"Sayang aku hamil!" Ujar wanita muda yang baru saja memasuki apartemen.
"Apa? Mengapa kamu begitu ceroboh? Akukan sudah bilang kamu harus meminum obat anti hamil itu setiap kita melakukannya," hardik si lelaki itu padanya sambil mencekal pergelangan tangan si wanita.
"Tapi sayang, ini anak kamu karena terakhir kali aku berhubungan itu ya sama kamu!" desis wanita itu padanya sambil menahan rasa sakit ditangannya.
"Yakin itu anakku?" lelaki itu menatap remeh pada wanitanya dan mendorong punggung wanita itu ke tembok.
"Kenapa kamu berkata seperti itu? Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau kamu sangat mencintaiku dan tidak ada wanita lain yang kamu cintai selain aku," lirih wanita itu padanya.
Gadis itu telah menyerahkan seluruh hidupnya kepada lelaki itu karena dia sangat mempercayai lelaki itu sangat mencintainya. Selama mereka bersama, lelaki itu selalu memberikan perlindungan dan membiayainya. Meskipun terkadang perlakuannya terkadang kasar tetapi dia bisa membuat wanita itu merasa nyaman saat bersamanya.
"Ya, aku memang mencintaimu tapi kamu tahu aku tidak ingin terikat dengan pernikahan. Tidak akan ada pernikahan didalam hidupku!" ucap lelaki itu datar padanya lalu menghempaskan tubuh wanita itu ke ranjang yang ada dihadapannya.
Wanita itu terluka dan menangis atas sikap lelakinya, dia merasa lelaki itu tidak mau mempertanggung jawabkan perbuatannya. Lantas bagaimana dengan nasib bayi yang ada didalam kandungannya saat ini? Dia tidak ingin anaj itu lahir tanpa seorang ayah.
"Gugurkan anak itu secepatnya atau aku akan menghabisimu bersama dengan anak itu," ancam lelaki itu padanya.
Sontak saja si wanita merasa takut dan khawatir. Dirinya dan bayinya dalam keadaan terancam. Dia harus segera mencari solusi dari semua permasalahannya.
Wanita yang merasa terintimidasi itu hanya menangis sambil mengusap perutnya yang masih datar. Sungguh dia tak ingin kehilangan bayinya.
Merasa iba sang pria itu mendekati wanitanya lalu memeluk tubuh si wanita. "Maaf aku terbawa emosi, masalah dihidupku sudah terlalu banyak. Ketika mendengar kau megatakan dirimu hamil membuatku jadi melampiaskan kekesalanku padamu. Apa kau sudah benar-benar memeriksa apa kau benar-benar hamil?" lelaki itu merendahkan nada suaranya sambil memeluk wanita itu.
Sejenak ada rasa nyaman yang dirasakannya saat bersama prianya dan itulah salah satu alasannya mengapa dia tetap bertahan bersamanya. Tubuh yang selalu siap dijadikannya sebagai tempat sandran dan kenyamanan untuk dirinya seperti saat ini.
"Aku yakin, karena sudah tiga alat tes kehamilan yang aku periksa dan ketiganya positif menunjukkan aku hamil, dan aku juga sudah dua minggu ini telat datang bulan" jelas wanita itu lagi.
"Baiklah kalau begitu besok kita ke dokter kandungan dan jika benar kau hamil aku akan menikahimu dan kita akan besarkan anak itu bersama," senyum tipis terlihat diwajah sang lelaki.
"Benarkah? Jadi kau akan menikahiku jika benar aku hamil?" harap wanita itu dengan wajah sumringah.
"Tentu saja, bukankah itu yang kau inginkan?"
Wanita itupun menganggukkan kepalanya. Dirinya merqsa lega karena pria itu akhirnya mau mempertanggung jawabkan perbuatannya.
