NovelToon NovelToon

JADI SUAMI PENGGANTI

JSP 1. Sambungan Telepon Sahabat Lama

..."Bor Lo dimana? Lo dateng ke rumah gue sekarang! GPL, cepetan! Darurat sipil!!!"...

Mendapatkan panggilan telepon dari Rury seketika jantungku berdegup kencang.

Ngapain si Rury nelpon gue pagi-pagi begini? Njirrr, sekian bulan dia udah 'buang' gue dari circle persahabatan cuma gegara bokap gue jadi tahanan pemerintah akibat kasus pencucian uang di kantor tempatnya kerja. Ujug-ujug ni orang nelpon gue pake gaya militer. Darurat sipil segala seolah gue masih jadi kacungnya! Bangk+e emang ni orang! Apaan sih maunya?!?

Tapi kalau Aku tidak mengikuti arahannya, koq di hati kayak ada yang ganjal. Hhh... entah lah.

Setelah bertarung batin sendiri, Akhirnya Aku meluncur juga ke rumah besar pengusaha Hartono Abdi, pengusaha sukses yang memiliki sepasang anak kembar bernama Rury dan Ruby.

Rury 26 tahun, titel sarjana ekonomi. Ruby, kembaran Rury yang perempuan hanya beda 10 menit lahir setelah Rury. Rury juga sarjana, tapi dibidang manajemen bisnis.

Keduanya adalah anak pengusaha kaya raya yang bergerak di bidang batubara dan toserba waralaba terkenal di wilayah kami tinggal.

Sementara Aku, siapa Aku? Hm... Haruskah ku spill di awal 'siapa aku'? Kayaknya, biarlah jadi rahasia pribadi dulu meskipun rahasia itu sudah jadi rahasia umum. Sebagian orang tahu siapa aku. Identitasku.

Meskipun kurahasiakan, toh tetap bangkai itu akan terus tercium aroma kebusukannya yang akhirnya menyebar, menebarkan bau tak sedap hingga sebagian orang itu pergi menjauh satu persatu tak kuat dengan harumnya.

...🫒🫒🫒🫒🫒...

Lamborghini merah metalik terparkir di halaman rumah mewah tuan Hartono Abdi. Pertanda sang pemiliknya juga sedang berada di dalam, belum berangkat ke kantornya.

Ferrari putih milik si Rury juga masih stay di garasi. Artinya anak itu benar-benar ada juga di dalam rumah.

Dua mobil mahal lainnya juga ada di garasi. Sepertinya kepunyaan Madam Inara, seorang owner butik pakaian perempuan paling populer saat ini. Dia adalah Mamanya si Rury Ruby.

Satunya kutebak mobil milik Ruby. Gadis manis yang memang sangat indah bak perhiasan Ruby.

Dia adalah, cinta pertamaku dahulu.

Ting tong

Bel rumah yang kutekan membuat Lalita salah satu asisten rumah tangga keluarga itu membukakan pintu untukku.

"Mas Angga, silahkan masuk. Sudah ditunggu di lantai tiga. Silahkan."

Tentu saja aku tertegun.

Aku? Ditunggu? Di lantai tiga? Aneh!

Rumah mereka berlantai empat. Dan lantai tiga adalah lantai paling pribadi bagi keluarga mereka. Tak banyak orang yang bisa menginjakkan kakinya di lantai itu. Kecuali orang-orang yang dianggap sangat penting oleh keluarga itu.

Rumah megah dan luas. Tentu saja ada liftnya juga seperti di hotel bintang lima.

Aku mengekor Lalita tanpa basa-basi lagi.

Hanya degup jantung yang tak menentu mengiringi langkahku yang agak kikuk.

Sudah empat bulan lebih, Aku tidak berkunjung ke rumah ini.

Tiba-tiba disuruh datang dan langsung disuruh naik ke lantai tiga, lantai paling misterius hanya untuk anggota keluarga.

Mataku tertegun, kontak langsung dengan mata Ruby yang terlihat resah gelisah dengan sedikit uraian air mata.

Ada apa ini?

"Duduklah, Angga Saputra. Itu namamu kan?"

