"Apa benar kamu hamil Frischa? Dan apa benar kamu yang sudah mengambil uang sahabat-sahabatmu saat acara pertunangannya Reni?" Tanya Mama Gina yang adalah mama dari Frischa.
"Mama tahu dari mana? Siapa yang sudah mengatakan hal itu? Dan apakah mama lebih percaya dengan omongan itu?" Frischa bertanya kembali kepada sang mama dengan suara yang bergetar.
"Semua bukti sudah ada Frischa. Bukti chat kamu dengan kekasihmu itu. Apakah dia sudah menghamilimu dan tidak mau bertanggungjawab sehingga kamu dengan nekatnya menggugurkan kandunganmu itu? Dan apakah selama ini mama dan papa tidak pernah memberikan kamu uang, sehingga kamu dengan lancangnya mengambil uang sahabat-sahabatmu? Dasar anak pembawa sial, kamu sudah mencoreng nama baik papa dan Keluarga besar kita. Lebih baik sekarang juga kamu angkat kaki dari rumah ini" Ucap Mama Gina dengan penuh emosi dan menahan tangisan.
"Mama, mengapa mama lebih percaya pada omongan mereka. Frischa masih waras ma, tidak pernah terlintas di pikiranku untuk berbuat hal demikian. Mama lihat Frischa, lihat Frischa ma. Frischa masih waras untuk tidak mencoreng wajah papa mama dan keluarga kita. Frischa difitnah ma. Tolong ma, dengarkan Frischa" Ucap Frischa dengan gurat wajah yang masih berlinang air mata.
Tanpa memperdulikan Frischa, mama Gina memilih untuk masuk ke kamar. Frischa hendak mengejar mamanya tapi terhenti ketika tangannya di tarik oleh seseorang.
"Papa..."Ucap Frischa lirih dengan sedikit senyuman.
Plakk.
Plakk.
Dua tamparan keras di pipi kanan dan kiri Frischa.
"Mulai hari ini kamu bukan anak kami lagi, silahkan tinggalkan rumah ini. Dan ingat jangan pernah membawa apapun dari rumah ini. Paham." Ucap papa Frischa dengan penuh penekanan.
"Pa.." Frischa hanya menatap papanya dengan lemah.
"Keluar kamu dari rumah ini. Dan jangan pernah menginjakkan kakimu kembali ke rumah ini", Ucap papa Frans dengan penuh amarah.
Frischa hanya menatap papanya dengan tangisan. Tidak ada lagi yang mempercayainya. Dengan berat hati Frischa melangkahkan kaki menuju kamar untuk mengambil barang-barang miliknya. Ia segera berkemas mengisi pakaiannya ke dalam tas ransel, ia pun tidak lupa membawa serta ijazahnya. Hanya ijazah itulah harapannya untuk mencari pekerjaan saat keluar dari rumahnya.
Setelah mengemas semua barang-barang miliknya, Frischa keluar kamarnya dengan hati bercampur aduk. Ia pun mengetuk pintu kamar mamanya untuk pamit.
"Ma..Pa.. Frischa pamit yah. Frischa sayang Mama dan Papa. Maaf kalau Frischa belum bisa jadi anak yang baik. Tetapi satu hal yang harus papa dan mama tahu, Frischa tidak bersalah. Frischa tidak pernah melakukan semua tuduhan itu. Frischa janji akan membuktikan semuanya itu kepada papa dan mama. Frischa pamit ma..pa.. Aku mencintai kalian semua", Ucap Frischa dengan menahan tangisannya.
Ia pun segera keluar dari rumahnya. Ketika tiba di depan rumah, ia berpapasan dengan adik-adiknya yang baru pulang dari sekolah.
"Kakak mau ke mana bawa-bawa tas?" Tanya adik lelaki Frischa.
"Kakak mau merantau dek," Ucap Frischa dengan senyuman manis agar sang adik tidak curiga.
"Kakak jangan berbohong. Kakak di sinikan sudah ada pekerjaan yang bagus. Mengapa harus merantau lagi?" Tanya adik lelakinya dengan penuh selidik.
