NovelToon NovelToon

Mengejarmu Dengan Pelet

1. Tak Sengaja Berteman

Indri nampak berlari kecil menuruni anak tangga agar bisa segera menyusul rekan-rekannya yang nampak sedang berbincang di halaman kantor.

"Sorry telat. Liftnya mati ...!" kata Indri lantang.

Enam orang teman Indri menoleh lalu mendengus kesal. Bagaimana tidak. Ini bukan kali pertama gadis cantik berambut ikal itu telat.

"Udah biasa. Kan Lo ratunya telat," sahut Winda sambil mencibir.

"Kan Gue udah minta maaf Win...," kata Indri tak enak hati.

"Udah ga usah berdebat lagi. Jadi ga makan siangnya ?. Sepuluh menit waktu istirahat udah terbuang sia-sia nih !" tegur Adam sambil melirik jam di pergelangan tangannya.

"Jadi doonngg ...!" sahut enam orang lainnya bersamaan hingga membuat Adam tersenyum.

"Kalo gitu ayo buruan jalan !" ajak Adam dengan lantang sambil membuka pintu mobil dinasnya.

Enam rekan Adam termasuk Indri pun bergegas menyusul lalu masuk ke dalam mobil dinas yang dikendarai Adam. Tak lama kemudian mobil dinas berwarna putih itu melaju cepat meninggalkan halaman kantor.

Mobil menepi di sebuah restoran dan tujuh orang penumpangnya turun satu per satu. Kemudian mereka melangkah masuk ke dalam restoran dan disambut oleh pelayan restoran dengan ramah.

"Atas nama Adam Baihaqi Mbak ...," kata Adam.

"Oh baik. Silakan ke sebelah sini Pak," sahut pelayan restoran sambil melangkah menuju tempat yang telah dibooking Adam sebelumnya.

Wajah keenam rekan Adam nampak berbinar mengetahui makanan telah siap tersaji di atas meja. Mereka senang karena tak perlu menunggu lama dan bisa langsung mengeksekusi hidangan yang telah tersaji itu.

"Tau aja kalo Kita udah lapar Dam," kata Rudi sambil menatap hidangan dengan antusias.

"Ya tau lah, kan Kita ke sini mau makan Rud. Sebenernya mau mempersilakan Kalian pesen sendiri tadi. Tapi karena Kita telat, ya terpaksa Gue pesenin duluan. Sorry kalo ga sesuai sama selera Kalian," sahut Adam sambil mulai menyuap makanan ke dalam mulutnya.

"Gapapa Dam, ini enak kok. Iya kan temen-temen ...?" tanya Rudi sambil menatap lima temannya satu per satu.

"Iya ...," sahut lima rekan Rudi dengan mulut penuh.

Rudi hanya menggelengkan kepala melihat temannya telah sibuk dengan makanan masing-masing.

Ketujuh orang itu pun melanjutkan makan siang mereka. Suasana akrab dan hangat mewarnai meja yang dihuni oleh Adam, Rudi, Indri, Winda, Dinar, Toriq dan Tasya itu. Sesekali tawa terdengar saat salah seorang diantara mereka mengomentari cerita Tasya sang sekretaris.

"Untung sekarang Bos Lo lagi keluar negeri Sya. Kalo ga, Lo ga bakal bisa ikutan sama Kita dan ditraktir makan siang sama Mas Adam," kata Dinar.

"Iya. Yang ada Gue harus ngintilin Bos terus kemana pun dia pergi," sahut Tasya.

"Bukannya enak ya Sya. Lo jadi bisa makan siang di restoran mahal setiap hari. Secara Bos kalo meeting kan pasti di tempat mahal dan bagus," kata Winda.

"Awalnya Gue kira juga gitu Win, tapi yang Gue dapet malah Zonk !" sahut Tasya sambil mendengus kesal.

"Zonk gimana sih maksud Lo ?" tanya Indri tak mengerti.