***
"Shiera, lo kok belum siap juga sih. Emangnya lo ga berangkat kuliah pagi ini?" seorang teman yang tengah berdandan di depan cermin memperhatikana gadis yang masih berbalut selimut diatas ranjangnya.
"Ga Karin, gue kurang enak badan. Kayaknya gue ga masuk hari ini,"
Karin yang mendengarkan ucapan sahabatnya itu langsung menghampirinya dan mengusap dahi Shiera.
"Lo demam? tapi kayaknya ga deh, kening lo ga panas. Lo kenapa?" selidik sahabatnya merasa ingin tahu.
"Gue cape Rin, gue mau istirahat," jelasnya pada sahabatnya.
"Hm, ya udah kalau begitu gue berangkat dulu. Kalau lo butuh sesuatu telpon gue," Karin segera beranjak dari ranjang shiera kemudian keluar dan mengendarai motornya untuk berangkat ke kampus.
Hari itu Shiera sengaja tidak berangkat ke kampus karena dia ada janji dengan seseorang tapi dia sengaja beralibi sedang tidak enak badan agar sahabatnya itu tidak banyak bertanya padanya.
"Kamu sudah siap?" seorang pria muda telah berada di depan pintu kostan wanita itu.
"Sudah yang," jawabnya dengan melukiskan senyuman pada kekasihnya.
"Kalau begitu ayo kita berangkat, tapi sebelumnya kita ke dokter kandungan dulu untuk memastikan kamu hamil atau ga," jelas lelaki itu padanya.
Shiera hanya mengangguk dan mengikuti perkataannya.
Selama tiga puluh menit perjalanan akhirnya mereka sampai ke tempat yang dimaksudkan kekasihnya.
"Turun! Ikuti aku," titah lelaki itu padanya.
"Katanya mau ke dokter kandungan, kenapa kita malah ke tempat sepi seperti ini? Kamu mau bawa aku kemana?" cecar wanita itu merasa ada keanehan.
Mengapa kekasihnya membawa ke tempat yang jauh dari keramaiana seperti ini? Tempat yang menyeramkan baginya.
"Tadikan aku udah bilang mau bawa kamu ke dokter kadungan," lelaki itu menarik kasar tangan Shiera agar segera keluar dari mobil. Dirinya tidak ingin ada satu orangpun yang mengetahui keberadaan mereka berdua saat ini.
"Ta ... tapi aku takut, ini bukan seperti rumah sakit tapi lebih seperti rumah tinggal," jelas wanita itu dengan wajah ketakutan.
"Kamu ikut aja, jangan banyak bicara. Kita akan menemui dokter langgananku," lelaki itu tetap menyeretnya dengan kesal.
"Tapi kamu ga bohongi aku kan?"
"Ya ga lah ngapain juga aku bohong?" sentak lelaki itu padanya.
Akhirnya mereka sampai disebuah rumah. Benar rumah itu adalah sebuah klinik tapi sangat aneh mengapa ada klinik yang letaknya jauh dari pusat keramaian pasiennya juga tidak terlihat banyak. Hanya ada dirinya dan kekasihnya saat ini.
"Dokter, ini dia yang mau diperiksa kandungannya," ujar lelaki itu pada seorang lelaki berbaju putih layaknya seorang dokter.
"Nona, silakan berbaring saya akan memeriksa anda dulu," pinta sang dokter pada Shiera.
"Apa benar anda seorang dokter kandungan?" Shiera sedikit curiga padanya, tapi dokter itu hanya tersenyum tidak menjawab pertanyaannya.
"Sudah berapa bulan usia kandungannya?" tanya dokter itu.
"Saya ga tahu dok. Yang pasti saya sudah telat dua minggu,"
"Berarti usia kandungan anda masih baru, jadi tidak perlu dilakukan operasi. Cukup minum obat yang akan saya buatkan resepnya, tapi saya harus mengecek kesehatan kamu dulu," tukas sang dokter sambil memeriksa kondisi kesehatan Shiera.
