NovelToon NovelToon

Suamiku Bukan Pria Tua Buruk Rupa

1. Gadis Hutan

Ruby Magnolia Autumn, namanya seindah parasnya. Bahkan bunga mawar pun akan iri dengan keindahan gadis konyol nan polos yang masih berusia 17 tahun itu.

"Ahh Pria Tua buruk rupa? mereka menikahkanku dengan seseorang yang misterius!" ucapnya pada deretan bunga lili di taman luas di hadapannya.

"Rumput lihatlah cuaca hari ini, sangat buruk, banyak debu dan asap, Manusia memang menyebalkan bukan!?" ucapnya pada rumput yang bergoyang. Padahal dirinya sendiri manusia, sungguh gadis konyol.

"Heh Matahari!" tunjuknya pada si kuning besar di atas langit.

"kenapa sinarmu begitu terik hari ini!? kulitku jadi matang karena ulahmu, lihat wajah pak Cabai, sudah keriting karena ulahmu!" celetuk gadis itu lagi seraya menunjuk kebun cabai merah di sisi kanan gubuk tua bagai jamur miliknya.

"Hahahahaha... burung-burung ayo kita bernyanyi dan menari!!" teriaknya lagi. Mungkin inilah yang disebut putri dari negri dongeng, burung-burung liar itu terbang dan berkumpul ke arah Ruby seolah tahu ada mahluk Tuhan yang sangat cantik di sana.

Belaian nakal dari sang angin menjatuhkan hiasan kepala Ruby yang dia rangkai dengan karangan bunga. Dengan nakalnya angin itu meniup serta kelopak bunga yang berguguran.

Indah!

Tampak seperti musim semi yang begitu bersinar. Hujan kelopak bunga dari hutan alam yang dirawat dengan baik membuat suasana terasa gembira.

Ruby melangkah ke sana kemari dengan headphone yang terpasang di telinganya. Sambil mendengarkan dentingan piano dari benda itu, dia menari ke sana kemari. Satu satunya benda modern yang dia dapatkan dari tetangganya yang baik hati.

Siraman matahari yang hangat dan aroma hutan yang menyegarkan membuat hati gadis kecil yang polos itu berseri.

Hidup hanya satu kali, nikmati dan lakukan apapun yang kau mau.

Jemarinya begitu lentik, menari-nari di udara, bibir merah mudanya melengkung begitu indah. Netra cokelat terang dengan perpaduan green tea itu bersinar indah.

Helai demi helai surainya berkibar dengan terpaan angin sepoi-sepoi. Bagaikan permata yang indah, Ruby adalah salah satu diantara permata yang paling langka.

"Ruby!!!!"

Degh!!

Langkah kaki Ruby berhenti kala mendengar samar-samar suara teriakan seorang wanita. Dia terkejut, wajahnya ditekuk dan kedua jarinya saling bertaut.

Perlahan dia melepaskan headphone merah pemberian tetangganya. Diletakkannya benda itu di atas meja lalu dengan kaki telanjang di berjalan mengendap-endap memasuki gubuk tua yang hampir roboh itu.

Matanya menatap ke sana kemari, mencoba berjalan berhati-hati sambil menempelkan tubuhnya ke dipan jati gubuk tua itu.

Telinganya dia sandarkan ke dinding, rasanya gugup dan juga penasaran. Dia berjalan dengan sangat pelan menuju pintu kayu.

Jemarinya menjelajahi pintu yang setengahnya ditutup dengan lempengan besi itu, sudah usang dan sedikit berkarat.

Dari celah kecil di papan pintu, Ruby mengintip perempuan tua berambut keriting Tangerine yang sedang berdiri sambil berkancah pinggang di depan gubuk itu.

Wajahnya bengis, dan tatapannya tajam seperti nenek lampir. Hidungnya panjang, dan wajahnya selalu ditekuk.

"Ruby!!!" pekik perempuan itu lagi dengan suara melengking.

"Hemphkk!!" Ruby terkejut bukan main, dia sampai melangkah mundur karena terkejut dengan suara cempreng Nyonya Manta Ibunya, ibu kandungnya yang malah lebih kejam dari ibu tiri!

Kedua manik cokelat itu mengikuti setiap langkah Nyonya Manta, mengawasinya secara intens meski tidak tau apa yang harus dia lakukan jika berhadapan langsung dengan Ibu yang kejam itu.

Drap! Drap! Drap!