"Kita emang meeting di tempat mewah, tapi Kita ga makan siang di sana. Alasannya si Bos sih katanya ga enak karena Istrinya udah ngirimin dia makan siang. Yang capek ya Gue juga karena abis naro berkas Gue harus lari ke kantin buat makan siang. Sendirian, karena biasanya pas nyampe kantor jam istirahat udah selesai," sahut Tasya.

"Tapi makan siang Lo gratis alias dibayarin sama Bos kan Sya ?" tanya Toriq.

"Boro-boro Riq !. Yang ada Gue makan sendiri dan bayar sendiri !" sahut Tasya kesal hingga membuat semua rekannya tertawa geli.

Begitulah salah satu isi perbincangan yang terjadi diantara ketujuh orang karyawan PT. BERLIAN yang menjadi dekat karena situasi.

PT. BERLIAN bergerak di bidang kontruksi dan alat berat. Perusahaan ini dipimpin oleh seorang pria bertangan besi bernama Benzo, pria keturunan Jerman yang seringkali dipanggil 'Bos' oleh para karyawannya.

Adam dan Rudi adalah Manager di perusahaan. Jika Adam adalah Manager Personalia, maka Rudi adalah Manager Keuangan. Mereka dekat karena selain pernah kuliah di universitas yang sama, mereka juga kerap terlibat dalam meeting perusahaan untuk membahas berbagai hal yang terjadi di perusahaan.

Indri, Dinar dan Winda adalah karyawan biasa di Divisi Keuangan sedangkan Toriq adalah Kepala gudang.

Mereka bertujuh menjadi dekat berawal dari gempa yang melanda Jakarta. Bukan gempa berkekuatan besar namun getarannya cukup membuat panik para karyawan wanita. Apalagi gempa terjadi saat jam kerja dan mereka berada di dalam gedung bertingkat.

Toriq yang saat itu sedang berkoordinasai dengan karyawan gudang merasakan gempa untuk pertama kalinya. Ia pun segera memerintahkan semua orang keluar dari gudang yang berisi benda-benda berat terbuat dari logam itu. Setelahnya ia berlari untuk mengingatkan semua orang di Divisi lainnya.

Saat sedang berlari ia melihat Winda, Indri dan Dinar yang ketakutan di depan lift. Nampaknya mereka ingin turun menggunakan lift tapi terpaksa menunggu karena lift lebih dulu tertutup.

"Ga usah pake lift. Ini lantai tiga, lewat tangga aja !" ajak Toriq dengan lantang.

Tanpa pikir panjang Winda, Indri dan Dinar pun mengikuti Toriq yang berlari kearah pintu darurat menuju anak tangga.

Ternyata di sana mereka berpapasan dengan Rudi dan Adam yang langsung menepi dan mempersilakan ketiga wanita itu untuk turun lebih dulu. Saat hendak menutup pintu, Adam melihat Tasya yang sedang lari kebingungan.

"Sebelah sini Mbak !" panggil Adam.

Tasya menoleh lalu bergegas menghampiri Adam. Namun sayang plafond ruangan tepat di atas pintu darurat ambruk dan hampir mengenai Tasya. Beruntung Adam berhasil menarik tangan Tasya hingga plafond itu jatuh di belakang tubuh Tasya.

Dengan bergandengan tangan Adam dan Tasya berlari cepat menuruni anak tangga. Saat hampir tiba di lantai dasar, lagi-lagi mereka menghadapi rintangan karena pintu yang mendadak terkunci.

Adam pun berusaha mendobrak pintu sambil memanggil Rudi berulang kali. Sayangnya karena terlalu panik, Rudi tak mendengar panggilan Adam.

Indri yang berjalan paling akhir nampaknya mendengar suara Adam pun menoleh dan memanggil rekan-rekannya.

"Ntar dulu Win. Ada yang terjebak di dalam !" kata Indri panik sambil menarik lengan Winda.

"Ga ada siapa-siapa Dri. Cuma Kita yang lewat tangga itu tadi !" sahut Winda sambil berusaha menarik tangan Indri agar menjauh dari pintu darurat.

