"Mulai hari ini kamu jaga istri saya..!!" Ucap Pak Jenderal memberi perintah pada Letnan Alden. Jenderal Prana adalah seorang perwira tinggi sekaligus senior sang Papa satu tingkat.
Bang Prana sudah kali ketiga menikah dan beliau belum memiliki seorang putra di usia beranjak senja.
"Ijin Jenderal, apa tidak ada ajudan wanita yang mendampingi ibu??" Tanya Bang Alden.
"Saya tidak ingin lagi terlibat dengan segala wanita. Asal kamu melaksanakan tugas sesuai prosedur dan loyal terhadap saya, maka tidak ada yang perlu di takutkan. Saya percaya sama kamu. Kamu merangkap sebagai sopir dan ajudan pribadi istri saya. Nanti biar Akbar yang bantu saya..!!" Jawab Bang Prana.
"Siap jenderal."
"Hati-hati kamu jaga istri saya..!! Jaga pergaulannya, dia masih sangat muda..!!" Pesan Bang Prana.
...
"Syan pergi jalan-jalan ya Bang." Pamit Syandrina pada suaminya.
"Mau kemana?" Tanya Bang Prana.
"Jalan sama teman-teman." Jawab Syandrina.
"Ya sudah, Abang masih sibuk kerja. Kamu jalan di temani Alden..!!"
"Letnan Alden jaga Syandri???" Tanya Syandrina memastikan.
"Iyaa."
...
Bang Alden membukakan pintu untuk Ibu jenderalnya.
"Terima kasih." Syandrina masuk ke dalam mobil. Wajahnya datar saja tanpa ada pembicaraan lebih lanjut.
Beberapa saat lamanya Syandrina masih sibuk dengan ponselnya, suasana terasa hening.
"Ijin Ibu, arahan tujuan?" Bang Alden bersama memecah kesunyian di antara mereka.
"Club Phoenix." Jawab Syandrina singkat.
Kening Bang Alden berkerut pasalnya tempat itu adalah tempat bersarangnya para mafia juga hiburan malam bagi pria hidung belang. Hatinya lumayan bertanya-tanya. Seorang ibu jenderal yang masih berusia sembilan belas tahun sudah paham tempat hiburan seperti itu.
"Kenapa?? Kaget??" Tanya Syandrina datar saja.
"Ijin.. tidak ibu." Jawab Bang Alden.
"Kalau disana jangan panggil saya Ibu. Panggil saya Lyli. Karena kamu sudah menjadi ajudan saya.. kamu harus bersedia menemani bahkan menyimpan identitas saya..!!" Perintah Syandrina.
Seketika Bang Alden menghentikan laju mobilnya. "Saya ini tentara. Bukan bodyguard seperti itu yang saya kerjakan." Protes Bang Alden.
"Kalau kamu tidak mau mengikuti perkataan saya.. saya akan hancurkan nama besar orang tuamu. Tidak mudah membuat orang tuamu terpuruk dalam karir yang sudah cemerlang. Atau mungkin.. saya akan berteman dengan adik perempuan mu????" Ancam Syandrina dengan lembut.
"Jangan coba mengancam saya..!! Sebenarnya apa masalahmu???? Saya tidak ada urusan dengan kamu..!!!"
"Kalau kamu tidak mau menuruti apa kata saya, saya akan bilang sama Bang Prana kalau kamu memperkosa saya..!!" Syandrina kembali mengancam Bang Alden.
Sejenak Bang Alden menarik nafas panjang. Ia memperhatikan raut wajah Syandrina. Wanita muda itu terlihat sangat berani tapi tidak dengan sikapnya yang gelisah memegang ponselnya dengan erat.
"Ada apa??? Saya tidak mau jadi kambing congek. Saya tidak mau membantu tanpa alasan dan perlu kamu ingat Syandri.. sebelum kamu membuat orang tua saya sengsara, saya akan menghabisi nyawamu lebih dulu." Bang Alden mengeluarkan pisau lipat dari balik pinggangnya.
cckkllkk..
Pisau lipat itu berkilat dan nampak begitu tajam.
Syandrina terdiam, ia memalingkan wajahnya agar Bang Alden tidak melihat tetes air matanya.
"Cepat katakan Syaan..!!!!" Bentak Bang Alden.
