"Salah satu momen paling menyakitkan dalam hidup adalah ketika kita takut jatuh cinta, dan seseorang justru memberi kita semua alasan untuk mencintai. Tapi kemudian, setelah beberapa waktu, dia juga memberi kita semua alasan untuk mengakhirinya," kata Nira, berbisik lirih dalam hatinya saat duduk di bar yang dibuka oleh teman dekatnya—Milly, dengan ditemani segelas minuman.
GLEKK!!
Nira kemudian mengangkat gelasnya dan menghabiskan minuman di dalam gelas di tangannya tersebut hanya dalam sekali teguk. "Satu lagi..." titah gadis muda yang baru saja dikhianati oleh tunangannya ini kepada seorang bartender yang berdiri di depannya. Mendengar itu, bartender tampan tersebut lantas menuangkan minuman ke dalam gelas Nira cepat.
Setelah gelasnya kembali terisi, Nira langsung meneguk minumannya hingga tandas tak bersisa dalam sekali teguk dan sangat cepat. Lebih cepat dari sebelumnya. Melihat Nira yang minum terlalu cepat, sepasang suami-istri dan dua orang lainnya yang baru tiba di bar menghampirinya dan duduk di sampingnya sambil menatapnya heran.
"Astaga!! Kenapa lo minum dengan terburu-buru begitu? Apa lo lagi dikejar-kejar rentenir?" cerca sepupu Nira—Kaluna, yang duduk di sisi kiri Nira. Wanita ini kemudian memesan minuman pada pramutamu yang menghampirinya dan Sang suami—Mahlan di bar. Sementara itu, yang dicerca oleh Kaluna hanya diam dan tersenyum miring sekilas usai meneguk minumannya.
"Berikan aku wiski Ardbeg Scorch yang direkomendasikan oleh Milly tempo hari." Dengan sopan Kaluna bertitah kepada bartender pria di hadapannya.
"Nira, bukankah sekarang seharusnya lo lagi di apartemen Gavin?" tanya manager Nira-Jihan, yang duduk di sebelah kanan Nira dan menatapnya bingung.
"Di mana, Gavin?" sambung Kale Alba-rekan kerja Nira sesama artis, yang duduk di sebelah kiri Jihan merasa janggal dengan Nira yang minum sendirian di bar saat itu.
Nira yang semula diam, kini menggeleng pelan. "Lupakan Gavin," jawab Nira dingin. Perempuan ini bahkan tak menatap Jihan atau siapa pun yang duduk di sisi kanan dan kirinya. Sejak tadi, ia hanya memandangi gelas kosong di tangannya. "Gue baru aja putus dari Gavin," aku aktris muda nan cantik ini disertai dengan senyum nanar.
"HAH??!!!" seru Kaluna, Mahlan, Kale, dan Jihan serentak sambil menatap Nira dengan ekspresi terkejut, yang ditandai dengan kedua alis mereka terangkat ke atas serta kedua mata mereka yang terbelalak.
"Kenapa? Bukankah sebentar lagi kalian berdua akan menikah?" Mahlan, suami Kaluna menatap Nira bingung.
Pertanyaan Mahlan itu, seketika saja membuat Nira menghela napas panjang yang terasa berat. Selain itu, bahasa tubuh aktris cantik ini pun berubah. Kelopak matanya menggantung dengan berat pada kedua bola matanya, dan arah dari pandangannya jatuh ke bawah. Hal ini tentu saja sudah dapat membuktikan bahwa betapa hancurnya hati Nira kini.
"Gue nggak akan menikahi laki-laki yang dengan sadarnya bercinta dengan wanita lain!" ungkap Nira tegas meski suaranya bergetar. Pernyataan Nira itu, kontan, membuat Mahlan hingga Kale kian terkejut, tak percaya. Sekian detik berikutnya, Nira mengulas kembali momen janggal serta menyakitkan yang ia alami hari itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bugh... Bugh... Bughh....
Pukul 7.30 pagi, Nira berjalan dengan tergesa-gesa mengarah ke lift apartemen yang berada di salah satu kawasan elit di Beijing, sambil membawa seporsi bubur polos yang masih hangat di tangan untuk kekasihnya—Gavin yang sedang sakit.
