NovelToon NovelToon

Guru Cantikku

Pertengkaran Orang Tua

"Apa-apaan ini, Rafa?!" pekik Adinata, menggema di ruang keluarga. Suara baritonnya, menggelegar bak petir di siang bolong.

Rafael yang sedang membolak-balikkan majalah otomotif, lantas mendongak. Tampak sang ayah sedang memegang sepucuk surat yang entah dari mana didapatkannya.

"Jawab, Papa! Apa yang telah kamu lakukan sehingga kamu mendapatkan surat keputusan skorsing selama satu bulan penuh?" teriak Adinata, masih setia mengacung-acungkan secarik kertas yang rupanya surat skorsing dari sekolah putranya.

Rafael hanya tersenyum kecut. "Sudah keluar toh, suratnya," ucapnya santai.

Sontak perkataan Rafael membuat kadar emosi Adinata meningkat drastis. Tangan kanannya pun melayang di udara. Namun, saat hendak mendarat di pipi mulus anaknya, sepasang tangan perempuan menahannya.

Perempuan itu bernama Rahayu, istri dari Adinata yang tak lain ibu kandungnya Rafael. Melihat suaminya hendak melayangkan sebuah pukulan kepada sang buah hati, dengan sigap kedua tangan Rahayu menangkap tangan suaminya.

"Jangan lakukan itu, Mas!" pekik Rahayu.

"Lepaskan tanganku, Ayu! Biar aku beri pelajaran anak tidak tahu diri itu. Apa kamu tahu apa yang telah dilakukannya, Ayu? Anak itu telah mencoreng nama baik kita. Nama baik keluarga besar kita!" teriak Adinata, geram.

"Ayu tahu, Mas. Apa yang Rafael lakukan memang telah membuat kita malu, tapi tolong jangan main kasar seperti ini, Mas. Kita bisa bicarakan hal ini dengan baik-baik. Kita bisa berikan nasihat kepadanya," ucap Rahayu.

"Baik-baik katamu, Ayu? Cih! Anak itu sudah tidak bisa diajak bicara baik-baik. Dia sudah keterlaluan. Bisanya hanya bikin malu keluarga saja!" dengus Adinata begitu kesal.

Adinata lantas menghempaskan tangannya cukup kuat, hingga tubuh Rahayu pun ikut terdorong ke depan dan terjerembab di atas kursi.

Menyaksikan hal tersebut, Rafael hanya bisa diam. Sedikit pun, dia tidak bersimpati kepada wanita yang usianya hampir mendekati kepala lima itu. Bagi Rafael, ibu ataupun ayahnya ... sama saja. Ego mereka hanya akan terluka jika menyangkut harga diri mereka. Akan tetapi, mereka tidak pernah peduli apa yang menjadi alasan Rafael melakukan semua tingkah buruknya di sekolah.

"Semua ini gara-gara kamu, Ayu! Kamu terlalu memanjakan dia hingga dia bertingkah seenaknya. Selalu saja menyalahi aturan dan mempermalukan keluarga. Begini, 'kan jadinya? Hanya bikin aib saja!" oceh Adinata yang mulai menyalahkan pola asuh sang istri.

Rahayu sontak berdiri. Sambil berkacak pinggang, dia menatap suaminya dengan tajam.

"Apa maksud kamu kalau semua ini salah aku? Ya mana aku tahu si Rafael akan berulah di sekolah seperti itu. Toh selama di rumah, aku tidak pernah melihat gelagat buruk anak itu," sanggah Rahayu.

Di rumah? Hei, hallo ...! Apa di rumah kita pernah saling bertemu? gerundel Rafael di dalam hatinya.

"Kamu tidak tahu karena kamu tidak pernah memperhatikan urusan sekolah Rafael. Rumah dan sekolah itu berbeda, Ayu!" teriak Adinata. "Kamu sama sekali tidak pernah mengikuti perkembangan sekolah anak kamu. Karena apa, hah? Karena kamu terlalu sibuk dengan urusan bisnis kamu, garmen kamu, dan butik-butik kamu yang enggak pernah jelas pemasukannya!"