"Operasi? Sayakan baru hamil dok masa mau operasi atau minum obat?" protes gadis itu pada dokter.
"Lo cerewet ya, dengerin aja apa kata dokter!" ketus sang pria yang mengantarkannya tadi.
"Begini nona ... shiera, usia kandungan anda masih muda jadi jika ingin menggugurkannya tidak akan terlalu sulit," ucap dokter itu setelah memastikan Shiera benar-benar hamil.
"Jadi benar dok dia hamil?"
"Tadi kita sudah cek USG dan seperti yang kamu lihat tadi ada calon bayi didalam perut pacar kamu," dokter itu sangat mengenal lelaki ini karena dia memang sering meminta obat anti hamil untuk pasangan ranjangnya.
Setelah dokter itu memberikan obat yang akan dikonsumsi, merekapun pergi dari tempat itu.
"Lo dengar kata dokter tadi. Usia kandungan lo masih muda jadi lo minum obat ini segera biar masalah kita cepat selesai," titah lelaki itu padanya.
"Ga!!! Aku ga mau minum obat ini. Hentikan mobilnya aku mau keluar dari sini!" teriak wanita itu sambil melemparkan obat itu ke wajah si pria.
"Kau beraninya kau membentakku! Kau bosan hidup ya!" ancam pria itu padanya. Kemudian dia menghentikan mobilnya ke tepi jalan.
"Aku ga mau menggugurkan anak ini," lirih wanita itu padanya.
"Tapi aku ga siap menikah apalagi punya anak, kamu juga pasti ga siapkan jadi ibu dalam usia muda seperti ini? Ayolah yang dengerin kata-kataku, " bujuk lelaki itu sambil mengusap kepala sang gadis.
Benar yang dikatakan lelaki itu mereka sama-sama tidak siap untuk menjadi orang tua dalam usia muda, tapi bukan berarti dia akan melakukan kesalahan lagi dengan membunuh nyawa yang ada didalam perutnya.
"Aku ga mau kehilangan anak ini," wanita itu mulai menangis tersedu-sedu.
"Okay kalau begitu maumu. Silakan keluar dari mobilku dan jangan hadapkan wajahmu ataupun anak itu padaku," titah lelaki itu dengan nada dingin.
Merasa kesal Shiera segera keluar dari mobil itu dan membiarkan lelaki yang berada dimobil itu berlalu dari hadapannya.
Menyesal itu yang dirasakannya saat ini, dengan bahu bergetar dan kaki yang telah bertumpu ditanah dirinya menangis dengan suara yang sangat keancang meratapi dirinya.
Hari itu hujan lebat mengguyur kota Jakarta. Shiera tak ingin kembali ke kostannya karena dia merasa tidak nyaman dengan kondisi kehamilannya saat ini. Pandangannya nanar, kosong tak ada tujuan hidup saat ini.
Semua ini memang salahnya, mengapa dia percaya begitu saja pada ucapan pria brengsek itu padanya? Dia telah menyerahkan bagian paling berharga dalam hidupnya hanya untuk seorang lelaki tak bertanggung jawab. Shiera bingung mau kemana dia saat ini? Jika dia pulang ke kampungnya pasti ibunya akan kecewa dengan kondisinya saat ini, tapi jika dia tetap bertahan, dia harus pergi kemana? Wanita itu tak tentu arah tujuan, ditengah hujan deras itu tanpa suara kendaraan yang melaju dirinya mulai berjalan ke tengah jalan sambil meratapi nasibnya. Hingga sampa pada sesuatu terjadi padanya.
BRAK!!!
Hantaman keras dari suatu benda mengenai tubuhnya. Seketika dirinya hilang kesadaran karena telah merasa teramat lelah dan tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.
"Nona, apa anda baik-baik saja?" Seorang pria turun dari mobilnya dan melihat tubuh gadis yang berada di depan mobilnya terkulai lemah.