Aku mengangguk.

Meskipun bersahabat sejak masih SD dengan Rury dan sering keluar masuk rumah ini sedari kecil, tapi baru kali ini aku berinteraksi langsung dengan Pak Hartono. Karena biasanya Ia jarang sekali berada di rumah. Pengusaha super duper sibuk.

Sebelas dua belas dengan Madam Inara, istrinya.

Rury tidak menoticeku. Dia hanya duduk dengan wajah tertunduk lesu.

Kami berlima, duduk di sofa dengan posisi mengitari meja.

Semua diam, suasana tegang mencekam.

"Nikahi Ruby, besok. Kami akan membayarmu berapapun yang kamu mau asalkan bersedia menjadi suami pengganti di pelaminan besok!"

Kerongkonganku tersekat seperti kering.

Ucapan pak Handoko seketika membuatku melongo persis orang bego.

Menikahi Ruby? Besok? Jadi suami pengganti? Dibayar pula? Hahh???

BERSAMBUNG

JSP 2. Aku Dan Awal Pertemanan Dengan Rury Ruby

Sembilan Tahun Lalu,

Keributan rumah tangga itu tidak bisa dielakkan lagi.

Terjawab sudah mengapa selama ini Diana yang katanya bersuami tapi seperti seorang janda satu anak karena hanya tinggal berdua saja dengan anak laki-laki satu-satunya.

Ya. Benar.

Diana adalah nama ibuku. Dan anak laki-laki satu-satunya itu adalah Aku.

Perkenalkan. Namaku ialah Angga Saputra. Kini usia 26 tahun tiga bulan yang lalu.

Sudah cukup dewasa dan matang secara umur serta penampilan.

Sedari kecil terbiasa hidup hanya berdua dengan perempuan cantik sederhana bernama Diana yang hanya seorang karyawan pabrik tekstil di kota B.

Mamaku, dialah satu-satunya pelindungku. Setelah Allah Ta'ala tentunya, Sang Pencipta diri ini lengkap dengan segala identitas dan jati diri.

Hm.

Papaku, kami hanya bertemu setahun dua atau tiga kali saja. Kata Mama, Papa bekerja di pelayaran sebagai ABK di kapal ikan Taiwan. Kata Mama. Ini kata mamaku lho ya!?!

Itu juga yang selalu jadi jawaban Mama setiap kali aku komplein kenapa begitu sulit menghubungi Papa. Terkendala jarak dan waktu. Terutama signal yang sudah karena Papa ada di tengah lautan. Itu selalu setting jawaban Mama.

Seiring waktu usiaku kian bertumbuh, aku sudah mulai jarang mengeluarkan emosi labilku pada Mama ketika teman-teman sepermainan mempertanyakan keberadaan Papaku.

Percuma. Jawaban Mama pasti selalu itu.

Dan pada akhirnya aku terbiasa diolok-olok teman karena seperti anak yatim yang tak ber-Ayah.

It's Okay. Ora nopo-nopo. Toh aku semakin hari semakin terbiasa. Seperti anak yatim yang memang tak punya Papa.

Kehidupan kami terbilang standar.

Mama tetap bekerja mencari nafkah untuk hidup kami.

Sempat aku bertanya, untuk apa Mama kerja. Toh ada Papa yang seorang ABK yang bekerja di luar negeri. Taiwan, otomatis gajinya jauh lebih besar dari UMR karyawan Indonesia terutama pabrik seperti Mama. Ada gaji Papa yang pastinya tiap bulan rutin di kirim dari Taiwan. Jadi untuk apa Mama bekerja juga. Itu pertanyaanku pada Ibu Diana, Mamaku.

Hm. Hhh...

Mau tahu jawabnya apa?

Mama jawab, dia bekerja hanya untuk mengisi kekosongan waktu. Artinya, dia gabut sampai akhirnya memutuskan kerja, guys.

Gokil kan Mamaku itu?!

Dia tidak sadar, kalau aku ini anak manusia yang juga butuh perhatian darinya.

Bukan hanya sekedar dibrojolin saja.