"Tapi ada orang lain Win. Ayo Kita bantuin !" kata Indri memaksa.

Toriq yang mendengar jeritan Winda dan Indri pun berhenti berlari lalu menghampiri keduanya. Setelah mengerti apa yang diperdebatkan, Toriq pun segera menghampiri pintu dan berusaha mendobraknya.

"Kenapa mereka malah berhenti ?" tanya Rudi gusar.

"Katanya ada yang kekunci Pak !" sahut Dinar sambil berbalik menghampiri Winda dan Indri.

Rudi yang terkejut saat menyadari Adam tak ada bersama mereka pun bergegas lari kearah pintu darurat. la membantu Toriq mendobrak pintu.

"Menjauh dari pintu Dam !" pinta Rudi.

"Iya Rud !" sahut Adam dari balik pintu.

Rudi dan Toriq pun bersama-sama mendobrak pintu. Namun rupanya pintu terlalu kuat hingga memaksa Indri, Winda dan Dinar ikut membantu mendobrak pintu.

"Hitungan ke tiga ya. Satu ... dua ... tigaaa ...!" kata Toriq dengan lantang.

"Braaakkk ... gubrakkk ...!"

Pintu pun berhasil didobrak hingga membuat ketujuh orang itu bersorak gembira. Setelahnya mereka berlari menuju keluar sambil bergandengan tangan dan tertawa.

Tiba di halaman mereka melihat banyak karyawan telah berkumpul dengan wajah panik. Di sana mereka juga mendapat kabar jika lift rusak dan beberapa orang terjebak di dalamnya.

"Semua orang pasti pengen cepet turun dari lantai atas dan ga mempertimbangkan kekuatan lift. Akibat terlalu berat, lift pun ga bisa bergerak dan stuck di tengah," kata Toriq.

"Betul. Beruntung Kita lewat tangga darurat tadi," sahut Rudi.

"Iya. Walau sempet terkunci juga tapi itu jauh lebih baik. Iya kan Mbak ...," kata Adam sambil menatap Tasya.

"Tasya. Panggil Saya Tasya aja ...," pinta Tasya sambil tersenyum.

Kemudian mereka bertujuh saling memperkenalkan diri dan berjabat tangan sebagai salam perkenalan.

Setelah hari itu mereka kerap bertemu untuk sekedar berbincang santai, entah saat jam pulang kantor atau saat jam makan siang seperti sekarang. Tanpa mereka sadari itu membuat hubungan mereka makin dekat.

\=\=\=\=\=

2. Tentang Bos

Usai makan siang Adam dan enam rekannya pun kembali ke kantor. Di perjalanan mereka kembali berbincang santai.

"Ngomong-ngomong Bos itu udah lama ya menikah sama Istrinya Sya ?" tanya Indri membuka pembicaraan.

"Pasti udah lah. Kan umurnya Bos juga udah lumayan tuwir," sela Winda.

"Eh, tapi jangan salah. Biar udah tuwir tapi Anaknya masih kecil-kecil lho," kata Tasya.

"Masa sih ?" tanya Dinar tak percaya.

"Iya. Anaknya Bos kan ada tiga. Yang sulung kelas tiga SMA, yang kedua sekarang kelas lima SD. Nah yang bungsu masih balita," sahut Tasya.

"Berarti waktu nikah Bos ga langsung punya Anak dong," kata Toriq asal.

"Bukan ga langsung punya Anak. Tapi emang ga bisa punya Anak. Kan Istri pertamanya katanya ga bisa hamil. Nah yang sekarang, yang kata Tasya sering ngirim makan siang itu, ya Istri keduanya Bos," kata Adam sambil menatap ke jalan raya di depannya.

"Yang bener Mas Adam ?. Saya baru tau lho," kata Tasya sambil menatap Adam tak percaya.

"Masa gitu aja ga tau Sya. Kamu kan sekretarisnya Bos. Bukannya sekretaris harus tau data pribadi Bosnya yaa ...," sela Rudi sambil menggelengkan kepala.