Tak lama Syandrina menutupi wajahnya dan terisak-isak.
Bang Alden masih waspada dengan ulah Ibu jenderal yang membuatnya pusing tujuh keliling.
"Apa kamu bisa membantuku??" Tanya Syandrina.
"Kamu butuh bantuan apa????? Selain pekerjaan saya sebagai ajudan.. saya tidak mau terlibat masalahmu..!!"
"Syandri terjebak dunia p***cu**n. Syandri ingin keluar tapi tidak bisa." Ucapnya berteriak sampai frustasi.
"Apaaa?? Bagaimana kamu yang seorang istri jenderal bisa sampai terlibat hal seperti itu Syan??????" Bang Alden dua kali lipat pusing tujuh keliling dengan pengakuan istri sang jenderal.
Syandrina masih saja menangis. Bang Alden bersandar pada sandaran joknya lalu melipat kembali pisau di tangannya. Ia melirik Syandrina yang masih menangis.
"Kita bicara di tempat yang lebih tenang..!!" Ajak Bang Alden. "Kamu harus ceritakan semua atau saya tidak segan menghentikan nafasmu..!!"
...
"Begitulah.. aku di jual keluargaku demi tanah sepuluh hektar sebagai mas kawin. Setelah itu mereka tidak pernah menghubungiku lagi." Kata Syandrina. "Bang Prana baik sama Syan, tapi....."
"Tapi apa?" Entah berapa banyak rokok yang sudah di hisap Bang Alden demi menunggu Syandrina bicara.
"Aku tidak bahagia dengan pernikahan ku dengan Bang Prana." Syandrina menunduk dan sudah kembali menangis.
"Jelaskan dengan gamblang.. jengkel sekali lama-lama saya bicara sama kamu..!!" Bentak Bang Alden.
"Syandri nggak pernah puas di ranjang. Bang Prana..........."
"Astagfirullah hal adzim." Bang Alden mengusap wajahnya, kini ia mulai memahami alasan Syandrina bisa terjebak dunia malam yang menyesatkan.
"Lalu bagaimana hari-harimu dua tahun ini bersama Pak Prana?"
"Biasa saja, kami juga melakukan hubungan suami istri seperti biasa tapi.... hanya asal tersentuh dan selesai." Suara Syandrina semakin lama semakin meredup. "Awalnya Syandrina hanya penasaran dan ingin tau rasanya."
"Bagaimana rasanya?? Enak?????? Sudah tau rasanya puas???" Bang Alden benar-benar kesal dengan labilnya cara berpikir Syandrina.
"Banyak laki-laki yang kasar sama Syandri, jadi Syandri pun tetap tidak merasa di sayangi seperti yang Syandri inginkan." Jawab Syandrina. "Tak jarang mereka memukul Syandri padahal Syandri sudah berusaha menyenangkan mereka."
Bang Alden menggeleng dan tersenyum tipis. "Bocah ingusan mau coba-coba ternyata. Dasar gedhang godhog wedhok gob**k."
"Syandri nggak ingusan." Protes Syandri.
"Sekarang kamu pikir bagaimana cara selesaikan masalahmu ini????? Itulah kalau otak di letakan di dengkul. Kethul..!!"
"Maaaass.. jangan marah terus sama Syandri..!!"
Mendengar sapaan baru itu Bang Alden terdiam.
"Bantu Syandri ya Mas, nanti malam Syandri mau ketemu pelanggan, orang Afrika." Rengek Syandrina.
"Bagus tuh, bisa puas betul kamu nanti." Ejek Bang Alden.
"Syandri takut Mas." Jawab Syandrina.
"Itu pekerjaanmu.. itu juga pilihanmu.. rasakan..!!!!"
"Maaaass Aaall." Syandri sampai berjingkrakan karena ketakutan.
"Sama Mas Al takut nggak??" Bang Alden membuang puntung rokoknya asal tanpa menatap si kupu malam yang memusingkan kepalanya.
.
.
.
.
Bang Alden berjaga di sekitar kamar Syandrina. Terdengar suara des_ah dan rintihan dari dua insan manusia yang tengah di mabuk cinta.
Sebatang rokok telah habis di hisapnya namun Syandrina belum juga keluar dari dalam kamar.
"Egh.." kali ini erangan seorang pria yang mungkin telah usai menunaikan hajatnya.
