NovelToon NovelToon

JEJAK LUKA

01. Awal.

...~•Happy Reading•~...

Dr. Kirana sedang istirahat diruang jaga setelah melayani pasien di ruang gawat darurat yang menjadi tugasnya malam ini. Dia menggantikan rekan dokter yang sedang menemani istrinya melahirkan. Sehingga baru bisa istirahat di ruang jaga, setelah kesibukan sepanjang hari di UGD.

Saat sudah mau pejamkan mata, dia dikagetkan oleh seorang perawat pria yang masuk ke ruang jaga dengan mengetuk pintu hanya satu kali dan tanpa menunggu dipersilahkan masuk oleh dr. Kirana, dia membuka pintunya.

"Maaf, dok. Dr. Kiran dibutuhkan di ruang gawat darurat. Ada pasien wanita yang baru masuk." Ucap perawat tersebut, lalu segera keluar dari ruangan dr. Kirana dengan tergesa-gesa.

Hal itu membuat dr. Kirana mengambil stetoskop di atas mejanya dan memakai jas dokter yang sedang digantung, lalu berjalan cepat keluar dari ruangannya menuju UGD.

"Ini pasiennya, dok." Perawat yang datang memanggilnya berkata sambil menunjuk ranjang pasien.

Melihat kondisi pasien, dr. Kirana tertegun. "Mana orang yang mengantarnya?" Tanya dr. Kirana sambil melihat wajah pasien yang lebam dan sedang tidak sadarkan diri.

"Tidak ada yang mengantarnya, dok. Tadi pasien ditemukan oleh security yang sedang patroli untuk pergantian tugas jaga." Perawat kembali menjelaskan apa yang terjadi.

"Segera panggil dua suster ke sini." Dr. Kiran berkata sambil menarik krey menutupi ranjang pasien dari pasien yang lain, lalu mulai memeriksa pasien tersebut.

"Baik, dok." Perawat segera berjalan cepat meninggalkan tempat tersebut, karena mengerti maksud dr. Kirana.

Tidak lama kemudian, perawat tersebut kembali dengan dua orang suster yang berjalan cepat di belakangnya. "Tolong tinggalkan kami." Dr. Kirana berkata kepada perawat, setelah dua suster mendekati dr. Kirana.

Perawat Pria segera meninggalkan tempat pasien. Dia mengerti maksud dr. Kirana dan apa yang akan mereka lakukan pada pasien tersebut.

"Ambil pakaian ganti untuk pasien. Kita akan membuka pakaiannya." Ucap dr. Kirana tanpa senyum seperti biasanya. Dia berbicara dengan wajah kaku dan rahang yang mengeras.

Kedua suster jaga segera lakukan yang diminta dr. Kirana. "Tolong periksa di pakaiannya, mungkin ada tanda pengenal pasien..." Ucap dr. Kirana saat salah satu suster mau melepaskan celana pendeknya.

"Tidak ada sama sekali, dok. Celana ini tidak berkantong. Sepertinya ini celana yang dipakai dalam rumah." Suster yang membuka celana pendek pasian berkata setelah memeriksa.

"Dok, lihat kakinya ini. Sangat kotor dan penuh luka." Ucap suster yang mau mengganti pakaian pasien dan menyingkirkan selimut yang menutupi kakinya.

"Sepertinya, pasien ke sini tanpa alas kaki." Suster yang satu lagi berkata setelah memeriksa bawah ranjang pasien.

Mendengar itu, dr. Kirana makin emosi dan geram melihat tubuh telanjang pasien. "Jangan dulu pakaikan pakaian. Ambil peralatan, kita akan lakukan visum untuk semua ini." Ucap dr. Kirana tegas, melihat kondisi tubuh pasien penuh luka lebam dan juga berdarah.

"Sepertinya, pasien kabur dari seseorang atau suatu tempat yang tidak jauh dari sini." Dr. Kirana berkata pelan sambil memeriksa setiap inci tubuh pasien.

"Ini bukan baru saja terjadi, dok. Ini ada bekas lebam yang mulai memudar." Salah satu suster menunjuk pergelangan tangan dan lengan pasien.

