NovelToon NovelToon

Kisah Cinta CEO & Pelayan Kafe

Sebuah Pengkhianatan

“Clara, jangan suka pakai baju tidur seksi kalau di luar kamar, ganti baju gih,” pinta Hani pada adiknya.

“Yah, Kak, aku ‘kan lagi libur, mau santai-santai dulu masih malas mandi,” jawab Clara berlalu di hadapan kakaknya menuju ruang tv.

Tak lama, Arya, kekasih Hani datang menjemputnya. Hani memang masih harus masuk kerja di hari Sabtu, apalagi, akhir pekan kafenya justru ramai pengunjung. Seperti biasa, Arya masuk dan menunggu Hani di ruang tamu. Hani kemudian segera mengajak Arya berangkat saat Arya terdiam tertegun melihat Clara yang sedang asyik menonton televisi dengan baju tidurnya.

Clara kemudian mengintip dari balik jendela dan tersenyum ke arah Arya. Arya yang sudah bersiap di atas motornya, terlihat saling berpandangan dengan Clara. Hingga Hani menepuk bahu Arya dan memintanya untuk segera berangkat.

Sepanjang jalan, Hani tampak diam. Ia kembali merenungi gosip dari teman-teman kerjanya tentang hubungan antara adik dan pacarnya. Hani memang merasa akhir-akhir ini, Clara sedang mencari perhatian Arya. Pernah adiknya itu meminta dibonceng Arya untuk diantar ke warung di ujung jalan hanya untuk membeli camilan, padahal biasanya ia berjalan kaki sendiri, dan Hani pernah tak sengaja melihat nama Arya dalam pesan singkat di ponsel Clara. Salah seorang teman kerjanya juga pernah melihat Arya dan Clara sedang berdua di sebuah kafe, mereka tampak bercanda mesra, namun, Hani tetap tak ingin mempercayainya.

“Kamu hari ini mau kemana?” tanya Hani saat sudah tiba di tempat kerjanya dan memberikan helm pada Arya.

“Aku ada janji sama Romi, setelah ini aku mau langsung ketemuan sama dia,” jawab Arya kemudian berpamitan pada Hani dan berlalu pergi meninggalkannya.

Hani memandangi motor gede Arya yang semakin menjauh dari pandangannya. Ia hanya bisa menghela nafas panjang. Entah apakah kekasih dan adiknya itu sedang memiliki hubungan khusus atau hanya sebatas hubungan calon saudara, mengingat, Hani dan Arya sudah beberapa kali membicarakan tentang pernikahan.

“Hani, sini!” titah Ayun, teman kerja Hani yang meminta Hani menghampirinya dan menunjukkan ponselnya.

Ayun memberitahu Hani bahwa Arya dan Clara akan pergi berdua jam 10, rencananya mereka akan menonton bioskop. Ayun mendapat kabar ini dari teman Arya, yang juga temannya. Dari Ayun juga lah semua berita tentang hubungan Arya dan Clara merebak akhir-akhir ini.

Ayun juga menawarkan akan mengantar Hani menemui mereka setelah mereka pulang dari bioskop, saat jam makan siang nanti. Hani yang awalnya tak berminat karena tak ingin sakit hati jika benar adanya, terpaksa mengiyakan penawara Ayun yang terus memaksanya. “Biar semuanya segera terungkap dan aku bisa mengambil keputusan.”

###

Ayun yang mendapatkan infomarsi lengkap tentang kencan Arya dan Clara, mulai beraksi bak detektif yang sedang memata-matai target. Meskipun kedatangan mereka terlambat dan film sudah selesai, Ayun yakin Arya dan Clara masih berada di mall. Mereka berjalan mengitari mall berharap segera bertemu dengan Arya dan Clara.

Tebakan Ayun benar, Clara terlihat keluar dari salah satu toko baju bermerek dan membawa kantong belanja bersama Arya. Wajah Clara tampak sumringah seperti baru saja dibelikan baju oleh kekasih Hani itu. Ayun memberi kode pada Hani untuk menggerebek mereka.

“Jadi begini kelakuan kamu? Selingkuh dengan adik kandung aku sendiri. Mana Romi? Sudah berapa kali kamu membohongi aku?” sahut Hani yang tiba-tiba muncul di hadapan Clara dan Hani.

Arya gelagapan, berbeda dengan Clara yang tenang.