Adinata semakin lantang menyalahkan sang istri. Menurutnya, tugas istri itu cukup berdiam diri di rumah saja. Mengurus anak, suami dan juga rumahnya. Namun, tugas istri itu tampaknya tidak menarik di mata istrinya. Karena itu, setelah melahirkan, Rahayu malah meminta kedua orang tuanya untuk memberikan modal membuat garmen.

"Sudahlah, Mas. Tidak perlu mengungkit masa lalu. Toh waktu itu juga kamu setuju aku mendirikan garmen. Satu hal yang harus kamu garis bawahi ... aku mendirikan usahaku dengan bantuan modal papa, bukan kamu!" tegas Rahayu.

"Aku tahu itu bukan uangku, tak perlu kamu ingatkan lagi. Tapi setidaknya, kamu luangkan sedikit waktu kamu untuk memperhatikan anak itu. Paham kamu!" balas Adinata tak kalah tegasnya.

Rahayu tidak terima suaminya terus memojokkan peran dia sebagai ibu. Dengan geram, dia pun membeberkan sikap Adinata yang menurutnya juga salah. Sebagai seorang ayah, seharusnya Adinata bisa menjadi contoh untuk putranya.

"Cukup, Mas!" seru Rahayu begitu keras. "Kamu tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pola asuh aku. Apa kamu tidak sadar kalau sebagai seorang ayah, kamu juga memiliki peran yang penting dalam mendidik anak. Aku tanya sama kamu, pernahkah kamu mengajarkan cara berjalan pada anakmu sendiri? Pernahkah kamu menemani dia bermain di sela-sela waktu istirahat kamu? Pernahkah kamu melerai dia saat dia bertengkar dengan anak tetangga? Pernahkah kamu menasihati dia, saat dia berbuat salah?" cecar Rahayu penuh emosi. "Enggak, Mas! Kamu sama sekali tidak pernah melakukan hal itu. Bahkan, di setiap malam saat dia ingin bercerita, kamu tidak pernah ada untuk mendengarkannya. Jadi enggak usah sok menasihati aku bagaimana cara menjadi ibu yang baik, kalau kamu sendiri pun, tidak pernah bisa menjadi ayah yang baik!"

Sepertinya, emosi Rahayu semakin membuncah. Dia seolah mendapatkan kesempatan untuk membalikkan fakta yang dia ketahui tentang pola didik seorang ayah yang sama sekali tidak pernah diberikan suaminya kepada putra semata wayang mereka.

Huft!

Rafael membuang napas dengan sangat kasar. Selalu saja seperti ini drama yang terjadi di keluarganya. Orang tua yang pada akhirnya saling menyalahkan atas apa yang dia perbuat. Padahal, bukan ini yang Rafael inginkan.

Jengah melihat pertengkaran kedua orang tuanya, Rafael lantas pergi. Panggilan sang ayah pun tidak dia hiraukan. Rafael hanya mengibaskan tangan kirinya tatkala sang ibu memanggi, sehingga tiba di pintu utama, percekcokan ayah ibunya pun masih terdengar jelas.

Rafael menyalakan mesin motornya. Sedetik kemudian, dia tancap gas dan keluar dari halaman rumah megah milik Adinata. Pengusaha properti terbesar di kota Tasikmalaya.

Kedua mata Rafael mulai berembun. Dadanya terasa sesak. Dia pun menambah kecepatan laju motor sportnya, menuju sebuah tempat yang bisa membuat hatinya sedikit tenang.

Ciiiit!

Di sebuah jalanan yang cukup sepi, tanpa sengaja Rafael melihat perkelahian sekelompok orang. Dia pun menghentikan kendaraannya.

Awalnya, Rafael berpikir jika perkelahian itu mungkin hanya sekadar tawuran antar dua geng motor yang lagi marak di kotanya. Namun, setelah diamati secara seksama. Rafael melihat kejanggalan dalam perkelahian itu.

"Sial!" ucapnya setelah melihat pengeroyokan beberapa pemuda terhadap seorang pemuda yang sudah kewalahan.

Merasa perkelahian itu tidak seimbang, Rafael men-standarkan motornya dan segera berlari menuju sekelompok orang-orang yang tengah mengeroyok seorang pemuda.