Setibanya di depan lift, Nira dengan nafasnya yang tersengal-sengal langsung menekan tombol panggilan ke arah atas. Sekian detik kemudian, pintu lift yang tertutup rapat terbuka. Nira pun melangkah cepat masuk ke dalam lift.
Tak lama, kotak besi berukuran besar yang membawa Nira di dalamnya itu tiba di lantai 11, dan pintunya terbuka. Nira kemudian bergegas melangkah keluar dari dalam lift menuju apartemen 1101 yang ditempati oleh Gavin.
Saat Nira keluar dari lift, ia tak sengaja berpapasan dengan seorang wanita yang hendak masuk ke lift. Wanita yang mengenakan coat biru muda dan heels cokelat gelap tersebut rupanya masuk ke lift dengan terburu-buru.
Namun Nira tak memedulikan wanita yang menghilang di balik pintu lift yang tertutup. Ia terus berjalan menuju unit apartemen Gavin. Setibanya di depan pintu apartemen Gavin, segera, Nira menekan sandi rumah kekasihnya tersebut. Tetapi pintu tidak bisa terbuka karena sandi rumah error.
Karena itu, Nira akhirnya menekan bel pintu rumah sampai Gavin membukakan pintu untuknya. Untungnya, Gavin dengan cepat membukakan pintu rumahnya untuk Nira. Sehingga ia tak perlu berdiri lama di luar rumah.
"Hei Sayang, apa yang membawamu kemari sepagi ini? Nggak biasanya kamu datang kemari pagi-pagi begini?" Gavin bertanya setelah membuka pintu apartemennya, dan melihat Nira telah berdiri di sana tanpa ekspresi wajah apa pun.
"Katamu kamu sedang sakit ini. Jadi, aku memutuskan untuk mampir kemari sebelum aku pergi bekerja," jawab Nira lugas. "Dan ini..." Nira kemudian menyodorkan sebuah tas makan abu-abu gelap ke arah Gavin. "Aku membawakan bubur polos kesukaanmu," tambahnya. Kali ini disertai dengan senyuman manis khas Nira. "Kamu harus makan bubur ini dengan baik. Jangan sampai ada bubur yang tertinggal di dalam mangkukmu. Karena bubur bisa mengembalikan tenagamu dan memulihkan kesehatanmu," beber wanita yang akan menikah dengan Gavin dalam waktu dekat ini.
Gavin terkikik sambil mengambil tas makan berisi bubur polos yang dimasak oleh Nira dengan penuh kasih dan cinta hanya untuk calon suaminya. "Sebenarnya kamu nggak perlu repot-repot begini. Aku sudah merasa lebih baik setelah mandi dengan air dingin," ujar Gavin dengan kedua matanya yang tersenyum pada Sang calon istri.
"Begitukah? Syukurlah kalau kamu sudah merasa lebih baik sekarang," balas Nira, dan kemudian Gavin mengangguk. "By the way, apa kamu mengganti sandi rumahmu? Apa terjadi sesuatu di sini?" Nira menatap Gavin penasaran.
Ekspresi wajah Gavin seketika berubah setelah mendengar pertanyaan Nira itu. Entah kenapa Gavin merasa bahwa pertanyaan sederhana yang dilontarkan Nira kepadanya bak sebuah jarum yang menusuk kerongkongannya, yang membuat lidahnya keluh sesaat.
"Tentang itu..." Gavin menatap ragu Nira. Pria ini mendadak jadi canggung.
"Apa Ibu sambungmu datang lagi tanpa mengabarimu lebih dulu?" Tanpa curiga, Nira menyela dan menebak dengan cepat bahkan sebelum Gavin menyelesaikan bicaranya.
Gavin tersenyum tipis tanpa mengatakan apapun kepada tunangannya itu. "Sayang, apa kamu nggak mau masuk ke dalam menemaniku makan bubur ini?" tanyanya tanpa ragu.
