NovelToon NovelToon

High School : Season Of Love

PROLOG

...****************...

...----------------...

...****************...

Kleneeeng...

Aku keluar dari pintu kaca minimarket sayuran kemudian bergegas berlari menyusuri jalanan trotoar di malam hari yang di penuhi oleh cahaya-cahaya lampu dari deretan toko juga lampu tiang yang menerangi jalanan, Dengan satu tangan ku yang sudah memegangi erat kantong plastik berwarna putih berisikan beberapa bahan masakan yang di butuhkan ibu. Langit malam ini tampak begitu gelap dan angin dingin bertiup menerpa wajah ku secara langsung. Dan sialnya aku tidak membawa payung berjaga-jaga jikalau hujan datang.

"Nak! Tolong belikan beberapa bahan masakan ya, Ibu lupa. Maaf," Ucap ibu sambil tersenyum yang mengarah padaku dan sedang berhadapan dengan sumbu kompor.

Begitulah saat pikiran ku mengingat segelintir perkataan ibu di sepanjang perjalanan langkah kaki ku yang berlari, Menerobos orang-orang juga menyelinap di antara mereka yang sedang berlalu lalang berjalan santai di jalanan trotoar yang semakin lama semakin ramai ini. Kemudian ku lirik ke arah jam tangan yang melingkar pada pergelangan kiri ku, Berwarna hitam. Dan tertera di sana waktu menunjukkan pukul 19. 30 malam. Aku harus cepat, Sepertinya ini bahan terakhir yang di butuhkan ibu untuk masakannya.

Tapi .....,

..... apa ini?

Baru ku sadari, Pemandangan malam ini di jalanan trotoar begitu menarik perhatian ku.

Apa memang sebelumnya seramai ini orang-orang yang tengah berpacaran di jalanan? Atau aku lah di sini yang memang seperti manusia yang baru saja keluar dari goa selama berabad-abad? Banyak sekali pasangan muda mudi seumuran ku tengah bermesraan.

Pemandangan macam apa ini? Bukan kah ini pemandangan menyedihkan bagi kami yang menjomblo terus-terusan? Lagipula apa itu cinta? Apa itu pacaran? Aku tidak tahu dan aku tidak pernah merasakan semua itu. Ah, Sudahlah. Hal-hal yang mustahil terjadi padaku dan aku pun seperti mau tidak mau dengan itu, Aku penasaran tapi aku juga tidak mau di rumit kan dengan hal itu.

Di setiap langkah ku berlari entah kenapa langkah itu selalu berhenti bertepatan dengan setiap orang yang sedang berpacaran juga dari jarak yang cukup dekat dengan ku. Pertama, Mataku melihat pasangan sedang berpelukan. Kedua, Mataku melihat pasangan sedang berpegangan tangan. Ketiga, Mataku melihat pasangan sedang berangkulan. Keempat, Mataku melihat pasangan sedang berlutut memberi sebuket bunga pada perempuannya. Dan kelima—

Aku melihat mereka yang sedang berciuman.

"Ah!"

Gedubrak!

Sungguh sial memang. Dan itu membuat ku kehilangan fokus penuh sehingga kaki ku tersandung dengan kaki ku yang lainnya menyebabkan aku terjatuh. Sementara aku meringis kedua dan mataku terpejam dalam sepersekian detik itu pula aku merasakan sesuatu yang berbeda. Ketika saat kau terjatuh seharusnya merasakan sakit karena tubuh mu menghantam aspal jalanan yang keras, Tetapi yang ku rasakan tidak seperti itu. Yang ku rasakan hanyalah sesuatu yang terasa kokoh, Kuat, Lembut tetapi juga hangat dan nyaman secara bersamaan.

Aku tidak yakin aspal jalanan bisa senyaman ini. Saking nyamannya aku di buat nya sehingga aku terhanyut dan melupakan segalanya. Rasanya aku enggan untuk bangkit dan ingin terus berada di situasi seperti ini, Untuk waktu yang sangat lama. Tanpa sadar kepalaku malah lebih menempel pada sesuatu yang nyaman itu.

Hingga—

"Ehem!"

Hingga aku di sadarkan oleh suara berat tetapi juga lembut yang terdengar sangat asing bagi telingaku. Kepala ku tengadah untuk melihat siapa sang pemilik suara tersebut, Sontak mataku melebar. Ya, Tentu saja aku memang terjatuh tetapi lebih tepatnya aku terjatuh dalam dekapan seorang laki-laki. Si pemilik tubuh yang membuat ku merasa sangat nyaman.

Dan aku tidak tahu bahwa pertemuan itu adalah kisah awal kami di mulai.

...****************...

...----------------...

...****************...

CHAPTER 01 :

"Hosh... Hosh... Permisi! Permisi! Jangan halangi jalan ku!" Teriakku. "Permisi! Jika tidak ada yang ingin aku tabrak!" Lanjut ku lagi.