"Kakak benaran akan merantau dek. Kakak hanya minta sama Renal, jaga papa mama dan Fanya yah selama kakak jauh. Kakak sayang kalian semua," Ucap Frischa sembari memeluk sang adik dengan menangis.
Renal dan Fanya pun membalas pelukan sang kakak. Setelah berpelukan, Frischa kemudian berpamitan kepada kedua adiknya.
Setelah keluar dari gerbang rumahnya, Frischa kemudian memesan taksi online. Setelah beberapa menit taksi yang ia pesan datang. Ia sangat bingung ke mana lagi ia harus berjalan. Sementara sahabat-sahabat yang ia sayangi tega memfitnah dirinya.
"Aku harus kemana sekarang. Tuhan, berikan hamba jalan agar melewati semua", Batin Frischa.
Ia kemudian membuka benda pipihnya kemudian menelepon seseorang.
"Pak, antarkan saya ke alamat ini yah", Ucap Frischa pada sang sopir taksi.
"Baik mba".
Setelah tiba ditempat tujuan, Frischa pun mulai mencari seseorang.
"Hei.." Sapa Frischa pada seorang pemuda
"Hai Frischa, apa kabar?" Sapa Pemuda itu.
"Yah beginilah Will. Aku di usir dari rumah karena mereka berenam. Will, apakah kau tahu kontrakan atau kos-kosan yang murah." Tanya Frischa pada pemuda itu.
"Kenapa kau tidak meminta bantuan Evan?" Willy, si pemuda yang bersama Frischa itu balik bertanya.
" Sudah hampir sebulan dia tidak ada kabar Will. Aku pun bingung harus mencarinya ke mana lagi. Terakhir aku ke tempat mbaknya tapi dia tidak berada di sana. Entahlah, aku merasa dia semakin menjauh Will", Ucap Frischa lirih pada sahabat lelakinya itu.
"Bersabarlah Frischa. Kau bisa mengandalkan aku. Aku akan menghubungi temanku dulu. Barangkali di kos yang dia tempati masih ada yang kosong", Ucap Willy sambil menelpon seseorang.
"Ada kos yang kosong Frischa. Ayo kita kesana untuk melihat. Semoga kau suka". Ucap Willy dengan senyuman.
Mereka pun akhirnya pergi ketempat temannya Willy. Dalam perjalanan Willy melihat sahabatnya itu melamun.
"Kamu kenapa Frischa?" Tanya Willy sambil menepuk bahu sahabatnya.
"Aku masih memikirkan Evan, Will. Sebenarnya kemana dia. Aku butuh dia Will, tapi dia seakan menjauh. Apa dia mempunyai kekasih lagi Will?" Tanya Frischa dengan raut wajah berkaca-kaca.
"Sudahlah Frischa. Berpikirlah yang positif saja. Mungkin dia sibuk. Bukankah Evan sementara mengerjakan tugas akhirnya?" Ucap Willy menenangkan sahabatnya itu.
Frischa hanya mengangguk ketika mendengar ucapan sahabatnya. Willy pun mulai mencari cara untuk menghibur sahabatnya selama perjalanan mereka.
Dalam perjalanan mereka, tiba-tiba Frischa mendadak berteriak agar Willy menghentikan mobilnya.
"Will, itu kan ....
Bersambung .....
"Will, itu kan...? " Ucap Frischa sambil menunjuk ke arah depan sebuah toko perhiasan. Willy pun melihat ke arah yang di tunjuk Frischa.
Dengan sedikit emosi Willy pun turun dari mobilnya, diikuti Frischa.
Buuughhh ... Sebuah pukulan keras dari Willy untuk kekasih Frischa. Bagaimana Willy tidak emosi, Evan tengah terlihat menggandeng seorang perempuan **** dengan begitu mesranya.
"Dia siapa, Van?" Tanya Frischa dengan lirih pada Evan.
"Ini tidak seperti yang kamu lihat sayang. Aku bisa menjelaskannya." Ucap Evan sambil meraih tangan Frischa.