“A-aku, cuma pengen ajakin Clara jalan aja, ‘kan dia adik kamu,” bantah Arya.

“Mas Arya itu udah bosan sama Kak Hani. Dia juga lama-lama malu jalan sama Kakak. Ke kondangan temennya aja dia ngajakin aku bukan Kak Hani,” jujur Clara dengan santai.

Arya seolah memberikan kode pada Clara agar tak membuka rahasia mereka.

“Bagus deh kalau sudah ketahuan. Aku juga udah malas pacaran sama laki-laki munafik kayak kamu. Nggak pernah tuh aku dibelikan baju sama kamu, katanya harus hemat menabung demi pernikahan yang mewaaah, tapi ternyata malah dipakai foya-foya sama selingkuhannya,” protes Hani yang berusaha mengatur emosinya.

“Kak, jelas aja dong Mas Arya nggak pernah belikan Kakak baju, baju di sini itu cuma untuk badan yang langsing, nggak gembul kayak Kakak,” celetuk Clara membuat Hani terdiam sekian detik karena sakit hati.

Hani kemudian memberikan selamat pada Arya dan Clara dan memastikan hubungannya telah berakhir. Ayun segera mengajak Hani pergi dan tak mengindahkan Arya yang berusaha memberikan penjelasannya. Arya juga tampak sedikit memarahi Clara atas sikapnya terhadap Hani.

Sementara Ayun terus menenangkan Hani sepanjang perjalanan menuju ke kafe.

Setibanya di kafe, Hani mengelap air matanya dan mengatur emosinya, karena ia harus melayani pengunjung dengan penuh senyuman.

"Han Han, tolong gantikan dia antar baki makanan ke meja 12,” perintah Angga, sang pemilik kafe tempat Hani bekerja.

Hani pun mengambil baki berisi makanan dari salah seorang temannya dan mengantarkannya ke meja 12.

“Jangan banyak makan nanti kayak Mbak ini lho, Dek, mau? Kalau punya badan bagus itu kamu bisa beli baju apa aja, biar bisa punya banyak teman juga," ucap seorang wanita paruh baya pada anaknya saat melihat Hani mengantarkan makanan mereka.

Hani yang hanya bisa menelan ludah, tetap menjaga senyumnya dan kembali ke dapur.

Angga kembali meminta Hani untuk memberikan buku menu ke meja 18. Hari biasa pun kafe ini selalu ramai karena merupakan salah satu kafe ternama di ibukota, terlebih hari ini hari Sabtu, pengunjung semakin membludak. “Setelah itu, kamu ambil makanan dan antar ke meja 6 ya, ada yang minta tambah telur.”

Hani menuju meja 18 terlebih dahulu untuk menyambut dan memberikan buku menu pada mereka.

Hani dengan sabar menunggu pengujung meja 18 untuk memilih menu yang akan di pesan, hingga salah seorang tamu di meja tersebut tampak memanggil temannya yang baru datang. “Mbak, permisi, badannya menuhin pandangan saya, teman saya jadi nggak keliatan saya panggil-panggil dari tadi.”

Sementara teman yang lain seolah memberi kode pada temannya agar berbicara lebih sopan dan meminta maaf pada Hani. Hani hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum ramah pada mereka. Tak lama mereka pun mulai memesan makanan dan Hani mulai merekap pesanan mereka dengan tablet di tangannya.

Saat Hani mengulangi pesanan, salah seorang pengunjung di meja tersebut tampak kesal karena Hani seakan tak paham dengan permintaannya, padahal Hani hanya bertanya baik-baik agar tidak terjadi kesalahan. “Iya, maksud saya tidak pedas dan asinnya dikurangi sedikit, tambah sosis, dan tidak pakai merica sama sekali, nasinya setengah.”

Dari meja sebelah, salah seorang pengunjung memberikan celetukannya. “Punya kita kok lama ya, Mbak. Bisa lebih cepat? Meja yang di sana pesannya setelah kita tapi malah sudah diantar lebih dulu.”

Hani dengan sabar dan ramah menenangkan pengunjung tersebut dan segera mengecek pesanan mereka di dapur, agar tak ada yang terlewat.

Entah mimpi apa semalam, hari ini ia bertubi-tubi mendapat banyak tekanan.

“Mbak, permisi, saya boleh tambah pesan menunya?” tanya seorang pria yang membuat Hani semakin sibuk hingga tak sempat mengagumi wajah tampannya.