Napasku menggebu-gebu bersamaan dengan detak jantungku yang berdetak begitu cepat. Sesekali lengan ku menyeka keringat yang membasahi dahi.

Hei! Kalian tahu aku sedang apa? Yup! Itu benar. Aku sedang berlari.

Aku terus berlari, Berlari dan berlari sangat kencang seperti tidak ada waktu untuk berhenti sedetik pun. Sementara kedua tanganku sibuk mengikat dasi dan mulut ku yang sibuk mengunyah roti yang ku genggam pada satu tangan yang ku bawa lari dari rumah. Aku tidak peduli lagi dengan lutut ku yang sudah berdarah-darah karena terjatuh tersandung oleh batu yang entah mengapa itu sama sekali tidak terlihat oleh penglihatan ku. Dan yang aku pikirkan saat ini adalah bagaimana caranya aku bisa sampai ke sekolah sementara dalam waktu 15 menit sebentar lagi gerbang sekolah akan di tutup.

"Ah, Sial!" Umpat ku.

Saat ku lihat dari kejauhan orang-orang begitu memadati halte untuk menunggu bus datang. Tetapi benar itulah jawabannya. Bis belum datang dan bukan waktu yang tepat jika aku juga harus berdiam diri di sana hanya untuk menunggu kedatangan bis untuk waktu yang cukup mendesak ini. Langsung saja aku membelokkan langkah ke arah lain, Sebut saja namanya adalah jalan tikus. Jalan pintas di mana kalian bisa cepat sampai ke tujuan.

...----------------...

"Wah! lihat deh, Itu siapa, Ya?"

"Ih, Ganteng banget!"

"Tinggi kayanya. Bahu nya kelihatan kuat banget,"

Seru beberapa para siswi yang sudah sekitar 10 menitan mereka hanya berdiam diri di depan pintu kantor guru. Tampaknya sedang berkumpul terpesona oleh satu siswa yang sedang duduk di sebelah meja salah satu guru dan sudah sekitar 10 menitan mereka hanya berdiam diri di depan pintu ruangan guru.

"Kalian ingin di hukum atau pergi ke kelas kalian masing-masing?"

Sontak para siswi itu terkejut dengan kedatangan seorang guru yang mendadak ada di belakang mereka. Tentu saja mereka begitu saja dengan ketakutan.

...----------------...

Drrrtttt..... Drrrtttt.....

"Nomor yang anda tuju tidak dapat menjawab panggilan ini. Silahkan hubungi beberapa saat lagi..... "

Drrrtttt..... Drrrtttt.....

"Nomor yang anda tuju tidak dapat menjawab panggilan ini. Silahkan hubungi— "

Tut!

Bunyi panggilan di matikan.

"Kemana sih, Dia? Sedikit lagi mau masuk lho! Tapi belum dateng juga," Karin nampak gelisah dengan teman nya itu, Kemudian menghela napas pendek.

...----------------...

"AKHIRNYA!!! YES! YES! HAHA!" Teriakku, Heboh.

Mataku berbinar, Bibirku melengkung membentuk garis senyuman saat melihat wujud gerbang sekolah yang masih terbuka lebar dari kejauhan. Tidak sia-sia perjuangan ku melewati jalan tikus hanya untuk sampai ke sekolah. Tentu saja, Karena aku merasa senang dengan ini membuat ku bersemangat hingga menambah kecepatan lari ku lebih cepat dari sebelumnya.

"YES! YES! AKU TIDAK TELAT! AKU TIDAK JADI TE—Eh? Eh! Eh! Eh!"

Aku menghentikan paksa langkah ku dan segera bersembunyi di balik semak-semak rumput. Sesekali kepala ku naik turun untuk mengintip siapa di sana, Mataku menyipit.

Duh, Gawat!

Batinku, Seraya menggigit bibir bawahku.

Pria yang berdiri menjaga pintu gerbang di sana, Memakai setelan olahraga juga membawa tongkat baseball pada tangannya itu adalah pak Jim. Dia itu guru yang suka menghukum murid-murid yang terlambat datang ke sekolah atau murid yang kerjaannya buat onar dan murid-murid yang walaupun itu cuma kesalahan sepele pasti akan berhadapan dengan pak Jim. Dia juga mengajar sebagai guru olahraga di sekolah ini. Bahkan dia juga selalu menyimpan buku catatan kecil pada saku celananya agar dia mencatat nama-nama murid yang akan di kenai hukuman sekaligus di berikan sanksi poin pelanggaran. Pak Jim, Guru yang juga terkenal karena wajahnya yang juga tampan di antara guru laki-laki lainnya di sekolah ini.

Tapi masalahnya adalah sekarang aku. Aku paling tidak mau berurusan dengannya. Selama ini aku cuma menonton murid-murid lain yang berhadapan dengan nya, Ya menonton karena secara tidak sengaja sih. Aku tidak tahu kalau ternyata aku juga memiliki giliran untuk itu. Aku terduduk lesu dan menundukkan kepala, Berpikir bagaimana caranya aku bisa sampai ke kelas tanpa di ketahui oleh pak Jim.