Meski mulut Gavin bertanya tanpa ragu pada Nira, tetapi matanya tidak bisa berbohong. Sejak Nira datang ke apartemennya, pria satu ini terlihat kesulitan menghadapi Nira. Ia tampak sangat ragu untuk melihat wajah dan mata calon istrinya itu. Bahasa tubuh Gavin seakan menunjukkan bahwa sebenarnya ia sedang menyembunyikan sesuatu dari Nira.
"Aku ingin melakukannya tapi aku nggak bisa. Aku harus segera pergi bekerja karena aku sudah terlambat. Pagi ini, aku ada meeting. Dan semua orang menungguku sekarang," sesal Nira.
"Oh begitu. Baiklah, nggak apa-apa, Sayang," balas Gavin seraya mengangguk. "Hati-hati di jalan. Semoga harimu menyenangkan," katanya lagi. Ia kemudian membubuhkan sebuah kecupan di dahi Nira sebelum kekasihnya tersebut berlalu dari hadapannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Waktu bergulir, dan senja kini berganti dengan malam yang dingin. Setelah seharian bekerja, Nira yang terus memikirkan keadaan Gavin tak lantas pulang ke rumah. Meski lelah, perempuan ini tetap menyempatkan diri untuk menghampiri Gavin di apartemennya, memastikan bahwa kekasihnya tersebut baik-baik saja.
Akan tetapi, setibanya Nira di depan pintu apartemen Gavin, netranya melihat sepasang sepatu wanita yang sangat familiar. Nira kemudian ingat bahwa ia pernah melihat sepatu tersebut saat berpapasan dengan seorang wanita di lift pagi itu. Ketika mengantar bubur untuk Gavin.
Memikirkan tentang hal itu, membuat hati Nira gusar. Karena itu, ia akhirnya memberanikan diri membuka pintu kamar Gavin perlahan dan hati-hati. Saat pintu terbuka, betapa terkejutnya Nira melihat calon suaminya sedang bersama seorang wanita tanpa busana di ranjangnya. Yah... Gavin sedang menyeka madu manis milik Grace—kekasih gelapnya, di sudut bibirnya selagi wanita itu terlentang lemas di atas tempat tidur kesayangannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
BRAAAKK!!
Senna memukul bar kasar, dan membuat Nira hingga Kale terkejut. "Dasar bajingan!! Gue jadi ingin memukul wajahnya sekarang juga!!" katanya dengan wajah merah padam.
Sementara itu, Nira di sampingnya tampak tersenyum sekilas. "Orang yang lo sebut bajingan itu, sekarang resmi jadi mantan pacar gue ke-21," balas aktris yang debut tahun 2016 ini kontan membuat Senna, Mahlan, Jihan dan Kale terbelalak. Yah... Mereka menatapnya tak percaya.
"Apa lo bilang?! Dua puluh satu?! Astaga! Gue nggak pernah menduga lo akan punya mantan sebanyak itu," ujar Kale terkejut. "Fix! Lo ini memang kolektor mantan!" cicitnya yang saat itu langsung dibalas oleh Nira dengan tatapan tajam dari matanya.
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba saja ponsel Nira bunyi dan sebuah notifikasi pesan baru muncul di layar ponselnya. Mengetahui hal tersebut, segera, Nira membuka pesan dari seseorang yang ia tandai dengan simbol hati berwarna merah di kontaknya, yang membuat dirinya terkejut dan gugup saat membaca isi pesannya tersebut.
[Beberapa saat sebelum Gianira menerima pesan dari seseorang yang ia tandai dengan hati berwarna merah di kontaknya....]
"Orang yang lo sebut bajingan itu, sekarang resmi jadi mantan pacar gue yang ke-21," ungkap Nira, aktris yang debut tahun 2016 ini. Pernyataan Nira ini seketika saja membuat Kaluna, Jihan, Kale dan Mahlan terbelalak. Yah... Mereka menatap Nira terkejut tak percaya.
"Apa lo bilang? Dua puluh satu ? Astaga, Niraaaaaa! Gue nggak pernah menduga kalau lo bakal punya mantan sebanyak itu. Fix! Lo ini memang kolektor mantan!" cetus Kale, yang kemudian langsung dibalas oleh Nira dengan tatapan tajam dari matanya.