"Yang lakukan ini, pasti sudah gila, atau baru keluar dari rumah sakit jiwa. Wanita secantik ini, diperlakukan seperti hewan. Ini ada bekas ikatan juga." Dr. Kirana memberiksa tanpa suara, sambil menahan emosi. Tapi kedua suster yang bantu memeriksa tidak tahan untuk berkomentar.

"Balikin badannya. Kita lihat ada luka atau bekas luka di sana atau tidak." Dr. Kirana meminta kedua suster untuk membantunya membalik tubuh pasien, agar bisa melihat bagian belakangnya.

"Astaghfirullah... Ini ada bekas lebam, tapi sudah lama. Begitu juga dengan bekas cakaran di punggung ini sudah mulai kering." Ucap salah seorang suster sambil melihat dr. Kirana yang langsung melepaskan tangannya dari tubuh pasien.

"Ambil gambar semua ini, baru kita obatin yang masih mengeluarkan darah dan yang belum sembuh." Dr. Kirana berkata cepat, lalu menyiapkan peralatan untuk mengobati pasien.

"Sebentar... tolong buka pahanya, saya akan periksa bagian intimnya. Tidak mungkin dengan luka seperti ini, dia tidak mengalami pelecehan atau kekerasan se*ksual." Saat menyiapkan peralatan, baru terpikirkan untuk memeriksa bagian pribadi pasien untuk melengkapi hasil diagnosanya.

Setelah selesai, dr Kirana menyimpan cairan yang diambil dari bagian pribadi pasien. 'Mungkin nanti akan dibutuhkan.' Dr. Kirana berkata dalam hati.

Kemudian kedua suster membersihkan luka lalu mengobatinya. Setelah itu, mereka memakaikan pakaian rumah sakit lalu memasang infus di tangannya.

"Dokter, mau ditulis apa di sini?" Tanya salah suster, yang mau menulis keterangan tentang pasian yang sedang dirawat.

"Saya dokternya. Namanya nanti saja, setelah siuman. Tanggal masuk hari ini, karna sebentar lagi pagi." Dr. Kirana berkata sambil memeriksa lagi tubuh pasien untuk meyakinkannya, karena sebentar lagi akan berganti tugas jaga.

Setelah membersihkan tangan, dr. Kirana masih berdiri di kaki ranjang tempat tidur pasien yang belum sadar dan sudah diinfus oleh suster.

Melihat kondisi pasien, hatinya belum bisa beranjak meninggalkannya. Dr. Kirana terus memandang sambil berpikir tentang apa yang dialami pasien tersebut dan membuatnya penasaran. Dia berharap, pasien segera sadar, agar bisa berbicara dengannya.

"Siapa, Kiran? Kau mengenal pasiannya?" Dr. Dewi yang sudah mencarinya di ruang jaga, menemuinya di ruang UGD berdasarkan apa yang dikatakan suster kepala yang sedang menjaga.

"Tidak. Aku sedang menunggunya siuman, untuk menanyakan siapa dia." Dr Dewi langsung melihat papan data pasien. Di sana hanya ada tercantum nama dr. Kirana dan tanggal masuk, tanpa ada nama pasien.

"Apa yang terjadi dengan pasiennya?" Tanya dr. Dewi yang jadi penasaran mendengar ucapan dr. Kirana. Walaupun dr. Kirana baik hati, tapi waktu dinasnya dari kemarin sudah mau berakhir.

"Ini...." Dr. Kirana menunjuk semua yang dialami pasien dan juga hasil visum yang dilakukannya. Dr. Kirana menjelaskan semua tentang pasien dan juga mengapa sampai berada di UGD.

Mendengar itu, dr. Dewi mengangkat selimut yang menutup kaki dan juga membuka baju pasien untuk melihat apa yang dijelaskan dr. Kirana.

"Astaghfirullah... Wanita ini tinggal dengan hewan?" Dr. Dewi heran dan emosi melihat kondisi pasien.

