NovelToon NovelToon

Aku Dan Kamu, Insya Allah Jodoh

1. ADKISJ. Perjodohan

Bismillahirrohmanirrohim.

Sebelum baca jangan lupa bismillah dan shalawat dulu 🤗

بسم الله الر حمن الر حيم

Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.

اللهم صلي عل سيدن محمد و عل ال سيدن محمد.

"Mau kemana cantik...." ucap seorang pria berwajah galak, pada seorang gadis.

"Kalian mau apa?" gadis berhijab syar'i itu menatap waspada pada tiga pria bertubuh besar yang sedang menghadangnya.

"Kita tidak mau apa-apa kok cuman mengantarmu pulang, ayo ikut kita disini bahaya jika hanya kamu sendirian,"

Tiga pria itu tertawa bersama. "Hahahah," mereka berusaha memegang Cia, tapi gadis itu sebisa mungkin menghindar, dia tidak mau disentuh oleh tiga pria menyeramkan di depannya ini.

'Astagfirullah, ayo Cia, kamu harus cari cara buat kabur dari mereka,' batinya berpikir keras.

Cia berdoa pada Sang Kuasa berharap ada celah untuk dirinya kabur dari hadapan tiga pria berwajah seram ini.

'Ya Allah, bantu Cia, Cia mohon.' Cia terus berdoa untuk keselamatan dirinya.

Allah, mengabulkan doa Cia kala dia mendapat sebuah ide bagus, setelah itu ada cara dirinya bisa kabur dari tiga pria menyeramkan didekatnya.

Bruk...Bruk...Bruk...!

Dengan mengumpulkan semua keberanian yang dia punya, Cia menendang cepat satu persatu tiga pria itu lalu dia segera pergi dari sana.

"Au...Kurang aja sekali gadis itu," marah mereka.

"Cepat kejar jangan sampai lolos!"

Ketiganya segera mengejar Cia yang sudah lari secepat kilat.

"Allhamadulilah, Cia lolos dari tiga orang jahat itu. Semoga mereka nggak ngejar Cia lagi." Cia bernafas legas.

Baru 5 menit dia istirahat sejenak tiga pria tadi telah menemukan dirinya.

"Tangkap gadis itu," seru salah satu pria tadi pada kedua temannya.

Bola mata Cia membolak sempurna melihat tiga pria jahat tadi berlari kearahnya.

"Astagfirullah hal-adzim."

Sudah tidak ada cara lain lagi bagi Cia selain kembali berlari tempat itu sangat sepi teriak minta tolong juga percumah.

Brugh...

"Astagfirullah, nabrak apa lagi sih," ucapnya sambil mengelus keningnya yang terasa sakit.

"Bang Fahri." Cia menatap tak percaya laki-laki yang berdiri di depannya ini, sedangkan laki-laki yang dipanggil Bang Fahri itu menatap Cia teduh.

"Kamu nggak papa?"

Duk...!

"Ya Allah, sakit banget keningku," keluhnya sambil membuka kedua bola matanya.

Samar-samar cahaya menyilaukan indra penglihatan Cia. Dia terdiam sejenak sambil mencerna apa yang baru saja terjadi.

Durr....

"Astagfirullah hal-Adzim," kaget Cia lagi satu tanganya mengelus dada satu tangannya lagi mengelus keningnya yang masih terasa sakit. Keningnya terbentur kursi depan.

"Sekarang ingat aku kan lagi di taksi, yang tadi ternyata cuman mimpi," ucap Cia pada diri sendiri setelah mengingat semuanya.

Dia bernapas lega ternyata saat dikejar-kejar orang tadi cuman mimpinya saja mungkin karena lelah.

'Tapi dalam mimpiku kenapa ada Bang Fahri?' bingung Cia, tapi cepat dia melupakan mimpi tadi menatap kedepan bertanya pada sang supir apa yang terjadi.

"Pak suara apa barusan?" tanya Cia akhirnya, kala kesadaran sudah sepenuhnya menguasai diri.

"Di depan ada kabarkan Mbak, suara ledakan tadi berasal dari tempat kebakaran," jawab Pak supir, karena melihat banyak orang di depan mereka sedang melihat kebakaran yang terjadi.

"Kita mungkin harus nunggu lama dulu, Mbak." Pak supir merasa tidak enak pada Cia.

"Memang kita sudah di daerah mana?"

"Mau arah pusat kota Mbak."

