...***...
Dunia sering mengalami peperangan besar, disebabkan perbedaan ideologi, dan muncul keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaan. Makin maju peradaban, makin besar penderitaan yang ditimbulkan. Saluran yang dipakai untuk menimpakkan penderitaan bermacam- macam, mulai dari politik, militer, hukum, sosial, ekonomi, dan agama.
Seorang pria bersama istrinya berlari sambil membawa anaknya menjauh dari kekacauan dengan di ikuti oleh beberapa warga sipil dibelakangnya. Namun, mereka tiba- tiba dihadang oleh 5 orang kuat, dan tentu si pria terpaksa bertarung demi menyelamatkan istri dan anaknya.
“Pergilah, jaga dirimu dan anak kita,” Ucap si pria dengan senyuman lembut. Sang istri menggelengkan kepala, ia tak ingin meninggalkan suaminya bertarung sendirian. Salah seorang berlari menyerang mereka dengan mengayunkan pedangnya.
Ledakan!
Ledakan energi yang kuat terjadi, membuat orang itu terdorong mundur kembali pada ke 4 temanya. Terlihat sosok hitam tinggi besar menyelimuti pria itu sambil memegang tombak hitam raksasa. Kelima orang itu terkejut melihatnya.
“Pergilah, cepat pergi!" Desak pria itu. Sang istri dengan berat hati sambil melihat anaknya, ia pun pergi meninggalkan suaminya dengan air mata yang mengalir di pipinya. “Terimakasih,” Ucap si pria sambil tersenyum melihat istri dan anaknya menjauh. Tiga orang itu mencoba menghentikan istrinya, tapi, bentuk ke 2 Heavenly Soul dirilis. Kekuatan meningkat dua kalilipat dari sebelumnya, avatar roh dari pria itu mengalami perubahan bentuk menyerupai tengkorak manusia dengan diselimuti asap hitam yang tebal.
Ledakan!
Avatar roh dari pria itu melemparkan tombaknya mengenai ke tiga orang itu hingga terpental jauh menembus tembok- tembok. “Takkan kubiarkan kalian menyakiti istri dan anakku,” Tegas pria itu dengan marah.
Ledakan!
Bentuk ke tiga Heavenly Soul di rilis. Ledakan energi terjadi lagi pada tubuhnya, terlihat avatar roh dalam bentuk ketiga, sontak membuat ke lima orang itu terkejut, tubuh mereka seketika ditekan oleh energi yang besar. Mereka merasakan tekanan yang sangat kuat, aura yang begitu mengerikan dengan niat membunuh.
Sementara itu, terlihat seorang wanita terus berlari membawa anaknya menjauh dari desa di ikuti oleh beberapa warga sipil dibelakangnya. Sesekali ia melihat kebelakang, terlihat jelas olehnya Heavenly Soul milik suaminya sedang bertarung dengan 5 Heavenly Soul dari lima orang kuat itu.
Desa yang sebelumnya tempat ia dan suaminya tinggal, kini telah hancur. Saat itu ia terus berharap dapat bertemu lagi dengan suaminya, walaupun ia tau itu adalah hal yang mustahil. Ia lalu melihat anaknya yang saat itu tersenyum kearahnya, seolah sedang menghibur dirinya.
17 tahun berlalu.
Terlihat seorang anak remaja sedang mencabut beberapa tanaman herbal untuk mengobati penyakit ibunya. Anak itu ditemani seorang gadis cantik yang merupakan sahabatnya.
“Sean,” Panggil si gadis.
“Ya,” Sahut Sean.
“Kurasa ini sudah cukup,” Gadis itu menunjukkan tanaman herbal yang habis dipetiknya.
“Um, itu sudah lebih dari cukup.”
Mereka menyimpanya di satu tempat yang sama, dan lalu kembali bersama ke rumah.
“Ibu, aku pulang,” Saut Sean. Sean pun langsung membuatkan obat racikanya sendiri untuk ibunya yang sedang sakit sambil dibantu oleh teman gadisnya. “Elic, tolong bersihkan ini,” Sean memberikan wadah berupah mangkuk. Elic lalu mengambilnya dan kemudian membersihkanya. Setelah obat racikanya selesai dibuat, Sean lalu masuk kekamar dan memberikan obat tersebut kepada ibunya.