Sementara itu, Kaluna, Mahlan, dan Jihan terlihat sedang menahan tawa mereka saat melihat Kale yang ditatap Nira tajam seolah ia akan menyantap pria tampan tersebut hidup-hidup. "Hei!! Apa lo nggak bisa menghibur gue di saat gue dicampakan begini?" Nira bertanya pada Kale. Ia lalu meminta bartender menuangkan minuman ke dalam gelasnya. Setelah gelasnya terisi, Nira minum minumannya dengan sangat cepat.
"SUDAH SERING GIANIRA CANELAAA!" jawab Kale tegas selagi yang diajaknya bicara meneguk minumannya. Sementara itu, Kaluna, Mahlan dan Jihan yang mendengar teriakan pria ini terkikik sembari menggeleng samar.
"Lagian, kenapa gue harus terus menghibur lo setiap kali lo dicampakan? Bukannya lo sendiri juga nggak pernah menyukai apalagi mencintai para pria yang sekarang menjadi mantan lo?" Kale menatap Nira heran.
Kata-kata Kale kontan membuat Nira diam membisu. "Apa yang Kale bilang benar! Lo memang seharusnya berhenti, Gianira!!" Kaluna menyela cepat. Bahkan, sebelum Nira sempat membalas ucapan Kale.
Nira lantas menatap Kaluna usai wanita itu memintanya untuk berhenti berkencan. "Memangnya kenapa?" tanyanya bingung.
Kaluna pun mendengus lemas. "Lo nggak bisa mengencani pria dan berharap jatuh cinta, Nira. Lo nggak bisa selamanya memaksakan diri lo untuk terus melakukan hal seperti itu. Gianira, lo tahu, apa yang lo lakukan selama ini, itu nggak adil untuk diri lo dan para pria itu," jawab wanita ini jelas. Namun Nira tidak begitu mengerti dengan ucapan Kaluna. Sehingga ia mengernyitkan wajahnya saat bersitatap dengan istri Mahlan tersebut.
"Wait! Kenapa jadi nggak adil untuk gue dan mereka?" tanya Nira lagi. Yang ditanya kemudian mengulas senyum terbaiknya sekilas.
"Coba lo tempatkan diri lo di posisi mereka. Kalau lo adalah salah satu dari mereka, bukan nggak mungkin lo akan berpikir dan bicara kepada pasangan lo seperti ini, "Kalau lo pernah kehilangan minat sama gue, tolong hargai gue dengan cukup memberi tahu gue. Jangan pertahankan gue dalam hidup lo hanya untuk mendapatkan kepercayaan diri dan energi dari kasih sayang, cinta, perhatian, kesetiaan, dan semua kebaikan gue yang tulus. Tolong biarkan gue pergi agar gue bisa mencurahkan waktu, kesabaran, dan energi gue untuk seseorang yang akan menghargai dan menghormati gue". Nira, gue yakin kalau hati lo sebenarnya juga ingin merasakan seperti apa rasanya mencintai dan dicintai dengan porsi yang tepat, cara yang benar, dan sungguh-sungguh," terang Kaluna mendetil. Ucapannya itu kontan membuat Nira tercekat.
Saat Kaluna dan Nira sedang terlibat dalam obrolan serius, diam-diam Mahlan mengirim pesan singkat pada dua orang sahabatnya yang lain di ruang obrolan grup mereka di sebuah aplikasi chat.
"Guys, ada kabar baik! Nira putus hari ini!" tulis Mahlan. Tak lama, pesan singkat pria ini dibaca oleh dua orang anggota chat group yang saat itu sedang tidak bergabung bersamanya, Kaluna, Nira, dan Kale di bar.
"Ehem..." Mahlan berdeham, lalu Kaluna, Nira, Jihan dan Kale sontak menoleh ke arahnya. "Gue sudah kasih kabar ke dua sahabat kita yang lain kalau lo putus hari ini, anyway," terang Mahlan setelah ia memastikan pesannya terkirim dan terbaca oleh dua orang anggota chat group yang tak tahu di mana rimbanya malam itu.