"Kamu nikmat sekali Lily, kapan kita bisa bertemu lagi?" Kata seorang pria hidung belang.
"Kapan saja Om mau." Jawab Syandrina.
'B******n, mau Syandri jungkir balik pun aku tak peduli. Kecil begitu sudah bisa melayani pelanggan.'
Tak lama pintu terbuka. Pria hidung belang itu meninggalkan satu kecupan di bibir 'Lyli'.
Sebelum meninggalkan kamar, pria itu pun sempat melirik Bang Alden.
Setelah pria itu benar-benar pergi, Syandrina jatuh terduduk. Kakinya benar-benar kram karena terlalu lelah.
"Aku capek, tapi masih ada satu di bule Afrika. Bagaimana cara menolaknya." Gumam Syandrina.
"Lemah sekali, semua pekerjaan mengandung resiko." Jawab Bang Alden kemudian menerobos masuk ke dalam kamar dengan papan nama Lyli.
Syandrina segera menyambar handuk kimononya untuk menutupi tubuhnya agar terlihat sedikit lebih sopan di hadapan Bang Alden.
Tak banyak kata Bang Alden membongkar lemari dan nakas yang ada disana hingga ia menemukan bungkusan bersebelahan dengan banyaknya karet pengaman dalam laci.
"Untuk apa Mas ambil pembalut?? Mas lagi dapet tamu??" Tanya Syandrina.
"Pakai akalmu, masa iya kamu beralasan datang bulan tapi tamu mu tetap memintamu melayaninya???" Kata Bang Alden.
"Mereka tamu 'luar' jelas tidak akan peduli Mas, apalagi kami-kami ini pakai pengaman." Jawab Syandrina.
"Apa semua laki-laki begitu??"
"Tidak semua." Jawab Syandrina lagi.
"Kalau begitu gunakan alasan klasik, katakan kamu sedang datang bulan." Saran Bang Alden.
"Disini di catat tanggal berapa saja tanggal kami haid."
"Aaahh kau pikir saja sendiri lah Syan. Ini masalahmu kenapa saya yang harus pusing." Omel Bang Alden kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar.
Syandrina pun segera berlari dan menarik tangan Bang Alden. "Maaass.. jangan pergi..!! Tolongin Syandri doonk..!!" Rengeknya seperti tadi dan jelas hal itu sebenarnya membuat Bang Alden kesal.
"Kamu ini banyak mau ya, berani bayar saya berapa??" Bang Alden kembali mengomel karena malas meladeni Syandrina.
"Mas Al maunya berapa? Atau mau ini?" Syandrina membuka kimononya dan memperhatikan dua bongkah pemandangan indah menyilaukan mata dan hanya tertutup selembar l******e bahan brokat tipis.
Bang Alden mengibaskan tangan Syandrina. "Tutup..!! Saya tidak tertarik." Bang Alden semakin kesal saat melihat banyak ada semu tanda merah di dada Syandrina.
"Mas kesal sama tanda ini?? Tapi ini tanda dari Bang Prana semalam." Kata Syandrina.
"Nggak tanya, saya nggak mau tau kamu melakukannya dengan siapa, dengan setan pun saya nggak peduli." Jawab Bang Alden.
"Ya sudah." Dengan santai Syandrina mengikat kembali kimononya.
Bang Alden mengalihkan pandangannya tapi ekor mata elangnya masih sempat membidik belahan dada Syandrina. "Astagfirullah.." ucapnya membatin. Namun dirinya yang notabene tetap seorang laki-laki normal jelas merespon dengan pasti apa yang baru saja di lihatnya.
"Mas keluar dulu..!! Apa mau lihat Syandri mandi??" Tantang Syandri.
"Buka saja di sini kalau berani. Dada saja masih rata begitu." Gerutu Bang Alden.
"Maaf ya.. Syandri pun pilih-pilih kalau soal pejantan." Jawab Syandri.
"B*****t, saya ini bibit unggul. Sekali saya lepas anak buah.. celaka dua belas kamu Syan." Ancam Bang Alden.
Syandrina hanya mencebik seakan tak peduli dengan kata-kata Bang Alden.
"Ya Ampun Tuhan.. kenapa aku harus bertemu perempuan macam si Syandri ini." Gumamnya lalu memilih keluar dari kamar.
...