"Astagfirullah, Pak puter balik rumah saya sudah kelewatan. Maaf saya tidur di jalan Pak, nanti saya tambahin ongkosnya, maaf ya Pak saya tidak tahu," sesal Cia.

"Sudah tak apa Mbak."

Untungnya supri taksi yang Cia tumpangi baik, sebenarnya Cia baru saja pulang dari Vila menginpa bersama sahabatnya juga kakak sahabatnya. Cia menemani sahabatnya yang sedang hamil bersama putra sahabatnya juga, sudah satu minggu di Vila baru pulang hari ini.

Tadinya Cia akan diantar pulang oleh kakak dari sahabatnya, tapi dia menolak karena tahu mereka semua lelah. Jadi Cia memutuskan pulang naik taksi saja.

"Ada-ada saja," guman Cia tak habis pikir.

"Disitu tadi kok ada kebakaran Pak?" tanya Cia setelah mengingat kebakaran yang disebut oleh sang supir taksi.

"Saya juga kurang tahu Mbak, pas mobil sampai di jalan tadi sudah macet, ternyata ada kebakaran."

"Saya sudah lama ketiduran sampai tidak tahu apa yang sedang terjadi," keluh Cia pelan.

Setelah mobil taksi putar balik 25 menit berlalu akhirnya sampai juga di depan rumah orang tua Cia. Setelah mengucapkan terima kasih juga membayar uang taksi Cia segera keluar dari dalam taksi sambil membawa koper dan tas kecil miliknya.

Cia, gadis itu berjalan santai menuju pintu rumahnya, dahinya mengerut melihat ada sebuah mobil yang parkir di pekarangan rumah mereka, Cia tahu mobil itu bukan mobil keluarga mereka.

"Bunda sama ayah ada tamu," gumannya pelan lalu segera mengucap salam saat sudah berada di depan pintu rumah.

"Assalamualaikum, Cia pulang." Cia berucap dengan suara lantang.

"Wa'alaikumsalam, Masya Allah. Sudah pulang Cia, sini Nak duduk dulu," suruh sang Bunda.

Cia menatap canggung orang-orang yang ada di ruang tamu.

"Ini Cia yang dulu masih sangat kecil sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik," ucap seorang perempuan tersenyum pada Cia.

Cia juga ikut tersenyum. "Tante Sela sama Om Tedi bukan sih?" tanyanya seperti mengenal tamu bundanya.

"Kamu masih ingat sama kita Cia."

"Insya Allah, Cia masih ingat Tante," sahutnya ramah.

Kedua orang tua Cia tersenyum melihat putri sulungnya masih mengingat saudara jauh mereka, memang tidak memilik ikatan darah tapi mereka sudah lama seperti saudara.

Mereka kembali mengobrol apalagi Sela terlihat senang Cia masih mengingat dirinya.

"Cia sebenarnya ada tujuan lain Tante Sela sama Om Tedi kesini, ada hal penting yang ingin mereka sampaikan," ucap ayah Cia setelah mereka banyak ngobrol.

"Ada apa, Yah? serius banget kayaknya," ujar Cia masih tersenyum walaupun sebenarnya dia ingin istirahat, tubuh Cia sangat lelah.

"Jadi begini Cia, Om sama Tante bernita menjodohkan kamu sama anak Om, Om berharap kamu menerima perjodohan ini, orang tua kamu juga setuju," ucap Tedi kala semua orang terdiam.

Durrr...!

Cia benar-benar kaget, 'Dijodohkan ya,' dia langsung terdiam seribu bahasa.

Melihat Cia diam Sela merasa gelisah takut Cia tidak mau menerima perjodohan ini.

"Maaf jika Tante lancang Cia, apa kamu keberatan dengan perjodohan ini? Tante minta tolong sekali terima perjodohan ini, cuman kamu yang bisa bantu anak Tante." Sela menatap Cia dengan tatapan sendunya.

"Boleh beri Cia waktu 3 hari untuk memikirkan semuanya Tan?"

Cia tidak tahu kenapa kedua orang tuanya hanya diam saja masalah perjodohan ini, apa benar mereka setuju? Cia pun tidak tahu.

"Tante pasti memberikanmu waktu, sekalian nanti Tante sama Om ajak Riko kesini buat ketemu sama kamu." Cia hanya mengangguk pasrah.

Jika berusaha untuk tetap tersenyum di depan mereka semua. "Kalau begitu Bunda, Ayah, Cia mau istirahat dulu, mari Om Tedi Tante Sela, Cia permisi."