"Tau nih Tasya," sahut Winda, Indri dan Dinar bersamaan sambil menatap Tasya dengan tatapan tak percaya.

"Serius Mas Rudi, Saya baru tau ini," kata Tasya sungguh-sungguh.

"Berarti Kamu juga ga tau dong kalo Istri Bos yang sekarang adalah sahabat mantan Istrinya Bos yang pertama dulu," kata Rudi sambil menoleh kearah Tasya yang duduk di kursi belakang.

"Wah kalo itu Kami juga baru denger Mas, Iya kan guys !" sela Indri lantang disambut anggukan kepala Winda dan Dinar.

"Udah deh. Ga usah ngebahas kehidupan pribadinya Bos, ga sopan. Gitu-gitu kan beliau yang menggaji Kita," kata Adam mengingatkan.

"Udah terlanjur Mas, nanggung juga. Bahas aja sekalian biar Kita ga tambah kepo. Terus abis itu Kita janji bakal tutup mulut. Iya kan guys ?!" lagi-lagi Indri bertanya lantang seolah ingin didukung oleh semua orang.

"Iya ...!" sahut Dinar, Winda dan Tasya dengan lantang.

Tentu saja ucapan para wanita itu membuat Adam, Rudi dan Toriq tertawa.

"Dasar cewek. Seneng banget kalo ngomongin aib orang ...," gerutu Adam disambut cengiran Indri, Winda, Dinar dan Tasya.

Kemudian Rudi pun menceritakan bagaimana kisah rumah tangga Bos Benzo dan istrinya. Rudi sengaja bercerita secara singkat agar bisa meredam rasa penasaran keempat wanita yang ada di dalam mobil.

"Bos Benzo nikah sama Istri pertamanya yang bernama Wulan itu sekitar dua puluh lima tahun lalu. Walau pun Bu Wulan ga bisa hamil tapi Bos Benzo sangat mencintainya dan mereka hidup bahagia. Tapi temen Bu Wulan yang namanya Fitria rupanya iri sama kebahagiaan Bu Wulan. Diam-diam dia juga naksir sama Bos Benso dan berusaha merebut Bos Benso dari tangan Bu Wulan. Entah gimana ceritanya, akhirnya Bu Wulan pun tersingkir dan Bu Fitria menggantikan tempatnya," kata Rudi.

"Oh gitu. Pantesan Saya sering ngerasa ga nyaman kalo Istri Bos datang ke kantor. Tatapannya kaya mengintimidasi gitu. Rupanya dia menikahi Bos dengan cara ga lazim," kata Tasya sambil bergidik.

"Sok tau Lo. Darimana Lo tau kalo pernikahan si Bos sama Istri keduanya itu ga lazim ?" tanya Indri.

"Lah kan tadi Mas Rudi yang bilang kalo Bu Fitria itu naksir sama Bos Benzo sejak masih jadi Suaminya Bu Wulan. Itu artinya dia merebut Bos Benzo dari Istri sahnya. Makanya sekarang dia ketakutan kalo Suaminya juga bakal direbut sama orang lain seperti yang dia lakuin dulu," sahut Tasya sambil mencibir.

"Hush ..., udahan ngomongnya. Udah sampe kantor nih. Inget ya, jangan bahas tentang ini lagi sama siapa pun di kantor ini !" kata Adam tegas.

"Siap Mas Adam ...!" sahut Indri, Winda, Dinar dan Tasya bersamaan.

"Oh iya. Makasih traktirannya ya Mas," kata Tasya.

"Iya iya, sama-sama. Asal ga tiap hari Saya mah ga keberatan kok," sahut Adam sambil tersenyum.

"Iya Mas. Lumayan lah, Tasya jadi bisa menghemat pengeluarannya hari ini," gurau Dinar sambil melirik kearah Tasya.

"Lo juga kali !" kata Tasya tak mau kalah sambil melotot kearah Dinar.

"Dih, Gue mah emang biasa makan di luar. Jadi udah biasa ngeluarin duit tuh," kata Dinar sambil berlalu.