Bangun tidur, Mama sudah tidak ada di kamarnya. Sudah pergi berangkat kerja setiap pukul lima pagi karena tempat kerjanya yang lumayan jauh sekali. Dan harus berjibaku setelah Subuh agar tidak ketinggalan bis jemputan.

Itu berlangsung setiap hari kecuali hari Minggu.

Di hari Minggu, dia tidur seperti kebo dan bangun pukul sebelas siang. Katanya untuk membayar jatah tidurnya yang selama enam hari terampas oleh waktu kerja.

Kalau merasa terampas, kenapa dia tidak memilih untuk resign alias berhenti kerja? Dasar memang. Tak masuk akal.

Dan untuk apa pula dia bekerja keras membanting tulang hanya untuk mengisi kekosongan waktunya yang tidak ingin terbuang sia-sia.

Hm.

Tapi ada satu kebaikan Mama yang masih bisa kusyukuri dibanyaknya sifat Mama yang menjengkelkan. Yakni, Mama benar-benar mensupport apapun itu keinginanku.

Karate, basket sampai masuk club sepak bola di jaman SD SMP menjadi kegiatan rutinku sebagai pelajaran tambahan di luar jam sekolah.

Circle pergaulanku terbantu karena kegiatan olahraga yang manly itu sampai bertemu si Rury di club-club olahraga tersebut.

Dan Aku adalah partner sparing nya di setiap kesempatan pertemuan.

Itulah awal mula aku berteman dengan Rury. Kami memang berbeda kasta. Berbeda sekolah dan juga lingkungan pergaulan.

Dulu Rury adalah teman yang baik. Dia berjiwa ksatria karena berteman tanpa memandang kasta.

Baginya, Aku adalah teman yang nyaman untuk diajak hangout serta berbagi cerita.

Kelas 5 SD, pertama kalinya aku diajak sowan ke rumah besarnya yang utama di daerah pusat. Karena dia bilang punya tiga rumah besar yang ada di pusat, selatan dan timur.

Setiap minggu Rury dan keluarganya berpindah tinggal dari satu rumah ke rumah yang lainnya.

"Ribet amat ya hidup Lo! Meskipun orang kaya, kenapa juga kudu bolak-balik rumah sana rumah sini kayak orang buronan penagih utang!" ledekku kala itu. Dan Rury tertawa terbahak-bahak sementara adik kembarnya Ruby yang turun dari lantai atas dengan pintu lift yang baru terbuka sambil menimpali ucapanku dengan kalimat "Dasar norak!"

Seketika aku beneran norak.

Mulutku menganga. Menatap aneh pintu lift yang terbuka dan Ruby berdiri di depannya sambil berkacak pinggang.

Ya Tuhan! Ada ya cewek gemoy cantik begini mirip manekin di pasar malam? Mulus benerrr kulitnya! Asli glowing, putih susu mengkilap sekujur tubuh juga wajahnya! Ini kalo ada lalat nemplok di atas kulitnya, pasti bakalan kepeleset ini!

Begitulah awal pertemuanku dengan Ruby, adik kembarnya Rury.

Meskipun Ruby terlihat tidak suka padaku sejak diawal ketemu, tapi aku tak peduli. Dia tetap bagaikan Dewi Kwan In yang cantik jelita dalam versi juteknya.

Dia, cinta pertamaku di usia 11 tahun.

Aku yang dableg, tak pedulikan mulut pedasnya yang bagaikan bon cabe level pedas tertinggi.

Ruby tetap gadis tercantik di mataku kala itu. Bahkan sampai usia 17 tahunku, hanya ada Ruby di hatiku.

Kami memang seumuran. Hanya beda empat bulan dan aku lebih tua darinya juga Rury.

Hingga suatu ketika, tepatnya ketika usiaku 17 tahun dan Mama membuatkan surprise party untukku yang pertama dan terakhir kali.

Mama mengundang sahabat-sahabatku termasuk si kembar Rury dan Ruby. Rury benar teman akrabku, tapi Ruby bukan.

Namun ternyata gadis cantik yang waktu SD dulu gemoy itu ternyata mau hadir juga di rumah sederhana yang aku dan Mama tinggali.