"Woy, berhenti kalian! Dasar para banci, beraninya main keroyokan saja! Maju sini kalau berani!" teriak Rafael, menantang tujuh orang pemuda yang sedang memukuli pemuda berusia sekitar 23 tahunan.

Mendengar teriakan seseorang, ketujuh pemuda itu pun sontak menoleh. Seorang di antaranya, mendecih tatkala melihat Rafael.

"Wah-wah-wah ... rupanya ada yang mau jadi pahlawan kesiangan, nih. Cih, menyebalkan!" ejeknya kepada Rafael.

"Halah, banyak bacot, lu! Maju kalau berani!" Tantang Rafael seraya memasang kuda-kuda.

"Seraaaaang!" teriak pemuda tadi yang sepertinya pimpinan gerombolan tersebut.

Tak ayal lagi, perkelahian pun tidak terelakkan. Tujuh lawan dua. Tidak sebanding memang. Namun, kemampuan bela diri Rafael yang bukan kaleng-kaleng, sanggup membuat ketujuh pemuda itu kewalahan. Bahkan empat di antaranya sudah jatuh terkapar, termasuk sang pemimpin.

Merasa tidak ada gunanya terus melawan, akhirnya ketiga pemuda yang masih memiliki sisa tenaga, lari pontang-panting karena tidak ingin mengalami nasib tragis seperti teman-temannya.

"Are you oke?"

Bergabung

Rafael mengulurkan tangan untuk membantu pemuda itu berdiri.

"Thanks!" ucap pemuda itu seraya menyeka sudut bibirnya yang berdarah.

"You're welcome," jawab Rafael, sambil membetulkan jaket kulitnya yang melorot akibat ditarik preman jalanan tadi.

"Yohanes. Nama gue Yohanes, tapi lu bisa panggil gue, Yo!" lanjut pemuda itu seraya mengulurkan tangannya.

Rafael menyambut uluran tangan pemuda yang bernama Yohanes itu. "Rafael, panggil saja, Rafa!" ucapnya.

Kedua pemuda itu berjabat tangan. Hingga beberapa detik kemudian, Yohanes mengambil helm yang tergeletak di aspal.

"Lu mau pergi ke mana?" tanya Yohanes.

"Enggak ada. Gue cuma jalan-jalan aja, sumpek di rumah," sahut Rafael, mencoba mengangkat motor milik Yohanes yang tergeletak di aspal.

"Makasih," ucap Yohanes, mengambil alih motornya dari tangan Rafael.

"Sama-sama," jawab Rafael, singkat.

Yohanes lantas men-stater motor tersebut. "Ah, syukurlah masih menyala," gumamnya.

Melihat kawan barunya sudah bisa menguasai motor lagi. Rafael pun pamit undur diri.

"Gue pikir, lu sudah bisa melanjutkan perjalanan lu lagi. Senang bisa berkenalan, gue jalan dulu," pamit Rafael.

"Tunggu!" cegah Yohanes.

Rafael yang hendak membalikkan badan, sontak mengurungkan niatnya. Dia hanya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket seraya menatap Yohanes. Keningnya berkerut, menunggu Yohanes melanjutkan kalimatnya.

"Kalo lu emang nggak punya tujuan, kenapa lu enggak ikut gue aja? Sekalian gue kenalin sama anak-anak," lanjut Yohanes.

"Anak-anak?" ulang Rafael. Sungguh, dia tidak mengerti arah pembicaraan kawan barunya.

"Ayo, ikut saja!"

Yohanes tidak memberikan kesempatan kepada Rafael untuk bertanya lagi. Dia malah tancap gas, dan mulai meninggalkan Rafael. Namun, sesaat sebelum motornya berlalu, Yohanes memberikan isyarat tangan agar Rafael mengikutinya.

"Sialan! Ngajak balapan dia," umpat Rafael seraya berlari menuju motor yang diparkirnya di tepi jalan.

Rafael langsung menyalakan mesin motornya. Sedetik kemudian, dia menarik gas supaya bisa menyusul motor milik Yohanes yang sudah melaju cukup jauh.

