"Pokoknya Sella nggak mau di jodohkan,Pah!!" Ucap kak Sella dengan tegas, matanya berkaca-kaca menatap Papah.
Hari ini, dimana hari yang begitu tidak terduga. Sungguh mengejutkan. Papah berniat akan menjodohkan kak Sella dengan laki-laki pilihan Papah sendiri.
Aku pun tidak tau kenapa tiba-tiba papah ingin menjodohkan kakak perempuan ku itu.
Aku sangat prihatin dengan kak Sella. Kakakku baru saja lulus kuliah S1 masa mau di nikahkan begitu saja, usianya pun masih sangat muda baru menginjak 24 tahun. Ya, memang sudah cukup umur untuk menikah. Tapi kenapa harus di jodohkan segala?.
Dan rencananya kak Sella akan melanjutkan kuliah S2 nya. Namu rencananya itu sirna begitu saja ketika Papah ingin menjodohkannya.
Karena Papah melarang kak Sella, tidak boleh melanjutkan kuliahnya jika sudah menikah nanti
hanya fokus mengurus suaminya.
Papah menatap kak Sella dengan tatapan tajamnya, menurutku itu tatapan yang sangat mengerikan. Terlihat tidak terima dengan penolakan kak Sella.
"Tidak Sella, kamu harus tetap papah jodohkan." Papah pun tetap kekeh dengan niatnya itu, tidak mau di bantah.
"Kalau begitu kenapa nggak Sisil saja yang di jodohkan pah? kenapa harus Sella!!" Sengit kak
Sella sambil melirikku yang duduk di sebelahnya.
Lantas aku pun langsung menatapnya dengan kening mengerut terkejut. Sedari tadi aku hanya diam menyimak, tapi kenapa harus kena semprot juga.
Dan apa maksud kak Sella? Kenapa malah memojokkan aku? tentu saja aku tidak mau jika harus di jodohkan.
Dan usiaku juga baru menginjak 18 tahun, aku baru saja lulus sekolah menengah atas. Yang benar saja, masa depanku masih panjang aku masih ingin mencari pendidikan dan mengejar cita-cita ku.
Aku juga yakin, papah pasti tidak akan setuju dengan usulan kak Sella itu.
Seketika aku jadi merasa kesal dengan kak Sella, dan rasa kasian untuk kak Sella seketika mengikis. Masa mau mengorbankan aku adiknya.
Papah melirik aku yang cemberut dan kembali menatap kak Sella.
"Sella, kamu pikir adik kamu bisa apa jika menikah, haah? Usianya baru 18 tahun mana bisa dia urus Suaminya, mengurus dirinya saja tidak becus." Sahut Papah terdengar gram dengan kakakku.
Bibirku semakin mengerucut mendengar perkataan papah. Aku bisa kok urus diri aku sendiri tapi, kalau urus suami ya aku memang tidak bisa.
Terdengar kak Sella menghela nafas kasar.
"Tapi Pah Sella----."
"Cukup Sella, keputusan papah sudah bulat. Kamu tetap akan papah jodohkan!!" Tegas papah nampak tidak mau mendapatkan penolakan dari kak Sella atau pun dari siapapun itu.
Di ruangan keluarga ini sekarang kami berkumpul. Papah,Mama kak Sella dan juga kakak laki-lakiku yang usianya terpaut sembilan tahun denganku.
Namaku Sisil Clarista Aydin dan kakak Perempuanku bernama Arsella Olivia Aydin
sementara kakak laki-lakiku bernama Herry Putra Aydin. Dan nama papaku tentu saja pak Aydin Daendra yang terhormat sang pemilih perusahaan Aydin Group. Banyak orang yang menghormatinya dan menyeganinya.
Sementara nama mamahku Hoshiliana nyonya Aydin, selalu di panggil buk Liana.
"Pah, lagi pula buat apa Sella di jodohkan?" Tanya kakak laki-lakiku yang sedari tadi hanya diam sambil menatap papah dengan heran.
Papah terdengar menghela nafas berat. Kami semua menatap papah yang duduk di sofa yang bisa di duduki oleh dua orang, dan mamah ada di sampingnya, sementara aku dan dua kakakku duduk di sofa panjang.
"Kalian tidak perlu tau apa alasan papah dan motif papah yang akan menjodohkan Sella dengan anaknya pak Gibran!!" Jawab papah dengan raut wajah datarnya.
Aku mengerutkan kening, merasa tidak puas dengan jawaban papah.
Kenapa papah tidak ingin menjelaskan alasan yang tepat? kenapa harus menjodohkan kak Sella dengan anaknya pak Gibran?. Rasanya aku pernah mendengar nama pak Gibran. Ya karena namanya umum bukan?
Terdengar kakak perempuan ku kembali menghela nafas kasar dan raut wajahnya juga terlihat begitu marah.
Tiba-tiba kak Sella bangkit dari duduknya dengan raut wajah emosi dan kecewa.
Menatap papah dengan mata yang berkaca-kaca.
"Sella tidak akan mau menikah deng laki-laki yang tidak Sella kenal sama sekali!!" Ucap kak Sella dengan tegas penuh penekanan, berharap papah akan mengerti dengan penolakannya itu.
Setelah mengatakan kalimat itu, kak Sella pun berjalan meninggalkan kami.
"Sella!!"
Panggil Papah sambil menatap punggung kak Sella yang sedang berjalan,nampaknya kan Sella tidak memperdulikan panggilan Papan.
"Sella, Papah peringatkan sama kamu kalau kamu tidak mau menerima perjodohan itu, Papah tidak akan menganggap kamu sebagai anak Papah!!"
Deg.
Ucap papah sontak membuat langkah kak Sella terhenti, dan membuat kami semua terkejut bukan main.
Sebegitu ingin kah papah menikahkan kak Sella dengan laki-laki itu sampai tidak mau menganggap kak Sella sebagai anak kandungnya sendiri jika kak Sella menolak perjodohan itu?
Sungguh, mengapa bisa papah bicara seperti itu? Kenapa papah tega sekali dengan kak Sella? Jika kak Sella tidak mau, seharusnya papah tidak perlu memaksanya, itu akan membuat kak Sella terluka.
Apa papah sadar dengan ucapannya itu?
Seketika aku tidak habis pikir dengan Papah.
"Pah."
Akhirnya mama berbicara sambil menatap papah dengan wajah yang nampak tidak habis pikir.
Papah hanya diam saja, tatapannya datar ke depan tanpa ekspresi.
Bangkit dari duduknya begitu saja dan berjalan menaiki anak tangga, meninggalkan kami semua yang terkejut dengan perkataannya.
Aku segera menatap punggung kak Sella yang bergetar, aku yakin saat ini kak Sella sedang menangis.
Dengan tiba-tiba kak Sella terjatuh duduk lemas di lantai dan terdengar terisak.
"Sella, nak!" Mamah langsung bangkit dari duduknya begitupun dengan aku dan kak Herry.
Kami menghampiri kak Sella yang terduduk lemas sambil terisak.
Mamah berjongkok di dekat kak Sella, menyentuh bahunya.
"Sella." Panggil mamah pelan terlihat dari matanya mamah pun ikut menangis.
Kak Sella menatap mamah dengan mata yang berlinang.
"Kenapa papah tega sama Sella mah?" Tanya kak Sella dengan suaranya yang bergetar.
"Apa Sella bukan anak Papah? Sa-sampai papah tega seperti itu, hiks". Lanjut kak Sella dengan di iringi isakan.
Mamah menggeleng pelan.
"Tidak nak, maafkan mamah tidak bisa membantu kamu." Mamah memeluk kak Sella berusaha untuk menenangkannya.
"Hikss, kenapa Papah begitu tega sama Sella."