Sore itu Syandrina bersiap menyambut tamunya, tamu yang sejatinya tidak di inginkan nya. Bang Alden melihat raut wajah murung Syandri yang termenung menatap ke arah luar jendela.
Meskipun kesal dalam hati namun Bang Alden tidak tega juga melihat Syandrina. "Astaga.. si kecap angus itu sudah datang." Matanya melihat sosok bule tersebut sudah berjalan menuju kamar Syandrina. Secepatnya Bang Alden melonggarkan ikat pinggang, ia melepas jaket dan kaosnya lalu mengacak-acak rambutnya, tak lupa ia mencakar tangannya sendiri secara bergantian hingga meninggalkan luka.
bruugghh..
"You're crazy. I have paid dearly. I hate you Lily..!!!" Bentak Bang Alden memaki Syandrina yang sama sekali tidak tau apapun.
Melihat keadaan Bang Alden yang lusuh jelas tamu Syandrina sedikit merasa takut apalagi Bang Alden ambruk ke arahnya.
"No, don't ask Lily to serve you. My whole body hurts." Kata Bang Alden.
Tamu Syandrina itu melihat Bang Alden tampak kesakitan meremas tubuhnya dan pria itu pun akhirnya lari tunggang langgang.
Mendengar keributan di luar kamar, Syandrina pun segera menghampiri. "Ada apa Mas??" Tanya Syandrina tapi tepat saat itu dirinya melihat Bang Alden yang tadinya rapi kini berantakan tak karuan. "Mas kenapa?"
"Yo nulungi awakmu sing pekok iku." Gerutu Bang Alden kemudian masuk ke dalam kamar Syandrina untuk merapikan diri.
Syandrina pun akhirnya tersenyum penuh arti. "Nggak usah marah lah Mas, sini Syandri pijatin..!!" Kata Syandri.
"Nggak usah, yang ada saya nanti di gorok suamimu." Jawab Bang Alden sambil membenahi penampilannya.
"Kalau Syandri nggak punya suami, Mas Al mau nggak sama Syandri?" Goda Syandrina.
"Tergantung..!!"
Kening Syandrina berkerut mendengar jawaban singkat Bang Alden. "Tergantung apa Mas."
"Saya gas kalau kamu jadi janda." Jawab Bang Alden sekenanya.
"Memangnya Mas Al nggak berani jadi Ken Arok??" Tanya Syandrina.
"Ken Arok buat apa Syan??" Bang Alden menyisir rambutnya dan kini dirinya sudah terlihat tampan dan gagah.
"Rebut donk Mas.. rebut..!!" Kata Syandrina.
"Aah elaaah Syan, nggak usah aneh-aneh deh. Ayo pulang..!!" Ajak Bang Alden.
"Mas Al nggak pengen gitu pacaran plus-plus??"
"Plus di hantam suamimu maksudnya??" Bang Alden menyimpan sisir kecil pada saku celananya. Ia masih santai menanggapi ujian berat dalam hidupnya.
"Bilang saja Mas nggak berani." Syandrina memalingkan wajahnya.
Bang Alden tau betul gaya seorang wanita malam jika sedang menggoda. Ia pun berdiri di hadapan Syandrina lalu mengarahkan wajahnya agar menatapnya juga.
"Jangan sok berani kalau memang tidak berani. Kali ini saya tidak pakai perasaan untuk menanggapi mu, tapi jika sekali saja saya pergunakan perasaan saya. Tidak hanya saya yang hancur, kamu pun akan terseret Syan. Saya tidak mau ada apa-apa sama kamu. Saya hancur sendiri tidak masalah, tapi saya tidak ingin melihat perempuan terseret masalah bersama saya. Paham??"
.
.
.
.
"Main kemana saja, kenapa baru pulang?" Tanya Bang Prana.
Bang Alden memberi hormat dan meminta ijin untuk segera meninggalkan ruang tamu.
Bang Prana mengangguk mengijinkan ajudannya untuk meninggalkan tempat.
"Ke mall saja Bang." Jawab Syandrina singkat saja. Ia langsung bergelayut di lengan suaminya dengan manja.
"Abang kangen." Bisik Bang Prana di telinga Syandrina.
"Ayo, Syandri juga kangen." Jawab Syandri mengembangkan senyum manis agar suaminya tidak curiga dengan apa yang dilakukan nya di belakang sang suami.