Deru suara motor milik Rafael dan Yohanes, saling bersahutan di jalanan yang cukup lengang. Salip-menyalip terjadi pada kendaraan yang dilajukan kedua pemuda itu. Ini membuktikan, jika keahlian mereka dalam balapan, bukanlah abal-abal.

Hingga tiba di ujung jalan yang buntu, Yohanes membelokkan motornya ke arah kanan. Rafael masih setia mengikuti. Meskipun sesekali, dia melihat ke kiri dan ke kanan saat melewati jalanan perkampungan yang cukup kumuh.

Yohanes menghentikan kendaraannya tepat di sebuah bangunan yang hanya berdinding bilik bambu. Namun, terdapat karya seni mural hampir di sekeliling bilik tersebut.

Rafael turut menghentikan kendaraannya. Dia mengedarkan pandangan, menelisik setiap inci dari rumah bilik bambu yang hanya berukuran sekitar 21 meter persegi.

Rafael berdecak kagum ketika melihat mural yang hampir memenuhi dinding berbahan dasar bambu tersebut. Namun, yang lebih menarik perhatian Rafael adalah ... sebuah lukisan elang berwarna hitam dan di bawahnya bertuliskan Dark Eagle.

"Dark Eagle?" gumam Rafael yang langsung terkejut ketika menyadari satu hal. Apa mungkin sekarang gue berada di markas Dark Eagle? batinnya.

"Masuklah!" titah Yohanes kepada Rafael. Gerakan kepalanya seakan memberikan Rafael isyarat untuk mengikutinya.

Rafael mencabut kunci motor. Pemuda itu pun lantas turun dari kendaraannya. Setelah melepaskan helm-nya, Rafael berjalan mengikuti Yohanes untuk memasuki rumah bilik bambu tersebut.

"Welcome to the Dark Eagle headquarters!" seru Yohanes seraya merentangkan kedua tangannya.

Rafael tidak mengerti. Untuk beberapa saat, dia hanya bisa mematung, hingga satu per satu, para pemuda sebaya dengannya, muncul dari berbagai arah.

Para pemuda itu terlihat heran melihat Rafael. Akan tetapi, salah satu di antara mereka, ada yang cukup panik ketika melihat kondisi Yohanes.

"Astaga, Bos! Apa yang terjadi sama lu? Kenapa muka lu bonyok-bonyok begitu?" tanyanya yang langsung menghampiri Yohanes.

"Tenanglah, Bro. Gue enggak apa-apa," sangkal Yohanes.

"Ish, enggak apa-apa gimana maksud lu? Ini," ucap pria itu seraya meraih dagu Yohanes dan menggerakkannya ke arah kiri dan kanan, "kenapa pelipis lu lebam-lebam begini? Astaga, kenapa juga sudut bibir lu pecah seperti ini? Siapa yang berani nyerang lu? Bilang sama gue!" imbuhnya geram.

"Wuss, calm down, Man! I'm fine. Trust me!" tegas Yohanes seraya menurunkan tangan sahabatnya.

"Huh, begini akibatnya kalau lu jalan sendirian, Bos. Babak belur, ‘kan?" umpat pemuda itu.

Yohanes tersenyum. Kedua tangannya lantas merangkul pundak pemuda berambut gondrong yang ternyata sahabatnya.

"Tenanglah, Bim. Gue baik-baik saja. Lu tahu kenapa gue bisa baik-baik saja?" tanya Yohanes seraya menaikturunkan kedua alisnya.

"Astaga, Yo! Lu pikir gue cenayang?" gerutunya kesal, "mana gue tahu kenapa lu bisa baik-baik saja," imbuhnya seraya melipat kedua tangannya di atas dada.

"Itu karena dia!"

Dagu Yohanes bergerak maju. Menunjukkan jika dia baik-baik saja akibat pertolongan dari pemuda yang sedang berdiri tak jauh dari pintu masuk markas Dark Eagle.

"Siapa, Dia?" tanya pemuda tersebut.

"Namanya Rafael. Orang yang sudah nolong gue dari keroyokan Joker," sahut Yohanes memperkenalkan teman barunya.