Astaga! Dia menabrak seseorang, bagaimana ini? Ditempat itu tidak ada seorangpun yang bisa dimintai pertolongan karena memang jalanan yang sepi. Akhirnya lelaki itu memutuskan untuk membawa wanita muda itu masuk kemobilnya. Dengan susah payah dirinya menggendong tubuh wanita itu lalu membawanya ke rumah. Dia tidak mungkin membawa gadis itu ke rumah sakit dalam keadaan seperti ini.
Akhirnya lelaki itu memutuskan membawanya ke rumah dan menyuruh salah seorang ART nya untuk menggantikan pakaian wanita itu yang basah akibat terkena hujan, kemudian memanggilkan dokter pribadinya untuk memeriksa kesehatan wanita itu.
"Bagaimana keadaannya dokter Josep?" tanya lelaki itu mengkhawatirkan keadaan gadis muda itu.
"Dia hanya kelelahan, sepertinya dia belum pergi dalam keadaan belum makan dan dia sedang hamil tuan Radit," jelas dokter yang bernama Joseph itu padanya.
Apa hamil? Bagaimana mungkin seorang wanita hamil berjalan ditengah hujan deras seperti itu? Apa dia tidak memiliki keluarga atau suami? Radit berpikir dalam hatinya.
"Oh ya tuan Radit saya akan memberikan vitamin penguat kandungan untuk di konsumsi nyonya ini," jelas dokter pada Radit.
"Hm, baiklah dok terimakasih atas waktunya, saya akan memberikan vitamin ini jika dia telah sadar nanti," tukas lelaki itu. Kemudian sang dokterpun segera pergi setelah menyelesaikan tugasnya.
***
Setelah lama terlelap dalam tidur panjangnya, akhirnya Shiera membuka matanya. Perlahan dia mengerjapkan matanya.
"Nyonya anda sudah sadar, apa anda baik-baik saja?" suara seorang pria terdengar menyapa Shiera.
"A ... aku dimana?" Shiera menatap nanar ke sekelilingnya.
"Anda berada dirumahku nyonya, tadi anda pingsan di jalan, jadi karena tidak tahu alamat anda aku membawamu ke sini," jelas pria itu padanya.
Shiera mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padanya, tapi yang dia ingat hanyalah pertengkarannya dengan kekasihnya yang berakhir dengan dirinya ditinggal dijalan dan setelah itu dia tidak tahu apa yang terjadi.
"Anda si ... siapa?" tanyanya terbata melihat sosok lelaki tampan yang berada didekatnya.
"Perkenalkan namaku Nicholas Oliver Roderick, panggil saja Nicho, " jelas lelaki bermanik biru dan bertubuh tinggi tersebut padanya. Dapat dipastikan lelaki itu seorang pria blasteran antara Indonesia dan bule.
"Bagaimana aku bisa berada disini dan siapa yang mengganti pakaianku?" Shiera terlihat bingung dengan keadaannya.
" Tadi anda pingsan saat dijalan dan aku membantumu, mengenai pakaianmu, tadi kau basah kuyup jadi aku meminta asistenku untuk mengganti pakaianmu," jelasnya sambil meletakkan makanan dan obat Shiera di nakas.
"Terimakasih tuan anda telah menyelamatkanku, aku berhutang budi padamu," ucap Shiera yang masih kebingungan.
"Oh ya, siapa namamu dan bagaimana kau bisa berada dijalanan dalam kondisimu yang sedang hamil?" selidik lelaki itu padanya.
Shiera sedikit terkejut saat lelaki itu tahu dirinya dalam kondisi hamil.
"A ... aku Shiera, tadi pagi aku dan pacarku bertengkar dan dia meninggalkanku," lirih gadis itu padanya.
"Kau bertengkar dengan pacarmu? Apa dia tidak mau bertanggung jawab atas kehamilanmu?" tebak pria itu lagi.