Gerbang utama ada pak Jim, Melewati gerbang belakang sekolah pun juga pasti sudah di tutup dan entah kenapa perasaanku merasa kurang baik, Karena aku yakin pak Jim sudah berada di sana sekarang melihat gerbang utama sudah tertutup rapat.

"Apa aku bolos saja, Ya?" Ucapku, Kemudian menggeleng cepat. "Apa, Sih? Mana bisa begitu!" Bantah ku pada diri sendiri bersamaan dengan aku yang menghela napas panjang lesu.

Tidak lama, Pandangan ku tertuju pada satu murid laki-laki berseragam sama dengan ku berjalan ke arah samping sekolah. Aku yang terheran dan rasa penasaranku yang langsung melonjak tinggi, Ku putuskan untuk mengikutinya dari belakang dengan mengendap-endap. Pikirku, Bagaimana kalau ternyata dia adalah penjahat yang menyamar menjadi seorang murid untuk membantai warga sekolah ku dan diam-diam dia sudah janjian dengan yang lainnya tetapi ternyata dugaan ku salah.

Mulut ku menganga seakan tidak percaya dengan apa yang aku lihat. "Sejak kapan ada lubang begini di pagar sekolah?"

Aku berdiri di hadapan lubang pada pagar sekolah, Aku tidak bersuara sama sekali dalam beberapa detik seakan masih tidak percaya. Anak itu, Anak yang tadi aku ikuti itu dia memasuki area sekolah dengan melewati lubang ini.

"Lubang nya memang tidak terlalu besar sih... tapi sepertinya layak untuk aku coba," Aku menaruh tas lebih dahulu ke dalam lubang di pagar di lanjutkan dengan tubuhku yang berusaha merangkak.

...----------------...

"Beri salam pada guru!" Titah sang ketua kelas kelas.

"Selamat pagi bu!!!" Ucap murid-murid di kelas serempak sambil membungkuk hormat.

Tetapi tidak lama kelas pun mulai ricuh karena wali kelas mereka tidak datang sendiri, Melainkan ada seseorang yang ikut bersamanya.

"Anak-anak berhenti bicara dan diam!" Tegur guru pada mereka dan suasana langsung hening seketika. "Sekarang kau boleh memperkenalkan diri mu," Lanjut guru, Pada seseorang yang berdiri tidak jauh di sebelahnya.

"Kim sion. Salam kenal," Ucapnya, Singkat jelas dan padat.

"Kalau begitu Kim Sion, Kau boleh duduk sekarang ya di bangku kosong di sebelah sana," Ucap wali kelas berkacamata itu, Menunjuk ke salah satu meja yang masih kosong tak berpenghuni.

"Baik bu, Terima kasih," Sion membungkuk hormat kemudian berjalan menuju bangku yang sudah di tunjukkan.

Tentu saja. Tatapan-tatapan mata para siswi yang tiada habisnya terpesona dengan ketampanannya itu terus mengekori dirinya bahkan saat sudah menduduki bangku nya pun, Di ikuti dengan bisik-bisik yang isinya cuma tidak jauh-jauh dari kata tampan. Tetapi itu sudah biasa baginya jadi tidak ada reaksi apapun, Baginya itu seperti angin dingin yang lewat. Sambil menggantungkan tas selempangnya pada kaitan ke sebelah kanan meja, Dirinya sempat melirik bangku kosong yang berada di sebelahnya. Bangku yang juga bersebelahan dengan jendela itu.

Ada murid pindahan lainnya lagi, Kah?

Batinnya, Menatap bangku tersebut.

BRAK!

Dan seisi kelas tertuju pada sumber suara yang mengejutkan berasal dari pintu kelas yang di geser dengan sangat kencang. Mereka melihat penampakan siswi berambut pendek sebahu dengan tampilannya yang cukup berantakan. Pakaian seragamnya kotor, Tas yang di gendong di depan tubuhnya, Dasi yang terpasang asal-asalan, Bahkan luka pada dengan darah yang sudah setengah mengering ini sedang berdiri setengah membungkuk di depan pintu kelas, Mencoba mengatur napasnya yang tersengal-sengal.

"Hehehe..... Maafkan saya ya bu,"

Siswi berambut pendek itu hanya terkekeh melihat ke arah sang guru yang menghela napas panjangnya.

Dan ya, Betul sekali. Berakhir dengan aku yang mendapatkan hukuman membersihkan ruang seni cuma seorang diri. Padahal aku sudah bersusah payah menghindari pak Jim dan hampir saja aku ketahuan saat melewati lubang pada pagar saat pak Jim berjalan melewati area itu. Tapi ternyata aku mendapatkannya dari wali kelas ku sendiri. Untungnya aku juga sudah mengganti pakaian atas ku yang kotor itu dan mengganti nya dengan atasan olahraga milik teman dekatku.