2. ADKISJ. Malam hari

Bismillahirrohmanirrohim.

Sebelum baca jangan lupa bismillah dan shalawat dulu 🤗

بسم الله الر حمن الر حيم

Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.

اللهم صلي عل سيدن محمد و عل ال سيدن محمد.

Malam terdengar sunyi, Cia baru saja selesai melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim, setelah shalat isya gadis yang masih mengenakan mukena itu membuka jendela kamarnya.

Kamar Cia terletak di lantai dua rumah orang tuanya, Cia mengangkat kepalanya menatap malam yang tak terlihat gelap, karena bulan bersinar terang bersama ribuan bintan bertebaran di langit menamai malam.

Mulut Cia terbuka untuk memuji ciptaan Allah yang begitu indah di gelapnya malam sesungguhnya. "Masya Allah," ucap Cia.

Netranya masih sibuk menatap hamparan bintang sesekali dia menatap lurus ke depan dimana lampu-lampu malam ikut menerangi bumi di malah hari bersama bulan dan bintang yang terang.

Dari dalam kamarnya Cia dapat melihat keindahan malam. "Gelap itu tidak terlalu menakutkan, jika diterangi cahaya. Bahkan akan terlihat lebih indah dari yang tak terlihat apapun di tengah kegelapan," gumam Cia.

Saat sedang menikmati suasana malam, pikiran gadis itu tertuju pada kejadian tadi sore, dimana dirinya akan dijodohkan.

"Haruskan aku menermai perjodohan ini?" entah dia bertanya pada siapa, mungkin pada malam yang menemaninya saat ini.

"Mungkin memang aku harus menerimanya, lagipula aku tidak memiliki seorang yang ku sukai, mungkin perjodohan ini takdirku bertemu dengan seorang yang menjadi pendamping hidupku."

Tok...Tok...Tok...

Dikala Cia tengah asyik merenung bersama lanjutnya malam yang akan semakin larut seorang mengetuk pintu kamarnya.

"Cia, kamu di dalam Nak. Boleh bunda masuk," ucap Santi-bunda Cia.

Cia mengalihkan pandangannya dari menatap pemandangan malam diluar jadi menatap kearah pintu kamar.

"Masuk saja bunda," jawabnya

Ceklek

Benar saja setelah mendapat izin dari sang pemilik kamar pintu kamar Cia terbuka, disana berdiri seorang wanita paruh baya yang amat Cia cintai. Bunda Sinta melangkah mendekati putrinya.

"Belum tidur Cia?"

"Belum ngantuk Bun," jujurnya tersenyum pada Sinta.

"Kamu lagi mikirin apa?" tanya Sinta sambil menutup jendela putrinya yang terbuka seluruhnya.

"Sudah malam istirahat jangan terlalu lama menghirup udara malam dingin," tegur bundanya.

Cia selalu senang mendapatkan perhatian kecil dari bundanya, dia berharap jika nanti memiliki seorang suami. Suaminya akan perhatian pada dirinya sama seperti sang bunda.

"Cia sedang tidak memikirkan apa-apa kok Bun," bohongnya, Sinta tahu jelas jika putri berbohong.

Tangan Sinta terangkat untuk mengelus bahu putrinya. "Bunda tahu kamu memikirkan tentang perjodohan ini, tapi Bunda juga tak bisa berbuat apapun, Ayahmu telah menyetujui perjodohan ini."

"Kenapa Ayah mengambil keputusan sebelum bertanya pada Cia, Bun?"

"Om Tedi memberikan 5% sahamnya untuk ayahmu di perusahaan orang tua Om Tedi, saham yang dimiliki Tedi hanya 10% dia rela memberikan pada ayahmu 5% jika Ayah menyetujui perjodohan ini," jelas Sinta pada sang putri merasa bersalah.

Durr!

Hancur sudah hati Cia, mendengar perkataan Bundanya mengetahui sang Ayah menyetujui perjodohan ini karena mendapat 5% saham.

Sinta memeluk putrinya benar-benar merasa bersalah, dia merasa sudah tidak becus menjadi seorang ibu.

"Maafkan Bunda sayang, Bunda tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantumu."

"Tidak Bun, bunda tidak boleh menyalahkan diri sendiri. Ini bukan salah Bunda, tapi boleh Cia tanya satu hal sama Bunda?" Sinta mengangguk setuju.

"Apa tujuan Om Tedi dan Tante Sela ingin menjodohkan Cia dengan anak mereka."