Langkah kaki itu semakin jelas seiring dengan degup jantung Ruby yang terdengar begitu kuat dan heboh. Panik, dia panik sampai langkahnya tak teratur.

"Ke mana aku!? harus bagaimana!?" gumamnya sambil menggigit jarinya pertanda rasa gugupnya semakin menjadi.

Ruby menatap tempat tidurnya yang terbuat dari papan keras dengan alas tikar rajutan. Dia berlari ke sana dengan cepat lalu berbaring pura-pura terlelap.

Krak!

Pintu rumah dibuka dengan kasar. Ruby ketakutan, jantungnya berdegup kencang. Di cengkramnya dengan erat selimut itu untuk meredam rasa takutnya.

Nyonya Manta adalah ibu yang sangat kejam, badannya besar dan rambutnya keriting. Selalu menggunakan lipstik merah merona, dan suara cemprengnya sudah dihapal seluruh tetangga.

Ruby kerap kali mendapatkan penyiksaan dari ibunya, terutama melampiaskan amarahnya ketika anak-anak nya berbuat ulah. Sejak usianya delapan tahun, dia sudah tinggal di gubuk pengasingan itu tanpa ada yang menemani.

Hidup sendirian, makan sendirian bahkan tidak mengeyam pendidikan yang normal. Sampai saat ini, Ruby bahkan diketahui tidak bisa membaca dengan jelas dan tidak mengenal dunia luar.

"Ruby!!"

"keluar kau sialan!"

"Beraninya kau mengabaikan panggilanku!" pekik nyonya Manta sambil mendobrak pintu kayu itu dengan kaki besar berotot nya yang diselimuti dengan sepatu boot hitam berbahan kulit.

Ruby mencengkram erat selimutnya, entah apa lagi yang akan terjadi padanya hari ini setelah mendengar bahwa dia akan dinikahkan dengan seorang pria tua yang usianya terpaut 18 tahun dengan Ruby yang masih berusia 17 tahun.

Padahal Ibu kandungnya sendiri, tetapi dia sangat kejam dan keji jika berurusan dengan gadis muda itu. Baginya, Ruby adalah sisa ari-ari yang keluar dari rahimnya, darah kotor dan parasit najis yang tak sepantasnya dia lahirkan.

Namun berbeda dengan perlakuannya terhadap kedua putrinya yang lain. Baginya, kedua putrinya adalah malaikat cantik yang Tuhan kirimkan baginya sedang Ruby hanyalah sisa-sisa remah makanan yang anjing pun tak mau menyentuhnya.

Beruntung sekali ketika ada kabar tersiar bahwa pangeran tampan akan datang ke rumah mereka untuk mencari calon istri, dia segera mengambil tindakan cepat untuk mencegah pria itu tertarik pada putri yang dia sebut buluk padahal parasnya bagai princess dari negeri dongeng.

Nyonya Manta masuk ke dalam rumah dengan nafas besar bagai banteng yang sedang mengamuk.

Di tatapanya Ruby yang berpura-pura tidur di atas tempat tidur kayu itu.

"Dasar pemalas sialan!!" Umpatnya.

Emak macam apa dia ini!? Setiap melihat putrinya yang bungsu, dia selalu panas hati, mungkinkah ada kompor meledak di hatinya? Siapa yang tahu?

Ruby sudah sangat ketakutan. Tentu saja takut, ada Big Mama yang mirip nenek sihir berdiri di depannya saat ini sambil menatapnya. Bahkan Big Mama lebih menyeramkan dari raja iblis.

Tangan Nyonya Manta berayun bagaikan lobak putih susu yang terbang dari tanah dan...

Grep!

Tangan itu menarik rambut Ruby dengan kasar, membuat mata Ruby terbuka sempurna dengan wajah syok berat.

"Ma...Mama.... saaaakiiiittt....." Ruby memekik kesakitan sambil menahan tangan nyonya Manta yang mencengkram kepalanya begitu kuat.

Bruk!

Tubuh kurus kerontang bagaikan kanebo kering itu dilempar ke atas lantai tanah sampai kening dan Lutut Ruby membentur lantai tanah berpasir.

"Dasar pembawa sial! Kenapa semua jahitan ini belum beres Ruby!"

" Langgananku sudah menunggu dan kau belum juga menyelesaikannya!? Apa maksudmu pembawa sial!!" Nyonya Manta menatap tajam Ruby.

