Tahun ini usia ku menginjak 18 tahun, tidak seperti kebanyakan perempuan di luar sana yang menikmati masa remaja nya. Namun aku harus berkutat dengan malaikat mungil yang sedang berayun di ayunan bayi yang berada di hadapan ku.
Apakah malaikat itu anakku?? Bagaimana bisa aku memiliki anak di usia ku yang begitu muda?? Apakah aku kupu-kupu malam?? Pasti banyak pertanyaan yang menyelimuti, namun inilah kisah ku....
Namaku Ayuna Defara, aku di besarkan di sebuah rumah sederhana di salah satu kota sebut saja kota A. Di rumah itu terlihat begitu nyaman dari luar, banyak yang iri terhadap ku tanpa tau apa yang harus aku alami.
Saat itu tubuh kecil ini masih berumur 4 tahun, baru belajar mengingat memori. Di masa itu mungkin anak anak sebaya ku menghabiskan waktunya untuk bermain atau di manja oleh orang tua nya. Namun berbeda dengan ku yang di paksa oleh keadaan untuk menjadi dewasa di usia ku yang masih sangat kecil.
Kenapa?? Apakah aku anak yatim?? Salah...
Orang tua ku masih lengkap, baik ayah atau ibu ku, aku bahkan memiliki dua orang kakak laki laki, seorang kakak perempuan dan seorang adik laki laki. Banyak yang iri karena melihat aku masih di kelilingi keluarga yang lengkap namun mereka tak pernah tau hal yang paling menyedihkan bagi seorang anak bukan karena orang tua nya tiada ataupun bercerai. Namun, saat mereka ada dan terlihat baik di luar tapi di dalam seperti neraka.
Pagi itu aku bangun seperti biasa jam 6, aku langsung mengekori ibu ku yang sibuk mengurusi jualan nya. Yah ibu ku adalah seorang penjual sayuran keliling, meski penghasilan nya tidak banyak namun cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari meski terkadang ad waktu nya kami tidak bisa makan. Lalu ayah ku?? Jangan di tanya dia tidak bekerja dan terus saja bilang kalau di sakit sakitan, padahal ku lihat ia baik baik saja.
"Mandi lah!!" Seru ibu ku menatap ku.
Aku langsung berlari kecil ke belakang untuk mandi karena takut ibu ku marah kalau aku berlama lama. Setelah selesai mandi, kakak perempuan ku memakaikan aku baju dan sebuah pita di rambut ku yang membuat ku tersenyum bahagia. Setelah ia selesai dengan ku, ia pamit berangkat sekolah, saat itu ia masih menginjak bangku SMA, ini adalah tahun pertama sekolah nya.
"Kak, boleh minta coklat??" Tanya ku dengan wajah polos.
"Ini.." Ia tersenyum sembari memberi ku sebuah coklat yang slalu ia siapkan untuk ku setiap akan berangkat sekolah.
Ku lihat ibu ku pun sudah mau berangkat berjualan, aku hanya menatap nya sendu. Karena sebenarnya takut di tinggal di rumah, namun apa daya aku tak bisa merengek seperti adik ku, karna pasti akan di marahi.
Skip
Hari sudah beranjak siang hari, membuat perut ku sedikit lapar, aku segera ke meja makan untuk mengambil nasi dan lauk yang sudah di sediakan oleh ibu ku. Mata ku berbinar hanya dengan melihat ada tumis bayam dan ikan asin kesukaan ku, juga ada sambal terasi yang cukup pedas dan aku hanya mengambil nya sedikit. Walaupun aku masih kecil, tapi aku sudah tahan dengan rasa pedas, karena aku di ajarkan untuk tak memilih makanan.
"Enak..." Seru ku antusias yang sedang melahap makanan ku, sedangkan terlihat adik ku baru saja bangun dari tidur nya.
Ia masih kecil, usia nya hanya terpaut satu tahun lebih sedikit dari ku, jadi kita kira saat itu dia berusia hampir 3 tahun. Aku segera meninggalkan makanan ku di atas meja dan mengambil kan adik ku nasi dan juga lauk untuk di makan. Namun hanya nasi dan tumis bayam saja karena adik ku belum tahan pedas dan tidak suka ikan asin.