...****************...

Menerima Takdir

Karena semalam Hani pulang terlambat, ia tak sempat membahas soal perselingkuhan adiknya kemarin siang. Ia akan membahas hari ini saat mendapat jatah libur dari kafe. Hani pun mengadukan hal ini pada ibunya akan perilaku sang adik.

Bukan pembelaan yang ia dapat, justru sakit hati yang kembali ia terima.

“Wajar saja kalau Arya suka sama adik kamu, dia lebih cantik, lebih bagus badannya. Ibu ‘kan sudah mengingatkan kamu, contoh adikmu. Zaman sekarang itu, akan lebih mudah mendapat pekerjaan bahkan pasangan kalau kitanya sempurna. Lihat, adikmu bisa kerja kantoran, dari pada kamu, cuma jadi pelayan kafe. Kalau ditanya orang, masih lebih bergengsi pekerjaan Clara,” respon Bu Sukma, ibu Hani.

Hani masih ingin terus berdebat pada ibunya karena tak suka jika ibunya membenarkan hal buruk ini.

“Han, dunia ini keras, hidup kamu akan lebih mudah jika kamu cantik, langsing, dan sempurna. Putih saja tidak cukup, diet, dan mulai rawat tubuhmu,” lanjut sang ibu.

Hani membantah jika ia tak akan bisa melakukan perawatan, karena uang gajinya sudah habis untuk sedikit menabung, biaya hidup sehari-harinya, dan untuk jatah bulanan ibunya.

“Clara juga kerja, Bu, tapi ibu hanya minta sama Hani. Jelas saja gaji Clara bisa lebih banyak sisanya untuk rutin melakukan perawatan, makan dan jajannya aja juga kadang masih minta Hani,” jutek Hani seraya pergi meninggalkan ibunya.

“Setelah ayahmu meninggal, anak pertama wajib memberi nafkah, Han!” teriak ibunya kencang.

Sementara itu, Clara keluar dari kamarnya dan sudah bersiap untuk olahraga pagi bersama Arya yang baru saja tiba di rumahnya.

“Hai, tunggu ya aku pamit ibu dulu,” ujar Clara yang membukakan pintu untuk Arya.

Hani yang mengetahui kehadiran Arya, hanya melihatnya sekilas dan tak ingin lagi peduli padanya.

Arya memanggil Hani untuk meminta maaf padanya. “Han, aku minta maaf. Aku tidak bisa mengendalikan perasaanku pada Clara. Aku harap kita tidak bermusuhan.”

Hani hanya tersenyum ramah mendengar ucapan mantan pacarnya itu seraya berlalu meninggalkannya.

“Makanya, cari suami kaya raya, minimal sekaya Arya biar nggak mikirin dia terus. Arya cintanya sama Clara, kamu harus ikhlas,” sahut ibunya.

Hani kemudian masuk ke dalam kamarnya dan mengeluaran air mata yang sedari kemarin ditahannya. Seburuk itukah dirinya hingga diperlakukan seperti ini oleh keluarganya sendiri? Dari kecil, adiknya memang lebih disayang oleh ibunya hanya karena Clara tumbuh menjadi perempuan sesuai harapan sang ibu.

###

Keesokan harinya di kafe, Ayun kembali membahas tentang perselingkuhan adik dan mantan pacar Hani. Ayun dibuat gemas akan cerita Hani yang menceritakan bahwa tidak adanya penyesalan dari mereka. Mereka justru cuek dan bertingkah seolah sah-sah saja apa yang mereka lakukan.

Ayun yang sudah mengetahui perlakuan ibu Hani, dibuat tak habis pikir mengapa bisa ada seorang ibu kandung yang seperti itu. Seorang ibu yang dimabuk harta duniawi. Memiliki 2 anak namun hanya anak sulungnya saja yang diberi beban.

“Kalau begitu cari suami kaya raya dan tinggalkan mereka yang hanya mau uangmu saja!” tegas Ayun.

Ia kemudian memberikan saran pada Hani untuk memasang aplikasi kencan buta di ponselnya, dan mulai mendaftar di sana.

“Ha? Gak ah, aku takut ketipu kalau berkenalan di sosial media. Fotonya gimana aslinya gimana. Yun, aku memang ingin menikah seperti maunya ibu, tapi tidak dengan asal pilih orang dong, apalagi milihnya di aplikasi,” ucap Hani polos.