Kak Sella terisak menangis di pelukan mamah.
Sungguh, aku tidak tega melihat kak Sella menangis seperti itu. Mataku rasanya memanas, tiba-tiba bulir bening keluar membasahi pipi.
Kenapa hidup kak Sella jadi seperti ini?.
Nyaris sempurna. Cantik pintar banyak cowok yang mengaguminya, tapi kenapa jadi seperti ini? Kenapa papah tega sekali memaksa Kak Sella untuk menikah dengan pria asing itu. Pria yang bahkan tidak pernah bertemu dengan kak Sella.
"Sabar Sel." Ucap kak Herry. Terlihat dari matanya kak Herry berkaca-kaca.
Aku berjalan lalu memeluk kakak laki-lakiku.
"Kasian kak Sella." Ucapku pelan dalam pelukan kak Herry.
Kak Herry mengelus lembut punggungku.
Tangisan kak Sella membuat hatiku mencelos. seharusnya Papah tidak seperti ini.
"Sisil." Panggil mamah tiba-tiba lalu mendongakkan kepalanya menatapku, posisi mamah masih sama memeluk kak Sella.
Aku pun melepaskan pelukan dari kak Herry, lalu mengusap pipiku yang basah.
"Kenapa mah?" Tanyaku dengan suara tercekat karena menahan tangis sambil menatap mamah.
Mamah tidak segera menjawab, tatapan Mamah kembali berlatih kepada Kak Sella.
"Ayok sayang bangun." Ucap mamah dan membantu kak Sella untuk berdiri.
Kini keduanya berdiri. Mamah menatap aku dengan tatapan yang entahlah. Seperti ada keinginan dari tatapannya itu, dan ada kecemasan juga.
"Sisil, kamu kasian sama kakak kamu kan?" Tanya mamah dan tatapannya berubah serius menatap aku.
Aku mengangguk cepat. Tentu saja aku kasian dengan kak Sella yang tiba-tiba akan di jodohkan oleh papah. Lantas kenapa mamah bertanya seperti itu kepadaku?
"Kalau begitu----" Mamah terdiam raut wajahnya. nampak ragu.
Aku semakin penasaran di buatnya. Mamah akan bicara apa, kelihatannya begitu serius.
"Mamah mohon ka-kamu yang mau di jodohkan!!"
Deg.
Aku langsung mengerjap terkejut mendengar ucapan mamah.
Terlihat kak Herry dan kak Sella pun nampak terkejut dengan ucapan mamah.
Kenapa mamah bicara seperti itu? Kenapa jadi aku yang harus di jodohkan? Apa Mamah tidak sedang bercanda?
"Ma-maksud mamah?" Tanyaku dengan suara gemetar.
Aku harap Mamah hanya bercanda saja, karena tidak mungkin buka Mamah Setega itu denganku.
Mamah terdengar menghela nafas berat sambil mengalihkan pandangannya dari aku, sementara air matanya terus menetes.
Beberapa saat kami hanya diam. Aku menunggu penjelasan dari mamah dengan jantung berdetak tidak karuan.
"Kamu tau sendiri kan? Kalau kakak kamu sudah mendaftarkan dirinya untuk kuliah menjalankan S2 nya? Dan mamah nggak mau gara-gara perjodohan itu kakak kamu jadi batal menjalankan kuliah S2 nya.
Perjuangan kakak kamu sudah panjang tidak mungkin perjuangannya menjadi wanita karir terbuang sia-sia hanya karena perjodohan itu. Dan,mamah harap kamu lah yang mau di jodohkan dengan pria itu, karena kamu belum menjalankan kuliah. Dan mamah juga nggak mau, cita-cita kakak kamu sampai hancur di tengah jalan."
Seolah dunia berhenti berputar, suasana jadi hening seketika dan tubuhku juga terasa gemetar, kakiku terasa lemas hatiku menclos mendengar penjelasan panjang Mamah.
Benar kah mamah mau mengorbankan aku demi karir kak Sella? Dan mamah tidak perduli dengan masa depan aku, masa depan anak bungsunya?.
Usiaku masih begitu muda untuk menikah dan cita-citaku juga sangat tinggi. Seperti cita-cita kak Sella yang ingin menjadi wanita karir.
Mataku berkaca-kaca menatap Mamah.
Sebegitu sayang kah mamah dengan kak Sella? Sampai-sampai mau mengorbankan anak bungsunya ini.
Mata ku memanas, bulir bening luruh begitu saja. Sungguh, aku tidak menyangka Mamah akan setega ini kepada ku.
"Iya Sil, kamu yang mau di jodohkan ya, kakak mohon!!"
Kak Sella meraih kedua tanganku memohon agar aku yang mau di jodohkan dan bukan dirinya.
Aku melepaskan tangan kak Sella yang mencekal tanganku, menatap mamah dengan tatapan kecewa. Dan mamah sepertinya menyadari sesuatu.
"Mah, mamah tega mengorbankan Sisil demi karir Sella? Apa mamah tidak berpikir sebelum berbicara? Mamah pikir hanya Sella saja yang ingin menjadi wanita karir dan meraih cita-citanya? Mamah pikir Sisil tidak menginginkan itu semua meraih cita-citanya?" Ucap kak Herry dengan raut wajahnya yang masih terkejut.
Terdengar kak Herry pun tidak habis pikir dengan perkataan mamah.
Mamah menggeleng pelan, wajahnya pun berubah pucat dan menegang.
"Sisil."
Mamah ingin meraih tanganku namun aku langsung menghindar, mundur satu langkah ke belakang.
Mamah benar-benar tidak menyayangi aku, tidak menginginkan anak bungsunya ini meraih cita-citanya, menjadi orang sukses?. Mamah hanya memikirkan perasaan Kak Sella, hanya memikirkan karir kak Sella.
"Mamah sama kakak tega." Lirih ku dengan suara gemetar.
"Mengorbankan Sisil. Usia Sisil baru 18 tahun mah, sementara usia kak Sella sudah menginjak 24 tahun dan sudah cukup umur untuk menikah, kalaupun ingin melanjutkan kuliah tidak masalah jika sudah menikah. Sementara Sisil? mau di bawa kemana pernikahan itu mah." Ucapku dengan suara tercekat menahan tangis.
Mamah menggeleng, kembali ingin meraih tanganku tapi aku langsung menghindar.
"Mamah tidak sayang sama Sisil, tidak memikirkan masa depan Sisil, Mamah hanya memikirkan anak ke sayangan mamah itu." Aku berbicara sambil melirik kak Sella
"Sudah lah Sil, kamu selalu menyusahkan Mamah sama Papah, kamu susah di atur dan manja, lebih baik kamu yang di jodohkan. Mamah benar, kakak tidak bisa meninggalkan karir kaka begitu saja yang sudah kakak bangun." Kak Sella berucap dengan tidak berperasaan.
Aku tersenyum getir mendengar perkataan kakak Perempuanku itu.
"Justru itu Sisil susah di atur kak, jadi Sisil tidak akan pernah sudi menggantikan kak Sella untuk di jodohkan dengan pria itu". Tegas ku.
Setelah mengatakan itu aku berjalan menaiki anak tangga dengan hati yang hancur.
Ya, mamah memang selalu mengutamakan kak Sella di bandingkan aku anak bungsunya sendiri. Seolah kak Sella begitu spesial, sementara aku? Hanya beban untuknya?
Kak Sella memang begitu sempurna, berkuliah dengan uangnya sendiri dan papah hanya membantunya sedikit saja. Kak Sella juga sudah memiliki usaha sendiri berupa kafe.
"Sisil, maafkan mamah". Teriak mamah.
Namun aku tidak memperdulikannya, terus berjalan menuju kamarku dengan hati yang terasa sakit.