"Tapi tetep aja Lo makan gratis hari ini Dinar !" kata Tasya dengan lantang.

Sayangnya Dinar nampak tak peduli. Ia terus melangkah meski pun Tasya terus memanggil namanya. Perdebatan Dinar dan Tasya itu membuat kelima orang lainnya tertawa terbahak-bahak. Kemudian keenamnya pun melangkah bersama menyusul Dinar dan berpisah di loby perusahaan.

Adam dan Rudi naik ke lantai dua, Winda dan Indri ke lantai tiga, Tasya ke lantai lima, sedangkan Toriq masih bertahan di loby karena harus mengurus sesuatu.

"Met tugas ya Syaaa ...," kata Indri sambil tersenyum manis saat ia keluar dari lift lebih dulu.

"Ga usah ngeledek Dri. Mentang-mentang Gue kerja sendirian di lantai atas, Lo jadi kaya gini sekarang," sahut Tasya sambil mendelik kesal.

"Gue emang kaya gini kok setiap hari. Iya kan Win ...?" tanya Indri sambil melirik kearah Winda.

"Ho oh ...," sahut Winda cepat sambil tersenyum mengejek.

"Ck, udah sana keluar. Lama banget sih ...," gerutu Tasya sambil mendorong tubuh Indri dan Winda agar keluar dari lift lebih cepat.

Indri dan Winda nampak tertawa sedangkan Tasya hanya bisa menekuk wajahnya sambil menekan tombol lift.

\=\=\=\=\=

Malam itu Tasya tak bisa memejamkan mata. Entah mengapa cerita Rudi dan Adam tentang Bos Benzo membuatnya gelisah.

Selama ini Tasya memang merasa ada yang aneh dengan sikap Bos Benzo. Selain tak suka makan di luar, Bos Benzo juga kadang terlihat seperti orang linglung. Hingga tak jarang Tasya harus mengingatkan sang bos agar bisa kembali fokus pada sesuatu yang sedang ada di hadapannya. Walau hanya sepersekian menit, namun itu cukup mencemaskan. Tasya khawatir kondisi itu dimanfaatkan oleh saingan bisnis Bos Benzo.

Awalnya Tasya mengira jika semua terjadi karena pengaruh usia dan kelelahan. Maklum lah, Bos Benzo memang tak lagi muda. Usianya mendekati angka enam puluh. Namun mengingat itu Tasya pun menyangkalnya.

"Ah ga juga. Umur Bos Benzo sama kaya umur Bapak. Malah tua-an Bapak kayanya. Tapi Bapak masih sehat, pikirannya juga badannya. Kalo mereka sepantaran harusnya kan ga beda jauh. Apalagi Bos Benzo kan tajir dan banyak uang. Dia pasti bisa beli suplemen atau vitamin biar awet muda. Soal harga pasti ga masalah buat Bos Benzo," gumam Tasya.

Entah hingga jam berapa Tasya terjaga. Yang pasti ia terbangun dengan warna kehitaman melingkari kedua matanya.

\=\=\=\=\=

3. Kecurigaan Fitria

Sementara itu di kediaman Benzo.

Istri Benzo yang bernama Fitria nampak tengah sibuk mempersiapkan diri untuk menyambut kepulangan suaminya. Selain mempercantik diri, Fitria juga menyiapkan makanan yang dimasak khusus untuk Benzo.

Tak lama kemudian Benzo pun tiba. Fitria dan anak bungsunya yang berusia empat tahun itu nampak berlari kecil menyambut sang suami.

Namun ekspresi wajah Benzo saat melihat anak istrinya berbanding terbalik dengan harapan Fitria. Ternyata Benzo nampak datar saja menanggapi sikap Fitria dan si bungsu. Bahkan Benzo menepis pelukan Fitria dan segera berlalu.

"Mama ..., Papa kenapa ?. Kok, ga mau peluk Aku ?" tanya si bungsu.

"Maafin Papa ya Dek. Papa lagi capek, makanya mau langsung istirahat. Adek pergi sekolah diantar Sus dulu ya biar ga terlambat," kata Fitria sambil tersenyum.