“Sean, ada yang ingin ibu berikan padamu.”
“Apa itu bu?”
Setelah ibunya meminum obat tersebut, ia lalu berdiri dari kasurnya dan berjalan menuju lemari pakaian. Diambilnya sebuah peti berukuran kecil dari dalam lemari dan lalu membukanya. Terlihat sebuah pisau berukiran putih dan hitam melambangkan cahaya dan kegelapan. “Sean, pisau ini merupakan pemberian dari ayahmu, sekarang kau sudah boleh menggunakannya,” Ucap ibunya sambil menunjukkan pisau tersebut.
Sean lalu memegang pisau itu, dan seketika ia langsung jatuh pingsan.
Kembali ia terbangun di tempat dan suasana yang berbeda. Tubuhnya mengambang di ruang kosong, tidak ada apa-apa di dalamnya kecuali sosok putih besar di depannya, memancarkan cahaya keemasan. Sosok tersebut bukanlah Dewa, melainkan roh yang bersemayam dalam dirinya. Tiba-tiba, tempat itu berubah menjadi hitam, seolah diselimuti oleh kegelapan, tidak ada apa-apa di dalamnya kecuali sosok hitam besar dengan aura gelap yang menyelimutinya. Sean tampak heran dengan apa yang telah dialaminya.
“Sean, Sean Sean….” Samar-samar mulai terdengar suara ibunya dan suara Elic memanggil.
Perlahan Sean membuka matanya, dan kembali bangun.
“Kamu kenapa? kamu baik- baik saja?” Tanya ibunya dengan cemas.
“Um, aku baik- baik saja bu,” Jawab Sean mengangguk. Ia lalu melihat pisau disampingnya dan mencoba kembali memegangnya, hal yang sebelumnya tidak terjadi lagi, dan itu memunculkan banyak tanya dibenaknya. “Apa yang kulihat tadi?” Bertanya pada dirinya. Ia pun befikir bahwa; apa yang di lihatnya tadi, ada kaitanya dengan dua kekuatan spiritual dalam dirinya.
...***...
Pada siang hari yang cerah, sinar matahari menyinari danau dibawahnya, danau yang terletak diantara tiga bukit tinggi dengan dataran yang di alasi rumput serta pepohonan yang rindang, tampak pemandangan lembah yang sangat indah dari kejauhan.
Sean pergi berburu di hutan sekaligus mencari tanaman herbal. Saat dirinya menyusuri hutan, ia menemukan kotoran burung langkah yang masih baru. Dengan sangat cepat, ia langsung menghilang dari tempatnya disertai percikan cahaya.
Sudah 17 tahun berlalu sejak kekacauan itu, Sean kini telah memasuki usia remaja, dan telah menjadi seorang warrior spirit yang tangguh. Ia bergerak dengan sangat cepat melompati tiap- tiap ranting didepannya. Dari kejauhan ia mulai melihat seekor burung langkah sedang memakan sesuatu. Ia lalu mengambil pisau dari saku belakangnya, pisau itu merupakan pemberian dari sang ayah, dan pisau itu merupakan salah satu senjata keramat atau senjata surgawi yang dapat berevolusi. Setiap kali mengalahkan monster dengan pisau itu, akan menaikan level kekuatan serangan, hingga mengalami perubahan bentuk.
Sean menatap tajam kearah target sambil memegang pisau itu dibelakangnya. "Jika mangsa melarikan diri, suhu tubuhnya akan naik, dan rasa daging akan turun, dan jika organ dalamnya terluka..., dagingnya akan berbau busuk," ia langsung melemparkan pisau kearah leher hewan itu dari jarak yang jauh. "Aku harus membunuhnya dengan satu headshot." Satu kalimat bersaman dengan sekali tembakan, hewan itu langsung jatuh dengan pisau yang menancap di lehernya.
Sepulang dirumah, Sean mulai membuat makanan dari hasil buruannya.