"Jika tanpa semua luka ini, sesama wanita akan sangat iri melihat wajahnya yang cantik dan bentuk tubuhnya bak gitar." Ucap dr. Dewi lagi yang melihat kecantikan dan kemolekan tubuh pasien.

"Kau yang primadona rumah sakit saja mengaguminya, apalagi level di bawahmu." Ucap dr. Kirana sambil tersenyum, mendengar ucapan dr. Dewi.

"Ssssstttt... Dia sadar." Ucap dr. Dewi yang melihat gerakan mata dan juga kepalanya.

Dr. Kirana mendekat dari sisi ranjang pasien yang satu untuk memeriksanya. "Tidak apa-apa. Kau ada di rumah sakit." Ucap dr. Kirana dan dr. Dewi untuk menenangkan pasien yang terlihat panik dan takut.

"Siapa namamu? Kami perlu namamu, agar bisa merawatmu di sini." Dr. Kirana berkata sambil mengelus pelan tangan pasien untuk menenangkan.

Tiba-tiba, bulir bening mengalir dari pinggiran mata pasien. "En ni..." Dia menyebut namanya pelan dan perlahan.

"Enni? Kau mau kami hubungi keluargamu?" Tanya dr. Kirana lagi, agar lebih mengetahui siapa pasien tersebut. Namun dia terdiam, saat melihat cairan bening mengalir deras dari pinggiran mata Enni.

...~▪︎▪︎▪︎~...

...~●○¤○●~...

02. Jejak.

...~•Happy Reading•~...

...~▪︎Sepuluh Tahun Lalu▪︎~...

Di sebuah kota yang berpenduduk padat dan sibuk dengan hiruk pikuk aktivitas penduduknya, hidup satu keluarga ASN yang bercukupan, tenang dan damai.

Pak Belino sebagai seorang polisi dan istrinya Ibu Mariani adalah guru yang mengajar matematika di salah satu SMPN di kota tersebut. Mereka rukun dan bahagia, sebab bukan saja berkecukupan dalam hal materi, tapi mereka memiliki 3 orang anak yang cantik, tampan dan pintar.

Semua itu membuat keluarga Pak Belino menjadi teladan di lingkungan tempat tinggal mereka dan juga tempat kerja. Namun semua itu menguap lima tahun lalu, saat Ibu Mariani meninggal karena penyakit kanker yang dideritanya.

Pak Belino mulai jarang pulang ke rumah, lebih sering bertugas dan menghabiskan waktu di kantor atau di luar rumah bersama sesama anggota polisi. Sehingga semua tanggung jawab untuk mengurus anak-anak jatuh ke pundak anak pertama, Nestri.

Sehingga Nestri harus menyelesaikan kuliah dan juga mengurus semua keperluannya dan kedua adik dengan uang yang diberikan Pak Belino, juga uang pensiun Almh Ibu mereka.

...~▪︎▪︎▪︎~...

Sekarang, Nestri sudah selesai kuliah dan bekerja di salah satu bank swasta. Sedangkan Enni sudah kuliah dan adik lelaki mereka sudah bersekolah di SMPN tempat Almh Ibunya pernah mengajar.

"Mba, Acel pamit, ya. Mau pergi dengan teman-teman nonton latihan bola di lapangan." Pamit Acel pada Nestri, kakaknya. Ketika kakaknya tidak respon, dia menggoyang kedua tangannya di depan wajah Nestri.

"Mba, hati-hati loh... Ayam jago bisa beranak, kalau sering bengong." Ucap Acel yang terus mengoyangkan tangan di depan kakaknya, membuat Nestri terkejut.

"Kau bikin kaget saja. Sanaaa..." Nestri berkata lalu mau memukul tangan adiknya, yang mengganggu lamunannya.

"Lagian, Mba juga. Ngelamun diborong semua. Mandi Mba, nanti cantiknya diborong semua sama Mba' Enni." Ucap Acel lalu berlari keluar sambil melambaikan tangannya.

"Niiii, Enniii. Acel mau pergi kemana?" Teriak Nestri pada adik perempuannya, karena tidak mendengar tujuan Acel pamit padanya.