Shiera mengangguk pelan. Dirinya malu harus mengakuo keadaannya tapi mau bagaimana lagi Nicho juga sudah tahu tentang keadaan dirinya yang tengah berbadan dua.
Lelaki itu menggelengkan kepala menyayangkan perbuatan kekasih Shiera.
"Kenapa kau tidak pulang kerumahmu saja?"
"Aku tidak punya rumah dan keluargaku jauh dari sini," tandas gadis itu.
"Ok baiklah kalau begitu kau tinggallah disini. Aku akan membantumu," tukas Nicho padanya.
Sebenarnya Shiera sangat senang bisa tinggal dirumah itu tapi dia tidak mengenali lelaki yang baru saja menolongnya dirinya merasa tidak enak hati.
"Jangan khawatir, aku bukan orang jahat dan aku hanya ingin membantumu," Nicho meyakinkan Shiera.
Shiera hanya tertunduk bingung dan tak mampu menjawab.
"Oh ya Shiera, boleh aku memanggil namamu saja? Karena kau lebih muda dariku?" Gadis itu menganggukkan kepalanya. "Kau makan dulu, tadi dokter bilang kau terkena dehidrasi dan kurang gizi karena tidak makan dan minum, sekarang habiskan makanan ini serta minum obatnya," timpal lelaki itu lagi.
Shiera mengikuti perkataannya. Sepertinya lelaki itu orang baik dan dia juga seorang pria mapan, karena dapat dilihat dari penampilannya yang gagah dan berkarisma, pasti dia bukan orang sembarangan.
"Aku keluar dulu. Kau beristirahatlah," ujar lelaki itu padanya sambil melangkahkan kaki keluar ruangan.
***
Keesokan harinya, Shiera bangun lebih awal. Merasa cukup tahu diri, diapun segera membersihkan rumah orang yang menolongnya itu.
"Shiera, apa yang kau lakukan? Kau sedang hamil muda, mengapa kau merapikan semua ini, kau ingatkan dokter bilang kau harus banyak istirahat," imbuh lelaki itu. Dia sangat khawatir dengan kondisi Shiera.
"Tidak apa-apa pak Nico aku hanya ingin membantu membenahi rumah ini," Shiera mengulas senyum sambil menyeka keringat didahinya.
"Kau tidak perlu serepot ini, biar asistenku yang melakukannya," tandas lelaki itu padanya.
"Tapi pak,"
"Kau tidak boleh membantah. Ayo cepat sekarang istirahatlah," Nicho menarik pelan lengan Shiera dan mengajaknya ke dalam supaya beristirahat.
Shiera merasa senang dan nyaman. Ternyata orang yang membantunya ini adalah lelaki yang baik hati dan sangat penuh kasih sayang. Andai saja lelaki itu adalah kekasihnya yang merupakan ayah dari janinnya pasti dia akan merasa sangat bahagia saat ini, tapi sayangnya itu semua tak seperti yang diharapkannya.
Shiera mengusap pelan perutnya yang masih datar.
Sayang kamu harus berbahagia, kau harus tumbuh kuat dan jadilah wanita hebat. Suatu saat nanti akan ada lelaki baik yang akan menjagamu, seperti tuan Nicho, monolognya pada janinnya.
Meskipun keadaannya tidak baik-baik saja saat ini, setidaknya masih ada orang yang mau melindungi dia dan janinnya.
"Aku akan pergi bekerja dulu, jika kau butuh sesuatu bisa bilang pada ART atau telpon aku," jelasnya pada Shiera.
Gadis itu mengangguk paham.
Hari berganti, Minggu berganti dan bulanpun berlalu, kandugan Shiera semakin membesar. Sementara dirinya masih berada di rumah besar milik Nicho. Ada rasa canggung dan tidak enak hati yang dirasakan shiera, karena dia harus tinggal dengan orang yang tidak mempunyai ikatan apapun dengannya.