Aku akui jika aku sedikit nakal dan susah di atur, tapi apa Mamah harus mengorbankan aku? Apa tidak ada rasa sayang di hati Mamah untuk aku?
Sekarang aku sudah berada di kamar, duduk di tepi ranjang sambil menangis.
"Sisil,mamah mohon kamu yang mau di jodohkan."
Perkataan mamah kembali teringat.
Mamah tidak memikirkan perasaan aku, apa mamah memang tidak menyayangi aku? Aku juga anak kandungnya tapi kenapa mamah tega seperti itu?
"Mamah tega banget, hiks." Gumamku sambil terisak.
Tok tok.
Pintu kamar tiba-tiba di ketuk, aku mengusap kasar pipiku saat seseorang membuka pintu kamar.
Tidak lama kemudian seseorang masuk dan itu ternyata kak Herry.
Kak Herry menatapku yang hanya diam sambil menundukkan kepala.
Kak Herry berjalan mendekati aku lalu duduk di sebelah aku.
Mengelus kepala aku dengan lembut, seketika aku mendongak menatapnya, air mata kembali keluar.
"Apa mamah memang tidak sayang sama Sisil kak?" Tanya ku dengan suara gemetar.
Kak Herry menggeleng, lalu membawa aku ke dalam pelukannya.
"Pikiran mamah sedang kalut, mamah sayang sama kamu dek. Mamah berpikir seperti itu karena mamah tidak tau harus berbuat apa untuk menolak perjodohan itu." Ucap kak Herry seperti berusaha menenangkan aku.
"Hiks. Tapi kenapa mamah harus bicara seperti itu, seolah-olah masa depan aku suram dan Sisil tidak akan pernah sukses jika menjadi wanita karir, mamah hanya memikirkan perasaan kak Sella saja, hiks."
Kak Herry hanya diam sambil mengusap usap punggungku.
"Jika mamah sama papah meminta kamu untuk menikah dengan pria itu kakak tidak akan membiarkannya, kakak akan menentangnya sebisa kakak. Kamu tenang saja ada kakak di sini. Kakak tidak akan membiarkan adik perempuan kak yang cantik ini hancur dan tidak bisa meraih cita-citanya. Kamu harus tetap berjuang meraih cita-cita kamu!!".
Ucapan kak Herry sedikit membuat hatiku tenang. Setidaknya ada Kaka Herry yang nanti akan membela aku jika saja Mamah meminta Papah agar aku lah yang di jodohkan dan bukan kak Sella.
Kak Herry memang berbeda dengan kak Sella. Dia begitu menyayangi aku sebagai adik bungsunya, kak Herry pun sangat menyayangi kak Sella, walaupun tadi kak Herry tidak bisa membela kak Sella untuk tidak di jodohkan karena mendengar ancaman papah.
Dan kak Herry satu-satunya orang yang selalu mengerti aku. Aku selalu membagi cerita dengannya, entah itu tentang di sekolah ataupun tentang cita-citaku yang ingin menjadi wanita karir dan sukses, kak Herry begitu mendukung cita-citaku itu.
Sebagai kakak laki-laki kak Herry begitu baik dan penyayang, tidak pernah membanding-bandingkan antara aku dan kak Sella. Di matanya kami adalah adik kecil yang haru ia jaga.
POV author.
"Mamah, Sella nggak mau di jodohkan titik!!" Tegas Sella.
Sella dan Liana saat ini sedang berada di kamarnya Sella.
Sedari tadi Sella tidak bisa diam terus berjalan ke sana kemari sambil ngedumel tidak mau di jodohkan. Sementara Liana tengah duduk di sofa kamarnya Sella, merasa pusing dengan situasi ini. Memijat pelipisnya berharap pusing ini akan segera menghilang.
Liana pun tidak tau dan tidak mengerti. Mengapa tiba-tiba sekali suaminya ingin menjodohkan putri ke sayangannya dengan pria yang entahlah siapa pria itu.
Liana menghela nafas berat, lalu menatap Sella.
Bagaimana Sella akan menjalankan pernikahan itu? Sementara Sella saja sudah menolak mentah-mentah perjodohan itu. Kenapa juga suaminya begitu kekeuh ingin menjodohkan Sella. Aneh sekali menurut Liana.
Dan seharusnya Aydin membicarakan terlebih dahulu tentang perjodohan ini kepadanya. Liana sebagai istri merasa tidak di hargai. Aydin memutuskannya begitu saja tanpa memberi tahunya.
"Sella Nak, duduk sini kita cari solusinya."
Melihat Sella yang tidak bisa diam itu semakin membuat Liana tambah pusing.
Sella berhenti mondar mandi, lalu menatap mamahnya dengan raut wajah sedih. Dengan langkah gontai Sella mendekati sofa dan duduk di sebelah mamahnya.
"Solusi apa mah?" Tanya Sella terlihat frustasi.
Melihat Sella yang terlihat frustasi membuat Liana merasa khawatir. Takut kesehatan anaknya terganggu.
Liana pun merasa bersalah kepada anak bungsunya, seharusnya Liana tidak bicara seperti itu kepada Sisil. Setelah ini apa yang harus Liana lakukan agar Sisil tidak marah kepadanya?.
Liana menghela nafas berat.
"Mamah akan coba bujuk papah agar tidak menjodohkan kamu dengan pria itu." Liana terusan berusaha meyakinkan Sella bahwa dirinya pasti bisa membujuk Aydin.
Sella menghela nafas sambil menganggukan kepalanya lemah. Sella berharap penuh kepada mamahnya. Semoga Mamahnya bisa membujuk Papahnya agar tidak menjodohkannya dengan pria asing itu,yang entah rupanya seperti apa.
"Yasudah mah semoga mamah bisa membujuk papah!!"
Liana hanya mengangguk sambil mengelus pundak Sella.
"Yaudah kamu istirahat ya jangan di pikirkan
serahkan semuanya kepada mamah. Mamah yakin bisa membujuk Papah. Kamu berdoa semoga Papah akan berubah pikiran."
Sella hanya mengangguk. Awalnya Sella pikir Mamahnya mengetahui soal perjodohan ini dan setuju dengan perjodohan yang Papahnya buat. Namun ternyata mamahnya juga tidak mengetahui sola perjodohan ini dan tidak setuju.
Liana bangkit dari duduknya berjalan keluar dari kamar Sella.
Sebenarnya Liana pun tidak yakin. Apa dirinya bisa membujuk suaminya yang keras kepala itu?
Jika Aydin sudah berkata B maka tidak bisa di ganggu gugat lagi mereka harus tetap mengikuti ucapannya. Oleh karena itu Liana merasa ragu jika dirinya bisa membujuk Aydin.
Walaupun begitu Liana akan tetap membujuknya. Liana tidak mau Sella terus bersedih, tertekan dengan perjodohan itu.
......................
Malam harinya.
Sedari siang Sisil tidak keluar dari kamarnya.
Merasa benar-benar kesal dengan sikap Mamah dan Kakak perempuannya itu. Sungguh betapa tega mamahnya menyuruh dirinya untuk menggantikan Sella yang akan di jodohkan.
Sisil menghela nafas kasar, lalu bangkit dari rebahannya dan berjalan menuju meja belajar meraih benda pipih miliknya yang tergeletak di atas meja dan duduk di kursi belajar, mengotak Atik ponselnya itu.
Ting.
Satu pesan masuk kedalam benda pipih itu. Lantas Sisil langsung melihat pesan chat yang berada di aplikasi hijau.
FOUR BEAUTIFUL WOMEN.
(RIRIN)
[Ngumpul yuk guyss!! masih sore nih baru jam tujuh malam]
(KAILLA)
[Iya nih yok nongkrong di kafe orang tua gue aja!!!]