^^^Dia selalu menjaga kegiatan Acel di luar rumah, sebab khawatir dengan pergaulan dan teman-temannya.^^^

"Acel pamit segitu dekatnya, Mba ngga mudeng? Mau pergi nonton bola, Mba. Itu ada keseblasan kesayangannya mau main di lapangan." Enni menjelaskan apa yang dikatakan Acel padanya di belakang.

"Ooh, ada pertandingan bola, toh. Aku ko' ngga dengar, ya." Ucap Nestri pelan, lalu kembali diam, termenung.

"Makanya, Mba. Ngelamunnya berseri, kasih spasi buat episode berikutnya." Enni ikut ledekin kakaknya, karena dia melihat kakaknya beberapa hari ini sering termenung sendiri. Apa lagi menjelang akhir pekan, sudah dua kali akhir pekan berdiam diri di rumah. Tidak seperti biasanya, ada saja kegiatan di luar rumah.

"Aaahh, kau kira ngelamun itu sinetron atau novel yang berepisode-epidode?" Nestri berkata lalu berdiri hendak memukul Enni yang sedang mengganggunya.

Enni berlari menghindar ke belakang sambil tertawa, melihat kakaknya sudah menanggapinya. "Ayoo, Mba. Kita jalan-jalan ke Mall, cuci mata. Dari pada kakak diam di rumah dan membuat ayam jantan beranak." Enni mengikuti ucapan Acel untuk ledekin kakaknya.

"Kau punya uang? Mba belum gajian dan bulan ini Ayah ngga kasih gaji buat kita." Jawab Nestri melihat adiknya sedang tersenyum senang.

"Enni baru dapat uang beasiswa. Mau traktir Mba dan Acel, tapi dia keburu sudah punya acara." Jawab Enni sambil tetap tersenyum, agar kakaknya tidak terus kepikiran dengan apa yang dilakukan Ayah mereka.

"Tapi, ngomong-mgomong, Mba sudah bertemu dengan Ayah? Ko' tau ngga kasih gaji buat kita?" Enni jadi serius melihat wajah kakaknya. 'Mungkinkah kakaknya bersedih memikirkan apa yang dilakukan Ayah mereka?' Enni membatin.

"Mba sudah telpon tanya, tapi Ayah bilang Mba sudah kerja, jadi bisa hidupin kita bertiga. Ayah sering ngga pulang, karna sudah ada towelan." Nestri berkata sambil masuk ke kamarnya.

"Oooh, jadi Mba sudah tau kalau Ayah sudah towel-towelan? Ngga usah dipikirin, Mba. Asal Ayah ngga bawa pulang ke sini saja." Enni berkata demikian, karena dia sudah tau dari teman-temannya yang sering ledekin dia di kampus, bahwa mau punya Mama baru.

"Ayo, Mba. Kita pergi bersenang-senang. Kalau uang ngga cukup untuk makan, kita minum saja. Yang penting bisa jalan-jalan." Ajak Enni untuk menghibur kakaknya dan juga dirinya.

^^^Nestri dengan berat hati mau mengikuti Enni untuk pergi jalan-jalan di Mall terdekat. Dia tidak mau mengecewakan adiknya, walau hatinya sedang tidak happy.^^^

"Dek, ngga ada kegiatan di kampus hari ini?" Tanya Nestri yang sedang mengganti baju dari dalam kamar.

"Ngga, Mba. Hari ini pada libur. Makanya mau ajak Mba dan Acel jalan-jalan." Jawab Enni yang sudah menunggu di depan pintu kamar kakaknya.

Dengan menggunakan angkutan umum, mereka pergi Mall. "Mba, masih ada waktu sebelum makan siang. Kita lihat-lihat baju, yuuuk." Ajak Enni, sebab ingin membeli blouse untuk kakaknya.

^^^Dia sangat sayang pada kakaknya yang kadang lupa memperhatikan penampilannya, sebab perhatiannya terkuras untuk mengurus dia dan Acel. Beberapa bulan terakhir kakaknya bilang sudah punya pacar, jadi Enni ingin kakaknya lebih memperhatikan dirinya.^^^

"Ngga usah, Dek. Kita makan saja dan beli sesuatu buat Acel. Kau simpan uangmu untuk keperluan kuliah." Ucap Nestri saat mereka telah berada dalam Mall.