"Bersihkan ruang seni sekarang!"

Hanya itu saja ocehan terakhirnya yang ku ingat dari semua ocehannya yang membanjiri telinga ku sekaligus guru yang menjabat sebagai wali kelas ku.

Sruk.

"Apa, Sih? Siapa yang taruh bekas makan makanan ringan di sini? Jorok banget!" Gerutu ku, Saat melihat sampah makanan yang berjatuhan dari salah satu laci meja." Nongkrong kok di ruang seni," Lanjut ku, Baru juga memulai sudah merasa jengkel tetapi aku harus sabar.

Tidak ada pilihan lain selain aku yang terpaksa memulung sampah makanan itu dengan tangan kosong ku yang berharga. Membereskan barang-barang di sana, Membersihkan kaca, Kemudian aku menyapu lantai yang banyak sekali debu kotoran, Di lanjutkan dengan mengepel lantai ruangan.

krucuuukkk.....

Aku menundukkan kepala menatap perutku yang sudah berdemo itu. Lalu melirik ke arah pergelangan tangan ku," Pantas saja, Memang sudah saatnya jam makan siang,"

Sreeek.

Kepalaku menoleh ke arah pintu yang di geser. Seseorang berdiri di depan pintu ruang seni dengan tangannya yang tidak kosong. Alisku mengernyit heran karena kedatangannya yang mendadak kemari, Anak baru yang jadi teman sebangku ku itu. Aku bahkan tidak tahu namanya karena pertama kali melihatnya hari ini di kelas, Tidak sempat berkenalan karena aku hanya bisa menaruh tas saja ke dalam dan langsung meninggalkan kelas membersihkan ruangan seni.

"Kenapa?" Tanyaku.

Tetapi dia hanya bergeming, Berjalan ke salah satu meja dan menaruh nampan berisi makan siang hari ini. Sedangkan aku hanya kebingungan dengan reaksinya yang seperti itu. Tentu aku sedikit kesal dan memilih melanjutkan aktivitas mengepel ku yang sedikit lagi selesai setelah itu aku akan pergi ke kantin untuk makan siang.

"Belum makan, Kan? Makan dulu sana!" Titahnya padaku.

Aku yang sedang mengepel lantai sontak saja terkejut saat dia tiba-tiba saja merebut kain pel dari tanganku kemudian langsung saja dia melakukan kegiatan pel mengepel lantai. Sementara aku yang diam mematung di tempat ini masih mencerna segalanya, Pikiran ku bergelut. Tiba-tiba datang, Lalu menyuruhku untuk makan dan menggantikan ku untuk mengepel lantai. Aneh sekali aku jadi curiga, Pikir ku dia ada keinginan lain dari ku atau mungkin lebih tepatnya dia ada maksud lain.

Atau jangan-jangan dia memberi racun pada makanan itu? Itu bisa saja, Kan? Walaupun kita baru bertemu tetapi bisa saja dia adalah psikopat yang sedang mencari mangsa dan kebetulan aku yang menjadi target selanjutnya.

"Kenapa? Tidak mau? Oke, Akan ku buang," Celetuknya, Tanpa berniat menoleh sedikitpun padaku.

"Apa, Sih? Masih muda galak banget," Protes ku.

Apalagi selain itu? Tentu saja aku yang berjalan ke arah meja dengan nampan berisi makanan itu, Mendudukkan diri dan mulai melahap makanan.

Kalau bukan karena aku butuh makanan, Aku pasti sudah cuci wajahnya dia pakai kain pel.

Batinku, Meliriknya kesal.

"Ehem! Terimakasih," Ucapku. Setidaknya aku tahu diri dengan mengucapkan terimakasih walaupun tindakannya Itu sangatlah mendadak.

Tapi lagi-lagi dia cuma diam dalam beberapa saat. Antara tuli atau memang dia membalasnya dalam bahasa kalbu, Aku tidak mengerti dengan anak ini. Dan aku hanya bisa menghela napas pendek. Tetapi tidak lama, Dia berdiri tegap menatap ku, Menaruh kain pel ke dinding lalu berjalan ke arahku dan berdiri di hadapan ku. Kami bertatapan satu sama lain. Sungguh deh, Baru pertama kali ketemu tapi rasanya aku sudah tidak suka dengan sorot matanya yang dingin, Tajam dan terlihat menyebalkan itu.

"Jawab! Kau yang bawa keychain punya itu, Kan?" Tanyanya tiba-tiba.

"Hah?!" Respon alami ku dengan ekspresi ku kebingungan.

" Kau yang membawa key-chain ku, Kan?" Tanyanya lagi, Sedikit penuh penekanan pada benda yang dia maksud.

Aku terdiam sesaat dan berpikir. "Keychain? Keychain apa? tidak tuh!"

" Tidak menerima kebohongan," Desaknya. Dia mendekatkan wajahnya pada wajahku, Hanya berkisar satu jengkal.