Dengan tubuh gemetaran, gadis polos itu menatap ke tumpukan kain yang sudah dia selesaikan," ta.. tapi Ma, su.. sudah Ruby selesaikan semua... Ma.. Mama belum periksa," ucap Ruby dengan nada tertekan.

Bagaimana tidak tertekan, dia seolah sedang berbicara di depan hakim pemutus keadilan yang bengisnya melebihi kebengisan nenek lampir dan antek-anteknya.

Nyonya Manta mendekati kardus besar berisi tumpukan kain itu, ditariknya satu per satu dan ternyata semua sudah selesai dijahit Ruby sampai ke sepuluh jari gadis itu dibalut perban karena tertusuk jarum.

"Ohh, sudah selesai, hohohoho... bagusnya karyaku ini, kerja kerasku tak sia-sia!!" Ucapnya dengan wajah bahagia sambil mengangkat kardus itu lalu keluar dari rumah itu tanpa merasa bersalah sedikitpun.

"Kau diam di sini, tunggu perintah dariku, kau akan keluar untuk beli baju buat pernikahanmu besok, kalau sampai kau melarikan diri, bapakmu pun nggak akan bisa menolongmu kalau sudah jatuh ke tanganku!"

"Ingat itu, pembawa sial!" Ancam nyonya Manta dengan nada nya menyeramkan.

Ruby hanya bisa terdiam gemetaran sambil menahan tangisannya. Gadis lugu dan polos yang tidak pernah hidup bebas itu hanya bisa menurut dan menunggu nasibnya dipermainkan.

2. Gama Si Pria Tua Bertopeng

Sementara itu di sebuah bar megah yang kerap disebut sebagai Crocodile Bar, seorang pria yang dikenal berwajah buruk rupa  dengan topeng yang menutupinya duduk bersandar pada kursi kebanggaannya. Sambil menatap datar ke arah para penari kabaret yang penuh semangat meliuk-liuk di atas panggung dengan tiang pole dance sebagai tempat menari mereka.

Lampu redup, nuansanya sangat liar dan bebas, tampak beberapa orang lainnya tengah menikmati tarian para penari kabaret itu.

Di saat yang sama, seorang perempuan seksi berjalan dengan melenggak-lenggok kan tubuhnya. Bunyi gemerincing hiasan tubuhnya terdengar. Dia adalah gadis favorit para pengunjung, sangat terkenal akan keseriusannya dalam menari tapi anehnya, dia satu satunya penari yang tidak pernah 'telanjang' seperti penari lainnya.

Dia mendekati pria berusia pertengahan tiga puluhan dengan wajah buruk rupa itu.

"Jika kau tidak menikmatinya, kenapa kau duduk di sini dan menonton Gama!?" ucap gadis itu seraya menatap Gamaliel Falcon dengan tatapan datar.

Gama hanya menggerakkan pupilnya, "Bukan urusanmu!" ucapnya sambil menatap foto gadis cantik yang ada di hadapannya saat ini. Foto Ruby yang diberikan nyonya Manta sebagai tawaran untuk pelunas utang besar keluarga mereka.

"Dia cantik, " ucap Jessica si gadis penari yang juga teman dekat Gamaliel, tetapi Gama sama sekali tidak menghiraukannya.

"Wahhh... bro, cantik nih cewek!!" Pria tampan dengan rambut ikal bertubuh tinggi nan tegap menarik paksa foto itu dari tangan Gama dan menatapnya dengan mata berbinar-binar.

Sebagai seorang playboy kelas kakap, Robinson selalu membuat teman-teman nya jengah dengan pergaulan liar pria itu.

"Robin!" ucap Gama dengan suara bergema.

Glek!!

Sontak semua orang menelan saliva mereka saat melihat ekspresi mematikan itu di wajah Gama.

"Kembalikan goblok! kau tau sendiri dia seperti apa!" ucap pria lain dengan wajah khas Arab, mereka memanggilnya Marcopolo si pria berengsek penghancur bisnis orang lain.

Robin cepat-cepat melangkah dengan wajah cemberut, dan meletakkannya kembali ke tangan Gama.

"Bagaimana menurutmu gadis ini? apa dia mau menikah denganmu!?" tanya Marco dengan wajah penasaran.

"Mau tidak mau, dia akan tetap menikah denganku, untuk menutup mulut para keparat itu!"

"Juga bagian balas dendam ku pada jal4ng sialan itu," tutur Gama dengan nada dingin.