(VANIA)
[Oke gue sih ayo-ayo aja!!].
(RIRIN)
[@Sisil,mau ikut gak? Diam-diam aja lu mah]
(VANIA)
[Tau nih nyimak Mulu].
Sisil membuka salah satu grup chat yang merupakan grup dirinya dan juga teman-temannya dengan nama grup FOUR BEAUTIFUL WOMEN.
Terdapat nama-nama orang yang ada di sana yaitu. Ririn,Kailla dan Vania.
Mereka sudah berteman cukup lama, bisa di bilang sahabat.
Kini Sisil mengetik sesuatu untuk membalas chat dari teman-temannya.
[Oke gue ikut!]. Balas Sisil.
Setelah itu langsung bangkit dari duduknya.
Merasa bosan dan pengap di rumah terus lebih baik Sisil mencari udara segar di luar.
Sisil membuka lemari besarnya berniat untuk mengganti pakaian.
"Lebih baik cari angin di luar daripada di rumah ngomongin-nya perjodohan Mulu!!" Gumam Sisil sambil mencari-cari baju.
Setelah menemukan baju yang ingin ia pakai Sisil pun segera mengganti pakaiannya.
Beberapa menit kemudian kini Sisil sudah rapih.
Menggunakan baju kemeja putih polos lengan pendek dan celana jeans di atas lutut. Rambut sepinggangnya di urai indah,dengan makeup tipis natural namun terlihat sangat cantik.
Meraih tas yang tergantung dan memasukan handphonenya kedalam tas.
Setelah itu Sisil pun keluar dari kamarnya.
Berjalan santai menuruni anak tangga.
Setelah berada di lantai bawah di ruang tengah Sisil melihat Papah dan Mamahnya yang sedang duduk santai di sofa.
Sisil berjalan mendekati mereka dengan senyuman yang mengembang. Lalu menatap Mamah dan Papahnya yang sedang fokus melihat acara televisi.
"Emm, pah". Panggil Sisil dengan sedikit ragu.
Dengan serempak keduanya menoleh menatap Sisil yang berdiri tidak jauh dari sofa.
"Mau kemana Sil?" Tanya Liana terlihat heran melihat penampilan Sisil yang rapi.
Jika penampilan Sisil rapih seperti ini Liana sudah bisa menebak, pasti anak bungsunya akan pergi keluar. Sisil memang suka sekali keluar rumah di saat malam hari.
Sisil masih kesal dengan mamahnya. Memalingkan pandangannya dari Liana lalu menatap papahnya. Tidak berniat menanggapi mamahnya.
Berjalan mendekati sofa yang di duduki sang Papah.
"Pah, Sisil izin keluar sebentar mau ketemu sama teman-teman Sisil!!" Ucap Sisil meminta izin.
Liana menghela nafas berat ketika Sisil mengabaikannya. Pasti Sisil masih marah gara-gara kejadian siang tadi.
"Buat apa minta izin? Biasanya juga nggak minta izin!" Sahut Aydin sedikit ketus, memalingkan pandangannya kembali menatap layar televisi.
Sisil mengerucutkan bibirnya sedikit dengan jari-jemarinya yang saling bertaut.
Ya, Sisil memang selalu keluar malam, namun pulangnya tidak terlalu larut, jam sembilan malam Sisil sudah ada di rumah.
Jika di atas jam sembilan malam Sisil masih belum ada di rumah maka Papah ataupun kakak laki-lakinya akan memarahinya dobel.
Ya dobel. Memarahinya karena tidak meminta izin saat keluar dari rumah dan memarahinya karena pulang larut malam. Yang tepatnya menasehatinya namun Sisil berpikir jika mereka itu sedang memarahinya.
Sebenarnya Liana dan Aydin tidak membebaskan Sisil untuk pergi keluar malam-malam seperti itu. Tapi Sisil adalah gadis yang keras kepala sedikit nakal tidak pernah mendengar ucapan mereka, dan selalu membuat mereka kesusahan untuk mengaturnya.
"Hmm" Sisil bergeming dan duduk di sebelah papahnya.
Siap-siap untuk membujuk sang papah.
"Boleh ya pah?!! Sisil minta izin sebentar mau keluar kumpul bareng teman-teman. Ririn, Vania sama Kailla doang kok nggak ada yang lain!!"
Jelas Sisil sambil memegang tangan kekar Aydin menatap papahnya dengan raut wajah memohon agar di izinkan.
Aydin menghela nafas kasar. Walau pun di larang Sisil akan tetap ngotot untuk keluar rumah atau memaksanya agar di izinkan.
Ya memang. Kedua orangtua Sisil sudah mengenal satu persatu ketiga teman Sisil.
"Sil, tapi ini sudah malam nak" Ujar Liana sambil menatap Sisil berusaha memberi pengertian tidak baik anak gadis keluar malam-malam.
Sisil langsung melirik Liana dengan raut wajah yang berubah datar. "Sisil nggak minta izin sama mamah tapi sama papah" Sahut Sisil dengan nada dingin dan sedikit ketus.
Lagi-lagi Liana hanya bisa menghela nafas berat. Ternyata sebegitu marah Sisil kepadanya.
Aydin menatap anak dan ibu itu secara bergantian. Merasa ada yang aneh dari sikap Sisil kepada Liana,tidak bisanya Sisil bersikap seperti itu kepada mamahnya.
"Boleh ya pah?" Kembali Sisil memohon.
Aydin menghela nafas kasar.
"Yasudah" Setuju Aydin akhirnya.
Seketika Sisil langsung tersenyum lebar, akhirnya Papahnya mengizinkannya juga.
"Tapi jangan pulang larut malam. Papah mau tanya di mana kalian berkumpul?" Aydin menatap Sisil dengan tatapan seriusnya.
"Di kafe Kailla. Tenang aja cuman di situ kok" Jawab Sisil terdengar sangat bersemangat.
Aydin mengangguk. "Di antar sama mang Dimas jangan bawa mobil sendiri"
Dimas adalah supir pribadi keluarga Aydin.
Sisil mengangguk setuju. Terserah mau di antar atau tidak yang terpenting papahnya sudah mengijinkannya keluar rumah.
"Siapa pak boss!!" Sisil nampak begitu semangat.
Aydin hanya menggeleng pelan.
Terlihat Sella baru saja sampai di lantai satu dan matanya langsung tertuju kepada orangtuanya dan juga adiknya yang sedang asik berbicara. Terlihat dari raut wajahnya Sisil yang nampak senang.
"Yasudah Sisil berangkat dulu"
Sisil bangkit dari duduknya menatap sang papah dan menyodorkan kedua tangannya sambil senyum-senyum manja seperti anak kucing.
Ah, sebenarnya ini tujuan utama Sisil minta izin.
Aydin yang melihat itu seketika memutar matanya malas. Pantas saja minta izin tau-taunya ada udang di balik batu. Aydin paham apa yang di maksud Sisil.
Aydin merogok saku celana panjangnya dan mengeluarkan sebuah dompet hitam miliknya, lalu mengambil beberapa uang merah di sana langsung di berikan kepada Sisil.
Kembali Sisil tersenyum lebar matanya berbinar menatap uang merah di tangannya, setelah itu Sisil langsung masukan kedalam tasnya .
Meraih tangan Aydin laku di ciumnya dengan takzim.
"Sisil berangkat,bay papah ganteng!!"
Setelah mengatakan itu Sisil pun berjalan keluar dari rumah dengan girang, mengabaikan Liana.
Liana nampak bersedih dengan sikap Sisil. Tapi ini juga kesalannya.
Sella yang melihat itu seketika merasa kesal.