"Iya Ma ...," sahut si bungsu.

Setelah menyerahkan si bungsu pada pengasuhnya, Fitria bergegas menyusul suaminya ke kamar. Fitria nampak kesal saat mendapati suaminya berbaring di tempat tidur tanpa mengganti pakaiannya terlebih dulu. Padahal Benzo tahu istrinya tak suka jika ia 'menyentuh' tempat tidur saat baru tiba dari luar rumah. Alasannya karena kuman yang menempel di pakaian akan melekat di sprei dan itu menimbulkan rasa gatal nanti. Apalagi Benzo baru saja melakukan perjalanan jauh. Fitria bergidik membayangkan ribuan kuman yang akan melekat di sprei akibat ulah sang suami nanti.

"Pa ...," panggil Fitria sambil melangkah mendekati suaminya.

"Jangan ganggu Aku dulu. Aku capek," kata Benzo sambil tetap memejamkan mata.

"Iya tau. Tapi kenapa Kamu ga peluk Adek padahal dia udah ngulurin tangannya tadi ?" tanya Fitria tak sabar.

Benzo mengabaikan pertanyaan istrinya dan itu membuat Fitria makin kesal. Saat Fitria mendekat, Benzo bangun dari tidurnya lalu bergegas melangkah ke kamar mandi. Tak lupa ia juga membanting pintu hingga membuat Fitria terkejut bukan kepalang.

"Ada apa ini. Kenapa mendadak dia berubah kaya gini ?" batin Fitria gusar.

Dan sikap Benzo yang tak biasa itu terus berlanjut hingga beberapa hari kemudian. Fitria pun bertanya pada asisten pribadi suaminya tentang apa yang terjadi selama sang suami pergi keluar negeri. Namun jawaban mengejutkan justru didapat Fitria.

"Bapak ga pergi keluar negeri Bu. Bapak cuma istirahat di villa Lembang beberapa hari ini," sahut Andi bingung.

"Lho, tapi Bapak bilang mau ke Jepang karena ada meeting sama rekan bisnisnya," kata Fitria.

"Maaf Bu. Kayanya Ibu salah denger deh. Rekan bisnis Bapak yang dari Jepang itu yang datang ke Jakarta. Sebelum Bapak rehat ke Lembang Bapak udah ketemu sama rekan bisnisnya itu Bu," sahut Andi.

Jawaban Andi membuat Fitria curiga. Karena tak biasanya Benzo berbohong padanya. Apalagi Benzo menginap di vila Lembang tanpa mengajak dia dan anak-anak.

"Oh gitu. Ya udah, Kamu lanjutin kerjaan Kamu gih," kata Fitria.

"Baik Bu," sahut Andi sambil mengangguk.

Karena tak puas dengan jawaban Andi, Fitria pun menghubungi Tasya melalui sambungan telepon. Ia menanyakan apa saja agenda kegiatan sang suami selama seminggu ke depan. Tanpa curiga Tasya membeberkan semua agenda kerja sang Bos karena ia sudah sering mendapat pertanyaan serupa dari Fitria.

"Terus sekarang Kalian dimana ?" tanya Fitria.

"Maaf Bu. Maksud Ibu gimana ya ?" tanya Tasya tak mengerti.

"Ck, masa gitu aja ga ngerti sih Sya. Saya tanya Kamu dan Bapak sekarang ada dimana. Di kantor atau lagi meeting di luar kaya biasanya ?!" tanya Fitria dengan nada suara lebih tinggi.

"Oh itu. Kalo sekarang Saya di kantor dan Bapak lagi keluar Bu," sahut Tasya dengan tenang.

"Kok bisa Bapak pergi sendirian. Bukannya biasanya selalu ngajak Kamu ya ?!" tanya Fitria gusar.

"Saya juga ga paham Bu. Sebelum pergi Bapak cuma nyuruh Saya tunggu di kantor ngelanjutin kerjaan dan istirahat saat jam makan siang nanti," sahut Tasya.