"Sean, biarkan saja ibu yang memasak hari ini," kata ibunya datang menghampirinya.
"Tidak Bu, ibu tidak perlu melakukannya, biar aku saja, ibu duduk saja, ya."
Ibunya lalu tersenyum. "Ibu senang kau pandai memasak, tapi..., sudah lama ini ibu tak lagi membuatkan sarapan untukmu, dan kalau kau terus menemukan ide baru, wibawaku sebagai ibu akan hilang."
Sean tertawa kecil mendengarnya. "Ibu terlalu memuji, masakanku belum bisa menandingi masakan ibu."
Sean membuat makanan berbasis nutrisi, ia secara teratur memasaknya sendiri, protein dan kalsium untuk pertumbuhan otot dan tulang. Vitamin, dan mineral yang mendorong pertumbuhan jaringan tubuh. Daging burung langkah ideal karena rendah lemak dan tinggi protein, baunya sangat kuat. Ia berikan daun aromatik, jamur, dan sayuran akar, ditambahkan bersama herba di panci. Ia mencoba membuat sesuatu yang terpikirkan setelah belajar dari ibunya. Ia bahkan tau hubungan tekanan udara dan titik didih. Pemikirannya yang fleksibel mampu melakukan hal itu. Ibunya tersenyum melihatnya, lalu tiba-tiba batuk.
"Ibu," Panggilan Sean langsung menghampirinya. "Ibu kenapa? Ibu tidak apa-apa?"
"Iya, tidak apa-apa, ibu hanya batuk ringan."
Sean segera mengambilkan segelas air hangat. "Bu, minumlah ini," Ia suguhkan air hangat itu, dan Ibunya lalu meminumnya. Sean memandang wajah ibunya yang pucat dengan penuh kecemasan. Ibunya lalu meletakkan gelas diatas meja. "Sungguh, ibu tidak apa-apa?" Tanya Sean kembali.
"Ibu tidak apa-apa sayang, kembalilah memasak, ibu sudah lapar nih," ujar ibunya lembut.
"Um, sebentar ya," Sean mengangguk tersenyum, dan kembali memasak.
Beberapa menit berlalu...
"Ibu, ayo makan," Ajak Sean tersenyum.
Semua makanan telah siap di atas meja. Ibunya tersenyum melihat masakan anaknya. "Ini bisa memberikan nutrisi untuk pertumbuhan fisiknya, ini hidangan yang sempurna!" Ucap dalam hatinya. Ibunya lalu mulai mencicipi daging burung langkah yang telah dimasak. "Umm..., sangat lezat, bisa memikirkan ini, kau memang jenius."
Sean tersenyum melihatnya. "Ibu berlebihan, ini bukan sesuatu yang hebat," Sean merasa senang mendengarnya, namun ia merasa hidangan buatanya, masih tidak sebanding dengan masakan ibunya, yang terasa jauh lebih baik, bahkan kualitasnya lebih tinggi.
Ibunya sontak teringat sesuatu. "Sean, Elic mana? Ajak juga dia makan."
"Elic sudah pulang ke rumahnya sejak siang tadi."
"Ha? Kenapa buru- buru? Tidak biasanya."
"Umm..., entahlah, pelayannya tiba-tiba datang memanggilnya, katanya sih..., ada hal penting yang ingin ayahnya bicarakan."
"Begitu ya, ya sudah, ayo makan, ibu udah ngiler nih liat masakan kamu."
Sean tertawa kecil mendengarnya. Mereka kemudian makan bersama.
Pada petang hari, di atas sebuah bukit, terlihat Sean sedang duduk bersila sambil memandangi matahari yang akan terbenam.
Sean lalu teringat perkataan ibunya "Kelahiran manusia di anugerahi dengan kekuatan roh yang bersemayam didalam diri mereka, sampai melewati 5 tahap perubahan bentuk, entitas tersebut akan menunjukan wujudnya, dan akan menjadi senjata terkuat dari manusia."