Juga seseorang yang selama ini kurindukan sosoknya. Dia adalah Papaku sendiri.

Malam itu pukul tujuh, benar-benar hadir di acara ulang tahun ku yang ke-tujuh belas tahun.

Sungguh surprise party yang tak kan pernah kulupakan seumur hidup sampai detik ini.

Acara peniupan lilin yang seharusnya mengharu biru dengan make a wish sebagai awalan pesta ternyata tak terwujud.

Seorang perempuan paruh baya dengan dandanan menor ala-ala istri pejabat datang mencak-mencak. Bahkan berakhir dengan keonaran yang membuat mukaku bak diteplok kotoran sapi.

Dia menuding Mamaku main dukun menjadi simpanan sampai bisa menyembunyikan identitasnya sebagai istri sirinya selama tujuh belas tahun.

Njirrr!!!

Mengingat semua kenangan super buruk itu mataku memerah.

Ternyata selama ini Mamaku telah menjadi seorang pendusta besar bahkan padaku, anak kandungnya sendiri.

Mamaku adalah simpanan pria beristri.

Tujuh belas tahun menikah dengan pria bernama Yoseph Indrawan, hanya menjadi istri siri yang disembunyikan keberadaannya.

Dan Papaku, Yoseph Indrawan ternyata aslinya bukanlah seorang pelaut seperti yang Mamaku bilang selama ini. Melainkan seorang PNS eselon III.

Bangk+e! Nenek moyang gue bukan pelaut, coy!

Shiiiiit! Bodohnya Mama. Jadi istri simpanan tapi hidupnya tak bergelimang harta. Untuk apa? Dasar bego!

Bahkan tempat tinggalnya pun bukan rumah hadiah pemberian Papa, tapi rumah warisan dari orangtuanya yang juga kebetulan hanya memiliki anak semata wayang.

Hm.

"Angga! Bagaimana? Apa kamu siap untuk menikahi Ruby besok pukul sembilan pagi?"

Seketika aku kembali tersadar.

Aku sedang ada di dalam rapat penting keluarga Tuan Hartono Abdi. Dan sedang mendapatkan misi penting. Harus segera memberikan jawaban pasti.

Mau ataukah tidak menikahi Ruby.

BERSAMBUNG

JSP 3. Perjanjian Pranikah

Disuruh menikahi Ruby? Siapa yang enggak mau. Dibayar pula.

Semua laki-laki yang mendapatkan tawaran menggiurkan itu pasti akan langsung mengiyakan.

Ruby cantik gila. Wajahnya yang perpaduan Arab Jepang Korea Sunda benar-benar menghasilkan super maha karya yang paling agung ciptaan Tuhan.

Aku pun tergoda.

Tapi tunggu,... Meskipun otak mesum dan juga hasrat nafsuku terpancing untuk langsung menjawab mau, tapi aku tidak boleh tol+l.

Harus tahu duduk permasalahannya. Ada apa, kenapa sampai saudara kembarnya si Rury itu sampai harus dinikahi olehku besok pagi.

Kenapa?

Ada apa?

Kurasa wajar saja kalau aku melontarkan pertanyaan itu kepada mereka.

Apalagi sampai harus menunjuk aku untuk jadi suami penggantinya di pelaminan esok hari.

"Jangan banyak bacod! Mau, mau. Enggak, enggak! Toh Elu bakalan dapet impact keuntungan juga dari barter ini!"

Aku menoleh ke arah Rury.

Mata kami bertemu dengan sinaran tajam.

Ada apa? Gue berhak tau, bukan? Kenapa si Rury malah emosi tingkat dewa begitu?

"Ini. Surat perjanjian. Dibaca dulu baik-baik. Kalau kamu setuju, tandatangani. Biar urusan ini cepat selesai."

Pak Hartono seolah men-cut perang dingin yang terjadi antara aku dan Ruby.

Perang dingin yang terjadi antara aku dan putranya yang sudah berlangsung selama empat bulan.

Tepatnya ketika Rury putus dengan Aisyahrani. Konon rumor yang beredar, kekasihnya itu ketahuan menyimpan foto-fotoku diam-diam.