“Aplikasi Soulmate App bukan aplikasi yang seperti itu, kamu hanya perlu menuliskan dirimu seperti apa dan kamu mau calon yang bagaimana. Nanti mereka akan mencocokkan kepribadian dan keinginan kalian lalu mereka akan mempertemukan kalian. Tidak mau pasang foto juga tidak apa-apa, kalau tidak cocok ya tidak masalah, namanya juga usaha. Aku dan suamiku juga bertemu di sana, hanya berselang 2 bulan lalu kita menikah. Sudah 1 tahun dan kita masih langgeng jarang sekali bertengkar, walaupun aku belum hamil juga. Tapi dia baik dan tidak pernah menuntutku macam-macam,” jawab Ayu yakin.

Hani tampak goyah dengan prinsipnya yang dari awal tak berminat mencari pasangan dari aplikasi, setelah mendengar testimoni dan penjelasan dari teman baiknya itu. Di satu sisi, ia juga ingin menikah agar bisa segera pergi meninggalkan ibu dan adiknya. Hani pun mengikuti arahan Ayun untuk mendaftar di aplikasi tersebut.

“Pendaftaran berhasil!”

###

Sementara itu, di kantor aplikasi kencan buta Soulmate App, tiba-tiba terjadi keributan.

“Data kita diretas. Semua data yang masuk tiba-tiba tidak sinkron. Amankan yang masih tersisa, dan konfirmasikan pada bagian IT,” intruksi manajer aplikasi.

Seluruh karyawan tampak sibuk bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing dalam menghadapi masalah ini. Peretasan bukan masalah yang awam bagi perusahana berbasis teknologi. Setelah 1 jam berkutat di depan laptop, seorang karyawan IT memberikan sarannya pada manajer.

“Pak, data yang masih terselamatkan, kita tetap proses saja untuk mempertahankan kredibiltas perusahaan. Seperti yang pernah kita lakukan dulu, dengan melakukan pencocokan manual. Sistem masih coba dipulihkan, sehingga pencocokan oleh sistem belum bisa dilakukan. Sedangkan, pendaftar yang masuk sudah banyak yang mengantri. Padahal, aplikasi kita bisa unggul karena terkenal cepat dan akurat dalam pemrosesan data pencocokan.”

Manajer meyetujui saran dari karyawan IT untuk dilakukan pencocokan manual. Ia pun menugaskan seluruh karyawannya untuk segera melakukannya dengan cepat, tepat dan minim kesalahan. “Jangan sampai keliru!”

###

1 minggu kemudian, Hani mendapat email dari aplikasi kencan buta yang ia ikuti. Aplikasi sudah berhasil menemukan seorang pria yang sesuai dengan kriteria Hani. Dalam email tersebut diinformasikan terkait nama pengguna, usia, pekerjaan, dan kepribadian singkatnya.

Hani kemudian melakukan konfirmasi kehadiran untuk pertemuan pertama mereka, di tempat dan waktu yang sudah ditentukan. Tempat yang disediakan oleh pihak aplikasi adalah di salah satu restoran mewah. Seluruh biaya ditanggung pihak aplikasi, sebagai salah satu fasilitas yang diunggulkan. Tentunya, keamanan pengguna aplikasi juga diutamakan, andai salah satu pihak mencoba berbuat kriminal.

Dengan pakaian terbaiknya, Hani mempersiakan dirinya sebaik mungkin, meskipun ia tak banyak memiliki koleksi baju, tas dan sepatu.

Dengan dijemput sopir yang ditugaskan oleh pihak aplikasi yang juga merupakan bagian dari fasilitas mereka, Hani berangkat menuju restoran. Perasaannya tak menentu, takut, resah, cemas, dan bahagia menjadi satu, terlebih jika ternyata pria itu cocok dengannya. Keinginan untuk segera menikah dan meninggalkan ibu juga adiknya semakin membentuk keberaniannya untuk segera bertemu dengan calon pasangannya.

Setibanya di restoran, ia diarahkan menuju meja yang sudah direservasi untuknya.