"Ini jawaban jujur. Aku tidak tahu apapun termasuk benda yang kau bilang itu," Jawabku. Aku balik menatap matanya tanpa merasa terintimidasi.

Dia berdiri tegap dan bersedekap dada." Aku tahu kau si daun bawang itu. Si daun bawang yang malam itu—"

Aku berdiri bersamaan dengan tangan ku yang menggebrak meja. "Ngomong apa sih, Kau? Daun bawang apalagi? Aneh-aneh saja kalau bicara! Masih siang jangan buat aku kesal, Ya!"

Pada akhirnya aku terpancing juga di tambah aku yang sedang kelaparan begini.

"Aku tidak mau tahu, Pokoknya kembalikan keychain itu. Apapun alasan mu itu tidak penting. Aku ingin keychain punya ku itu kembali kepada pemiliknya," Tuturnya.

Aku hanya tertawa kecil tidak percaya mengenai pembicaraan anak ini. "Astaga! Sudah ku bilang aku tidak tahu! Kau tuli, Ya? Aku tidak tahu keychain mu dimana dan bagaimana bentuknya pun aku tidak tahu. Jadi stop! Menuduh hal yang tidak benar!"

"Bukan bermaksud menuduh!"

"Lalu apa?"

"Cermati dulu!"

"Kau pikir ini pelajaran?"

"Kau bahkan memotong penjelasan ku sebelum akhirnya aku benar-benar selesai!"

"Ini tidak lucu! Kau memberikan ku makanan dan kau tiba-tiba menggantikan ku melakukan pekerjaan mengepel lantai untuk tujuan begini? Apa untung nya kau melakukan kebaikan padaku tapi menuduh ku juga?"

"Salah mu memotong penjelasan ku lebih dulu. Maka dari itu kau bisa berpikir aku ini menuduh mu,"

"Apa?"

"Lupakan,"

Dalam beberapa menit kami hanya saling beradu tatapan tanpa adanya sepatah katapun yang keluar dari mulut kami. Aku merasa muak.

...****************...

CHAPTER 02 :

"Aku menyukaimu. Mau jadi pacar, Ku?"

Begitu kalimat itu keluarsatu koridor sekolah saat itu langsung ricuh dan ramai di penuhi oleh siswa-siswi yang tengah di hebohkan oleh seorang siswa tahun ketiga, Yang sedang menyatakan perasaannya pada seorang siswi.

Aku yang sedang berjalan dari kejauhan pun menjadi sedikit tertarik untuk melihatnya. Dengan si anak baru yang namanya baru ku ketahui ini, Bernama Sion berjalan di belakangku namun sedikit berjarak. Bukan dia, Tapi aku yang menyuruhnya untuk menjaga jarak karena aku merasa jengkel padanya karena kejadian barusan. Aku mencoba menerobos di antara kerumunan siswa-siswi lainnya.

"Waah!" Seru ku.

Saat kedua mataku melihat pemandangan yang membuat ku melongo sejenak. Bukannya aku norak tetapi memang aku kadangkala jarang tertarik bahkan hampir tidak pernah menginginkan untuk menonton hal semacam ini. Biasanya aku hanya melewatinya saja. Aku memandangi mereka sang bintang utama yang membuat kehebohan hari ini secara bergantian. Satu siswa sedang berlutut dengan kedua tangannya memegang sebuah buket bunga mawar berwarna merah sementara satu lagi di hadapannya siswi yang tengah berdiri tiada hentinya tersenyum.

"Oh, Si Sora ya. Murid cewek satu angkatan sama kita,"

"Pantas saja kalau gitu. Seperti biasa, Cewek populer! Haha!"

"Kalian tahu? Banyak yang nembak dia, Tapi katanya tidak ada yang dia terima terkecuali satu orang yang pasti kalian juga tahu itu siapa, Yup! Si ganteng yang populer itu. Si ganteng yang jadi mantan nya,"

"Tapi rumor yang beredar yang nembak duluan itu Sora. Dengar-dengar karena suka sama kegantengannya dan katanya sih mantannya juga karena terpaksa,"

"Lebih tepatnya hanya karena kasihan, Haha!"

"Kenapa bisa putus, Ya? Mana cuma sebentar,"

"Entahlah,"

"Aku jika saja dilahirkan menjadi cowok sudah pasti aku tidak sudi dengan nya, Ih! Muak rasanya!"

"Hei! Jangan begitu, Parah banget kau! Hahaha!"

Aku yang sejak tadi berdiri di antara kerumunan sempat telingaku ini menangkap percakapan mereka, Melirik sekilas beberapa siswi yang berdiri sekitar satu langkah dari ku. Aku hanya terdiam mendengar mereka yang membicarakan tentang siapa yang mereka maksud sementara pandangan ku kembali lurus ke depan.

Mulut ku ber-oh ria." Jadi begini rupa dari seorang yang bernama Kang Sora itu? Jadi dia satu angkatan dengan, Ku? Aku baru tahu."