Dia berjalan ke arah ku dengan tampang sumringah melihat ku membawakan makanan untuk nya. Ia duduk berhadapan dengan ku untuk meminta di suapi, dengan senang hati aku melakukan nya.
Yak lama makanan nya pun tandas, setelah itu ia izin bermain dengan teman nya di luar.
Saat aku melihat adik ku sudah bermain, aku kembali menyantap makanan ku tadi. Namun baru saja beberapa suap tertelan sebuah tangan menghempaskan piring ku. Hal itu membuatku sangat ketakutan, seluruh tubuh ku gemetar tak menentu.
Tangan Itu menyeret ku masuk ke dalam kamar, dia adalah ayah ku yang mungkin sering orang bilang adalah cinta pertama seorang anak perempuan. Namun tidak untuk ku, aku menangis tanpa suara menahan sakit di punggung ku akibat ulah ayah ku. Aku tak berani menatap nya apalagi mengeluarkan suara sedikit pun, hanya bisa menangis meringkuk di dalam kamar ku.
Tubuh ku terasa remuk akibat pukulan dan cambukan ayah ku, bahkan terlihat jelas membiru d beberapa bagian terutama kaki dan tangan ku. Punggung?? Entah lah, harus bagaimana aku menggambarkan nya.
Ini lah hidup ku, yang slalu orang luar sana iri kan, seandainya bisa bertukar aku pun ingin hidup sebagai orang lain. Tubuh kecil ku meringkuk tak berdaya dengan air mata yang terus mengalir. Apa?? Kenapa ayah ku tega?? Apa dia mabuk??
Tidak..... Ia tidak merokok atau pun meminum minuman keras selama yang aku tahu, ia hanya suka berjudi dengan uang hasil jerih apayah ibu ku. Yang terkadang membuat mereka slalu bertengkar, sejak aku belajar mengingat yang ku lihat hanya lah pertengkaran dan pertengkaran. Ibu ku slalu beralasan karena sudah banyak anak dia bertahan, namun ia tak memikirkan bagaimana dengan mental anak nya. Ini lebih buruk dari dampak perceraian orang tua.
Ayah ku yang slalu senang berjudi, kalau dia menang maka dia akan membeli makanan enak dan menyembunyikan nya di kamar. Namun kalau kalah selalu aku, dan selalu aku yang kena sasaran dan aku pun tak terlalu ingat sejak kapan ayah ku mulai memukuli ku tiap dia ada masalah....
"Hiksss... Buu .... Hiksss hiksss...." Rintih ku berharap ibu ku cepat pulang atau kakak perempuan ku yang cepat pulang.
Kemana kakak laki laki ku?? Kakak pertama ku sudah menikah dan ikut keluarga istri nya, sedangkan kakak ku yang satu lagi aku tak tahu dia sering tak berada di rumah. Sampai suara adzan berkumandang, tak ada tanda tanda orang akan menolong ku.
Aku berusaha untuk duduk meski rasa nya seperti tubuh ku hancur. Aku berjalan ke dapur memeriksa apakah ada air hangat, namun nihil, alhasil aku hanya membasuh luka ku dengan air dingin yang membuatku semakin menangis tapi takut mengeluarkan suara. Setelah itu aku mengambil Betadine di tak yang biasa kakak perempuan ku gunakan, aku tahu persis tempat nya karna ini bukan pertama kali aku terluka.
Setelah selesai dengan luka ku, aku ke lemari mencari baju dan celana panjang untuk ku gunakan. Lalu aku langsung mencari keberadaan adik ku, meski dengan jalan yang sedikit tertatih. Aku tersenyum melihat adik ku tertidur di depan tv dengan tv ang masih menyala.
Aku mematikan tv, dan mengusap rambut adik laki laki ku itu, berharap ia tak kan menjadi seperti aku.....