Tak lama, seorang pria dengan lengan kemeja yang digulung dan celana bahan, menghampiri mejanya. Sekian detik Hani membeku, terpukau akan ketampanan pria tersebut. Namun, ada keresahan yang menyelimuti batinnya kala menatap pria itu karena merasa tak seimbang dengan penampilannya. Hani yang merasa baru pertama kali bertemu dengannya, seakan tak asing dengan perawakan pria itu. Ia berusaha mengingat-ingat, namun tak berhasil juga.

“Hani?”

...****************...

Cocok atau Tidak?

“Iya, saya Hani,” jawab Hani mengangguk.

“Mas dengan nama pengguna AZK ya?” Hani berbalik bertanya.

Pria itu mengangguk kemudian duduk di hadapannya, dan bersiap bersalaman dengannya. "Saya Razka."

Mereka kemudian saling senyum. Seakan masing-masing dari mereka tak begitu asing, padahal baru pertama kali bertemu. Mereka pun mulai mengobrol basa basi, tentang umur, pekerjaan dan tempat tinggal. Hani merasa bahwa pria ini sesuai dengan kriterianya kala Razka menceritakan pekerjaannya yang hanya karyawan biasa di salah satu perusahaan swasta.

Merasa Razka setara dengannya, Hani juga mulai menceritakan tentang pekerjaannya sebagai seorang pelayan salah satu kafe tenama di ibukota.

“Romance Caffe?” Razka mengulangi ucapan Hani tentang tempat kerjanya.

Hani mengangguk. “Iya, pernah ke sana? Bisa dibilang, kafe itu untuk golongan menengah ke atas. Gajiku bisa habis hanya untuk beberapa kali makan di sana, hahah.”

Razka menatap Hani dalam-dalam dan seperti teringat akan sesuatu, namun hanya ia simpan dalam hati.

“Pernah, sekali, karena atasanku ada urusan di sana, kebetulan aku diminta menemaninya,” jawab Razka terlihat seperti mengarang.

“Eh tunggu, kalau kamu umur 30 tahun, berarti kita beda 6 tahun dong,” celetuk Hani. “Apa tidak apa-apa kalau aku langsung panggil nama kamu?”

Razka hanya tersenyum mendengar pertanyaan Hani. “Biar akrab saja dulu, jadi tak apa-apa panggil nama.”

Mereka pun terus berbincang hingga terlihat akrab. Hani mulai merasa nyaman bersama Razka, pun sebaliknya. Razka bahkan tak tampak malu dengan fisik Hani yang sedikit berisi. Berbeda dengan Arya yang pernah merasa malu saat berdua dengan Hani.

Sementara itu, di sudut lain masih dalam restoran yang sama, seorang perempuan berpenampilan elegan dan berkelas tengah duduk sendiri seperti sedang menunggu kehadiran seseorang. Berkali-kali ia melihat jam tangannya yang mahal hingga menghabiskan 2 gelas minuman. 1 jam sudah ia duduk di sana, namun yang ditunggu seakan tak kunjung datang. Dengan muka kesal, ia berdiri dari duduknya dan pergi meninggalkan restoran.

Hani dan Razka yang keasyikan mengobrol, tak terasa sudah 2 jam lebih mereka berada di restoran. Setelah sempat saling bertukar nomor ponsel, Razka berniat ingin mengantar Hani pulang, karena pihak aplikasi hanya memberikan fasilitas antar. Hani menolak karena tak enak hati jika harus merepotkan Razka.

“Tidak repot kok, Han. Lagi pula ini sudah malam, rumah kamu 'kan agak jauh dari sini, jadi aku antar saja. Bahaya perempuan pulang malam sendiri,” bujuk Razka.

“Tapi kamu nggak malu ‘kan kalau diantar mobil butut?” lanjut Razka menggoda Hani.

Hani tertawa kecil dan akhirnya menerima tawaran Razka.

###

Semenjak pertemuan pertama, Hani dan Razka sama-sama merasa nyaman dan ingin bertemu kembali. Razka juga tak sungkan menawarkan mengantar jemput Hani saat bekerja, namun Hani menolaknya. Jam pulang Hani bisa sampai pukul 9 malam, ia tak mungkin tega membiarkan Razka yang seharusnya sudah bisa istirahat di rumah, malah harus menjemputnya. Jadi, Razka hanya ia izinkan mengantar jemputnya bekerja saat akhir pekan, saat Razka libur.