"Tapi dia terlalu muda, apa kau tidak masalah!?" tanya Jessica dengan wajah tak senang. Sebab sejak lama dia telah menyimpan perasaan pada pria itu, namun Gama sama sekali tidak pernah menatapnya sebagai seorang wanita.

Mendengar ucapan Jessica, Gama hanya terdiam tanpa membalas apapun. Dia terus menatap foto gadis  yang masih remaja itu.

"Jawab aku Gama, kan masih banyak perempuan yang lebih dewasa!" Ucap Jessica dengan nada sedikit protes.

"Apa kau menawarkan dirimu sendiri Jes? Tentu saja aku tidak akan memilihmu sekalipun perempuan di muka bumi ini hanya tinggal dirimu!" Tegas Gama yang membuat wajah Jessica cemberut.

"Cih... kepala batu, apa kau tidak pernah menganggap ku sebagai wanita!? Aku menyukaimu Gama!!" Ungkap Jessica dengan wajah memelas, berharap Gama meliriknya.

"Kau sahabatku Jes, dan sahabat selamanya tidak akan ada hubungan romansa, kau sudah seperti adik bagiku," ucap Gama.

"Kau berhak mendapatkan yang lebih baik, lihat Marco dan Robin, mungkin salah satu dari mereka dapat menggetarkan hatimu!" Ucap Gama seraya menatap kedua bocah ajaib yang tengah duduk di barisan paling depan menonton para gadis sedang menari.

"Hempkhhh... dasar sialan, kupikir kau tergoda, kau pikir aku serius menyukaimu!? Dasar narsis!" Ketus Jessica yang berdiri dan kembali ke panggung untuk menari dengan perasaan yang kacau.

"Benar Gama, selamanya kita hanya bisa menjadi sahabat sampai mati, tapi aku terlalu mencintaimu, arrkhhh... apa aku bisa menerima gadis yang akan menikahimu nanti? Aku takut jadi perusak hubungan kalian!" Batin Jessica.

Sementara itu, di tempat duduknya, Gama terus meneru menatap foto Ruby yang cantik itu. Ada yang aneh dengan hatinya, gadis yang masih begitu belia dan masih terbilang remaja tanggung itu berhasil menggetarkan hati, jiwa dan pikirannya.

"Kenapa aku memilihnya? apa karena dia mirip dengan Ziva, tetapi dia malah menggetarkan jiwaku !? siapa gadis ini? siapa dia?" batin Gama sambil mencengkram erat foto itu.

Diamnya Gama membuat mereka yang ada di sana tak bisa berkutik. Tak ada yang berani mengusik pria itu bahkan bertanya meski penasaran.

Gamaliel Falcon, adalah seorang pria berumur yang dikenal dengan wajah buruk rupanya yang disebabkan oleh kecelakaan besar di masa lalu.

Setelah wajahnya rusak karena terbakar, menyebabkan pria ini ditinggalkan oleh semua teman. Bahkan kecelakaan itu merenggut nyawa mendiang istrinya.

Dia pernah menikah, tetapi beberapa jam setelah pernikahan itu, dalam perjalanan menuju bulan madu, Gama dan mendiang istrinya mengalami kecelakaan yang berujung merenggut nyawa pria itu.

Sampai saat ini, dia menahan dendam dan merencanakan pembalasannya satu persatu. Mulutnya berkata bahwa dia sudah mengikhlaskan kematian istrinya, tetapi hatinya masih milik mendiang istrinya.

Dia terus menerus dijodohkan, bahkan karena sering menolak, Gama sampai disebut sebagai pria impoten dan disebut menyukai pria. Status singlenya membuat dia kerap diserang oleh keluarga pamannya, bahkan beberapa kali hampir terjebak dengan perempuan bayaran untuk menghancurkan nama baiknya.

Gamaliel Falcon, seorang pria muda sukses yang menjadi seorang pengusaha memimpin puluhan perusahaan dan ratusan ribu karyawan, menjadikannya sosok pria yang tak tergapai. Semua orang iri padanya, semua wanita mendambakannya, tetapi sampai saat ini hatinya masih milik Ziva, mendiang istrinya!

"Marco, apa kalian masih mau disini!?" Tanya Gama seraya bangkit berdiri.

Duo mata keranjang, Marco dan Robin angguk-angguk kepala dengan cepat sambil menunjukkan jari jempol mereka ke arah Gama tanpa menoleh pada pria itu.