"Assalamualaikum..." Suara kakak perempuan ku membuat ku ingin melompat kegirangan namun ku urungkan karena tubuhku masih begitu sakit.
Ku lihat ia datang bersama teman nya, ayah ku yang melihat itu langsung datang menyambut meski sesekali ia terbatuk. Aku melihat wajah ayah ku berbinar cerah sekali, sangat berbeda dengan tadi.
"Na..." Suara kakak perempuan ku menyadarkan ku.
Oh ya aku lupa, nama kakak perempuan ku ini Rahma Ayunda putri.
"Hmm...." Gumam ku sembari menatap wajah kak Rahma polos.
"Nih...." Kak Rahma menyerahkan sebuah bingkisan yang ternyata isi nya eskrim.
"Makasih kak..." ucap ku tersenyum senang dan langsung berjalan ke kamar menghampiri adik ku.
Ya tadi ia sempat terbangun dan ku suruh pindah ke kamar alhasil bukan nya tidur ia malah bermain di kamar. Adik ku bernama Naufan Fitrayan.
"Dek, liat di bawain kak Rahma eskrim...." Ujar ku antusias, aku memang sudah lancar bicara.
"wahhh.... Wahh..... " Mata nya berbinar menatap eskrim yang aku pegang.
Aku langsung membukakan eskrim itu untuk adik ku dan untuk diri ku sendiri. Ku lihat dia begitu menyukai eskrim yang di belikan oleh kak Rahma. Aku pun begitu, karena aku sangat suka eskrim rasa strawberry. Aku tak mengerti dengan apa yang di bicarakan kak Rahma, teman nya itu dan juga ayah ku. Aku pun tak mau ikut campur urusan orang dewasa, setelah selesai makan eskrim aku mengajak Naufan adik ku untuk bermain sepeda di luar.
"Kak..." Dengan ragu ragu aku memanggil kak Rahma yang sedang mengobrol dengan teman nya.
"Kenapa?" Kak Rahma berjongkok sembari mengusap Surai rambut ku.
"Boleh main sepeda sama adek??" Tanya ku meminta izin pada kak Rahma yang entah kenapa dia justru terkekeh mendengar ucapan ku.
Kakak ku segera beranjak dari tempat nya, mengambil sepeda roda tiga yang ada bocengan nya. Aku tersenyum senang melihat kak Rahma mengeluarkan sepeda itu, aku segera menarik lembut lengan Naufan dan menyuruh nya duduk di kursi belakang. Sepeda itu aman karna ada sandaran nya sepeda jaman dulu untuk anak anak.
"Jangan jauh jauh!!" peringat kak Rahma dan aku hanya mengangguk mulai menggoes sepeda di luar rumah.
Setelah di rasa cukup bermain aku memilih untuk mengajak adik ku pulang. Ternyata teman kak Rahma itu masih ada di sini, aku mencoba menanyakan kepada kak Rahma.
"Kak?? Kok temen kakak masih di sini??" Tanya ku penasaran.
"Dia itu anak nya bibi Ika, sepupu jauh nya ayah... Kata nya dia mau tinggal di sini selama sekolah..." Jelas kak Rahma yang membuatku bingung.
"Emang dia gak punya rumah?" Tanya ku polos, yang membuat kak Rahma terkekeh.
"Rumah orang tua nya jauh di desa, dia di sini tinggal ngontrak, tapi sepi kata nya ngontrak sendiri jadi mau tinggal di sini aja...." Aku mengangguk angguk meski sebenarnya tidak terlalu mengerti.
Tak ingin memikirkan lebih banyak hal aku beranjak ke belakang untuk mandi, karna ku lihat adik ku sudah selesai di mandikan oleh ibu ku. Setelah mandi rupa nya di depan sudah ada sajian yang di letakan di atas tikar. Aku sempat bertanya tanya, tumben kelihatan nya ingin makan bersama. Kak Rahma meminta ku untuk segera memakai baju ku dan bergabung untuk makan.