"Bunda belum tahu sayang, tapi Bunda harapa mereka tidak ada tujuan buruk selain ingin anak mereka menikah."

"Jika Ayah sudah memiliki 5% saham dari Om Tedi itu artinya Cia harus menerima perjodohan ini bukan Bun." Sinta menggeleng lemah air matanya sudah menetes.

Cia dengan telaten mengelap air mata bundanya, "jangan menangis Bunda, Insya Allah, Cia tahu langkah apa yang akan Cia ambil, sekarang sudah malam bunda istirahatlah Ayah juga pasti sudah menunggu Bunda di kamar untuk tidur."

"Selamat malam sayang." Sinta mencium kening putrinya dibalas Cia yang juga ikut mencium pipi Bundanya.

"Malam too Bunda tersayang kita semua," jawabnya membuat Sinta yang tadi menangis malah jadi tertawa.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Dibelahan bumi yang sama di negara yang sama dan kota yang juga sama, namun di rumah dan kamar berbeda seorang laki-laki tengah menikmati rintikan hujan yang baru saja turun dari langit dan perlahan-lahan hujan turun mulai deras.

Padahal tadi cahaya bulan dan bintang sangat terang, tapi tiba-tiba hujan turun menguyur bumi bersama perginya cahaya bulan dan bintang.

Dia Fahri, laki-laki 30 tahun itu tetap terlihat tampan walaupun dalam keadaan yang sedikit berantakan, sejak pulang dari Vila tadi bersama adiknya Ulya juga Cia, dia terlihat sedang gelisa, tapi Fahri tidak tahu apa yang menyebabkan dirinya gelisa.

Walaupun usia Fahri sudah 30 tahun tapi dia masih terlihat seperti seorang laki-laki yang baru berumur 25 tahun, masih terlihat muda memang.

"Ada apa denganku," keluh Fahri bingung sendiri.

Pikirannya selalu tertuju pada sahabat adiknya membuat Fahri bingung sendiri, dia mengusap wajahnya kasar. Fahri mengambil baju tebalnya untuk memberikan kehagatan di malam yang mulai terasa dingin karena hujan telah turun juga.

"Astagfirullah, ngapain sih kepikiran sama sahabatnya Lia," keluh Fahri.

"Ingat Fahri, tidak boleh memikirkan perempuan yang bukan mahrammu. Mending gue ambir wudhu aja nggak sih," ucapnya pada diri sendiri.

"Belum tidur Fahri?"

"Astagfirullah, Mama ngagetin aja! masa bukan pintu tidak ada suaranya," protes Fahri pada Mamanya.

"Reflek Bang, kamu belum tidur?"

"Orang Fahri masih melek ya belum tidur lah Ma," sahutnya enteng sambil nyengir.

Sang mama menepuk keningnya sudah salah bicara. "Maksud Mama belum ngantuk kamu?

terus ngapa itu jendela kamar dibuka orang diluar hujan deras."

"Heheh, Fahri belum ngantuk Ma. Kalau jendela ini juga mau Fahri tutup."

Jangan sampai mamanya tahu kalau dia tadi sempet memikirkan seseorang.

"Tidur jangan malem-malem, bangun tahajud. Mama mau tidur dulu."

"Insya Allah, Ma." sahutnya.

Setelah Ibu Rida pergi dari kamarnya Fahri menghela nafas lega.

"Untung Mama nggak banyak tanya lagi, kalau ada si Lia pasti dia bakal banyak tanya. Terus kalau tahu gue abis mikirin Cia entah apa yang bakal dia bilang sama gue."

Tak ingin larut dengan pikirannya sendiri Fahri memutuskan untuk mengambil air wudhu lalu dilanjut membaca ayat suci Al-quran untuk menenangkan diri dan pikirannya.

Di dalam kamarnya dibawah hujan yang mulai deras menguyur bumi di malam hari Fahri lebih memilih menyibukan diri dengan kalam Allah dari pada pikirannya dipenuhi oleh nama perempuan yang dia sendiri belum tahu kenapa memikirkan perempuan tersebut perempuan yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri.

Langit malam bersama hujan menjadi saksi untuk seorang laki-laki berusia 30 tahun itu untuk lebih baik menyibukan diri pada Al-quran dari pada harus memikirkan seorang perempuan yang bukan mahramnya.

(Semoga kalian suka, jangan lupa Like, Komen dan Rate bintang 5 🤗)

3. ADKISJ. Terlambat menyadari

Bismillahirrohmanirrohim.