Benar benar mata keranjang, lihat yang bening sedikit, kedua bola matanya hampir keluar.

"Dasar mata keranjang!" Gumam Gama.

Pria itu melangkah keluar dengan wajah datar, sedang Jessica terus melirik Gama, pria yang dia cintai tapi gak bisa dia gapai.

Gama dengan tegas melangkah keluar dari bar itu. Pesonanya sebagai pria muda tentu membuat semua orang hendak mendekatinya, tetapi wajah di balik topeng itu membuat semua orang menghindarinya.

Kalaupun ada yang berani menggodanya, berarti orang itu punya niatan busuk yang akan langsung berakhir di tangan Gamaliel.

Pria itu disambut beberapa pengawalnya. Dia mengemudi sendirian tanpa asistennya si Marco mata keranjang dan juga dua sahabatnya yang lain.

Sesekali menikmati liburan di tengah sibuknya dunia bisnis yang dia jalani membantu pikirannya untuk relaks.

Dia memang workaholic, tetapi cerdas mengendalikan waktu untuk dirinya sedikit bersantai.

Sementara itu, Ruby yang tidak pernah keluar dari gubuk tempat tinggalnya dibawa ke kota oleh kedua kakak perempuannya.

"Bisa cepat gak sih jalannya!? Lambat banget kaya siput!" Ketus Yani kakak pertama Ruby.

"Tau nih, mataharinya panas bodoh!"

"Kulit kami bisa terbakar!" Ketus Jenna kakak keduanya.

Ruby berjalan tertatih-tatih sambil memegang semua kantong dan menggendong buntalan besar berisi kain hasil jahitan yang harus diantarkan ke toko pakaian keluarga mereka.

Gadis bertubuh kurus dan kecil itu harus berjalan dengan beban berat di bawah terik matahari sedang kedua kakaknya berjalan dengan gaya sok selebriti. Tak membawa beban bahkan memakai payung tapi mengeluh. seolah mereka yang membawa semua barang berat itu.

" kaki Ruby lecet kak, pelan-pelan jalannya," ucap gadis itu dengan suara memohon.

Tapi yang namanya gadis sok seleb, keduanya hanya mencibir Ruby dan mengatai Ruby sebagai gadis manja yang tidak tahu diri.

"Cih, dasar parasit, membawa barang sedikit itu saja kau sudah mengeluh!" Ejek Yani.

Sedikit!? Yang benar saja!? Apa mata gadis ini perlu dicongkel? Bagaimana bisa dia mengatakan itu barang yang sedikit saat kedua tangan, bahu dan punggung Ruby sedang menahan banyak beban!?

"Ini banyak kak, kalian bantu aku membawanya," bujuk Ruby.

Plak!!

Satu tamparan mendarat di pipi Ruby.

"Mulai berani ya nyuruh-nyuruh, aku bilangin Mama tahu rasa kau dihajar sampai mampus!!" Ancam Jenna yang sukses membuat Ruby membungkam bibirnya.

Setelah beberapa menit perjalanan mereka tiba di toko pakaian keluarga Magenta. Kedua kakaknya disambut oleh para karyawan bagikan bos sedang Ruby disuruh masuk membawa semua barang itu melalui pintu belakang, karena dianggap memalukan jika sampai langganan melihatnya.

3. Kenapa Dia Sejelek Ini!?

Toko kain Magenta, salah satu toko kain dan toko pakaian yang sangat terkenal di kota itu. Bisnisnya cukup lancar, tetapi tentu saja semua itu butuh usaha dan kerja keras.

Nyonya Manta dan tuan Magenta mengoperasikan bisnis ini sejak mereka belum menikah hingga saat ini. Saat Ruby mulai berusia lima tahun, anak itu dijadikan sebagai pembantu tanpa upah untuk memperbaiki semua jahitan yang rusak dan belum selesai.

Ini kali pertama Ruby dibawa ke toko itu, ini kali pertama gadis itu keluar dari guanya.

Ruby menatap seluruh area toko dengan wajah berbinar-binar. Segala benda yang belum pernah dia lihat ada di sana. Maklum, tidak pernah keluar dari hutan, sekalinya keluar langsung kaget dengan peradaban modern.

"Wahhh.... apa itu!!" Gumamnya sambil menatap aquarium milik nyonya Manta yang dipajang di sudut ruangan.

Kakinya melangkah kecil menghampiri gelas kubus itu. Dengan wajah polos dia menatap bebas itu.