"Tidak seperti yang aku lihat? Terus apa yang aku lihat sekarang ini? Kamu menghilang sudah lebih dari sebulan. Kamu tidak pernah memberikan kabar, bahkan membalas pesanku saja tidak. Van, tidakkah kamu tahu aku terpuruk sekarang. Papa dan Mama sudah mengusirku dari rumah. Sahabat-sahabat yang begitu aku cintai tega mengkhianati aku. Dan sekarang kamu pun ingin mengkhianatiku? Aku pikir kamu adalah lelaki yang baik, Van. Lelaki baik yang terus aku bela di hadapan semua orang termasuk orang tuaku dan keluargaku ketika mereka semua memandang rendah dirimu," Ucap Frischa dengan menahan tangisannya.
"Bahkan di saat Mbak dan mas mu melepaskan tanggungjawabnya untuk membiayai kuliah kamu, aku yang mati-matian meminta Papa untuk membantumu. Dan bahkan aku hampir memenuhi janjiku pada ibumu. Tapi apa yang aku dapatkan? Kamu tega, Van. Kamu jahat," Ucap Frischa lagi. Ia kemudian membalikkan badannya untuk berlari. Yah, Frischa benar-benar tidak menyangka. Orang yang begitu dia cintai dan dia harapkan untuk membantunya dalam masalahnya tega mengkhianati kepercayaannya.
Melihat Frischa berlari dengan menangis, Willy mengejarnya. Ia meraih tangan sahabatnya dan memeluknya. Ia membiarkan Frischa menangis dalam pelukannya.
"Menangislah Frischa. Aku akan ada buatmu. Setelah ini jangan pernah lagi kau menangis untuk lelaki bia**p itu," Ucap Willy sembari mengusap kepala sang sahabat.
Setelah menyelesaikan tangisannya, Frischa mengusap airmata. Ia kemudian memandangi sahabat lelakinya itu.
"Will, bantu aku untuk membalaskan perbuatan mereka dan bantu aku agar bisa membuktikan ke papa dan mama kalau semua tuduhan itu tidak benar," Ucap Frischa kepada Willy.
"Baiklah, ayo kita segera ke kos barumu. Setelah itu kita pikirkan langkah selanjutnya. Aku akan selalu ada untukmu." Ucap Willy dengan senyuman.
Akhirnya mereka pun melanjutkan perjalanan menuju ke kos baru Frischa.
Frischa dan Willy sudah tiba di kos yang akan ditinggali Frischa. Mereka pun segera bertemu dengan temannya Willy untuk bertemu dengan pemilik kos. Setelah bertemu dengan pemilik kos, mereka pun menuju ke kamar kos yang akan ditempati Frischa.
"Will, makasih banyak yah kamu udah mau bantuin aku. Aku tidak tahu lagi harus kemana kalau kamu tidak ada. Maaf sudah merepotkanmu," Ucap Frischa pada Willy.
"Frischa, kita berdua udah sahabatan dari kecil. Dan tidak mungkin aku membiarkan kamu sendirian seperti ini. Aku yakin kamu bisa melewati ini semua. Tetap berdoa, selalu andalkan Tuhan," Ucap Willy sembari tersenyum lembut ke arah Frischa.
"Sekali lagi makasih Will. Yah, sekarang aku akan memulai semuanya dari awal lagi. Yang harus aku lakukan pertama adalah mencari tahu kebenaran tentang semua ini. Bantu aku Will," Ucap Frischa dengan tersenyum kecut.
"Aku akan selalu siap membantumu."
Willy pun pamit untuk pulang. Ia sudah berjanji untuk membantu Frischa menyelesaikan semua permasalahan itu.
* Keesokan harinya ....
"Lena, untuk saat ini kita jangan dulu bertemu yah. Aku masih membutuhkan Frischa untuk menyelesaikan kuliahku. Minimal kamu bersabar sampai aku wisuda. Aku masih membutuhkan tenaga dan uang dari Frischa," Ucap Evan pada kekasih gelapnya dengan senyuman sinis.
Yah, ternyata 3 tahun bersama Frischa itu hanyalah sebuah trik Evan untuk bisa kembali berkuliah.