Hani juga tak membolehkan Razka main ke rumahnya, karena takut sang adik akan menyukainya. Hani juga takut jika Razka akan menyukai adiknya. Hani dan adiknya memang bak langit dan bumi. Ia tak mau sakit hati lagi nantinya. Hani juga terbuka akan keluarganya, terutama sang ibu yang sering membeda-bedakan perlakuannya pada Hani dan pada adiknya.

Suatu ketika, saat Hani dan Razka tengah sama-sama libur, mereka memutuskan untuk bertemu di suatu kafe.

“Jadi ibu kamu seperti itu? Tapi mungkin, Han, ada benarnya juga. Beliau bilang kalau dunia ini keras, ya memang begitu adanya. Ibu kamu hanya tidak ingin kamu mendapat kesulitan dalam hidup. Tapi satu hal, jangan pernah kamu merasa minder, karena bagaimana pun, kamu perempuan hebat! Bekerja keras demi keluarga bahkan dari zaman sekolah hingga saat ini menjadi tulang punggung. Aku salut!” puji Razka.

Hani juga menceritakan tentang Arya mantan pacarnya yang diambil oleh sang adik. Hingga alasan lebih detail mengapa Hani belum mengizinkan Razka bertamu ke rumahnya. Tak lupa, Hani juga terbuka soal ibunya yang matrealistis ingin punya menantu kaya raya.

“Berarti aku tidak masuk kriteria ibumu dong?” sahut Razka.

Hani menggeleng. Ia mengungkapkan ketidakpeduliannya pada sang ibu. Kalau pun ia bisa mendapat suami kaya, ia juga tak mau suaminya diporoti oleh sang ibu. Lebih baik pergi menjauhi mereka. Jadi, mau mendapat lelaki yang biasa pun, asal Hani nyaman dengannya, itu sudah lebih dari cukup, karena ia juga hanya lah seorang perempuan biasa. Tak pantas rasanya jika ia mendapatan lelaki kaya raya.

Mendengar kalimat Hani, Razka tersedak. Hani dengan sigap memberikan minum pada Razka. Razka memberi kode bahwa ia tak apa-apa.

“Han, kamu harus ingat ucapanku ya, kamu harus percaya diri. Jangan insecure sama adik sendiri. Apa yang telah menimpa kamu adalah bentuk sayangnya Tuhan padamu, ingin menjauhkan kamu dari lelaki yang tidak baik. Mau secantik apa pun adikmu, kalau lelaki itu baik, jelas tidak akan terpengaruh,” ungkap Razka membuat Hani semakin tertarik dengan lelaki di hadapannya itu.

Hani menghela nafas panjang. “Jadi maaf ya kalau penampilan aku waktu itu, dan penampilanku saat ini yang kurang baik. Aku bahkan tidak pernah berpikir untuk belanja.”

Razka memaklumi kondisi Hani dan justru memuji Hani yang sudah cantik dari sananya, tak peduli mau berpenampilan seperti apa pun.

“Masalah tubuh kamu, kamu bisa mulai diet kalau kamu mau, tapi ingat. Diet itu untuk sehat, kurus hanya lah bonus. Lagi pula, kamu lucu kalau tembem begini.” Razka begitu manis membuat Hani semakin salah tingkah.

###

“Clara, kamu ke ruangan saya ya,” titah atasan Clara di kantor.

“Iya, Pak,” jawab Clara bergegas menuju ruangan atasannya.

Sementara itu, beberapa rekan kerja Clara mulai mencibir gaya pakaiannya yang mengundang hasrat lelaki di kantor.

“Denger-denger sih lagi ada sesuatu,” bisik salah seorang rekan kerjanya.

“Katanya dia mau dipromosikan jadi karyawan tetap. Masak lulusan SMA bisa dipromosikan menjadi kartap?” sahut rekan kerja yang lain.

Obrolan rekan-rekannya itu berhenti ketika Clara keluar dari ruangan atasannya dan kembali menuju meja kerjanya.

Salah satu rekan kerja Clara menyeletuk. “Ra, kancing kamu terbuka satu.”

Seketika 1 ruangan heboh dan langsung melihat kemeja Clara yang sedikit ketat hingga kancingnya terlepas satu. Clara pun salah tingkah dan sontak mengancingkan bajunya, kemudian berpura-pura melanjutkan pekerjaannya. Beberapa rekan yang lain melontarkan tatapan sinis ke arahnya. “Kebuka apa dibuka?”

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!