Nira yang semula diam membisu dan tak bersemangat, kini terkejut karena ucapan Mahlan. "Yyaaiiiisshhh!!" Nira mengumpat dan memaki Mahlan dengan matanya. "Kenapa lo harus melakukan itu?!" tanya perempuan ini ketus.
"Hm.. Gue hanya berjaga-jaga, mungkin aja, nanti lo lupa memberitahu mereka mengenai kabar putus lo hari ini." Mahlan tersenyum lebar pada Nira. Pria ini sama sekali tak merasa bersalah atau menyesali perbuatannya.
"Isshhhh!!" Kembali Nira mengumpat Mahlan yang terkekeh pada dirinya, sebelum ia meminta bartender pria di hadapannya mengisi gelasnya dengan minuman. Saat bartender menuangkan minuman ke dalam gelasnya, tiba-tiba ponsel Nira bunyi-tanda bahwa ia menerima pesan baru dari seseorang.
Betapa terkejutnya Nira saat melihat isi pesan dari seseorang yang ditandainya dengan simbol hati berwarna merah di ponselnya.
Sangking terkejut Nira, ia sampai terdiam sesaat. Melihat aktris muda ini bergeming dan mematung, Kaluna dan suaminya serta Kale dan Jihan menatapnya curiga. "Nira, ada apa? Kenapa lo nggak jadi minum, dan malah diam begini?" tanya Jihan cepat.
Suara Jihan seketika saja membuat Nira tersentak. Ia lalu menggeleng cepat. "Nggak! Bukan apa-apa," jawab Nira. Setelah itu, ia meraih gelasnya dan minum minuman kesukaannya perlahan.
Melihat Nira kembali minum, Jihan, Kale, Mahlan, dan Kaluna mengangguk samar seakan mencoba percaya dengan ucapan perempuan 24 tahun itu. Mereka lalu menikmati minuman mereka kembali. Sementara Nira, ia meletakkan gelasnya yang kembali kosong di atas bar lalu termenung memikirkan isi pesan dari sosok misterius di ponselnya.
"Gue pikir ini kutukan. Ya, wanita yang nggak tahu caranya mencintai, itulah kutukan yang tepat untuk gue. Kutukan yang membuat gue nggak bisa mencintai siapa pun kecuali dia," ujar Nira, berbisik lirih dalam hatinya saat satu nama terlintas di benaknya.
Nama yang tak sekadar terlintas di benak Nira tapi juga selalu tinggal di hatinya ini telah membuat seorang Gianira Canela tidak hanya jatuh cinta sekali. Ia jatuh cinta kepadanya setiap kali matanya menatapnya selama ini.
"Lo tahu, gue nggak akan melupakan lo meskipun bunga akhirnya berguguran. Ada sesuatu tentang lo yang nggak pernah bisa gue jelaskan dengan baik dengan kata-kata. Tapi apa pun itu, faktanya itu membuat gue menginginkan lo dengan cara yang bahkan nggak bisa gue gambarkan," imbuh hati Nira sembari membayangkan kisah tujuh tahun lalu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tujuh tahun lalu adalah salah satu hari terburuk di musim dingin untuk berpergian melalui Bandar Udara Internasional Beijing Daxing. Mengapa tidak? Ada lebih dari 200.000 penumpang pesawat tiba dan berangkat hari itu, hingga menyebabkan keterlambatan selama 30 menit saat masuk, sementara waktu tunggu terlama adalah 124 menit di bagian keamanan.
Namun dari semua ketidaknyamanan penumpang pesawat pada hari menyebalkan itu, hanya kisah Gianira Canela saja yang penting. Karena hari itu, ia terlambat dan ketinggalan pesawat ke Shanghai. Nira mungkin tidak segan menganggap ketinggalan pesawat itu sial. Tetapi, sebenarnya, segala sesuatu terjadi karena suatu alasan. Buktinya, ia bertemu dengan seseorang yang mengubah kesialannya menjadi keberuntungan untuknya.
"Aisshhh!! Kenapa lo berdua harus mati bersamaan, dan di saat yang nggak tepat begini?! Dan kenapa baterai kalian habis terus siiiihh?!!" kata Nira, menggerutu dengan wajah kesal.