Makan malam kali ini spesial untuk ku, karna sangat jarang sekali bisa makan bersama. Biasa nya siapa yang lapar ambil sendiri, tak ada yang memperdulikan apapun. Mata ku berbinar melihat ada pindang Ikan patin di hadapan ku, tanpa menunggu lama semua orang mulai menyantap makanan nya. Begitu Pun aku, aku melihat ayah ku terus mengobrol dengan teman kak Rahma yang belum ku tahu siapa nama nya. Aku sedikit iri pada nya, kenapa dia begitu datang sudah bisa dekat sekali dengan ayah, padahal aku sendiri tak pernah bisa. Tanpa bisa ku tahan cairan bening jatuh luruh melalui pelupuk mata ku.
"Na...." Panggil kak Rahma yang membuat ku refleks menoleh.
"kenapa?" Tanya nya sedikit khawatir.
"Gak, ini kuah nya panas, uap nya ke mata jadi perih..." Ucap ku sembari menunjukkan deretan gigi ku.
Setelah makan malam, dengan tega nya ayah menyuruh ku tidur di depan tv karna Kak Dewi, yah teman kak Rahma akan memakai kamar bersama dengan kak Rahma. Aku selama ini memang berbagi kamar dengan kak Rahma. Kak Rahma mencoba membela ku, kalo aku tetap bisa tidur di kamar walaupun ada kak Dewi. Namun ayah bilang kamar itu sempit biar lah suruh adikmu mengalah. Jujur hati ku seperti teriris pisau, mendengar ucapan ayah ku.
skip
Hari demi hari telah ku lewati, seperti biasa tak ada yang berubah, bahkan bisa ku katakan lebih parah. Sekarang makin jelas perbedaan sikap ayah ku pada ku dan yang lain. Sedangkan sikap ayah pada keponakan nya itu yang baru hadir slalu baik dan lembut, ya siapa lagi kalau bukan kak Dewi.
Tak terasa sudah hampir satu tahun kak Dewi tinggal di rumah kami, hari itu terjadi pertengkaran hebat antara ibu ku dan kak Dewi. Kak Rahma segera menarik ku ke dalam kamar, di sana pun masih terdengar jelas pertengkaran mereka. Aku hanya bisa menangis dan menangis, aku bingung sebenarnya ada apa. Aku sangat takut bila ada pertengkaran, karna saat berakhir mungkin ayah akan memukul ku lagi. Aku memeluk erat tubuh kak Rahma, dan ia terus saja mencoba menenangkan ku.
Praannggg
praannggg
Aku tak tahu apa yang terjadi di luar sana yang jelas ada suara pecahan piring atau cangkir terdengar sangat nyaring. Mendengar hal itu kak Rahma melepaskan pelukannya.
"Na... Di sini dlu yah, kakak mau liat ke depan, inget kunci pintu jangan buka siapapun yang ngetik kecuali kakak, ngerti!!" Aku hanya bisa mengangguk paham.
Setelah kepergian kak Rahma, aku melakukan apa yang ia katakan yaitu mengunci pintu. Aku menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh ku yang bergetar hebat. Di usia ku yang masih segini begitu banyak siksaan mental yang harus aku terima, dan aku hanya bisa menangis. Terkadang aku berpikir bagaimana cara ku untuk hidup ke depan nya. Kenapa aku harus di lahir kan kalau seperti ini. Jika boleh memilih aku tak pernah ingin di lahir kan ke dunia ini.
Dunia yang kacau, tak pernah damai yang membuat ku tak pernah tenang. Aku meringkuk sembari terus memperhatikan pintu, aku mempertajam telinga ku karna seperti nya sudah tak ada lagi keributan. Namun aku harus menurut pada kak Rahma, sebelum ia datang aku tak boleh membuka pintu untuk siapa pun. Aku hanya bisa menunggu dan menunggu dengan ke adaan risau. Dan jika hidup bisa memilih, aku ingin semua nya berubah.....