"Ada danau super kecil!!"

"Kenapa bisa seperti ini!? Wahhh... ini juga ada gelembung-gelembung airnya, seperti sungai di belakang rumah tapi ini kecil sekali!!" Gumamnya sambil menyentuh kotak kaca itu dengan jari telunjuknya.

"Apa ini!?" Ucapnya sambil menatap alat penyaring air, di dalam akuarium itu ada beberapa ekor ikan kecil, rasanya Ruby belum pernah lihat ikan yang bisa mengalahkan kecantikan ikan ****** di sungai belakang rumahnya.

"Lebih cantik dari keluarga ******!!" Celetuk Ruby sambil mengangkat tangannya hendak memasukkannya ke dalam aquarium.

"Apa yang kau Lakukan!" Hardik salah satu pegawai toko yang tidak tahu kalau Ruby adalah anak dari pemilik toko.

Penampilannya yang lusuh juga wajahnya yang tak mirip dengan kedua kakaknya membuatnya tidak dianggap sebagai anggota keluarga Magenta.

"Eh.. i.. itu, mau nangkep ikan kak," jawabnya dengan tatapan lugu nan polos.

Tentu saja mendengar ucapan Ruby, pekerja itu terkejut. Manusia goa dari mana gadis ini. Wajahnya jelas mengatakan bahwa dia terkejut dengan tingkah Ruby.

"Mau nangkap ikan!? Kamu pikir kali!? Dasar perempuan sinting, sana pergi!! Kau mengotori toko ini!!" Usirnya dengan kasar.

Ruby berjalan dengan wajah ketakutan karena dibentak.

Gadis lugu nan polos itu berjalan keluar dari toko sambil menatap ke sana kemari. Semua tempat itu tampak sangat asing baginya.

Ruby melangkah ke bagian depan toko, menatap kedua kakaknya yang tampak sangat senang di dalam sana.

"Kak Yani, Kak Jenna, Ruby lapaaarr.... kenapa kalian lama sekali!?" Gumamnya sambil duduk di teras toko dengan kedua kakinya dia masukkan ke dalam paret yang dia pikir jalan kecil untuk anak-anak.

Semua yang lewat menatap gadis polos yang tidak tahu apa-apa. Bayangkan dikurung di hutan selama dia hidup, saat keluar tentu saja dia tak tahu apa-apa. Membaca saja dia kesulitan apalagi bergaul dengan orang lain.

Ruby merogoh kantongnya, di dalam ada beberapa koin yang diberikan para tetangga padanya sebagai uang jajan katanya, jajan bagaimana? Keluar saja dia tak pernah, sampai-sampai uang pemberian tetangganya dia simpan di kantong hingga jumlahnya lumayan banyak.

Sekedar membaca uang, tentu dia tahu, tapi untuk bacaan yang banyak, dia akan gelagapan dan kebingungan.

"Apa ini bisa dipakai beli makan?" Pikirnya sambil melemparkan pandangannya kesekitar tempat itu.

Ruby menatap anak-anak kecil yang sedang membeli jajanan pinggir jalan, mereka memberikan uang yang sama seperti dia pegang.

Gadis itu berdiri lalu menatap ke dalam toko dengan wajah sedih," Ruby juga mau punya teman seperti kak Yani dan Kak Jenna," gumamnya dengan suara kecil.

Dia berdiri di dalam selokan, sampai orang pikir dirinya itu pemulung.

Saat dia asik menatap kedua kakaknya yang tampak sangat ceria tiba-tiba sekujur tubuhnya menjadi basah.

Dia disiram dengan air es oleh karyawan toko!

"Dasar pemulung sialan, pergi kau! Merusak pemandangan saja!!" Umpatnya dengan tatapan bengis mirip anjing yang sedang PMS.

Ruby terkejut bukan main, dia tidak berniat jahat tapi orang pikir dia jahat.

" Ru.. Ruby sedang menunggu...." belum selesai dia bicara, tubuhnya sudah disiram lagi.

Byuur!!

"Pergi ku bilang pergi!!" Pekik pekerja itu dengan kasar.

Ruby yang dibentak menjadi ketakutan, dengan wajah sedih dia melangkah keluar dari selokan. Pakaian yang dia kenakan sudah basah kuyup, bahkan sekujur tubuhnya kedinginan karena perbuatan orang itu.

Dengan langkah gontai, Ruby meninggalkan toko meski takut kedua kakaknya tidak akan menemukannya.