Mana gue tau, kalo ternyata si Rani nge-fans sama wajah gue yang model begini. Hhh... Bukan salah Mama gue mengandung dan melahirkan tipe sadboy model gue yang katanya bikin klepek-klepek pacarnya si Rury itu.

Puncaknya, kami berkelahi satu lawan satu. Baku hantam hingga wajah babak belur satu sama.

Alasannya sangat disayangkan tidak diucapkan langsung pada titik inti. Apa permasalahannya.

Rury mengatakan kalau aku adalah pribadi yang kang bohong.

Banyak jati diriku yang dinilainya berbeda delapan puluh derajat dari kenyataan.

Aku, sahabat durjana yang suka nikung dan fake a love. Gitu katanya.

Bomat. Bodo amat. Gue kagak peduli lagi dengan semua pertemanan yang hanya baik di depan namun menusuk dari belakang.

Persahabatan kami yang dulu tulus berubah menjadi akal bulus.

Dia dan teman sefrekuensinya justru semakin sering membullyku dengan ejekan yang kekanak-kanakan hanya karena cemburu yang membabi buta. Padahal sumpah demi apapun, Aku tidak pernah ada hubungan dengan kekasihnya itu. Bahkan tak ada pertemuan diam-diam diantara kita. Rury hanya salah faham saja.

Dia membullyku baik di realita maupun di media sosial dunia maya.

Kini Rury adalah teman yang berubah menjadi musuh.

Dia yang kasta tinggi, menghina aku yang kasta rendahan.

Aku tidak mengelak. Itu memang benar.

Tapi ada satu kalimat super pedasnya yang membuat emosiku mencuat. Aku marah besar hingga berjanji dalam hati, cukup sudah persahabatan kami sampai di sini.

Katanya mamaku lont+e murahan. Mau saja jadi istri simpanan hanya demi menaikkan derajat hidupku agar bisa menjadi orang sukses, kaya raya di usia muda dan mati nanti masuk surga.

Anj+ing banget kan congornya itu sekarang!?

Hm.

"Putriku seharusnya menikah dengan Ryan Linggau, putra bungsu Tuan Linggau Marapati yang Aku yakin kamu juga sudah tahu siapa dia."

Hm. Tuan Linggau Marapati pengusaha sukses lima usaha yang pabriknya bertebaran di seluruh bagian ibukota. Dan ternyata si Ruby tadinya mau dinikahin sama di Ryan. Hoho, bocah pemerkaos yang tiga hari lalu kena razia aparat kepolisian di klub dan positif narkoboy. Ck. Ruby, malang nian nasibmu.

Mataku sekilas melirik Rury.

Apakah ini jalan Tuhan untuk membalas kesombongan si Anak Mami itu? Selama ini, dia begitu lihainya mempermainkan lidah menusuk hati dan perasaan dengan kata-kata yang setajam silet.

"Hanya sampai Ruby melahirkan. Setelah bayinya berusia empat puluh hari, kau bisa mengajukan cerai ke pengadilan agama."

Deg.

Ruby hamil? Ternyata Ruby sedang hamil? Sama si Bangs+t itukah? Gila! Beneran gila! Enak bener jadi anak orang kaya. Bisa colok sana colok sini. Cucus sana cucus sini. Anjiiirrr. Secuek itu si Ryan ngerusak anak gadis orang sana sini dan Laila juga sedang hamil.

Laila adalah teman SMA ku dulu.

Kami satu kasta. Sama-sama kasta rendahan di mata anak-anak Borjuis itu.

Tak kusangka Laila pun bisa dibobol si Ryan dengan dalih ada pekerjaan freelance di stand perusahaan minuman di Pekan Raya Ibukota. Laila diperko++ Ryan tanpa perasaan setelah dicekoki miras. Hhh...

Nasi sudah jadi bubur. Tak kan bisa dibuat jadi nasi uduk.

Dan fatalnya lagi setelah menghamili anak gadis orang, si Ryan terciduk aparat kepolisian di sebuah club malam dan tes urine nya positif sabu.

Sempurna sudah akhlak minus tuan muda kaya raya itu.