Sean dianugerahi 2 elemen langka yang berbeda, yaitu cahaya, dan kegelapan. Sean lalu melihat kedua tanganya, dan kembali teringat dua sosok dalam dirinya. "Jika yang kulihat itu adalah manifestasi dari roh yang ada di dalam diriku, maka aku perlu melalui 5 tahap perubahan bentuk untuk dapat melihatnya lagi, tapi…, aku butuh seseorang yang dapat mengajariku."
Selama ini Sean terus dilatih oleh ibunya mengembangkan kemampuan spirit cahaya miliknya, namun karena penyakit ibunya kian memburuk, sejak saat itu ia berhenti dari latihannya.
“Seaannn….” Tiba- tiba terdengar suara Elic memanggilnya.
Sean lalu berbalik, melihat Elic berlari menghampirinya dengan wajah yang ceria. Sean tersenyum melihatnya, lalu bergumam. “Elic Claire, putri dari keluarga Baron kaya, tapi karena orang tua kami berteman, dia sudah menjadi temanku sejak kecil." Sean dan ibunya adalah warga biasa, namun karena orang tua mereka memiliki hubungan dekat, ikatan di antara mereka telah terjalin erat sejak masa kecil, menjadikan Elic sebagai satu-satunya sahabatnya. "Ada apa Elic?” Tanya Sean.
“Tiga hari lagi, aku akan masuk ke Soul Academy bersamamu." kata Elic tersenyum.
“Ha? Soul academy? bersamaku?" Sean terkejut mendengarnya.
"Um," Elic mengangguk tersenyum.
Sean menatapnya sesaat, "Elic, soal itu…, kamu sendiri tahu kan, aku tidak mungkin meninggalkan ibuku yang sedang sakit.." ia lalu bergumam dengan senyuman pahit. "Selain itu..., masuk ke Soul Academy yang merupakan sekolah elit yang menduduki peringkat tiga di dunia, banyak bangsawan bahkan pangeran menjalani pendidikan di sana. Mana mungkin aku bergabung di antara mereka?"
"Aku sudah menduganya, kamu pasti akan mengatakan itu. Tenang saja, Sean. Ibumu akan tinggal di rumahku, dan aku yakin, ayah dan ibuku juga pasti akan senang jika tinggal serumah dengan sahabat mereka."
Sean melihat wajah gadis itu dipenuhi dengan harapan, matanya yang besar seolah memohon agar dirinya mau ikut bersamanya.
Sean lalu menghela nafas. “Ya sudahlah, Biarkan aku bicarakan ini dulu dengan ibuku,” Ucapnya dengan senyuman tipis.
“Um,” Gumam Elis membalas senyumanya.
Mereka berdua lalu bersama-sama melihat matahari terbenam.
"Elic, terimakasih ya," ucap Sean dengan senyuman lembut.
"Hm? buat apa?" tanya Elic, bingung.
"Karena kamu selalu menemaniku dan membantu merawat ibuku. Terimakasih ya, Elic,” Ucap Sean dengan senyuman lembut.
Elic saat itu tersipu malu mendengarnya. Ia dengan senyum malu-malu berkata. "Ah, sama-sama, Sean. Kamu tahu kan kalau aku selalu ada buatmu. Itu yang sahabat lakukan."
Sean tersenyum mendengarnya, dan pandangan keduanya beralih ke matahari yang sedang terbenam.
...***...
Dimalam hari, Sean sedang sarapan bersama ibunya. Selesai makan, Sean memberikan obat yang telah diraciknya kepada ibunya, dan ibunya meminumnya.
“Bu," Panggil Sean.
"Hm?" Gumam ibunya.
Sean terlihat ragu, seolah-olah merasa berat untuk mengungkapkan apa yang ada di benaknya. "Bu, aku... ingin ngomong sesuatu."
"Apa itu, Nak?" tanya ibunya kembali.
"Tadi sore, Elic ngajak aku masuk ke Soul Academy bersamanya, tapi... aku harus bicarakan ini dulu sama ibu," ucap Sean dengan ragu.
Ibunya tersenyum mendengarnya. "Pergi, Nak!" ucap ibunya, membuat Sean terkejut. "Pergilah! Masuk ke Soul Academy itu akan sangat baik untuk mengembangkan kemampuanmu," kata ibunya dengan penuh semangat. Terdengar seolah-olah dia juga menginginkannya. "Dengan kondisiku sekarang, aku tak bisa lagi melatihmu. Ini kesempatan bagus bagimu."