Ya, Itulah namanya. Nama yang seringkali telinga ku dengar tetapi aku tidak mengetahui secara pasti bagaimana rupanya itu dan fakta dari Siswi yang baru ku ketahui hari ini bahwa dia itu satu angkatan dengan ku. Dia berambut panjang dengan sedikit bergelombang di bagian bawah rambut yang hampir menyentuh bokong, Memakai bando pita berwarna merah di kepala, Selalu memakai barang yang branded ketika datang ke sekolah, Memiliki perawakan yang kurus tetapi pendek dari ku tidak lupa dengan riasan nya yang agak mencolok. Rumor yang beredar tentang nya adalah bahwa dia datang dari keluarga super kaya dan dia di nilai cantik juga sempurna, Berkepribadian baik dan juga karena memiliki nilai akademiknya yang bagus. Maka dari itu, Dia populer.

Aku jadi berpikir dalam diam, Memberi tatapan menyelidik kepada murid perempuan yang bernama Sora itu. Yakin kah dia sebersih itu? Tidakkah ada sisi gelap yang dia tutupi? Yakin dia datang dari keluarga super kaya? Apa itu betulan kepribadian aslinya? Yakin dia sepintar itu dengan rumor akademik nya yang bagus? Dia seperti memanfaatkan beauty privilege yang dia miliki itu untuk hal yang—Ah, Seperti itu pokoknya. Aku tidak yakin sih karena aku bukan cenayang hanya sebatas perasaan ku saja. Tetapi setelah mendengarkan beberapa murid perempuan yang bergosip tentang nya itu, Sepertinya dia juga sedikit tidak di sukai secara diam-diam. Dan terlebih lagi dia hanya menerima satu orang saja, Apa itu yakin dan bisa menjadi sebuah jaminan bahwa dia memang bersih tidak berhubungan dengan banyaknya lelaki?

"Bisa-bisa kerasukan,"

Aku terkesiap saat suara serta napas hangat seseorang berhasil menembus telinga juga leher ku secara bersamaan dari arah belakang dan pelakunya adalah Sion. Dia beralih berdiri di samping ku ikut menonton. Entah sejak kapan dia sudah berdiri di belakang juga.

Tapi, Hei coba lihat!

Ekspresinya jauh lebih dingin daripada sebelumnya, Sorot matanya pun sungguh lebih berbeda daripada sebelumnya. Melihat reaksinya seakan-akan sangat tidak suka dengan hal semacam ini. Mataku mendapati perhatian beberapa murid-murid perempuan di sini sempat teralihkan pada Sion. Harus ku akui sih memang tampangnya itu cocok menyandang gelar tampan. Ku akui, Untuk sementara.

"Ih! Apa, sih? Bikin kaget saja," Gerutuku, Meliriknya penuh kekesalan.

"Konyol,"

"Hah?"

Aku menoleh cepat padanya. Menatapnya yang sedang memandang lurus ke depan. Benar-benar pandangan yang tidak ada gairahnya sama sekali. Aku terheran sembari mencerna maksud kata konyol yang keluar dari mulutnya barusan itu. Sepersekian detik aku menunggu berharap mendapatkan sebuah alasan, Penjelasan maupun hanya sekedar balasan jawaban darinya tetapi yang kudapatkan hanyalah dia yang tiba-tiba saja melenggang pergi dari kerumunan tanpa sepatah katapun.

"Ah, Si-Sion? kau belum... Ah! Nyebelin banget memang!"

Yang ku dapati hanyalah dia yang memberiku kode tangan seperti, 'Sana! Kau tonton sendiri saja'. Dan terus berjalan pergi dengan tidak mempedulikan murid-murid yang sedang terkesima di setiap langkah nya.

...----------------...

Kegiatan belajar mengajar sudah berlangsung kembali selama setengah jam berlalu. Sesekali mataku melirik ke arahnya. Siapa lagi kalau bukan Sion yang sekarang menjadi teman satu bangku dengan ku, Padahal sudah enak di biarkan kosong bangku yang dia duduki itu. Benar-benar tidak ada pembicaraan di antara kami, Seisi kelas pun juga sangat hening. Hanya terdengar bunyi gesekan-gesekan yang di hasilkan kapur pada papan tulis. Juga, Gesekan yang di hasilkan dari ballpoint ku yang iseng mencoret-coret sesuatu di lembaran buku cetak pada bagian akhir yang kosong.

Ku perhatikan sedikit dia, Nampak sangat tenang seperti tidak pernah terjadi apa-apa di antara kami. Dia benar-benar fokus memperhatikan guru yang sedang mengajar sambil mencatat. Aku bahkan tidak bisa fokus mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung ini, Entah kenapa aku sedikit merasa malas dan ini terasa membosankan. Rasanya itu seperti masuk melalui telinga kanan lalu keluar melalui telinga kiri ku.

"Apa lihat-lihat?"