"Ruby cari makan dulu, nanti ke sini lagi," gumamnya.

Gadis itu melangkah perlahan-lahan. Wajah cantiknya tertutupi dengan debu yang menempel di wajahnya. Penampilannya acak-acakan sampai orang berdecih kala melihatnya.

Gadis itu mendekati beberapa tempat jajan, hendak membeli tapi dikira mengemis, akhirnya dia diusir bahkan sampai dicaci maki oleh mereka.

Ruby menangis sedih, tak ada yang menerimanya di dunia ini. Dia tiba-tiba merindukan ladang cabainya, pohon beringin tuanya, bunga anggrek kesayangannya dan si mawar merah saingannya, juga para tetangga berusia tua yang jadi temannya sehari-hari di ladang itu.

"Lapar... Ruby gak tahu jalan pulang, ini di mana hiks hiks hiks hiks...." gadis itu menangis sambil berjalan terseok-seok.

Saat di jalan dia juga dilempari anak kecil karena dikira orang gila. Keningnya terluka dan tubuhnya terasa sakit, belum lagi perutnya sudah keroncongan minta makan.

Hari semakin gelap, dan Ruby semakin jauh dari kedua kakaknya. Tak tahu dia caranya pulang ke rumah, dia seolah berputar putar di tengah labirn besar yang menjebaknya.

Semakin paniklah gadis polos itu, hampir tertabrak berkali-kali bahkan digoda para hidung belang berengsek.

Ruby melewati rel kereta api, entah bagaimana dia bisa sampai di sana padahal jaraknya belasan kilometer jauhnya dari toko keluarganya.

"Mamaaa.... papaaa... kakaaaakk... Ruby takuuutt...."

"Kalian di manaaaa...."

"Hiks hiks hiks... Ruby takuuuttt...." ucapnya sambil menangis sesenggukan menatap ke kanan dan kiri.

Tubuhnya terasa dingin, angin malam membuatnya gemetar. Hingga hidungnya mencium aroma lezat dari sebuah rumah makan di pinggiran, dekat dengan stasiun kereta api.

Kedua kakinya membawa dia masuk ke rumah makan itu. Orang-orang menatapnya kesal karena penampilannya yang buruk.

"Mbak... saya mau minta makan," ucap Rby dengan tatapan memelas.

Wajah pelayan rumah makan itu langsung berubah bengis, sama persis dengan orang-orang yang dia temui tadi.

Ruby segera mengeluarkan uang dari kantongnya," saya bawa uang kok mbak," ucapnya menyodorkan selembar uang limapuluh ribu yang ada di dalam kantongnya.

Betul saja, wajah bengis tadi langsung hilang begitu melihat cuan.

"Bilang dong kalau punya uang, tak Kirain tadi minta minta!" Celetuknya sambil menyambar uang Ruby.

Dua bungkusan ayam goreng dan nasi diberikan pada Ruby tak lupa minumannya, juga diberi beberapa bonus agar gadis itu tak terlalu kelaparan," ini saya sudah kasih bonus mbak, dimakan baik-baik, terus pulang ke rumah, jangan keluyuran, ini sudah malam!" Ucap si penjual.

Ruby menatap kantongan itu, belanja pertamanya sejak keluar rumah,'' Wahhh satu lembar itu bisa dapat segini banyak? Mbaknya baik banget, terimakasih kasih mbak, saya lapar banget ini!!" Seru Ruby dengan suara lantang sampai membuat semua menatapnya heran.

Tak terkecuali, pria misterius dengan wajah tampan yang sedang menikmati makan di di tempat itu.

Sejak Ruby masuk, dia terus menatap Ruby dengan tatapan heran bahkan sampai membuatnya berhenti makan.

Ruby tersenyum begitu cerah, gadis itu duduk di kursi luar, tepat di hadapan pria tampan itu.

"Paman, saya boleh duduk di sini kan?" Ijin Ruby dengan sopan sambil menatap pria itu dengan wajah polos.

Pria itu hanya membalas dengan anggukan kecil, lalu melanjutkan makannya dengan ribuan pertanyaan muncul di kepalanya.

"Ada apa dengan penampilannya!? Sangat berbeda dengan apa yang ada di foto!? Kenapa dia sejelek ini!? Berantakan sekali! Dekil dan bau!!! Apa dia yang akan ku nikahi besok!???" Batin pria itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!