"Apa?!" pekik pemuda itu, "jadi lu dikeroyok geng motor Joker?" tanyanya.

"Sudahlah, Bim. Jangan diperbesar, yang penting gue sudah pulang dalam keadaan selamat. Benar, ‘kan, teman-teman!" teriak Yohanes meminta dukungan para pemuda yang tengah berkerumun di ruangan tersebut.

Namun, tak ada satu pun yang membalas perkataan Yohanes. Umumnya, sama seperti pemuda yang berada di sampingnya, para pemuda itu pun terlihat berdecak kesal dengan kecerobohan Yohanes.

Pemuda berambut gondrong yang sedari tadi berbicara dengan Yohanes, tiba-tiba menghampiri Rafael. Dia lantas mengulurkan tangannya.

"Gue, Bimbim. Thanks sudah menolong bos kami. Pimpinan Dark Eagle," ucapnya memperkenalkan diri.

"Rafael," ucap Rafael. "Sama-sama, gue hanya kebetulan lewat saja," imbuhnya.

Rafael kembali menatap Yohanes. Dia bahkan tidak sadar jika orang yang telah ditolongnya merupakan ketua geng Dark Eagle. Sebuah geng motor yang cukup disegani, atau lebih tepatnya ditakuti warga Tasikmalaya.

Menurut cerita yang pernah dia dengar, ketua geng motor Dark Eagle merupakan seorang anak jalanan. Akan tetapi, kekuatan fisik yang dimiliki serta keberaniannya dalam melawan preman jalanan, membuat ia disegani oleh para anak jalanan. Rasa segan itulah yang akhirnya menggagasi para anak jalanan untuk membentuk sebuah geng motor, dan mengangkat Yohanes sebagai ketuanya.

🔥🔥🔥

Tiga hari telah berlalu. Dalam waktu tiga hari itu, Rafael melihat jelas aktivitas geng motor Dark Eagle. Tak ubahnya seperti film Robin Hood, para anak buah Yohanes yang terdiri dari anak-anak jalanan korban broken home, melakukan kejahatannya hanya untuk memberi. Umumnya, mereka melakukan pencurian, yang korbannya rata-rata orang berduit, tapi pelit.

Hasil pencurian itu pun, mereka salurkan kepada anak-anak jalanan yang berada di bawah kolong jembatan, di emperan toko, atau di tempat kumuh lainnya yang berada di wilayah sekitar. Bahkan, sebagian mereka sisihkan untuk membangun rumah singgah bagi para anak jalanan yang jumlahnya semakin membludak. Rafael dibuat terkagum-kagum dengan ulah anggota Dark Eagle.

"Jadi, gimana Rafa? Apa kamu bersedia bergabung bersama kami?" tanya Yohanes.

"Why not?"

Tawuran

Melihat visi dan misi dari geng motor yang selama tiga hari ini menampung dirinya, akhirnya Rafael menerima penawaran Yohanes untuk bergabung bersama mereka. Menurut Rafael, tidak ada salahnya dia menjadi bagian dari Dark Eagle. Toh apa yang dilakukan Dark Eagle pun, semata-mata demi kemanusiaan. Meskipun caranya salah, tapi ada puluhan rumah di kawasan kumuh ini yang biaya hidupnya terselamatkan atas bantuan Dark Eagle.

Kedua pemuda itu berjabat tangan. Diiringi riuhnya tepuk tangan dari anggota Dark Eagle yang lainnya.

"Wah, wajib diadain syukuran, nih!" celetuk salah satu anggota Dark Eagle.

"Tenang saja sodarah-sodarah. Minggu depan, setelah misi kita selesai. Kita akan mengadakan syukuran untuk menyambut anggota baru Dark Eagle. Rafael Dinata!" seru Bimbim yang kembali disambut meriah oleh tepuk tangan dan siulan anggota Dark Eagle.

"Memangnya, misi apa yang akan kita lakukan minggu depan?" bisik Rafael kepada atasannya.

"Seorang pengusaha kontraktor menyewa kita untuk mengosongkan sebuah perkampungan di wilayah Cidugaleun," sahut Yohanes.