Aku memundurkan kepalaku, Memutar bola mata malas lalu kembali ke aktivitas kecilku, Aku mencibir. "Ge'er banget jadi orang.

Ya, Walaupun sebenarnya memang benar aku diam-diam tadi sedang memperhatikannya.

Sion sempat melirik lutut Jurin, Sebelah tangannya yang terbebas merogoh saku blazer miliknya lalu di keluarkannya benda itu dari sana. Kemudian menaruhnya pada meja milik Jurin.

"Pakai itu," Titahnya padaku.

"Apa? Pakai apa? Kalau tidak mau?" Tanya ku tanpa melihat ke arah nya.

"Buang," Jawab nya singkat.

Aku yang sedang sibuk mencoret-coret buku menjadi terhenti sejenak setelah mendengar jawaban nya.

Alisku mengkerut. "Plester?"

Perhatian ku teralihkan pada satu plester bermotif lucu yang di berikannya padaku kemudian meliriknya secara bergantian dengan dia yang tidak menatap ku sama sekali. Lantas ku letakkan ballpoint berniat mengambil benda tersebut dengan sedikit ragu-ragu tetapi pada akhirnya berhasil ada pada genggamanku. Sesaat kedua mataku menatap plester itu agak lama. Dia sepertinya sempat memerhatikan sebelah lutut ku yang masih belum di apa-apakan lukanya. Ternyata, Dia diam-diam perhatian juga.

"Terimakasih plester nya," Ucapku, Pelan meliriknya sekilas.

"Kau sudah berhutang padaku. Pertama makanan, Kedua tenaga karena aku menggantikan mu melaksanakan pekerjaan mengepel dan yang ketiga plester itu," Katanya tiba-tiba.

Aku yang mendengar itu lantas saja perasaan ku langsung merasa jengkel dengan penuturannya itu.

"Apa-apaan itu? Kalau tidak ikhlas ya tidak usah. Perhitungan banget kau!" Aku mendorong bahunya pelan.

"Keychain itu juga harus kembali," Ucapnya lagi.

"Itu lagi yang di bahas? Sudah ku bilang aku tidak tahu. Bukannya kau bilang tadi lupakan? Lalu kau lanjut mengepel lantai dan aku melanjutkan makan ku. Kau itu sudah pikun, Ya? Hah? Degil banget sih, Kau? Kau itu manusia paling menyebalkan yang pernah aku temui, Kau tahu?" Mataku melotot, Menatap nya penuh emosi tetapi tanpa meninggikan suara ku.

Seakan tidak memiliki telinga, Dia hanya bergeming tanpa memperdulikan ocehan ku dan mengambil plester dari tangan ku dengan cepat.Tangannya yang besar dan kuat menarik kursi ku dengan mudahnya untuk lebih mendekat padanya, Memposisikan dirinya menghadap padaku, Menunduk dan memulai memasangkan plester pada luka di lutut ku dengan penuh kehati-hatian. Aku terkejut sekaligus tercengang di buatnya, Yang hanya bisa aku lakukan hanyalah diam mematung seperti patung. Kemudian kepala ku pun perlahan ikut menunduk memperhatikan kedua tangan nya yang sibuk menempelkan plester pada lutut ku.

Tidak lama mata kamipun bertemu. Bahkan hidung kami hampir bersentuhan. Ini terlalu dekat, Sungguh. Kami benar-benar bertatapan. Wajah itu, Wajah yang suka sekali mengeluarkan ekspresi dingin dan datar mendadak berubah menjadi ekspresi wajah penuh kehangatan. Matanya yang memiliki sorot tajam itu tiba-tiba saja berubah menjadi mata yang penuh kelembutan.

Apa ini?

Jantungku rasanya tiba-tiba saja berdegup begitu kencang sampai-sampai aku menelan air saliva ku sendiri. Kedua tangan ku mengepal kuat-kuat menahan rasa hawa panas dingin yang menyapu seluruh tubuhku. Aku seperti terbius tidak bisa melakukan apa-apa. Sensasi yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.

"E-hem! Yang di bangku pojok dekat jendela. Ciumannya sudah atau belum?"

Suara guru yang menggelegar berhasil membuat kami tersadar. Bukan, Maksudnya adalah aku yang paling terkesiap mendengar ucapan sang guru. Dan itu membuat satu kelas menoleh pada kami. Aku kelabakan dan jadi panik sendiri.

"TI-TIDAK BU!!!" Pekik ku, Mendorong tubuhnya kuat-kuat dengan tanganku. Kemudian menjauhkan kursi ku darinya dan berusaha memperhatikan pelajaran dengan sedikit tremor pada kedua tangan ku.

Dia pun kembali ke aktivitas nya semula. Lagi? Seperti tidak terjadi apa-apa. Dan guru menyuruh siswa-siswi untuk kembali memperhatikan pelajaran.

Apa, sih? Sok manis.

Batinku sebal.