Menurut Sella, Papahnya tidak adil. Membebaskan adiknya begitu saja, sementara dirinya di tuntun untuk di jodohkan.
Menyebalkan memang. Pikir Sella.
Sella berjalan mendekati sofa lalu duduk di sofa tunggal, menatap mamah papahnya dengan wajah di tekuk.
'kayanya mamah belum bicara sama papah deh.' Batin Sella merasa Liana belum bicara soal perjodohan itu.
"Pah!!" Panggil Sella setelah beberapa saat hanya terdiam.
Aydin langsung menatap Sella datar.
"Papah nggak mau bicarakan Sola perjodohan itu
mau gimanapun kamu tetap akan papah jodohkan". Tegas Aydin dan kembali memalingkan pandangannya dari Sella, tidak memperdulikan perasaan Sella.
Seketika Sella menghela nafas kasar. Papahnya benar-benar keras kepala tidak memikirkan perasaannya.
Liana menatap Sella yang terlihat bersedih. Lalu menatap Aydin. Sebenarnya Liana ragu dan takut untuk protes tapi, melihat raut wajah Sella membuat Liana kasihan.
"Pah, me-menurut mamah batalkan saja perjodohan itu."
Mendengar ucapan Liana lantas Aydin langsung menatapnya tajam. Sementara Liana sudah menundukkan kepalanya takut.
Aura suaminya ini selalu menyeramkan jika sedang marah, tatapan tajamnya itu membuat siapapun terintimidasi.
"Apa hak kamu meminta aku membatalkan perjodohan itu? Aku dan Gibran sudah sepakat." Sudah jelas, Aydin tidak mau siapapun menghalangi rencananya itu.
Karena tidak mungkin Aydin membatalkan perjodohan begitu saja. Perjodohan yang sudah ia rencanakan bersama sahabatnya jauh-jauh hari.
"Tapi pah kenapa harus Sella?". Liana kembali menatap Aydin dengan tatapan tidak terima.
Berusaha membenarkan diri. Jika tidak seperti ini Sella akan tetap menjadi korban keegoisan suaminya. Ya walaupun sedari awal Liana tidak yakin bisa mencegah perjodohan itu.
Aydin mengerutkan keningnya mendengar perkataan Liana. Apa menurutnya Sisil lah yang pantas untuk di jodohkan? Benar-benar tidak masuk akal. Bahkan Sisil masih sanga kecil untuk menikah.
"Maksud kamu, aku harus menjodohkan Sisil dan buka Sella iya begitu, Liana?. Apa kamu lupa?bahkan Sisil masih 18 tahun. Mana hati nurani kamu dengan anak bungsu kita itu?. Ibu mcam apa kamu ini? Ingin mengorbankan anak gadis yang bahkan belum mengenal dunia luar dan belum tau apa-apa tentang pernikahan.
Sementara Sella sudah cukup umur untuk menikah."
Dengan rasa kesal Aydin mengatakan itu.
Benar-benar tidak habis pikir dengan Liana, secara tidak langsung istrinya itu berniat mengorbankan anak bungsunya demi anak keduanya.
mendengar ucapan Aydin Liana langsung menggeleng cepat. Bukan bermaksud ingin mengorbankan Sisil.
"Tidak pah bukan seperti itu. Maksud mamah, kenapa Sella harus menikah di Usinya yang baru 24 tahun. Sella masih ingin menjalani karirnya dan ingin menjalankan kuliah S2nya pah. Papah ngerti dong perasaan anak kita." Liana mulai jengkel dengan sikap Aydin yang hanya ingin di turuti tanpa ingin di tolak.
Aydin tidak menanggapi perkataan Liana, bangkit dari duduknya begitu saja lalu berjalan.
"Pah, Papah dengerin Mamah dong." Ucap Liana sambil menatap punggung Aydin.
Aydin berhenti berjalan.
"Keputusan papah sudah bulat akan menjodohkan Sella dan anaknya Gibran, ini juga demi kebaikan keluarga kita." Tegas Aydin dan setelah mengatakan itu Aydin pun kembali berjalan menaiki anak tangga, tanpa perduli dengan istrinya yang menyuruhnya untuk membatalkan perjodohan.
Sella menatap Liana dan berpindah duduk di sebelah mamahnya.
"Mah, gimana dong papah tetap ngotot."
Mata Sella kembali berkaca-kaca, nampak begitu khawatir.
Liana menghela nafas kasar. Dirinya juga tidak tau harus berbuat apa. Jika sudah seperti ini, suaminya itu benar-benar tidak bisa di bantah lagi.
"Sabar. Mamah pasti bisa meyakinkan papah".
Walaupun begitu Liana tetap menenangkan Sella, agar anaknya ini tidak terlalu memikirkannya dan bisa membuat kesehatan Sella down. Liana tidak mau sampai terjadi sesuatu kepada Sella.
......................
Sementara itu di sisi lain.
Sisil sudah berada di sebuah kafe bersama teman-temannya.
Mereka terlihat asyik mengobrol.
Sejenak Sisil melupakan masalah di rumahnya. Terus bercerita heboh dengan teman-temannya. Berkumpul seperti ini bisa membuat Sisil melupakan beban pikirannya.
"Heh guyss!! Gue nggak sabar pengen cepat ngampus nih!!" Ucap Kailla yang nampak begitu semangat akan menjalankan kuliah pertamanya yang akan dilaksanakan hari Senin nanti.
"Gue juga!!" Sahut Ririn tidak kalah semangatnya.
"Heh bukan kalian dong kita juga kan, ya gak
Van?!". Timpa Sisil. Vania mengangguk sambil tersenyum lebar.
Mereka semua akan melakukan kuliah di kampus yang sama dan jurusan yang sama. Katanya mereka tidak mau terpisahkan ingin selalu bersama dan akhirnya memutuskan untuk kuliah di tempat yang sama.
"Oh iya Sil, kapan kita buat konten lagi? Menelusuri tempat-tempat seram?"
Tanya Kailla sambil menatap Sisil dengan mulutnya yang mengunyah kentang goreng.
Kini ketiganya menatap Sisil.
Sisil terdiam mendengar pertanyaan Kailla. Wajahnya pun berubah sedikit memucat.
Lalu menggeleng cepat. "Gue nggak mau gue masih trauma."
"Trauma itu belum hilang ya?" Tanya Kailla seketika tidak enak hati sudah mengingatkan Sisil akan traumanya.
Bahkan mereka bisa menyadari raut wajah Sisil yang berubah. Ada ketakutan dan kesedihan di sana.
Sisil hanya mengangguk pela.
"Maafin gue sih nggak bermaksud mengingatkan pemicu trauma lu." Sesak kailla sambil mencekal tangan Sisil yang ada di atas meja.
Sisil mengangguk. "Iya Kai nggak masalah santai aja gue juga baik-baik aja kok." Sisil tersenyum berusaha terlihat baik-baik saja.
Sisil merasa takut dan gelisah jika kembali mengingat kejadian mengerikan itu, tapi saat ini Sisil berusaha menyembunyikannya agar Kailla tidak merasa bersalah.
"Gue juga pasti trauma sih kalau ada di posisi lu waktu itu." Timpa Vania lalu bergidik ngeri.
"Padahal pengikutnya banyak Sil, tapi yasudah daripada mengingatkan lu akan kejadian dua tahun yang lalu, lebih baik kita nggak lakuin konten itu lagi". Ririn yang berbicara.
....
Pukul 21:00
Sisil berdiri di depan kafe menunggu jemputan sementara teman-temannya sudah duluan pulang.
Sisil mengerutkan keningnya ketika dengan tidak sengaja melihat seseorang keluar dari toko kue yang bersebelahan dengan kafenya Kailla.