Ternyata keributan itu karena ibu ku tidak terima kak Dewi terus menumpang di sini. Bukan karena ibu ku pelit atau apa, tapi ibu ku merasa tidak nyaman, semenjak kak Dewi di sini dia memang seperti di ratukan oleh ayah ku. Bahkan kami anak anak nya pun tak pernah di perlakukan seperti itu. Setelah keributan itu kak Dewi pergi dari rumah, ayah sempat marah pada ibu ku namun ibu ku tak peduli.
Hari berganti hari bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Berbagai macam cara ku lakukan untuk mendapatkan simpati atau perhatian dari orang tua ku. Namun tak pernah ku dapat, bahkan saat kak Rahma menikah pun, tetap saja aku seperti tak pernah ada di rumah itu.
Hari ini aku resmi duduk di bangku SMP, aku bersekolah di SMP Cahaya yang merupakan sekolah no satu d kota A. Aku sangat senang, meski aku harus bergadang tiap hari, belajar mati matian demi untuk mendapatkan beasiswa penuh di sekolah itu.
Hari ini aku bangun pagi pagi sekali, setelah mandi aku bersiap untuk pergi ke sekolah. Penampilan ku?? Tak banyak macam, hanya memakai seragam lengkap, jangan lupakan almamater dan juga dasi kupu kupu yg melekat di leher ku. Tak lupa ak menguncir satu rambut ku dan hanya menyisakan sedikit poni menutupi dahi ku yang sedikit lebar.
"Perfect..." Ujar ku menatap pantulan kaca di hadapan ku.
Setelah siap dengan penampilan ku, aku keluar kamar untuk sarapan. Aku sarapan dengan nasi goreng yang sudah aku buat pagi pagi sekali tadi. Setelah selesai, aku langsung berpamitan dengan ayah dan ibu ku meski kadang di abaikan. Aku berangkat dengan berjalan kaki, karna untuk menghemat uang. Lagi pula sekolah ku itu tak terlalu jauh, hanya 2 km.... Yah menurut ku itu tak seberapa jauh, karna sudah terbiasa untuk ku.
Butuh waktu 30 menit untuk ku berjalan sampai ke sekolah, cukup melelahkan memang namun ku nikmati saja. Karna aku memang bertekad untuk sekolah dan meraih cita cita ku sebagai desainer interior. Yah aku memang sedari kecil sangat suka menggambar, aku ingin sekali mewujudkan impian ku dan suatu hari bisa membangun rumah dengan desain ku sendiri.
Sampai di sekolah ternyata sudah ramai sekali yang hadir, aku sedikit ragu melangkah kan kaki ku. Jantung ku terasa berdetak sangat kencang sekali, maklum ini adalah sekolah elit banyak sekali murid dari kalangan kelas atas di sini. Sedangkan aku hanya lah murid beruntung yang mendapatkan beasiswa penuh di sekolah ini. Perlahan namun pasti ku langkahkan kaki memasuki gedung itu, ramai. Itu lah pemandangan yang ku lihat.
"Wahh keren banget!!" Decak kagum ku namun hanya bisa ku teriakan dalam hati.
"Fiks, harus bisa!! Eh tapi kemana ruang ospek tempat ku yah jadi bingung..." Aku berjalan sambil melamun.
"Awas!!" Tiba tiba ada yang berteriak, aku pun langsung menoleh dan langsung mematung melihat bola basket melesat ke arah ku.
Dengan cepat aku menutup mata ku...
1
2
3
Tak ada yang terjadi, perlahan ku buka kedua kelopak mata ku. Yang ku lihat sebuah tangan yang menjulur Manahan bola itu tepat di hadapan wajah ku.
"Waahh ganteng banget!!" Ujar ku dalam hati melihat orang yang berdiri di samping ku.
Tubuh tinggi, putih, hidung mancung memakai ikat kepala, rambut nya yang sedikit berponi, astaga seperti pangeran.
"Minggir!!"
"Hah??" Aku tersentak terbangun dari lamunan ku karena ucapan pemuda tampan di hadapan ku ini.
"Lo budek!!" Ia menatap ku tajam.
"Astogeh, nih cowok cakep cakep galak amat..." Batin ku.