//
"Darimana saja kamu sama ibu Prana?" Bisik Bang Akbar.
"Ke mall saja."
"Yang benar?? Eehh.. apa mau tau aku pernah sekelebat melihat Bu Prana ada di club Phoenix." Kata Bang Akbar litting Bang Alden.
"Oya??" Bang Alden menanggapinya dengan datar saja.
"Aku tidak bohong. Bu Prana itu tidak pakai make up saja terlihat cantik sekali apalagi sudah pakai make up, mungkin mata kita bisa buta saking tidak tahan melihat kecantikannya." Jawab Bang Akbar.
Hanya senyum tipis dari Bang Alden untuk menanggapi celotehan sahabatnya. Ia meneruskan kegiatan merokoknya sambil membayangkan apa yang saat ini tengah terjadi di kamar jenderal.
...
Syandrina keluar dari kamar sambil menggulung rambutnya, ia meninggalkan suaminya yang sudah terkapar tak berdaya di dalam kamar.
"Selamat malam ibu.." sapa Bang Akbar melihat Syandrina menuju ke dapur.
"Selamat malam ibu.." Bang Alden pun akhirnya ikut menyapa.
"Selamat malam Om Akbar, Om Alden." Jawab Syandrina membatasi diri dengan kedua orang ajudan di rumah nya.
"Ibu mau apa?" Tanya Bu Surti.
"Mau buat teh bi. Kepala saya sakit." Jawab Syandri, ia selalu menjaga wibawa suaminya jika sedang berada di lingkungan yang berhadapan langsung dengan suaminya.
"Biar Bibi yang buat Bu." Kata Bibi.
"Terima kasih ya Bi."
"Sama-sama ibu." Bibi segera membuatkan teh hangat untuk Syandrina.
Kedua ajudan segera meninggalkan tempat. Akan terasa tidak pantas jika ajudan berada bersama tuannya tanpa alasan yang jelas di dalam satu tempat.
Sekilas Bang Alden hanya melirik Syandrina saja kemudian mengikuti langkah Bang Akbar keluar dari dapur.
***
"Syandrina main lagi ya Bang..!!" Seperti biasa Syandrina selalu pamit pada Bang Prana setiap kali akan melaksanakan kegiatan di luar rumah.
"Iya, di antar Alden ya. Seperti biasa." Kata Bang Prana kemudian mengusap pipi Syandrina.
"Kenapa tidak Abang saja yang antar?" Rengek Syandrina berbasa basi karena dirinya sudah tau pasti bahwa Bang Prana tidak akan bisa mengantar karena terlalu sibuk dengan kegiatan di kantor.
"Lain kali ya sayang, maaf sekali Abang masih ada pekerjaan yang tidak bisa di tinggal." Tolak Bang Prana.
Syandrina memasang wajah cemberut yang natural hingga tidak ada celah apapun untuk mengoreksi kesalahan di wajahnya itu.
"Oowhh sayaang. Jangan marah, lain kali pasti Abang akan luangkan waktu untukmu." Janji Bang Prana untuk Syandrina. "Tapi semalam Abang gagah khan?" Bisiknya di telinga Syandrina tapi Bang Akbar dan Bang Alden masih bisa mendengarnya dari ruang tamu.
Syandrina hanya mengangguk dengan senyum cantiknya.
~
"Aku heran, kenapa ya Pak Prana tidak juga dikarunia momongan. Sudah dua kali beliau bercerai dan Ibu Syandri adalah istri ketiga, apakah jika nanti Bu Syandri tidak hamil juga mungkinkah Pak Prana akan menceraikannya?" Gumam Bang Akbar sambil mengecek ulang keadaan dalam mobil yang akan di gunakan Pak Prana.
"Jangan ikut campur dalam urusan rumah tangga orang lain. Lebih baik kita tutup mata, tutup telinga. Kita manusia punya masalah dan ujian masing-masing." Kata Bang Alden menasihati sahabatnya agar teredam masalah yang sedikit banyak telah diketahuinya.
Tak lama Pak Prana berjalan ke arah mobilnya. "Ayo Bar, kita sudah terlambat..!!" Ajaknya Pada Letnan Akbar. "Kamu nanti awasi dan jaga kemanapun istri saya pergi." Ucapnya pada Bang Alden.