Jawaban Tasya membuat Fitria meradang. Fitria mengakhiri sambungan telepon begitu saja karena kesal mendapati suaminya mulai membangkang dan tak menuruti aturannya.

"Oh, mau main-main Kamu rupanya. Kita liat seberapa lama Kamu bisa jauh dari Saya Benzo !" kata Fitria sambil melempar vas bunga yang ada di meja ke lantai.

Di kantor Tasya nampak mengelus dada usai Fitria memutus pembicaraan secara sepihak tadi.

"Sabar ... sabar. Orang kaya emang suka seenaknya. Tapi tumben juga ya si Bos ga ngajak Gue keluar. Padahal kan biasanya harus ngikut kemana pun dia pergi. Terus udah berapa hari ini makan siang yang dikirim Bu Fitria mubazir karena ga disentuh sama sekali," batin Tasya sambil melirik paper bag berisi makan siang yang diantar supir keluarga Benzo tadi.

Tak lama kemudian Tasya pun keluar dari ruangan untuk makan siang bersama rekan-rekannya.

Saat di lift ia bertemu dengan Adam dan Rudi yang juga akan menuju ke kantin. Melihat wajah Tasya yang kesal membuat Rudi dan Adam bertanya-tanya.

"Kenapa Sya, bete amat keliatannya ?" tanya Rudi.

"Lagi kesel Mas. Bu Fitria marahin Aku gara-gara Aku ga bisa ngasih tau kemana Bos Benzo pergi," sahut Tasya.

Jawaban Tasya membuat Rudi dan Adam saling menatap bingung. Kemudian mengalir lah cerita dari bibir Tasya.

"Jadi begitu rupanya. Wajar lah kalo Bu Fitria curiga sama Suaminya," kata Adam.

"Tapi ga adil kalo Aku ikut dimarahin Mas. Kan yang berubah Suaminya bukan Aku. Lagian siapa suruh terlalu posessif. Apa dia lupa kalo Suaminya itu Bos. Masa makan siang harus makan masakan dia, mau kemana-mana harus lapor dulu, jalan sama siapa ketemu siapa juga harus jelas. Itu kan aneh. Padahal sebelum sama dia juga Bos Benzo udah kaya gini kan ...!" kata Tasya berapi-api.

"Sssttt ..., udah Sya. Udah mau sampe nih, ga enak kalo didenger sama karyawan lain.Jangan bahas ini lagi sama yang lain ya termasuk sama Indri, Winda dan Dinar. Cukup Kita aja yang tau," pesan Adam sungguh-sungguh.

"Iya Mas. Tapi sebentar deh. Masuk akal ga sih kalo pelet yang dilancarkan Bu Fitria selama ini udah mulai luntur ?" tanya Tasya tiba-tiba.

"Pelet ?" tanya Adam dan Rudi bersamaan.

"Iya. Kan Mas Rudi bilang Bu Fitria merebut Bos Benzo dari Bu Wulan. Kalo ga pake pelet mana mungkin Bos Benzo yang cinta banget sama Bu Wulan bisa lupa dan berpaling ke Bu Fitria gitu aja. Walau Aku ga kenal sama Bu Wulan, tapi Aku yakin kepribadian Bu Wulan pasti jauh lebih baik dari Bu Fitria. Iya kan ...," kata Tasya setengah berbisik.

Adam dan Rudi berniat mengomentari ucapan Tasya namun sayang pembicaraan mereka harus berakhir saat pintu lift terbuka. Tasya segera menghambur keluar saat melihat Indri, Winda dan Dinar melintas. Sedangkan Rudi dan Adam nampak mengikuti keempat rekannya dari belakang.

Diam-diam Adam dan Rudi memikirkan pertanyaan yang diajukan Tasya tadi. Awalnya mereka tak peduli, namun mendengar keanehan sikap Fitria membuat mereka mau tak mau ikut berpikir. Saat menyadari ada yang tak beres dengan Benzo, mereka pun ikut prihatin.

\=\=\=\=\=

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!