"Tapi, bagaimana dengan ibu? Aku tidak bisa ninggalin ibu sendirian!"
"Ibu akan baik-baik saja. Kamu masuklah bersama Elic, nanti akan ibu memberikan uang untuk biaya sekolahmu dan kebutuhanmu di sana," ucap ibunya sambil sesekali batuk saat berbicara.
"Bu, bagaimana kalau untuk sementara ini... ibu tinggalah di rumah Elic dulu."
"Tidak, Nak. Ibu tidak mau merepotkan mereka."
"Tapi.., tidak ada yang menjaga ibu disini kalau aku pergi."
"Penyakit ini tidak akan bisa membunuhku dalam waktu dekat, sekalipun jika ada juga yang menyerangku, tidak ada yang perlu di cemaskan, aku bisa menjaga diriku sendiri. Dan Sean, sebelum kamu pergi, ibu akan mengenalkan sesuatu, dan sekaligus sebagai latihan terakhir dari ku. Kali ini akan lebih sulit, tapi ibu yakin kamu bisa melewatinya," ibunya lalu beranjak dari tempat duduknya. "Segera tidur, kita akan memulainya besok pagi," Kata ibunya lalu berbalik memasuki kamarnya.
Sean mengepalkan tangannya dalam diam. Sebelumnya telah ada tabib yang mencoba menyembuhkan penyakit ibunya itu, dan bahkan ayah Elic sendiri telah memanggil tabib terbaik kerajaannya, namun ibunya masih belum juga dapat disembuhkan, sampai membuat Sean berusaha mempelajari semua tanaman herbal meski diusianya yang masih sangat muda, dan hasilnya hanya berhasil menemukan obat yang dapat mengurangi rasa sakit ibunya saja.
“Bagaimana aku bisa ninggalin ibu dengan kondisi ibu seperti ini. Kamu satu-satunya keluargaku, apalagi kau adalah ibuku sendiri. Lebih baik aku tidak masuk ke Soul Academy daripada meninggalkanmu. Meskipun itu sangat baik untukku," gumam Sean dalam hati.
----------
Keesokan harinya, di pagi yang cerah. Seperti biasanya, Sean saat itu pergi kehutan untuk mencari tanaman herbal, dan kemudian meraciknya, sebagian tanaman itu ia jual ke toko herbal untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Di saat dalam perjalanan menuju ke toko herbal, Sean bertemu lagi dengan Elic.
"Halo, Sean," sapa Elic.
"Hai," balas Sean.
"Kamu mau ke toko herbal?" tanya Elic.
"Ya, mau ikut?"
"Tentu saja!"
Seperti biasa, setiap kali Sean pergi ke toko herbal, Elic selalu menemaninya.
"Sean, gimana? apa... bibi mengizinkan?" tanya Elic sambil berjalan.
"Iya, malah dia sangat ingin aku masuk ke Soul Academy bersamamu."
Elic terlihat senang mendengarnya sambil tersenyum lebar.
"Tapi..."
"Tapi?"
Sean terlihat murung.
"Tapi kenapa?" tanya Elic kembali.
"Ibuku tidak mau tinggal di rumahmu."
"Kenapa?"
"Dia tidak ingin merepotkan kalian," jawab Sean.
"Merepotkan? Tidak kok! Seperti yang sudah ku katakan, mereka justru akan senang tinggal serumah dengan sahabat mereka."
Sean mengambil napas panjang sebelum melanjutkan. "Tapi meskipun begitu, itu tidak ada gunanya. Ibuku orangnya tidak enakan. Dia tidak ingin membuat kalian merasa terbebani. Kalian sudah banyak membantu kami. Dia takut kalian menjadi tidak nyaman jika tinggal di rumahmu."