"Siaap..!!" Bang Alden memberi hormat sebelum bapak buahnya pergi meninggalkan halaman rumah.
...
Seperti biasa Bang Alden membukakan pintu untuk Syandrina sebagai tanda hormat pada istrinya atasannya.
Syandrina pun masuk dengan wajah penuh wibawa.
"Kita kemana?" Tanya Bang Alden tak lagi memasang unggah ungguh sebagai ajudan jika sedang berdua dengan si cantik Syandrina.
"Tempat biasa."
"Setiap hari kamu kesana???" Nada bicara Bang Alden terdengar sedikit meninggi.
"Tidak setiap hari tapi Syandri tidak bisa keluar dari sana. Lagipula Syandri butuh uang." Jawab Syandrina.
"Pekerjaan itu terlalu berbahaya dan beresiko untukmu Syan. Berhentilah bekerja seperti itu..!!" Pinta Bang Alden.
"Apa pedulimu Mas, apa Mas Al yang akan membiayai hidupku??" Syandrina menjawab ketus kemudian memulas lipstick berwarna merah maroon di bibirnya.
"Kamu butuh uang berapa?" Tanya Bang Alden.
"Seratus lima puluh juta. Mas sanggup??"
"Akan saya sediakan asal kamu tidak lagi melayani hasrat laki-laki hidung belang..!!" Jawab Bang Alden serius.
"Lalu melayani siapa? Hasratmu Mas Al???" Syandrina terkekeh sambil membubuhkan bedak di wajahnya.
"Saya serius Syan."
"Syandri juga serius Mas. Memang tidak enak di dengar, selain mencari uang.. Syandri juga ingin merasakan hangatnya pelukan laki-laki." Jawab jujur Syandrina lalu dirinya beralih tempat duduk dan berpindah di samping Bang Alden.
"Apa kamu tidak bisa menahan diri untuk hal satu itu?" Tanya Bang Alden.
"Bukankah dalam hal ini laki-laki atau perempuan sama saja, hanya laki-laki lebih mudah mengutarakan keinginannya sedangkan wanita tidak karena segala tindak tanduknya tertutupi oleh rasa malu. Mungkin benar hal ranjang bukan menjadi faktor utama tapi apakah salah jika Syandri ingin di sayangi juga." Syandrina menyalakan sebatang rokok yang sudah terselip di bibirnya.
Bang Alden terdiam, memang tidak ada yang salah dari perkataan Syandri. Suami istri juga akan saling membutuhkan dalam hal apapun termasuk masalah ranjang. Ia berusaha membolak-balik pikiran dari berbagai sisi, juga berusaha mengerti keadaan ini. Syandrina masih terlalu muda untuk di abaikan, gejolak jiwa mudanya pasti ingin tau dan hormonnya pasti sudah berkembang pesat seiring dengan usia.
"Kalau mau nakal itu yang total, minum.. pakai g***a sekalian. Merokok saja kurang hot." Sindir Bang Alden.
"Ya sudah, ayo minum..!! Tapi yang terakhir Syandri lama tidak lakukan lagi." Jawab Syandrina jujur.
"Sebenarnya apa yang sudah terjadi padamu????? Nggak mungkin perempuan seusiamu sudah melakukan banyak hal gila seperti itu." Tanya Bang Alden jengkel karena ternyata Syandrina lebih dari yang ia pikirkan.
"Penasaran yaaaaa???"
Bang Alden segera menepikan mobilnya di sisi jurang yang sepi. Tangannya segera mencekal pergelangan tangan Syandrina. "Cepat katakan..!! Ada apa sama kamu atau saya lempar kamu ke jurang..!!!!" Ancam Bang Alden.
"Nggak ada apa-apa Mas."
"Syandriiiii.." Bang Alden sampai mengangkat tangan kanannya hendak menampar Syandri namun kemudian Syandri ketakutan.
"Aaaaaaa... Iii_iya. Iyaaa.. Jangan pukul lagi..!! Syandri janji akan kerja cari uang yang banyak..!!" Jawabnya gemetar.
Niat Bang Alden hanya menggertak tapi ternyata Syandrina begitu ketakutan hingga akhirnya lemas tak sadarkan diri menimpa dadanya. "Syaan.. bangun Syan..!! Duuhh.. piye iki."
.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!