Dua orang itu berjalan bergandengan tangan terlihat sangat mesra dan Sisil mengenali keduanya.
"Yuda". Gumam Sisil.
Tangan Sisil mengepal rahangnya mengeras tatapannya berubah tajam.
Dengan matah Sisil berjalan mendekati orang yang Sisil panggil Yuda itu.
Giginya menggertak menahan amarahnya. Entah apa yang membuat Sisil marah.
"Yuda!!" Panggil Sisil.
Cowok yang bernama Yuda itu seketika berhenti berjalan, begitupun dengan cewek yang Yuda gandeng.
Yuda melihat ke sumber suara. Diman Sisil berjalan mendekatinya dengan wajah terlihat sangat marah.
Seketika netra Yuda membulat sempurna
begitupun dengan cewek yang bersama Yuda. Keduanya nampak terkejut dan wajahnya pun berubah pucat.
'Sisil.' Batin Yuda. Jantungnya sudah berdetak kencang, dengan segera Yuda melepaskan tautan tangan mereka.
"Kak Si-sisil Yuda." Ucap perempuan itu.
"Sisil". Ucap Yuda dengan wajah pucat, perempuan yang bersamanya pun tidak kalah pucat. Bahkan berusaha menyembunyikan wajahnya dari Sisil. Menundukan kepalanya dengan raut wajah cemas.
Kini Sisil berhenti di hadapan Yuda dan perempuan itu.
"Apa-apaan ini Yuda?" Tanya Sisil dengan nada dinginnya menatap Yuda tajam.
"A-aku bisa jelasin,Sil. Aku saya---."
"Kamu bilang tadi siang kamu sakit demam, tapi sekarang apa-apaan ini, kamu jalan sama cewek ini." Sisil memotong ucapan Yuda dan menatap cewek yang terlihat takut melihatnya. Cewek itu terus menunduk.
"Cih." Sisil berdecih sinis, menatap remeh gadis itu.
Dengan kasar Sisil meraih dagu gadis itu, lalu diangkatnya guna untuk memperlihatkan wajahnya yang terus menunduk. Gadis itu pun mendongak menatap Sisil.
Sisil terkejut saat melihat wajah perempuan itu.
"Alin." Nafasnya memburu, emosi Sisil seketika meluap, melepaskan cekalannya di dagu perempuan itu dengan kasar.
"Berengsk, kenapa harus Alin, Yuda". Teriak Sisil, Menatap Yuda dengan tatapan penuh amarah dan kekecewaan.
"Kak Sisil. A-aku bisa jelasin ini tidak seperti apa yang Kaka pikirkan." Ucap gadis itu dengan terbata-bata.
Seketika Sisil tersenyum sinis menatap Alin remeh.
"Nggak perlu di jelaskan Alin, sepupu macam apa Lu ini? Jalan dengan pacar sepupu Lu sendiri nggak tau diri banget. Cih disgusting."
Plak.
"Sisil."
Plak.
Sisil menyentuh pipinya yang tertoleh kesamping, terasa sangat perih dan panas. Satu tetes air mata lolos begitu saja dari mata bening gadis itu.
Yuda, cowok itu dengan teganya menampar wajah Sisil untuk membela Alin, bahkan sudut bibir Sisil sampai pecah berdarah.
Alin pun terlihat mengelus pipinya yang terasa perih akibat tamparan Sisil, namun tamparan itu tidak sekeras yang Yuda lakukan kepada Sisil.
'Da-darah.' Batin Sisil dengan mata berkaca-kaca jantungnya berdegup kencang, menatap ibu jarinya yang terdapat darah di sana.
Mengusap sudut bibirnya dengan tangan gemetar.
Dengan terburu-buru Sisil mengambil sesuatu dari dalam tasnya, mengeluarkan sebuah tisu dan langsung membersihkan darah yang berada di sudut bibirnya.
'Darah.'
Wajah Sisil nampak begitu pucat.
Terus membersihkan darah itu dengan terlihat panik dan takut. Walaupun begitu Sisil berusaha menyembunyikan rasa takutnya dari Alin dan Yuda.
Sementara Yuda tampak begitu terkejut dengan apa yang sudah ia lakukan kepada kekasihnya sendir, tangannya gemetar hebat. Menatap nanar telapak tangannya yang baru saja mendarat kasar di pipi mulus sang pacar.
Sungguh Yuda tidak bermaksud seperti itu.
Mata Sisil memanas menahan bulir bening yang akan kembali keluar lebih banyak lagi. Setelah darah itu bersih Sisil melemparkan tisu ke sembarang arah. Sudut bibirnya terasa perih.
Alin pun terkejut saat Yuda membelanya dan malah menampar balik Sisil. Sudut bibir Alin menyungging, seketika merasa senang karena Yuda membelanya.
"Sil, a-aku minta maaf aku---"
"Jangan sentuh gue Yuda."
Teriak Sisil sambil menunjuk wajah Yuda. Mundur satu langkah, menatap cowok itu dengan tatapan tajam penuh kekecewaan.
Baru kali ini Yuda berbuat kasar kepadanya dan sialnya, Yuda berbuat seperti itu karena membela selingkuhannya.
"Kita putus." Ucap Sisil dengan suara tercekat menahan tangis namun penuh ketegasan.
Yuda merupakan pacar Sisil, dengan teganya berselingkuh dengan Alin sepupu Sisil sendiri.
Mendengar ucapan Sisil seketika sudut bibir Alin kembali mengungkapkan senyumnya. Dalam hati Alin bersorak senang, akhirnya hubungan Sisil dan Yuda berakhir juga, dan ini lah yang Alin tunggu-tunggu selama berpacaran dengan Yuda.
Tidak merasa bersalah karena sudah merusak hubungan sepupunya sendiri.
Walaupun Sisil adalah pacar pertama Yuda dan mereka sudah lama menjalin hubungan dari kelas dua SMA. Tapi Yuda malah membelanya, gadis yang baru beberapa bulan ini ia pacari.
Yuda menggeleng cepat dan terlihat begitu panik mendengar ucapan Sisil.
Yuda tidak terima Sisil memutuskannya begitu saja, karena Yuda memang tidak mau putus dengan Sisil.
"Nggak Sil, aku nggak mau putus sama kamu. Aku----aku minta maaf soal itu Sil. Aku benar-benar minta Maaf, aku nggak sengaja aku khilaf."
Yuda berusaha meraih tangan Sisil, namun Sisil menghindarinya menepis kasar tangan Yuda.
Tidak sudi rasanya di sentuh oleh laki-laki pengkhianatan dan berani kasar kepadanya.
Pantang bagi Sisil memaafkan atau memilih bertahan dengan cowok seperti Yuda. Sudah berselingkuh main fisik pula.
Tidak ada di kampus Sisil harus mempertahankan cowok seperti itu.
Tanpa mengatakan apapun lagi Sisil berjalan meninggalkan dua sejoli itu dengan rasa kecewa yang luar biasa. Sungguh, Sisil tidak menyangka akhir hubungannya dengan Yuda seperti ini. Sisil kira Yuda mencintainya dengan tulus, tapi ternyata cowok itu begitu tega kepadanya.
"Sisil." Panggil Yuda panik sendiri.
Ingin berlari mengejar Sisil namun Alin menghalangi jalannya, membuat Yuda mengurungkan niatnya untuk mengejar Sisil.
Menatap Alin dengan tatapan tajam. Tidak suka Alin mencegahnya seperti ini.
Namun Alin nampak tidak perduli dengan tatapan tajam Yuda.
"Biarkan saja,bukannya kamu udah bosen sama kak Sisil?!!" Tanya Alin sambil menatap Yuda dengan lekat lalu tersenyum manis.
Alin yakin Yuda benar-benar mencintainya oleh karena itu cowok ini membelanya.