"Sama seperti manusia, mereka juga butuh perawatan," sahut seseorang yang duduk di belakang Nira. Mendengar itu, Nira lantas menoleh ke arah belakang dan bersitatap dengan pemilik suara tegas nan lembut itu selama 5 detik.
"Jangan terlalu menyalahkannya. Elektronik nggak pernah error. Yang error itu orang yang memilikinya." Pria menambahkan. "Dan, daripada lo sibuk menyalahkan baterai ponsel dan laptop lo itu, lebih baik lo mengisi daya mereka. Stasiun pengisian daya ada di sebelah kanan lo," terangnya pada Nira.
Nira pun mengangguk. "Thanks," balasnya singkat. Ia kemudian mencoba mengisi daya laptop dan ponselnya. Namun pengisi daya ponsel dan laptopnya mendadak tak bisa berfungsi. "Astagaaa!! Ada apa dengan hari ini?!" Nira menghela nafas panjang yang terasa berat. ia lalu kembali duduk di tempatnya semula dengan wajah murung.
"Kenapa lagi?" tanya laki-laki di belakang Nira saat mendengarnya mendengus lemah.
"Pengisi dayanya rusak," jawab Nira tanpa melihat pria bernama Mada, yang kini pindah duduk di sebelahnya.
"Nih..." Mada yang kerap dijuluki kulkas tujuh pintu oleh teman-temannya, kini terlihat menyodorkan pengisi daya ponsel miliknya ke arah Nira. "Lo bisa pakai charger punya gue kalau lo mau." Dengan gagah ia menawari Nira bantuan sembari bersitatap dengannya tanpa berkedip.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Musim dingin tujuh tahun lalu-22 Desember 2013, dimulai di Bandar Udara Internasional Beijing Daxing yang sangat sibuk, ketika orang-orang dari seluruh negara serta belahan dunia melakukan perjalanan melalui bandara di Beijing ini sebelum musim liburan. Dalam situasi ini, gadis remaja bergegas melewati kerumunan sambil membawa satu koper di tangan dan bag pack di punggungnya.
"Permisi... Maaf..." ujar remaja putri yang berlarian ini ketika melewati penumpang yang tiba dan berangkat di bandara.
Dari cara berlari dan wajahnya yang terlihat panik itu, sudah jelas sekali bahwa gadis remaja bertubuh tinggi ini terlambat untuk penerbangannya. Karena itu, ia harus mengejar pesawatnya secepat mungkin. Tetapi usahanya saat itu tidak ada gunanya karena pesawat yang akan ia tumpangi dan membawanya ke Shanghai malam itu lepas landas tanpa dirinya.
"Maaf, Nona Gianira. Anda terlambat. Pesawat Jigae dengan nomor penerbangan 999A tujuan Shanghai baru saja berangkat," terang staf wanita Maskapai Jigae di konter di gerbang C5 pada Nira di hadapannya.
Sontak Nira terdiam dan lemas setelah mendengar pernyataan itu. Ada 370 jiwa di dalam penerbangan 999A, 400 koper dan 300 barang pribadi. Bersama-sama, para penumpang Pesawat Jigae ini akan pergi selama dua jam ke Shanghai. Mereka semua terbang ke Shanghai tanpa Gianira Canela yang terlambat lima menit.
"Huffftt.... Ketinggalan pesawat lima menit itu sial," kata Nira, bergumam dalam hatinya.
Gianira Canela-gadis remaja dengan tinggi badan 180cm, sembrono, dan biasa terlambat dalam hidupnya selama ini boleh jadi menganggap terlambat yang pada akhirnya berujung dengan ketinggalan pesawat lima menit itu sial. Namun tidak bagi semesta yang telah mengatur segalanya. Yah... Tak ada kata sial dalam kamus semesta sebab segala sesuatu yang terjadi dalam hidup itu selalu memiliki alasan.