"Oh." Hanya kata singkat itu yang keluar dari bibir Rafael. Sejurus kemudian, Rafael beranjak dari tempat duduknya.

"Mau ke mana, lu?" tanya Yohanes.

"Cari angin," jawab Rafael.

🔥🔥🔥

Di sebuah taman kota. Seorang gadis cantik yang mengenakan seragam putih abu, tampak duduk termenung sembari menopang dagu dengan tangan kanannya. Menatap aktivitas anak-anak kecil yang sedang bermain di taman, menjadi sebuah hobi baru selama tiga hari ke belakang ini. Sejak kekasih hatinya di-skorsing, Asyifa merasa kesepian dan hampa. Terlebih lagi saat mengetahui jika selama tiga hari itu pula lah, Rafael tidak pernah pulang ke rumahnya.

"Di mana kamu, Fa? Kenapa kamu tidak pernah menghubungi aku?" gumam Asyifa yang langsung melirik ponsel di sampingnya

Benda pipih itu sengaja dia simpan di atas bangku. Tepat bersebelahan dengannya. Berharap akan berdering pertanda ada yang menghubungi. Namun, nyatanya tidak sama sekali.

Asyifa mengalihkan pandangannya ke arah jalan raya. Sekelebat, dia melihat pemuda yang postur tubuhnya mirip dengan sang kekasih. Pemuda itu baru saja keluar dari sebuah minimarket yang berseberangan dengan taman kota. Sontak Asyifa berdiri dan menghambur ke arah minimarket.

"Rafa!" teriak Asyifa ketika melihat pemuda itu sudah menaiki motornya.

Benar saja, Rafael menoleh saat mendengar seseorang memanggilnya. "Syifa?" gumam Rafael.

Tak ingin berurusan dengan wanita yang selalu mengoceh jika dia tak memberinya kabar, Rafael pun menyalakan mesin motornya. Dia menarik gas, dan memacu kecepatan kendaraannya di atas rata-rata.

"Rafa, tunggu! Rafa!"

Samar-samar, Rafael masih mendengar Asyifa berteriak-teriak memanggil namanya. Namun, pemuda itu tidak menghiraukannya. Bagi Rafael, bisa kacau urusannya jika Asyifa sampai mengetahui keberadaannya. Dia bisa saja melaporkan keberadaan Rafael kepada orang tuanya.

"Maafkan aku, Syifa. Saat ini, menghindari kamu adalah jalan terbaik untukku," gumam Rafael.

🔥🔥🔥

Minggu pagi. Semua anggota geng motor Dark Eagle tengah bersiap untuk misinya. Tidak ketinggalan dengan Rafael. Misi ini, adalah misi yang pertama untuknya. Dia pun harus bisa membuktikan jika dia mampu dan pantas untuk menjadi seorang anggota geng motor.

"Sudah siap semuanya?!" teriak Yohanes.

"Siap, Bos!" jawab lantang para anggota Dark Eagle.

Yohanes sang pemimpin, mulai menyalakan mesin motornya. Tak lama kemudian, para anggota Dark Eagle pun melakukan hal yang sama, hingga bunyi suara motor yang meraung-raung, terdengar menggema di depan rumah bilik bambu.

"Berangkat!" teriak Yohanes seraya mengangkat tangan kirinya. Sepersekian detik kemudian, puluhan kendaraan beroda dua itu pun, melesat bagaikan kilat.

Gemuruh suara knalpot dari puluhan kendaraan milik Dark Eagle, membuat para pengendara motor dan mobil menyingkir seketika. Umumnya, mereka tidak pernah ingin berurusan dengan geng motor yang terkenal sadis itu. Berurusan dengan Dark Eagle, sama saja dengan menghantarkan nyawanya secara cuma-cuma.

Satu jam berkendaraan, mereka tiba di sebuah perkampungan padat penduduk. Rencananya, perkampungan ini hendak dijadikan sebuah perumahan oleh salah seorang pengusaha properti terkenal di kota Tasikmalaya. Sayangnya, kontraktor kesulitan untuk bernegosiasi dengan para warga. Akhirnya, pihak kontraktor mengambil jalan pintas dengan menyewa Dark Eagle untuk menakut-nakuti warga.