Elic menatap Sean dengan kegelisahan yang jelas terpancar dari matanya. "Sean, aku tidak bisa menerima alasan itu begitu saja," ujarnya dengan suara serius. Elic beranggapan; Jika bibi tidak tinggal dirumahnya, sudah pasti Sean tidak akan mau masuk ke Soul Academy bersamanya, dan akan tetap tinggal merawat ibunya. Langkahnya kemudian terhenti. “Sean, maaf ya, untuk sekarang aku tidak bisa menemanimu,” ucap Elis lalu berbalik pergi.
“Kau mau kemana?” Tanya Sean dengan lantang.
“Aku ingin menemui ayah sebentar,” teriaknya sambil berlari menjauh.
Sean menghela nafas melihat tingkah gadis itu. Dia tau maksud tujuan Elic menemui ayahnya, Elic pasti akan memberitahukan hal itu pada ayahnya, dan memintanya untuk datang membujuk ibunya agar mau tinggal dirumah mereka.
---------
Setelah menjual obat herbal, Sean pun kembali kerumahnya. Sesampainya ia dirumah, tiba- tiba seorang gadis datang menghampirinya, gadis itu tidak lain adalah Elic.
“Sean,” sambut Elic dengan senyuman.
“Elic?! kau disini?!" Sean terkejut melihatnya.
Mereka berdua lalu menuju ruang tamu, dan benar saja, Elic saat itu datang bersama dengan ayahnya yang kini sedang duduk di ruang tamu sambil berbicara dengan ibunya.
“Sean, kau sudah pulang,” sapa ibunya.
“Ibu, paman,” sapa Sean sambil membungkuk dengan sopan. Ayah Elic membalasnya dengan senyuman.
“Kemarilah,” Panggil ibunya. Sean lalu duduk disamping ibunya dan mulai mengobrol dengan mereka.
Dalam percakapan itu, ibunya masih menolak ajakan mereka dengan alasan yang sama. Meskipun temannya berulang kali mengatakan bahwa tidak akan merepotkan mereka, ia tetap menolak karena tidak ingin menjadi beban. Ayah Elic juga tidak dapat terus memaksanya untuk tinggal di rumahnya.
Saat itu wajah Elic terlihat sedikit masam, ia begitu ingin sekali Sean ikut bersamanya ke Soul academy, Elic pun kembali memaksa ayahnya untuk kembali mencoba membujuk ibunya Sean.
Orang mungkin merasa lebih baik berada di rumah sendiri. Beberapa juga merasa lebih baik dan mandiri jika dapat merawat diri tanpa bantuan orang lain, pikir ayah Elic. Elen adalah sahabatnya yang sudah dikenalnya sejak lama. Ayah Elic mengetahui seberapa kuat wanita ini, sehingga wajar jika tidak membutuhkan bantuan. Tapi, meskipun ia tahu wanita ini sangat kuat, tetap saja tidak baik membiarkannya tinggal sendirian saat sedang sakit.
Ayah Elic menghela nafas sebelum mulai berbicara lagi. “Begini saja, agar Sean tidak terlalu mencemaskanmu disaat sudah masuk ke Soul Academy nanti, aku akan membawa beberapa pelayan dan tabib untuk merawatmu, dan kali ini, jangan menganggap itu akan merepotkan ku! Elen, kau adalah sahabatku, jadi jangan membuatku menyesal karena tidak membantumu, dan kali ini aku harap tidak ada penolakan dari saranku ini?” Bujuk ayah Elic kembali.
Elen - ibunya Sean tersenyum tipis mendengarnya. “Dasar kau ini, dari dulu tidak pernah berubah, kau dan istrimu selalu membuat ku berhutang budi pada kalian. Ya sudahlah, kau terus memaksaku. Kau benar, demi kebaikan anakku, aku tidak ingin itu mengganggunya disana," ia lalu tersenyum lembut. "Terimakasih."
Sean pun yang mendengarnya tersenyum, seolah kekhawatiran pada dirinya sudah berkurang. Elic saat itu terlihat sangat senang dan langsung memeluk ayahnya.
“Makasih ayah.”
Ayahnya mengelus lembut rambut putrinya dan mencium keningnya.
“Ibu,” Sean memeluk ibunya dengan rasa legah, dan ibunya membalas pelukannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!