Hal itu dibuktikan dengan Nira yang merasa bahwa ketinggalan pesawat lima menit adalah sial, kenyatannya justru menemukan keberuntungan yang sama sekali tidak pernah ia duga atau pikirkan sebelumnya. Remaja putri ini bertemu dengan sosok lelaki yang tak terbiasa terlambat, dan lebih banyak menggunakan statistik dan probabilitas dalam hidupnya.
"Tapi, ternyata keberuntungan masih menjadi milik Anda, Nona Gianira. Karena kami bisa memasukkan Anda ke penerbangan berikutnya. Saat ini tersisa dua kursi saja. Dan keduanya di kelas bisnis," jelas staf wanita Maskapai Jigae ini. Mendengar itu, Nira lantas tersenyum lega.
"Oh thanks, God!" ucap Nira dalam benaknya. "Lalu kapan perginya?" tanya gadis 18 tahun ini penasaran.
"Dua jam 30 menit lagi," jawab staf wanita ini pada Nira ramah.
Nira pun tampak berpikir sejenak. "Baiklah. Kalau begitu satu tiket bisnis ke Shanghai, please," tukas Nira- gadis asal Beijing yang memilih terbang ke Shanghai demi mengikuti audisi puisi prosa di salah satu SMA bergengsi di sana. "Terima kasih," ujarnya pada staf maskapai itu.
Setelah beruntung mendapat kursi di penerbangan berikutnya dan membeli tiket, Nira lantas pergi ke stasiun pengisian daya, duduk di kursi panjang, dan mengeluarkan laptop dan ponselnya dari tas. Sekian detik berikutnya, ia terlihat menggerutu kesal karena kehabisan daya ponsel dan laptopnya secara bersamaan dan di waktu yang tidak tepat. Beruntung ada seorang laki-laki 26 tahun yang 95% selalu tepat waktu di setiap waktu dan setara dengan rata-rata daya ponselnya, yang membantunya.
"Nih..." Mada yang kerap dijuluki kulkas tujuh pintu oleh teman-temannya, terlihat menyodorkan pengisi daya ponsel miliknya ke arah Nira. "Lo bisa pinjam punya gue kalau mau." Dengan gagah pria satu ini menawari bantuan pada Nira sembari bersitatap dengannya tanpa berkedip.
"Ehm...Maaf, gue nggak berbagi elektronik, tempat tinggal dan perabotan makan dengan seseorang sampai kencan ketiga," jawab Nira pada pria yang kebetulan akan mengambil penerbangan yang sama ke Shanghai dengan dirinya, saat ia pulang dari Beijing.
Jawaban Nira itu kontan membuat Mada terkekeh. "Gue rasa itu terlalu intim," balas lelaki bernama lengkap Mada Alzio ini, membuat Nira tertawa kecil. "Baiklah kalau memang begitu." Mada mengangguk, mencoba mengerti dengan prinsip Nira.
"Tapi apa lo nggak mau memikirkannya kembali?" tanya Mada. Yang ditanya hanya diam sambil menatapnya bingung. "Maksud gue, terlalu sering membiarkan ponsel kita kehabisan daya, itu nggak baik," katanya. Namun Nira tetap tidak tergerak dengan ucapannya.
"Lo tahu, charging ponsel nggak baik saat baterai sudah kehabisan daya. Kalau ponsel terus dibiarkan mati karena kehabisan baterai, itu artinya butuh 'tenaga' ekstra untuk mengisinya lagi, lebih lama, dan lebih panas. Panas itu musuh utama baterai," terang Mada lebih jelas.
"Kalau lo terbiasa charge ponsel saat baterainya sudah habis, selain panas, reaksi kimia di dalam baterai ponsel lo juga akan menghasilkan gas berlebih. Gas inilah yang menyebabkan baterai ponsel lo mudah kembung. Saat baterai kosong baru diisi, sel-sel baterai juga lebih mudah rusak. Umur baterai akan menjadi pendek. Umur baterai elektronik itu tergantung dengan bagaimana cara kita melakukan proses charging," imbuhnya lebih detail.
"Jadi itu alasan kenapa selama ini baterai ponsel dan laptop gue habis terus," sesal Nira. Yang diajak bicara pun mengangguk.