"Baiklah, kalau begitu kita cuci mata saja, sambil tunggu waktu makan siang." Enni mengerti maksud kakaknya, apa lagi Ayah mereka sudah punya wanita lain, mereka pasti akan jadi nomor kesekian untuk diperhatikan.

"Dek, mau makan apa?" Tanya Nestri menjelang waktu makan siang.

"Enni ikut Mba aja." Jawab Enni sambil menggandeng tangan kakaknya, saat melihat kakaknya bisa sedikit senang.

^^^Mereka berjalan ke restoran sambil membicarakan makanan yang akan dimakan dan juga yang akan dibeli buat Acel, adik mereka.^^^

Tiba-tiba Enni berhenti, sebab kakaknya berhenti sambil melihat restoran yang akan mereka tuju dengan mata membulat. "Ada apa, Mba?" Bisik Enni untuk menyadarkan kakaknya.

"Ikut Mba, Dek..." Ucap Nestri sambil menarik tangan Enni menuju restoran.

"Ooh, ini tempat dinasmu, Mas?" Tanya Nestri pada pria yang sedang duduk sambil memegang tangan wanita di depannya. Membuat pria tersebut terkejut dan melihat ke arah mereka dan jadi emosi melihat Nestri yang menegurnya.

"Kau mengikutiku?" Tanya pria itu marah. Sedangkan wanita di depannya menarik tangannya yang sedang dipegang oleh pria tersebut.

"Ayo, Mba. Jangan dilayani, kita sudah dilihat orang." Bisik Enni pelan, lalu menarik tangan kakaknya untuk pergi ke restoran lain yang ada di dekat restoran tersebut.

Dia mencegah terjadi keributan, sebab melihat kakaknya dan pria yang mungkin adalah pacarnya, emosi. Nestri mengikuti Enni dengan wajah sedih. 'Ooh, pacarnya juga yang menjadi pemikiran kakak?' Enni membatin dan tidak mau membahas.

Enni memesan menu seketemunya saja, karena mereka telah bicarakan mau makan direstoran yang tadi. Tiba-tiba pria tadi menyusul mereka dan duduk di samping Nestri, berhadapan dengan Enni.

"Maaf, Nes. Wanita tadi ada kasus, jadi minta tolong aku tangani." Pria itu minta maaf, tapi matanya tidak tertuju kepada Nestri. Dia terus menatap Enni, membuat Enni langsung berdiri meninggalkan meja dengan alasan mau ke toilet. Dia menarik nafas panjang untuk menghilangkan rasa mual dan bergidik pada pria tersebut.

...~▪︎▪︎▪︎~...

...~●○¤○●~...

03. Jejak 2.

...~•Happy Reading•~...

Setelah kembali dari toilet, Enni terkejut melihat wajah kakaknya sudah cerah dan sedang dipegang tangannya oleh pria itu. Membuat Enni kembali ke toilet, makin mual dan ingin mengeluarkan isi perutnya yang hanya berisi air.

'Ini yang dibilang cinta buta, atau cinta membuat bodoh.' Enni membantin, sambil mencipratkan wajahnya dengan air dari kran untuk menjaga kewarasannya.

Setelah sedikit lebih tenang, dia kembali keluar dari toilet menemui kakaknya. Dia bergidik melihat pandangan pria itu yang melihatnya bagaikan baru melihat makhluk wanita, berjalan di atas lantai.

"Mba, pesananku dimakan saja, ya. Aku mau beli punya Acel untuk dibawa pulang. Mungkin sekarang dia sudah di rumah." Enni pamit kepada kakaknya dan langsung keluar dari restoran itu, tanpa menunggu jawaban dari kakaknya.

Enni berjalan cepat menuju restoran sebelumnya untuk membeli menu yang direncakan buat Acel. Dia mau beli juga buat dirinya, agar segera meninggalkan Mall. Sedangkan Nestri beranggapan, Enni memberikan kesempatan baginya berdua dengan pacarnya.