Evan adalah mahasiswa teknik yang hampir di DO hanya karena tidak pernah mengikuti perkuliahan dengan baik dan tidak pernah membayar uang kuliah. Karena Evan masuk dalam Organisasi Mapala (Mahasiswa Pencinta Alam) di kampus mereka. Sebenarnya Evan adalah seorang mahasiswa yang memiliki bakat dan juga cukup pintar. Tetapi karena ia banyak menghabiskan waktu di organisasinya sehingga perkuliahannya pun terbengkalai.
Evan dan Frischa pertama kali bertemu karena di kenalkan oleh teman kampus. Awalnya Frischa tidak terlalu menanggapi semua pesan dari Evan. Kedekatan mereka mulai terlihat ketika Frischa mendapat tugas dari dosennya untuk mengedit video mengajarnya. Dan akhirnya Frischa meminta bantuan Evan. Dari sinilah awal kedekatan mereka.
"Kak, kapan sih kakak akan memutuskan perempuan itu? Aku tidak mau sembunyi-sembunyi seperti ini. Kakak butuh uang, aku bisa memberikannya. Kakak bilang tidak mencintai perempuan itu, tapi mengapa kakak tidak pernah mau memutuskannya?" Tanya Lena pada Evan dengan sedikit kesal.
"Tidak sayang. Aku tidak bisa memutuskan Frischa. Pertama, dia itu kesayangan ibu. Aku akan memutuskannya tepat di saat aku sudah wisuda. Kan aku cuman cintanya sama kamu," Ucap Evan dengan mencium pipi Lena.
"Janji yah kak."
Evan hanya tersenyum pada Lena.
*..........
"Hallo Will, kamu di mana? Bisa tidak kami ke kos dulu. Ada yang mau aku sampaikan," Ucap Frischa pada Willy melalui telepon.
"Iya Frischa. Aku segera kesana."
Setibanya di kos Frischa, Willy langsung menuju ke kamar kos Frischa dan mengetuk pintu.
Tokk!!
Tokkk!!
"Eh Will, ayo masuk." Sapa Frischa sembari membukakan pintu untuk sahabatnya.
"Apa yang mau kamu katakan?" Tanya Willy ketika sudah berada di dalam kosnya Frischa.
"Semalam aku mendapat WA dari Reni dan yang lainnya lagi. Mereka tetap menuduhku mengambil uangnya Mbak Icha." Ucap Frischa sembari memberikan bukti chat Reni kepada Willy.
"Reni bilang katanya mereka sudah ke orang pintar. Dan kata orang pintar itu, aku yang ngambil Will. Apa yang harus aku lakukan?" Tanya Frischa lagi.
"Balaslah kepada Reni. Katakan kita akan melakukan sidik jari di tas milik mbak Icha. Kalau tidak ada sidik jari kamu, kita bisa melaporkan mereka ka kantor polisi." Ucap Willy dengan geramnya.
"Will, aku ingat. Waktu acara lamaran Reni. Yang berada di dalam kamarnya Reni bukan hanya aku. Ada Anjela, teman kerja Reni dan sepupunya Reni. Bahkan selama di rumahnya Reni aku sama sekali tidak pernah memegang ataupun melihat uang yang mereka katakan itu," Ungkap Frischa dengan nada yang lirih.
"Kamu tenang saja Frischa. Aku akan membantumu mencari buktinya."
"Kamu sudah makan?" Tanya Willy pada Frischa. Tetapi ia hanya mendapat gelengan kepala dari Frischa.
"Kamu harus makan. Kalau kamu begini terus, kamu tidak akan mendapatkan jalan keluarnya. Ayolah, kemana Frischa yang aku kenal. Jangan biarkan mereka melihatmu terpuruk seperti ini. Kamu harus bisa buktikan ke semuanya, bahwa apa yang mereka tuduhankan itu tidak benar," Ucap Willy penuh harap.
"Baiklah. Aku akan makan, Will." Ucap Frischa dengan senyuman manis.