Sebelum baca jangan lupa bismillah dan shalawat dulu 🤗

بسم الله الر حمن الر حيم

Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.

اللهم صلي عل سيدن محمد و عل ال سيدن محمد.

Sudah 2 minggu berlalu setelah Cia menyetujui perjodohan yang disetujui oleh ayahnya tanpa sepengetahuan Cia terlebih dahulu.

Gadis itu kini tengah duduk di depan sebuah cerim berbalut gaun pengantin, sedang didandani oleh seorang mua perempuan.

Cia telah membuat keputusan besar setelah menyetujui perjodoahan ini. Tidak ada jalan lain bagi Cia karena sang ayah telah menerima 5% saham perusahan. Jika Cia tidak menerima perjodohan ini sama saja dia akan membuat malu sang ayah.

Cia tidak ingin membuat malu ayahnya, dia begitu menghormati kedua orang tuanya.

Di dalam lubuk hatinya Cia merasa sangat bersalah pada sang sahabat Ulya karena tidak memberi kabar pernikahan dirinya. Bukan Cia tidak ingin mengabari Ulya, hanya saja dirinya tak akan sanggup.

'Maafkan aku, Ulya. Aku memang bukan sahabat yang baik, tidak memberi tahumu tentang pernikahanku ini, maaf aku benar-benar minta maaf,' rasanya Cia ingin menetaskan air mata tapi sebisa mungkin Cia menahan semua itu.

"Mbak make upnya sudah selesai saya keluar dulu sebentar," ucap perempuan yang mendandani Cia, gadis itu mengangguk saja.

Tak banyak orang yang datang keacara pernikahannya, karena Cia hanya ingin pernikahan sesederhana tanpa ada pesta ataupun semacamnya. Begitu juga dengan Riko.

Di dalam kamarnya Cia duduk sendiri disana sambil menatap keluar jendela. Dari dalam kamarnya Cia dapat mendegar calon suaminya mengucapkan ijab qabul.

Ketika kata sah terdengar di telinganya air mata Cia langsung jatuh membasahi pipinya, itu bukan air mata bahagia melainkan air mata kesedihan.

"Aku tak pernah menyangka jika semua akan begini, sebelum aku mulai detik ini akan melupakanmu Bang Fahri, aku ingin mengatakan dua hal padamu 'I Love You' aku tidak tahu kapan perasaan ini datang, namun takdir berkata lain kita mungkin memang bukan jodoh. Selamat tinggal mulai hari ini namamu akan aku kubur dalam-dalam," ucap Cia pada diri sendiri.

Air matanya semakin deras kala Cia merasa Fahri seperti ada di depannya. Benar, semalam Cia telah menyadari jika dia mencintai Kakak sahabatnya sendiri. Sayangnya semua itu terlambat karena Cia sudah menyetujui perjodohan yang ditawarkan pada dirinya.

Juga tepat paginya yaitu hari ini dia telah menikah dengan Riko, bahkan sekarang dia sudah menjadi istri Riko.

Salah satu alasan kenapa Cia tidak ingin memberitahu pada Ulya dirinya akan segera menikah karena sahabatnya itu peka terhadap dirinya juga Ulya begitu mirip dengan Fahri, jika melihat Ulya pasti Cia tidak akan sanggup, karena dia seakan melihat Fahri.

Ceklek!

Pintu kamar Cia terbuka tapi tidak membuat gadis itu menatap kearah pintu dia tetap memandang keluar jendela.

"Cia, ayo kita temui suamimu, Nak." Sinta berjalan mendekati putri sulungnya.

Perlahan Sinta menepuk pudak putrinya itu. "Cia, kamu baik-baik saja, sayang?" tanya Sinta khawatir mendengar Cia yang sedang terisak.

Buru-buru Cia menghapus air matanya lalu berbalik tersenyum menatap sang bunda. "Cia baik-baik saja Bun, memang Cia kenapa?"

Sinta menggeleng pelan, "ayo kita temui suamimu." Cia mengangguk setuju.

Bagi Cia sendiri pernikahan ini terasa biasa saja tidak ada yang spesial sedikitpun.

Kini Cia telah duduk disebelah suaminya, dia mencium takzim punggung tangan sang suami, Riko pun hanya mencium singkat kening istrinya membuat Cia sedikit heran.

Acara dilanjut dengan beberapa pesan yang disampaikan untuk kedua mempelai.

Waktu bergulir.