"Iya iya, lagian aku cuma mau lewat.." rutuk ku dengan suara kecil namun ternyata masih bisa ia dengar.
"Eh anak baru!!" Panggil nya natah memanggil siapa namun seperti nya memanggil ku sehingga aku pun menoleh.
"Baru kan??" Tanya nya.
"Iy.. Iya kak..." Aku memanggil nya Kakak karna seperti nya ia kakak kelas ku.
" Ruang ospek mana??" Tanya nya lagi meski dengan wajah yang susah ku jelas kan.
"Be... Belum tau kak, baru mau cari..." Ujar ku berusaha untuk sopa ln karna tak ingin membuat masalah.
"Siapa??"
"Hah??" Aku tak mengerti dia menanyakan apa.
"Nama lu pe ak!!"
"Dih gak usah ngatain orang pe ak juga kalik...." Tapi hanya bisa ku pendam dalam hati.
"Ayuna Defara..."
Setelah aku menyebutkan nama ku dia memanggil teman nya yang sedang membawa map bersisi catatan seperti nya. Ia berbincang cukup la sampai membuat ku pegal karna tadi jalan kaki dan ini di suruh berdiri lama. Setelah itu teman nya itu pergi begitu saja, dan ia menatap ku tajam.
"Lantai satu, lorong sebelah kanan, ruangan paling pojok sebelah kiri!!" Ujar nya berlalu begitu saja meninggalkan aku yang masih bingung.
Aku mengerjakan kedua mata ku, mencoba mencerna kata kata nya barusan.
"Makasih kak!!" Teriak ku saat sadar ia memberitahu ku lokasi ruangan ospek ku, dan ia hanya melambaikan satu tangan sembari tetap fokus bermain basket.
Dia tampan sekali tapi sayang jutek galak nyebelin. Aku pun segera menuju ruangan yang tadi di beritahu oleh pemuda tadi. Sesampainya di sana benar saja ada nama ku di antara daftar yang tertempel di kertas yang terpajang d jendela ruangan itu. Aku segera masuk ke dalam, di sana sudah banyak orang rupa nya. Aku mencoba untuk tersenyum meski kaku, jujur aku di sekolah SD tak begitu banyak teman karna aku sedikit pendiam.
"Hai..." Aku sedikit terlonjak mendengar seseorang menyapa ku.
"hai..." Sahut ku canggung namun ia langsung menarik ku duduk satu meja dengan nya .
"Sisil..." Ia mengulurkan tangan nya pada ku, sosok gadis cantik berhijab yang senyum nya manis melebihi gula.
"Ayuna, panggil aja Yuna..." Aku pun menjabat tangan nya.
"Kamu cantik..." Puji Sisil yang membuat ku tersipu malu.
"Kamu lebih cantik.." sahut ku.
"ah, masa!! Makasih!! Kita temenan yah!!" Ujar nya blak blakan dan aku hanya bisa mengangguk kecil.
Tak lama ospek pun di mulai, awal pertemuan kami di pimpin oleh kakak kelas yang menjabat jadi osis. Dan ternyata kakak yang tadi di lapangan itu hadir juga di sana.
"Hai semua!! Jangan tegang donk... Kenalin nama Kakak Angga Bastian Prawira, kakak kelas 8 sekarang satu tingkat di atas kalian, salam kenal semua ospek kali ini kakak yang bakal pimpin kelompok kalian, dan ada juga Kak Reno dan Kak Feby yang bakal ikut dalam ospek kalian...." Jelas pemuda berperawakan sedikit acakan namun ganteng juga, dengan lesung pipi yang membuat salfok terus.
"Oke sekarang di hadapan kalian udah ada kertas, yang cowok warna biru yang cewek warna pink, kalian tulis data diri kalian di kertas itu nnti masukin ke box ini yah kalo udah!!" Perintah Kak Angga.
Semua pun hanya hening, dan mulai menulis termasuk diriku namun aku sedikit risih saat ada tatapan tajam mengarah pada ku. Atau itu hanya perasaan ku saja
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!