Yuda menghela nafas kasar mengalihkan pandangannya dari Alin. Rahangnya mengeras menahan amarah yang tiba-tiba muncul untuk Alin. Dan kembali menatap Alin.
"Lu pikir Gue mau ninggalin Sisil demi Lu Alin? Gara-gara lu Sisil putusin Gue" Bentak Yuda membuat Alin terkejut.
Alin menatap Yuda dengan wajah masih terkejut. Apa maksud Yuda? Mengapa bicara seperti itu?
"Ma-maksud Mak Yuda apa?" Seketika Alin jadi khawatir, apa Yuda tidak mencintainya?
Yuda menatap Alin dengan tatapan nyalang, mencengkram rahang Alin.
"Selama ini Gue pacaran sama lu itu karena Sisil terlalu sibuk jalan-jalan bersama keluarganya liburan kelulusan sekolahnya mengurus dan belajar untuk daftar kuliah. Sementara Lu itu hanya pelarian saja". Tekan Yuda sambil menghempaskan cekalannya dari rahang Alin.
Lalu berjalan cepat mengejar Sisil tanpa memperdulikan Alin. Tidak perduli dengan perasaan gadis itu, yang terpenting saat ini adalah hubungannya dengan Sisil.
Tidak mungkin Yuda meninggalkan Sisil hanya karena ingin bersama Alin. Kemana-mana tetap Sisil lah pemenangnya, Alin hanya sekedar pelarian saja. Sisil terlalu sibuk dan itu membuat Yuda bosan, tapi bukan berarti Yuda ingin mengakhiri hubungannya bersama Sisil.
Alin masih terpaku dengan perkataan Yuda, seketika tangannya terkepal kuat, terlihat jelas gadis itu marah dan kecewa.
Jadi ternyata Yuda tidak mencintainya tapi hanya menjadikannya pelarian saja di kala Sisil sibuk?
Dan selama dua bulan ini hanya dirinya saja lah yang jatuh cinta? Tapi tidak dengan Yuda?. Sungguh sakit sekali rasanya.
Alin tidak terima di perlakukan seperti itu. Yuda keterlaluan sekali.
Sementara itu Sisil terus berjalan di pinggir jalan dengan kecewa dan air matanya yang terus mengalir.
Sesekali Sisil mengusap wajahnya dengan kasar membersihkan air mata yang tidak kunjung berhenti juga.
Rasanya Sisil tidak Sudi menangisi cowok sepeti Yuda, tapi entah mengapa air matanya tidak mau berhenti.
Sesak sekali rasanya. Kenapa harus Alin? Mungkin jika bukan sepupunya Sisil tidak akan sesakit ini.
"Keterlaluan Yuda. Lu brengsek Yuda, hiks". Lirih Sisil. Kesal, emosi sedih dan kecewa semua menjadi satu.
"Sil, Sisil". Panggil Yuda sambil berjalan cepat menghampiri Sisil.
Sisil berhenti berjalan ketika mendengar Yuda memanggil namanya.
Langsung berbalik badan, terlihat di depan sana Yuda berjalan cepat mendekatinya, Sisil kira Yuda tidak mengikutinya.
"Yuda". Gram Sisil dan mengepalkan tangannya, berusaha menahan emosinya yang kembali meluap.
Menghela nafas kasar, tidak memperdulikan Yuda kembali ingin berjalan, namun tiba-tiba Yuda mencekal pergelangan tangannya.
"Sil, Sayang dengerin penjelasan aku dulu."
Yuda berdiri di hadapan Sisil dengan wajah cemasnya. Sungguh Yuda tidak mau putus dengan Sisil.
"Cek. Penjelasan apa lagi sih Yuda?" Sisil menghempaskan tangan Yuda dari tangannya.
Yuda tidak menghiraukan ucapan Sisil. Seketika
tatapannya beralih menatap sudut bibir Sisil yang terluka dan ada darah mengering di sana. Hati Yuda menclos, luka itu karena tangan sialannya.
Yuda mengulurkan tangannya menyentuh lembut wajah Sisil. Yuda begitu menyesal sudah menyakiti gadis yang sangat ia cintai, dan seketika merasa bodoh. Mengapa harus membela gadis yang tidak begitu ia cintai, tapi malah melukai gadis yang sangat ia cintai.
"Sayang luka." Lirih Yuda sambil sedikit mengelus sudut bibir Sisil membuat Sisil berdesir sakit.
Cek.
Sisil berdecak menyingkirkan tangan Yuda dari wajahnya. Tidak sudi di sentuh oleh cowok pengkhianatan ini.
Yuda menghela nafas berat. Mendapati penolakan dari Sisil membuat hatinya sakit.
"Pliss dengerin aku dulu sayang, kamu salah paham." Yuda terus menutupi kebohongannya dan berusaha meyakinkan Sisil jika gadisnya ini hanya salah paham.
Sisil senyum miring mendengar ucapan Yuda. Apa katanya? Salah paham? Cowok itu bilang hanya salah paham saja. Jelas-jelas Yuda membela gadis itu dan malah memukulnya.
Apa yang harus di jelaskan lagi? Sisil sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri. Yuda bergandengan tangan dengan mesra bersama gadis itu seolah-olah mereka adalah sepasang kekasih.
"Sisil aku---."
"CUKUP YUDA. Nggak perlu bohong untuk menutupi perselingkuhan kalian." Pekik Sisil dengan air matanya yang kembali luruh.
Wajah Yuda menegang, suaranya tercekat. Bagaimana jika Sisil tidak percaya dengannya dan memutuskan hubungan mereka?
Sisil menghela nafas berat menekan rasa sesak di dada. Menatap Yuda dengan berlinang air mata.
"Apa kamu tidak berpikir terlebih dahulu Yuda kenapa harus Alin? Dia sepupu aku dan kamu tau sendiri." Lanjut Sisil dengan suara yang gemetar.
Yuda mempermalukannya di depan Alin yang merupakan selingkuhannya. Mau di taruh dimana harga diri Sisil?
Yuda terdiam cemas berusaha menyusun kata-kata yang bisa membuat Sisil percaya kepadanya. Yuda tidak mau jika hubungan mereka berakhir begitu saja. Yuda benar-benar mencintai Sisil.
"Maafkan aku Sil. Aku tidak mencintai Alin, aku hanya memanfaatkanya selagi kamu sibuk."
Yuda tidak tau harus bicara seperti apa. Yuda memilih jujur dan berharap Sisil akan memaafkan kesalahannya.
Sisil menghela nafas. Sudah Sisil duga, Yuda dan Alin memiliki hubungan spesial.
Menatap Yuda dengan tatapan penuh kekecewaan. Apapun alasannya Sisil tidak bisa menoleransi kesalahan Yuda. Karena Sisil paling membenci yang namanya pengkhianatan.
Melihat tatapan Sisil seketika membuat hati Yuda sakit dan menyesal. Baru kali ini Yuda melihat tatapan penuh kebencian dan kekecewaan dari mata gadisnya itu.
Kenapa dirinya bodoh? Hanya karena ke sepian tidak ada yang bisa ia ajak jalan Yuda sampai mengkhianati Sisil. Yuda menggrutuki kebodohannya.
Raut wajah Sisil berubah datar, tatapannya dingin menatap Yuda.
"Berapa lama kalian pacaran?." Tanya Sisil.
"Aku__".
"Jawab Yuda." Sentak Sisil. Tidak mau mendengar alasan lagi dari mulut kekasihnya ini.
Yuda menekan ludahnya susah payah. Tangannya terkepal kuat menyalurkan rasa cemasnya.
"O-oke aku jawab."
