon pemadam kebakaran saja? Bukankah tugas mereka juga menangani yang seperti ini?"
"Tapi menjaga keamanan lingkungan juga termasuk tugas osis. Dan jangan khawatirkan soal biaya rumah sakitnya nanti. Karna semua sudah di tanggung oleh pihak sekolah." Indra tersenyum ramah. Entah apa maksud dan tujuan dari senyuman itu.
"Mengapa dia berbicara seolah-olah kita pasti akan masuk rumah sakit?" Pikir Rayan.
"Baik, akan kami laksanakan!" Ujar Alex yang kemudian pergi dari ruangan tersebut bersama Rayan.
Sesampainya di taman bagian barat, Rayan mendongak menatap sarang tawon di atas pohon, itu adalah sarang yang cukup besar.
Jika ada yang bertanya dimana Alex, maka jawabannya dia ada 5 langkah di belakang Rayan.
Manusia itu sedang berjongkok di depan rumah semut yang tingginya selutut orang dewasa, mengamati tiap lubang yang ada di sana, sesekali menusuk-nusuk lubang tersebut dengan harapan agar semutnya keluar dari rumahnya.
Rayan menatap sekilas sosok Alex yang tengah berjongkok di belakangnya. "Alex! Lu ngapain sih? Ini tugas yang mempertaruhkan hidup dan mati kita udah di depan mata lho." Ujarnya pada sosok yang sedang membelakanginya.
Alex pun menghampiri Rayan dan berdiri di sampingnya, mendongak untuk menatap sarang tawon tersebut, mereka berdua masih memakai seragam sekolah, belum memakai peralatan khusus karna memang niat mereka cuma untuk mengamati dulu.
Namun, bagai anak yang memiliki kesialan melimpah. Entah bagaimana, tiba-tiba saja sarang tawon itu hancur. Tentu Rayan dan Alex langsung terkejut bukan main, tapi mereka tak sempat berlarut-larut dalam keterkejutan itu karna mereka harus memikirkan cara bertahan hidup.
"Oh...my...god!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!