Tak membutuhkan waktu lama bagi para anggota geng motor itu untuk mengobrak-ngabrik desa Cidugaleun. Hingga dalam waktu setengah jam, para warga lari kocar-kacir dengan membawa barang berharga yang mampu mereka bawa saat itu.

Setelah tugas selesai, Yohanes menemui sang kontraktor di kantornya. Satu koper uang, ia dapatkan dari kontraktor tersebut. Yohanes pun undur diri karena kontrak kerjanya telah selesai.

Para anggota Dark Eagle kembali menguasai jalanan. Euforia kemenangan, dia curahkan lewat bunyi knalpot yang meraung-raung. Tanpa mereka sadari, sekelompok motor sport lainnya, mengikuti mereka dari belakang.

Tiba di jalanan yang cukup sepi, rombongan motor yang mengikuti mulai menyalip dari arah kiri dan kanan. Tiba-tiba....

Brak!

Seorang penyalip menendang kuat motor yang dikendarai Bimbim. Tak ayal lagi, motor sport berwarna hitam itu pun oleng dan jatuh. Kecepatan yang tinggi, membuat Bimbim terseret motornya untuk beberapa meter. Baru setelah menabrak motor yang berada di depannya, motor Bimbim berhenti. Tabrakan beruntun pun terjadi.

Yohanes geram. Terlebih lagi ketika dia melihat para si penyalip menghentikan kendaraannya tak jauh dari rombongan Dark Eagle. Yohanes mengangkat tangan kirinya, sebagai isyarat agar semua anggota Dark Eagle menghentikan kendaraannya.

"Bangat!" teriak Yohanes kepada orang yang tengah menghadangnya, "berani lu halangi jalan kami, hah!" imbuhnya, geram.

Namun pria itu hanya menyeringai mendengar teriakan Yohanes. Sesaat, dia turun dari motornya sembari membuka helm.

"Orang itu?!" gumam Rafael.

"Jhon?" Bimbim ikut bergumam seraya menahan nyeri di sikutnya.

"Seraaaang!" teriak pria yang dipanggil Jhon oleh Bimbim.

Kedua kelompok turun dari kendaraannya masing-masing. Tawuran antar geng pun tidak terelakkan lagi. Bunyi benda tajam terdengar nyaring saling beradu. Parang, belati, cerulit dan sabuk bergerigi tajam, saling bersahutan satu sama lain, hingga tak lama kemudian.

"Aaargh!"

Pekikan keras nan panjang, melengking di udara. Bimbim dan Rafael yang mengenal jelas suara lengkingan tersebut, sontak menoleh.

"Bos!"

"Yo!"

Keduanya lantas berlari menghampiri Yohanes yang mulai ambruk ke aspal. Darah mengalir melalui celah-celah tangan Yohanes yang sedang memegang perutnya.

Geng motor Joker terlihat kegirangan. Mereka sedikit lengah karena menganggap anggota Dark Eagle akan terkesiap melihat ketuanya jatuh bersimbah darah. Namun, nyatanya hal itu tidak berlaku bagi Rafael. Dengan brutal, dia lantas menyerang orang yang telah melukai sahabatnya.

"Mati lu, brengsek!" teriak Rafael, menerjang sambil melayangkan sebuah tendangan maut.

Bugh!

Tendangan yang tepat mengenai dada, membuat Jhon terjungkal. Sesaat, dia memegang dadanya. Tak lama berselang, pria itu mengalami muntah darah begitu hebat.

Melihat ketuanya terkapar, pasukan geng motor Joker mulai kehilangan konsentrasi. Situasi ini pun tidak disia-siakan oleh anak buah Yohanes. Pukulan dan tendangan bertubi-tubi, mereka layangkan kepada anak buah Joker, hingga kewalahan.

Sebagian anggota geng Joker lari kocar-kacir, sebagian lagi ada yang menjadi tawanan Dark Eagle. Bimbim lantas memerintahkan anak buah Dark Eagle untuk membawa tahanan itu ke markasnya.

Tawuran telah berhenti. Rafael menghubungi ambulans untuk membawa sahabatnya ke rumah sakit.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!