"Bunda, Ayah. Cia pamit," ucapnya sambil memeluk kedua orang tuanya secara bergantian.

"Ingat Cia jadilah istri yang patuh akan apa kata suami," pesan Ayah Cia yang diangguki oleh pengantin baru itu.

Cia beralih pada kedua adiknya menatap senyum adik perempuan dan adik laki-lakinya itu.

"Ingat dirumah kalian berdua jangan nakal dengar apa kata Bunda sama Ayah," pesan Cia pada kedua adiknya tersebut.

"Siap Mbak, Insya Allah," jawab keduanya kompak.

Tak lupa Riko juga berpamitan pada kedua mertuanya dan adik iparnya.

Setelah itu Riko benar-benar membawa Cia pergi dari hadapan keluarganya, diam-diam Sinta meneteskan air mata karena putrinya tak lagi tinggal bersama mereka.

Sekitar dua jam setengah berlalu mereka sudah sampai di rumah orang tua Riko juga rumah Riko.

Hari itu juga Cia langsung ikut bersama suaminya, Riko memang tinggal bersama kedua orang tuanya tapi di kediaman berbeda dia punya tempatnya sendiri.

Sampai kediaman Riko juga terlihat besar sama seperti kediaman orang tuanya yang sempat Cia lewati tadi.

"Kamar kamu disini," ketus Riko pada Cia.

Cia tampak kaget karena suara Riko yang sedikit keras. "Astagfirullah," gumam Cia pelan.

Laki-laki itu yang dari tadi hanya diam saja dari mulai mereka meninggalkan rumah orang tua Cia sampai di dalam mobil dia baru bersuara sekarang, suara yang tidak terdengar ramah di telinga Cia.

"Tapi Mas-"

"Apa? jagan pernah berharap kita akan tidur satu kamar! aku tak pernah menginginkan pernikahan ini, jadi jangan berharap lebih. Jika kamu ingin tahu kenapa aku menerimamu sebagai istri tanyakan langsung pada Mama," belum selesai Cia bicara, Riko. laki-laki itu lebih dulu memotong pembicaraan Cia.

Kedua bola mata Cia membolak sempurna mendengar setiap kata yang keluar dari mulut suaminya, baru saja dia ingin membuka hati untuk suaminya melupakan seorang yang sudah lama bersemayam di hatinya. Tapi kenapa semua menjadi begini?

'Astagfirullah, sabar Cia, kamu bukan gadis lemah kamu bisa melewati semua ini. Jika Allah menempatkanmu diposisi saat ini, Allah tahu yang terbaik untuk dirimu, kamu pasti bisa meluluhkan hati suamimu, setidaknya agar dia tak berbicara kerasa lagi,' batinya berusaha tetap tegar.

"Satu lagi pesan untukmu, jangan pernah kamu masuk ke dalam kamarku, paham! aku tidak suka orang asing masuk ke dalam kamarku," ucap Riko lagi, entah dia sadar atau tidak kata-katanya telah menyakiti hati Cia.

Deg!

Nyes!

Sesak sekali hati Cia, benar-benar sesak apa yang dia bayangkan tidak sesuai harapan, benar pasti ada sesuatu dibalik perjodohan ini, kuncinya ada pada orang tua Riko mertuanya sendiri.

"Udah sono masuk ngapain masih berdiri disini, dari tadi saya ngomong kamu malah diem aja, bisu kamu, hah," sentak Riko membuat Cia kaget.

"Astagfirullah, Cia dengar Mas. Cia paham semua yang Mas katakan," sahut Cia cepat kalau tidak dia akan kembali serangan jantung mendengar suara keras laki-laki di depannya ini yang tak lain suami sendiri.

"Bagus kalau kamu paham, sekali saja kamu melanggar wasa saja kau."

Setelahnya Riko berlalu pergi dari hadapan Cia tanpa menoleh sedikitpun pada istrinya itu, dia bahkan terlihat begitu angkuh.

"Sabar Cia, benar kamu harus banyak sabarnya sekarang, mungkin kamu dulu kurang bersabar."

Kala Cia hendak masuk ke dalam kamarnya seorang pelayan muda mendekati dirinya.

"Non, ada pesan dari nyonya besar nanti suruh menemui beliau di kediamannya," ucap pelayan muda itu pada Cia dengan ramah.

"Insya Allah, jangan panggil non. Panggil aja aku, Cia. Aku masuk dulu ya nanti aku temui Mama," jawab Cia tak kalah ramah.

"Tapi-"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!