^^^Walaupun tidak suka dengan tindakan Enni, pacar Nestri menahan emosinya dengan bersikap baik dan bertanya tentang gadis yang baru meninggalkan mereka.^^^

"Siapa dia?" Tanya pria itu sambil melihat punggung Enni yang sedang keluar dari restoran.

"Dia adikku, Enni. Maaf Mas, belum sempat berkenalan." Nestri jadi tidak enak, karena Enni langsung pergi tanpa berkenalan dengan pacarnya. Padahal, tadi dia sudah menunggu untuk memperkenalkan Enni pada pacarnya.

"Ooh, adikmu. Padahal dia bisa makan bersama kita." Pria itu masih mencoba menahan diri dengan bersikap baik, agar bisa bertanya tentang Enni pada Nestri.

"Dia mau bawa lauk buat adik kami di rumah. Mungkin karna melihat Mas Gani sudah temani aku, jadi dia buru-buru pulang bawain lauknya." Nestri coba menjelaskan sesuatu yang bisa diterima oleh pacarnya.

^^^Padahal dia sendiri bingung dengan sikap Enni yang tidak biasanya. Enni adalah adiknya yang baik dan ramah dengan siapa saja, apa lagi pada teman kuliah atau kantornya.^^^

^^^Nestri juga berpikir, Enni bisa tinggal untuk makan bersama mereka, sambil mengakrabkan diri dengan pacarnya. Namun Nestri berusaha tidak membahas adiknya, karna ada yang mengganjal di hatinya.^^^

"Mas Gani, benar wanita tadi hanya client? Mengapa pake pegang tangan segala?" Nestri bertanya, karena masih meragukan penjelasan pacarnya. Dia terlihat mesra dengan wanita yang bersamanya.

"Iya, hanya client. Dia sedang ditipu, soal utang piutang.  Jadi minta tolong aku tangani dan tadi sedang meyakinkan dia, aku bisa bantu." Pacar Nestri menjelaskan sekenanya, agar bisa diterima. Dia masih mau menanyakan tentang Enni dan tidak suka kalau Nestri mulai 'cek end ricek'.

Nestri bisa terima penjelasan pacarnya, karena Bargani seorang polisi. Sehingga bisa berhubungan dengan kasus seperti itu, seperti Ayahnya. Nestri juga tidak mau memperpanjang dengan membahas tentang itu, agar pacarnya tidak emosi dan meninggalkannya.

Melihat reaksi Nestri, Bargani merasa sedikit tenang. Dia makan menu yang dipesan untuk Enni, sambil memutar otaknya untuk bertanya tentang Enni dan aktivitasnya.

Dia ingin tahu, apakah Enni sudah bekerja, atau belum dan lain sebagainya. Ketika dibilang masih kuliah, Bargani menanyakan lebih detail tentang itu, dengan kata-kata yang samar agar Nestri tidak curiga.

"Ada apa, Mas?" Sikap Bargani yang tidak membicarakan tentang hubungan mereka, yang mulai jarang bertemu di jam istirahat kantor, tapi malah menanyakan kegiatan hari-hari Enni membuat Nestri heran.

Walau pun Nestri merasa heran dan aneh dengan sikap Bargani, dia berusaha mengendalikan diri, karena dia sangat mencintainya. Dia tidak mau Bargani marah, sebab dia sudah merasa ada perubahan sikap Bargani padanya belakangan ini.

Terutama setelah mereka melakukan mantap-mantap di ranjang hotel melati beberapa waktu lalu. Jadi dia tidak mau menambah jarak di antara mereka, atau ditinggal pergi oleh Bargani. Sehingga dia tidak mau memancing emosi atau pertengkaran.

"Ayo, mari aku antar pulang. Soalnya, aku ngga bisa lama, mau bertugas." Bargani berkata cepat, setelah mereka selesai makan. Walaupun Nestri masih ingin berlama-lama, dia mengangguk, senang.

Selama ini, Bargani tidak pernah mau mengantarnya pulang, karena tidak mau bertemu dengan Ayahnya. Tapi sekarang mau mengantar, itu adalah sinyal bagus, jadi Nestri menurut dengan hati senang.