Sebenarnya Yuda ragu apa dirinya harus jujur berapa lama menjalin hubungan dengan Alin. Yuda takut jika dirinya jujur Sisil akan semakin marah kepadanya.
Yuda terdiam cukup lama membuat Sisil jengkel di buatnya.
"Berapa lama kalian pacaran?" Kembali Sisil bertanya dengan suara tegasnya.
"D-Dua bulan, hanya dua bulan saja tidak lebih dari itu." Jawab Yuda kembali memilih jujur.
Sisil mendengar itu seketika tersenyum sinis menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sungguh tidak menyangka. Yuda cowok yang selama dua tahun ini menjadi pacarnya dengan mudahnya berucap. 'hanya dua bulan saja,tidak lebih'.
Walaupun hanya dua bulan bahkan satu hari pun jika yang namanya selingkuh tetap saja selingkuh. Dan Sisil paling tidak suka dengan yang namanya pengkhianatan. Karena Sisil membenci pengkhianatan.
"Dua bulan? Dan kamu bilang 'hanya.' Jadi selama dua bulan ini kamu khianati aku, Yuda? Tega kamu. Selama lebih dari dua tahun kita pacaran Yuda."
Sisil mengusap pipinya kasar membersihkan air mata di sana. Tidak Sudi rasanya menangisi cowok seperti Yuda.
"Maafin aku." Lirih Yuda dengan penuh sesal menundukan kepalanya bahkan Yuda pun terlihat ingin menangis.
Yuda tau dirinya salah dan Sisil paling tidak suka yang namanya pengkhianatan. Yuda khilaf.
Sisil menghela nafas berat, mengedarkan pandangannya berusaha menahan air mata yang akan kembali keluar.
"Keputusan aku sudah bulat. Aku mau kita putus." Tegas Sisil, sudah tidak mau mempertahankan hubungan mereka.
Yuda menggeleng cepat, menatap Sisil dengan tatapan sendu penuh penyesalan. Yuda bisa melihat Sisil sangat serius dengan ucapannya.
"Tidak Sil, hubungan kita sudah lama waktu yang kita lewati bersama, kamu mau lupain begitu saja?" Lirih Yuda. Rasanya Yuda tidak sanggup jika harus putus dari Sisil.
Cek.
Sisil berdecak. Merasa lucu dengan apa yang Yuda katakan. Seharusnya Yuda berfikir karena dirinya lah yang sudah menghancurkan hubungan mereka.
"Kamu sendiri yang menghancurkan hubungan ini."
Setelah mengatakan itu Sisil pun kembali berjalan meninggalkan Yuda.
"Sil, Sisil aku nggak mau putus." Teriak Yuda
namun Sisil terus berjalan tanpa memperdulikan Yuda.
Sudah tidak perduli dengan hubungan mereka. Karena Sisil telah memutuskan jika dirinya tidak mau lagi bersama Yuda. Pengkhianatan menurut Sisil tidak bisa di toleransi. Sekalinya berkhianat maka seterunya pasti akan seperti itu.
"Sil aku mohon sayang." Yuda berjalan mengikuti Sisil, berusaha meraih tangan Sisil yang terus di tepisnya.
"Sisil plis!" Mohon Yuda.
Yuda berhasil meraih tangan Sisil dan Sisil kembali berhenti,berusaha melepaskan cekalan tangan Yuda.
"Lepasin Yuda"
Yuda menggeleng tidak ingin melepaskan Sisil.
"Nggak Sisil, aku mohon, aku nggak mau putus sama kamu sayang maafin aku beri aku kesempatan satu kali lagi." Mohon Yuda dengan wajah memelas dan bahkan matanya sudah berkaca-kaca.
Rahang Sisil mengeras. Sisil tidak akan pernah luluh dengan wajah sedih cowok itu. Keputusannya sudah bulat.
"Nggak Yuda lepasin"
Sisil berhasil melepaskan cekalan Yuda, menatap Yuda tajam dan kembali berjalan cepat.
"Sil, Sisil" Tidak mau menyerah, Yuda pun kembali mengejar Sisil.
Karena panik ingin menghindari Yuda, Sisil pun menyebrang jalan tanpa melihat ke sekitar.
Yuda ingin mengikuti Sisil menyebrang jalan, namun di depan sana Yuda melihat ada sebuah mobil yang sedang melaju menuju Sisil, tapi Sisil tidak menyadari itu.
Mobil itu semakin mendekat membuat wajah Yuda pucat.
"Sisil awas" Teriak Yuda.
Sisil yang mendengar teriakan Yuda lantas menghentikan langkahnya dan melihat ke depan sana. Sisil langsung membulatkan matanya sempurna ketika melihat ada cahaya dari mobil yang menyorot ke arahnya.
"AAAKH."
"Sisil."
Wajah Yuda pucat pasit mematung di tempatnya dengan jantung berdetak kencang.
Sementara Sisil jatuh terduduk di aspal sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
Dan orang yang menyetir mobil pun nampak terkejut.
Melihat ke kaca depan mobilnya, terlihat ada seseorang yang tengah terduduk tepat di depan mobilnya.
Menghela nafas kasar. Jika saja dirinya terlambat satu detik saja, entah bagaimana nasib orang itu. Malam ini dirinya memang tidak fokus menyetir, pikirannya terbang entah kemana sampai tidak memperhatikan jalan.
Dengan kasar membuka seatbeltnya dan turun dari mobil.
Jantung Sisil berdetak kencang seperti mau loncat dari tempatnya saja.
Menurunkan tangannya yang menutup wajah, membuka matanya yang terpejam, lalu menatap ke depan. Hanya beberapa meter saja mobil itu berjarak dengan tubuhnya.
Melihat mobil yang begitu dekat dengannya. Sisil menelan Salivanya susah payah. Tidak terbayang bagaimana jika mobil itu menghantam tubuh mungilnya.
Sementara pemilik mobil itu menatap Sisil dengan tatapan dingin dan tajam dari balik kacamata bening yang ia pakai, lalu langsung melihat-lihat depan mobilnya.
Pria itu terdengar menghela nafas lega.
"Syukur lah tidak ada yang lecet". Gumamnya.
Sisil yang mendengar gumaman pria itu seketika menatapnya dengan tatapan terkejut.
Si pemilik mobil ini malah mengkhawatirkan mobil hitamnya di bandingkan dengan orang yang hampir saja ia tabrak? Sisil benar-benar tidak habis pikir di buatnya.
"Sisil." Dengan panik Yuda berjalan mendekati Sisil.
"Biar aku bantu ." Yuda ingin membantu Sisil berdiri mengulurkan tangannya namun Sisil langsung menepisnya.
"Gausah, gue bisa sendiri." Ketus Sisil dan berusaha berdiri.
Membersihkan baju dan celananya yang kotor.
Sementara Yuda menatap si pemilik mobil nyalang.
"Heh pak, kalau bawa mobil yang benar dong." Bentak Yuda marah. Tidak terima gadisnya hampir saja tertabrak.
Pria itu langsung menatap Yuda, lalu melepas kacamata bening yang sedari tadi bertengger di hidung mancungnya.
Sisil yang melihat itu membulatkan matanya dengan mulut sedikit menganga. Tercengang dengan apa yang ia lihat. Tampan,itulah yang membuat Sisil terkejut melihatnya.
Pria ini begitu tampan dan mempesona.
Hidungnya bangir, rahangnya juga terlihat yang tegas dan mata tajam di lengkapi dengan bulu alis tebal. Walaupun suasana gelap dan hanya diterangi cahaya dari lampu jalan dan cahaya bulan saja, tapi Sisil masih bisa melihat betapa tampannya pria itu.
Raut wajahnya yang datar dan tatapan yang tajam, itu di mata Sisil sangat lah terlihat cool.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!