Dan ternyata, Ruby terpaksa batal menikah dengannya karena bocah itu kini sedang meringkuk di penjara.

Tapi Aku yakin, dia tidak akan berlama-lama menikmati hotel prodeo. Uang dan kekuasaan bokapnya bisa membeli kebebasannya sebentar lagi. Pasti.

"Aku jadi suami Ruby hanya satu tahun?" cetusku setelah membaca surat kontrak yang disodorkan Pak Hartono.

"Ya."

"Setelah itu?"

"Kalian cerai. Dan kamu berhak membawa mobil Avanza ku serta sebuah rumah petak berukuran 7 x 12 meter di daerah pinggiran ibukota."

Wow, emejing! Tawaran yang menggiurkan pastinya!

"Avanza? Bukan Lamborghini?"

Terlihat kilatan mata Rury seperti sinar laser yang siap menembus jantungku.

"Bukan!" jawab Pak Hartono tegas.

Aku tersenyum tipis.

Bercandya, bercandya... Hahaha. Nego dikit boleh kaleee.

Ruby juga menoticeku dengan ekor matanya yang berbulu lentik.

"Dengan catatan, jangan pernah sentuh putriku meskipun dengan alasan kalian sudah suami istri. Karena kamu hanya suami kontrak saja. Faham?"

Kulirik wajah Rury. Tatapannya dingin tanpa ekspresi. Kemudian aku beralih menoleh pada Ruby.

Gadis itu tertunduk diam.

Aku teringat Mama.

Sudah sembilan tahun ini kami perang dingin. Sejak peristiwa party sweet seventeen ku yang gatot gagal total, kami menjaga jarak.

Aku tidak pernah berbincang santai dengan beliau meskipun masih bertahan tinggal di rumah karena kasihan meninggalkan Mama sendirian.

Sebab sejak saat itu pula Papaku tak pernah lagi memperlihatkan batang hidungnya menemui Aku dan Mama.

Bisa jadi mereka sudah bercerai. Atau, entahlah. Atau mungkin Pak Yoseph Indrawan telah mati dibunuh istri pertamanya. Who knows.

Hingga kami akhirnya benar-benar hidup hanya berdua saja di rumah warisan kakek nenek yang sederhana.

Rumah itu sudah cukup lapuk. Plafonnya pun sudah rapuh dan sebagian ada yang bolong karena kucing berkelahi di atasnya.

Jika aku punya uang cukup, ingin sekali merenovasi rumah itu agar kami tidak kebocoran kalau pas hujan besar.

Aku marah pada Mama. Tapi bukan berarti membencinya sepenuh hati.

Melihat kesedihan yang mendalam dihidupnya membuatku jauh lebih kasihan pada Mama. Apalagi sampai detik ini Aku masih hidup menumpang dan disokong Mama karena pekerjaan yang masih serabutan.

Tapi aku juga tak ada niatan untuk mencari Papa dan meminta penjelasan tentang kisah hidupku yang Ia torehkan bersama Mama di masa lalu. Apalagi meminta pertanggungjawabannya karena telah menelantarkan kami.

Tidak. Aku jauh lebih tidak sudi lagi untuk mencari tahu keberadaan pria jahanam itu bahkan sampai detik ini.

Biarlah aku dan Mama berdua saja tanpa dirinya.

Toh kami sudah terbiasa hidup tanpa dirinya sejak Aku masih kecil. Keberadaannya hanyalah fiktif bagiku selama ini.

Aku dan Mama, tidak butuhkan dia.

Mendapatkan tawaran satu mobil dan rumah petak membuatku teringat Mama.

Kami memang harus berubah. Harus move on dan tidak terus memikirkan masa lalu yang suram dengan tinggal di rumah penuh kenangan pahit.

Siapa tahu, rumah petak hasil barteran kebebasan ku dengan pernikahan bisa membawa kebaikan untukku dan Mama kedepannya.

"Oke. Aku terima tawaran Om."

Terdengar helaan nafas lega dari pak Hartono Abdi, Papa Rury dan Ruby.

Aku pun akhirnya menandatangani surat perjanjian pranikah yang dibuat Pak Hartono Abdi.

BERSAMBUNG

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!