...~▪︎▪︎▪︎~...

Enni yang sudah tiba di rumah, segera makan walau hatinya kesal. Tadinya mau makan di luar dan bersenang-senang dengan kakaknya buyar seketika, karena bertemu dengan pacar kakaknya yang tidak menyenangkan.

Dia menyimpan menu buat Acel, karena belum pulang dari nonton bola, lalu duduk di dapur memikirkan kakaknya.

Saat mendengar, suara motor berhenti di depan rumah, Enni berdiri lalu mengintip keluar jendela untuk melihat siapa yang datang. Ketika melihat kakaknya turun dari motor, Enni segera masuk kamar dan naik tempat tidur.

'Kok mereka cepat pulang?' Tanya Enni dalam hati, karena melihat pacar kakaknya yang mengantar saat melepaskan helm nya.

'Mungkin karna naik motor, aku naik angkot, jadi aku yang lama di jalan.' Enni membantin, mencoba berpikir positif dan mengabaikan semua praduga negatif.

"Deeek..." Teriak Nestri memanggil Enni saat masuk ke dalam rumah.

Enni tidak menjawab, karena belum mendengar bunyi motor meninggalkan halaman rumah. Dia yakin, kakaknya mau memperkenalkan dia pada pacarnya.

Enni berpikir, buat apa berkenalan dengan pria seperti itu. Gelagatnya, tidak akan lama berhubungan dengan kakaknya. Sebab matanya tidak bisa lihat wanita lain, di depan kakaknya. Enni terus berkata dalam hati sambil berusaha bertahan di tempat tidur, seakan sedang tidur.

"Mas, mungkin Enni sedang keluar menyusul Adek kami yang sedang nonton bola dan lupa waktu." Nestri berkata cepat, saat tidak mendengar sahutan Enni.

"Ok... Aku pamit..." Hanya itu yang terucap dari bibirnya, lalu menaikan standart motornya.

'Mas ngga mampir, du lu...' Nestri mau bertanya demikian, tapi ditahannya. Sebab dia melihat Bargani telah memakai helm dan menyalakan mesin motornya.

Setelah motor Bargani berlalu dari depan rumah, Nestri segera masuk ke dalam rumah untuk mencari keberadaan Enni dan Acel.

"Dek, kau ngga papa?" Tanya Nestri sambil menggoyang kaki Enni yang sedang tidur. Dia terkejut melihat Enni sedang tidur, padahal belum waktunya istirahat siang.

"Mba sudah pulang? Enni ngga papa. Tadi hanya sedikit pening, jadi dibawa merem saja." Enni menjawab, tapi tidak bangun. Dia khawatir kakaknya curiga, kalau dia hanya pura-pura tidur.

"Ooh, padahal tadi Mba mau kenalkan Mas Gani padamu." Nestri berkata pelan, sambil duduk di kursi meja belajar Enni.

"Siapa Mas Gani, Mba? Pria yang tadi bersama Mba?" Tanya Enni, karena dia melihat kakaknya ingin bicara dengannya.

"Iyaa... Mas Gani tadi pacar Mba yang pernah Mba ceritain itu." Nestri menjelaskan sambil melihat Enni yang terus berbaring.

"Oh. Orangnya teman kantor Mba Nes?" Tanya Enni ingin tahu.

"Bukan. Polisi seperti Ayah. Hanya pangkatnya lebih tinggi dari Ayah." Ucap Nestri lagi.

"Maaf, Mba. Lalu wanita tadi yang bersamanya itu siapa?" Enni bertanya hanya mau membuat kakaknya berhati-hati, jangan sampai dia punya pacar lain, atau sudah beristri.

Walau pun Enni belum punya pacar, tapi dia belum pernah melihat pria seperti pacar kakaknya yang melihat dia seperti itu. Terkesan kurang ajar, karena melihatnya dari atas ke bawa seperti sedang memeriksa ikan yang mau dipanggang dan melahapnya.

...~▪︎▪︎▪︎~...

...~●○¤○●~...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!