Setelah urusannya dengan Willy selesai, Frischa keluar dari kos untuk membeli beberapa peralatan masak dan bahan makanan. Ia berjalan kaki karena jarak antara kos dan supermarket tidak terlalu jauh.
Setelah berkeliling mencari peralatan masak, Frischa pun mendorong troli ke arah bahan makanan. Tiba-tiba tanpa sengaja Frischa menabrak seseorang...
"Ka- kamu ....," Ucap Frischa kaget.
*Bersambung...
"Ka-kamu..?" Ucap Frischa dengan terbata-bata.
"Hai, Cha. Apa kabar?" Sapa seorang pemuda pada Frischa dengan senyuman manis.
"Ya Tuhan. Kenapa harus bertemu dengan dia saat seperti ini?" Gumam Frischa dalam hati.
"Hei, Cha. Kenapa bengong gitu sih. Kamu apa kabar? Udah lama banget loh kita tidak bertemu". Ucap pemuda itu membuyarkan lamunan Frischa.
"Hai Bas. Kabar aku baik-baik saja. Aku kaget soalnya ketemu kamu di sini. Kamu bukannya kerja di Kalimantan yah?" Akhirnya Frischa pun menyapa pemuda itu. Pemuda tampan yang bernama Bastian.
"Aku udah hampir 2 bulan disini, Cha. Mama sakit jadi aku sempatkan diri untuk pulang dulu. Oh ya, kamu sendirian? Atau sama papa mama kamu?" Tanya Bastian kepada Frischa.
"Aku sendirian, Bas." Jawab Frischa dengan senyum.
"Kamu tidak pernah berubah yah Cha. Tetap seperti pertama kali aku kenal." Ucap Bastian sambil memandang wajah Frischa. Frischa yang merasa di perhatikan oleh Bastian menjadi salah tingkah.
"Hehehe...Kamu apaan sih, Bas. Ngapain juga aku harus berubah.Oh ya, kamu sama siapa ke sini? Pasti sama istri kamu yah." Tanya Frischa dengan nada sedikit menggoda.
Mendengar pertanyaan Frischa, Bastian hanya terkekeh.
"Istri?? Kapan aku nikah, Cha. Kamu ini yah, sok tahu banget. Aku masih sendirian. Tapi kalau kamu mau jadi istri aku, boleh ajah", Ucap Bastian dengan sedikit nada menggoda.
Frischa hanya tersipu malu mendengar jawaban Bastian.
"Oh yah, Cha. Evan tidak akan marah kan kalau lihat kita berdua," Tanya Bastian.
"Santai ajah, Bas. Dia tidak akan marah. Lagian aku kesini pun bukan sama dia."
"Mmmm...Kamu udah selesai belanja? Kalau udah selesai, boleh tidak kita lanjut ngobrolnya di kafe depan." Tanya Bastian kepada Frischa.
"Udah selesai, Bas. Boleh kok. Tapi aku bayar dulu yah." Ucap Frischa.
Setelah Frischa membayar semua belanjaannya, mereka berdua kemudian menuju ke sebuah kafe yang dekat minimarket. Bastian dan Frischa memilih tempat duduk dekat jendela. Lalu mereka pun memesan makanan.
"Oh yah, Cha. Kamu kerja di mana sekarang?" Tanya Bastian memecahkan keheningan sedari tadi mereka tiba.
"Aku sudah tidak bekerja, Bas. Sudah di pecat dari sekolah." Ucap Frischa dengan senyuman kecut.
"Di pecat?"
"Iya , Bas. Ada masalah yang membuat aku di pecat," Ucap Frischa dengan raut wajah sedih.
"Apa masalahnya ini, Cha?" Tanya Bastian sambil menyodorkan hpnya ke arah Frischa.
Frischa yang melihat apa yang di perlihatkan Bastian merasa sangat kaget.
"Oh Tuhan. Belum habis juga cara mereka menjatuhkan aku. Bas, boleh kamu kirimkan ini ke Hpku?" Tanya Frischa yang kemudian mendapat anggukan dari Bastian.
"Sebenarnya ada masalah apa sampai mereka membuat status seperti ini di media sosial, Cha?" Tanya Bastian.