"Baterai elektronik punya siklus pengisian terbatas. Itulah kenapa sebelumnya gue bilang, baterai ponsel dan laptop lo butuh perawatan." Mada tersenyum pada Nira. Si kulkas tujuh pintu tampaknya sedang rusak usai bertemu dengan gadis asal Beijing malam hari itu.
"Pakailah..." Kembali Mada meminjamkan charger ponselnya pada Nira. "Gue sudah selesai memakainya jika lo mau meminjamnya," terangnya lebih lanjut.
Nira lantas mengangguk dan tersenyum pada pria yang duduk di sampingnya itu. "Baiklah, thank you." Gadis ini mengambil pengisi daya milik Mada dari tangannya. Ia kemudian mengisi daya ponselnya menggunakan pengisi daya ponsel Mada tersebut.
"By the way, apa lo penyuka teknologi?" tanya Nira pada Mada penasaran karena pengetahuannya mengenai baterai elektronik.
Mada yang sejak beberapa saat lalu masih belum melepas pandangannya dari Nira lantas menggeleng dan tertawa kecil. "Gue penggila statistik," jawabnya.
"Apa ini yang namanya pamer status secara nggak langsung?" balas Nira dengan bergurau. Ia dan Mada lalu tertawa bersama.
"Lo bisa menganggapnya begitu kalau mau," tukas Mada yang membuat Gianira kembali tertawa. "Ngomong-ngomong, gue Mada Alzio. Orang-orang biasanya panggil gue Mada." Mada mengulurkan tangan kanannya ke arah Nira.
Dengan cepat, Nira menyambut tangan laki-laki di sampingnya itu. "Gue Gianira. Lo bisa panggil gue Nira." Ia dan Mada kemudian saling bersalaman sesaat.
"Nice to see you, Nira," ucap Mada lembut sambil menatap Nira tepat di inti matanya.
Suara dan tatapan Mada itu sontak membuat hati Nira berdebar dan telinganya mencair. Ia bahkan tercekat beberapa detik-menatap Mada tanpa berkedip. "Oh.. Nice to see you too, Mada," balasnya disertai perasaan gugup.
"Dari tadi kita ngobrol, tapi gue masih nggak tahu lo mau ke mana?" cicit Mada-terdengar seperti ia tengah menggoda Nira.
Mendengar itu, Nira lantas tersenyum malu. "Gue mau ke Shanghai. Lo?" jawabnya dengan bertanya kepada Mada.
"Tujuan kita sama," terang Mada kontan membuat Nira tersenyum dan menjatuhkan pandangannya sekilas.
"Seharusnya gue sudah berangkat." Nira memberi jeda pada bicaranya. "Tapi gue terlambat dan ketinggalan pesawat lima menit," ungkapnya.
Mada pun menggoda Nira dengan menggeleng tak percaya karena ia gadis yang sembrono. "Itu kacau," cicit Mada, bergurau. Kontan Nira tertawa sambil mengangguk setuju. "Menurut gue, itu takdir. Tapi lo mungkin memilih terlambat lima menit," kata pria ini. "Lo tenang aja, segera, keadaan akan lebih baik," imbuhnya.
Nira-gadis cantik dan menarik yang diajak bicara oleh Mada itu hanya diam sambil mengulas senyumnya yang menawan kepadanya. "Hm, gue mau cari makanan. Apa lo mau ikut?" Mada bertanya sedang Nira tetap diam. "Wait! Apa ajakan gue ini juga termasuk kegiatan kencan ketiga bagi lo?" selidiknya.
Seketika saja Nira tertawa terbahak-bahak setelah mendengar pertanyaan Mada itu. "Nggak," jawabnya tegas. "Itu ide yang bagus," terang gadis ini. "Let's goooo!!" Nira mengambil ponselnya serta pengisi daya ponsel Mada. Ia dan Mada lalu berdiri dan pergi ke salah satu restoran di bandara itu. Yah... Keduanya memutuskan untuk makan bersama sebelum berangkat ke Shanghai.
"Cantik!" aku Mada, bergumam kecil tapi tetap bisa terdengar oleh Nira yang duduk berhadapan dengannya di restoran.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!