Aku pun memalingkan wajah ke arah jendela karena sedikit malu. Sesekali aku melirik dan memelototi beberapa siswa-siswi yang tengah asik meledekku habis-habisan. Termasuk Park karin, Teman dekat ku yang duduk di bagian paling depan tetapi masih satu barisan dengan ku sementara aku memang duduk di bagian paling belakang. Ah, Sungguh ekspresinya yang amat sangat menjengkelkan itu. Rasanya ingin aku melemparinya dengan buku kamus tebal yang berada tepat di atas mejaku ini.

"Awas kau, Ya!" Ancam ku padanya dengan mulut komat-kamit tanpa suara sembari melayangkan kepalan tinju seolah-olah akan meninjunya.

"Nyenyenye... " Ledeknya.

"Park karin!" Tegur guru padanya.

"Ya bu, Ehem!" Karin segera memperhatikan kembali pelajaran.

...----------------...

Ting... Tong... Ting... Tong...

Ting... Tong... Ting... Tong...

Semua siswa-siswi bersorak gembira saat bel pulang sekolah di bunyikan. Mereka semua berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Termasuk aku bersama teman ku ini, Karin. Kami berdua sedang berjalan di lapangan menuju gerbang utama sekolah berniat pulang bersama hari ini naik bus. Kami memang satu arah yang membedakan adalah jarak rumah kami, Yang menjadikan aku turun lebih dulu dari bus sementara Karin harus berhenti di pemberhentian halte bus selanjutnya. Sebelum benar-benar pulang kami ingin berjalan-jalan dulu sebentar.

"Rin, Lepaskan aku!" Dia menepuk-nepuk lengan ku yang di kalungkan pada leher dan kepalanya tetapi dia juga masih sempat cekikikan.

"Tidak! Tidak bisa! Tukang ledek seperti mu tak usah di beri ampun, Rasain!" Tolak ku, Mengencangkan posisi lengan ku padanya.

"Janji tidak di ulangi lagi deh," Dia memohon sambil menunjukkan sign peace.

"Tidak! Tidak bisa!" Aku menggeleng cepat, Masih kekeuh dengan pendirian ku.

"Nanti ku belikan es krim deh," Tangan nya membentuk gestur memohon.

"Tidak ada tawar menawar ini bukan pasar," Tolak ku lagi. Tidak berniat melepas lengan ku.

"Ih, Juriiiiiiin!"

"Ih, Kariiiiiiin!"

"Ampuni akoeeeeeh!"

"Menjijikkan!"

"Jahat!"

"Memang!"

...----------------...

Sementara itu di wastafel luar di dekat area taman sekolah. Sion sedang mencuci tangan dengan santai tetapi entah datang darimana seorang siswa berambut cokelat terang ini bertepuk tangan sekaligus tertawa remeh kepada Sion.

"Ternyata di sini tamunya. Hebat juga ya, Baru masuk saja sudah jadi bahan omongan warga sekolah haha! Ya! Ya! Ya! Aku tahu kau tidak akan peduli dengan itu. Namanya juga Kim sion si anak bajingan," Sindir nya dengan penuh penekanan di akhir kalimat.

"Lalu?" Tanya Sion dengan nada rendah berekspresi datar, Menatap siswa yang tiba-tiba mendatangi nya itu.

Kini mereka malah saling beradu tatapan penuh sengit.

"Cih! Aku memang paling tidak suka padamu, Sial! Setelah sekian lama tidak pernah bertemu dan sekali nya bertemu malah semakin muak!" Siswa pemilik blonde itu menatap Sion dengan pandangan penuh remeh.

Tetapi Sion tak gentar dengan itu, Dia tetap tenang. Berjalan mendekat ke arah di mana siswa itu berdiri dan berhenti tepat di sebelahnya sementara pandangan nya lurus ke depan tanpa berniat melirik sedikitpun, Tak lama Sion mencondongkan kepalanya sedikit.

"Kalau begitu kita sama, Anak haram," Bisik Sion pada telinga siswa itu dengan kalimat terakhirnya yang penuh penekanan kemudian melenggang pergi dari sana.

Memang hanya sedikit kata yang keluar dari mulut Sion tetapi sepertinya itu berhasil membuat siswa tersebut naik pitam sekarang. Tangannya mengepal kuat bersamaan dengan rahangnya yang mengeras, Sorot matanya menajam dan dadanya nampak naik turun menahan emosi.

"Anak haram katanya? Memang dasar bajingan—"

"Oi, Let's go! kita main ke warnet!"

"Ayolah! Ayo, Kita main sudah lama iya, Kan? Haha!"

Ucapan si rambut blonde terpotong karena beberapa teman-temannya datang menghampirinya lalu membawanya pergi dari sana dan seolah-olah dirinya pun lupa seketika akan kejadian barusan, Terhanyut dengan pembawaan teman-teman nya yang begitu ceria.

Bagaimana pun aku tidak menyangka kami akan bertemu kembali.

Batin si rambut blonde, Dalam diam.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!