Frischa menghembuskan nafas kasar dan mulai bercerita. Bastian yang mendengar cerita Frischa hanya menahan emosi.
"Jadi, papa dan mamamu pun lebih percaya sama mereka?" Tanya Bastian tidak percaya.
Lagi-lagi hanya anggukan kepala yang Frischa berikan.
"Aku akan bantu kamu, Cha. Kebetulan di sekolah tanteku lagi butuh guru. Tapi yah sekolahnya di kampung. Kalau kamu mau, aku akan menghubungi tanteku. Dan aku yang akan mengantar kamu ke sana," Ucap Bastian dengan sungguh-sungguh.
Frischa hanya diam membisu mendengar perkataan Bastian.
"Kamu tidak usah takut, Cha. Aku tidak ada niat apapun di sini. Ini murni karena aku pengen bantuin kamu".
"Aku belum bisa jawab sekarang. Kasih aku waktu buat pikirkan tawaranmu yah, Bas." Ucap Frischa dengan hati-hati.
"Baiklah. Aku akan menunggu." Ucap Bastian.
"kalau kamu sudah selesai, ayo kita pulang. Biar aku yang mengantar kamu", Ajak Bastian. Frischa hanya mengangguk dengan senyuman manis.
"Pria yang dulu di tolak mentah-mentah oleh papa mama dan keluarga besar. Kini benar-benar berubah seratus persen. Semoga kamu bisa mendapatkan perempuan yang baik, Bas." Batin Frischa dalam hati.
Bastian pun mengajak Frischa untuk menuju ke parkiran mobil. Mereka kemudian masuk ke dalam mobil, Bastian kemudian melajukan mobilnya untuk mengantarkan Frischa pulang.
"Cha, boleh tidak aku ketemu kamu setiap hari? Yah, mumpung aku belum balik ke Kalimantan," Tanya Bastian pada Frischa.
"Mmmm..boleh saja, Bas. Tapi mama kamu keberatan tidak kita bertemu? Kamu tahu sendirikan gimana Tante Meli sama aku," Ucap Frischa dengan hati-hati.
"Kamu tenang saja. Mama udah lupakan masalah itu. Sudah lama juga kan, lagian buat apa juga mama nyimpan dendam lama-lama," Jawab Bastian dengan lembut.
"Maafin papa yah. Karena dulu papa sudah menghina kamu. Aku benar-benar minta maaf."
"Sudah lah, Cha. Itukan hanya masa lalu kita. Sekarang kita perlu menata masa depan kita saja. Hmmm..Cha benaran ini kos kamu?" Tanya Bastian ketika mereka sampai di kosan Frischa.
"Iya, Bas," Jawab Frischa.
"Makasih yah, udah anterin aku. Nanti kapan-kapan kita ketemu lagi", Ucap Frischa.
"Oke. Aku langsung balik yah, Cha. Takut mama nungguin di rumah"
"Baiklah. Titip salam buat tante Meli yah"
Bastian hanya tersenyum manis pada Frischa. Ia kemudian melajukan mobilnya meninggalkan kos Frischa.
Ketika Frischa hendak masuk ke kamar kosnya, tiba-tiba hp nya berdering. Frischa mengerutkan keningnya karena melihat nomor yang tidak kenal menghubunginya.
"Hallo...", Jawab Frischa ketika mengangkat telpon itu.
"He pencuri, kau di mana? Bisa tidak sebentar sore aku jemput kita sama mbak Icha ke tempat orang pintar. Nanti aku sama Anjela yang jemput," Ucap seseorang dalam telepon itu dengan nada yang ketus.
"Aku bukan pencuri, Ren. Tidak usah di jemput, biar aku ajak Willy untuk menemaniku. Sherlock ajah tempatnya, aku nyusul sama Willy," Jawab Frischa dengan nada yang tegas.
"Ishhh, jangan sampai tidak datang yah pencuri"
Belum sempat Frischa membalas ucapannya teleponnya sudah terputus. Frischa hanya menghela nafas kasarnya. Ia kemudian masuk kedalam kamar kosnya dan langsung menghubungi Willy.
*Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!