Berbagai gunjingan dan tatapan sinis telah menyebar luas. Banyak orang diluaran sana mengatakan Shiera adalah sinpanan Nicho ada juga yang berghibah anak yang dikandungnya adalah hasil hubungan gelap antara mereka berdua. Meskipun Nicho sudah menjelaskan pada pemuka masyarakat disana, bahwa Shiera itu adalah saudaranya demi membungkam mulut para tetangga yang usil, tetap saja selentingan-selentingan tak mengenakkan itu membuat Shiera tertekan. Dirinya merasa tidak nyaman, seakan menjadi pembawa petaka dalam kehidupan Nicho, orang yang telah banyak membantunya.
"Pak Nicho, saya mau bicara sesuatu dengan anda," Shiera kini berdiri didepan Nicho yang sedang duduk dikursi santainya.
"Ada apa Shiera? Katakan saja," lelaki itu mendongakkan kepalanya memperhatikan Shiera.
"Ahm, begini pak. Sebenarnya saya sudah terlalu lama tinggal bersama bapak sedangkan kita tidak punya ikatan apapun, bagaimana kalau saya pergi saja dari sini pak?" gadis itu bicara sambil memilin ujung bajunya.
Butuh waktu untuk merangkai kata-kata itu baginya, karena dia tak ingin Nicho tersinggung dengan apa yang akan disampaikannya.
"Apa? Kenapa kamu tiba-tiba bicara seperti itu? Apa kamu tidak suka tinggal disini? Atau kamu bosan dengan suasana rumah ini? Kamu mau pindah ke tempat yang lebih bagus? Kalau itu yang kamu mau aku akan ikuti kemauanmu," bujuk Nicho padanya.
"Bu ... bukan begitu pak. Saya sangat bertetimakasih atas semu kebaikan bapak pada saya dan saya juga nyaman tapi pak masyarakat pasti tidak akan menerima keadaan saya," gadis muda itu tertunduk menahan air matanya.
"Hm ... jadi itu masalahnya. Kamu takut jadi ghibahan mereka?" Lelaki itu menatap intens pada Shiera.
Shiera tetap menundukkan kepalanya dan tak berani menjawab.
"Dengarkan aku Shiera, jangan dengarkan ucapan mereka! Cukup aku saja. Jika itu permasalahannya bagaimana kalau kita menikah saja?" pinta lelaki itu dengan penuh kesungguhan.
"Jangan pak, bapak tidak perlu melakukan itu. Biarlah saya saja yang menjadi orang tua bagi anak ini," ujarnya sambil mengusap perutnya.
Semenjak kekasihnya tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya, sejak itu pula Shiera tidak mau menikah dengan lelaki manapun. Dia telah bersumpah pada dirinya sendiri akan membesarkan anak itu sendiri.
Nicho menatap lekat pada wanita muda itu. Sebenarnya, Nicho sangat ingin sekali memberikan perlindungan pada wanita yang berada dihadapannya. Dalam artian Nicho mau menikahinya meskipun didalam rahim wanita itu bukanlah anaknya dia tetap akan menyanyangi anak itu.
"Jika memang itu keputusanmu, baiklah. Aku tidak akan memaksa tapi harus kau tahu Shiera, jika kau siap katakan saja, aku pasti akan menjaga kau dan anakmu itu dengan segenap hatiku," pungkas lelaki itu padanya.
Shiera sangat terharu atas ucapannya tanpa terasa air matanya mengalir begitu saja. Dia tidak menyangka lelaki yang bekerja sebagai seorang dosen itu begitu baik padanya.
"Tetaplah disini bersamaku Shiera, aku janji kau dan anakmu akan aman disini," ujarnya sambil mengusap kepala Shiera. Gadis itu akhirnya menyetujuinya.
***
Saat ini usia kandungan Shiera telah memasuki sembilan bulan, dirinya merasakan sakit yang teramat sangat pada bagian perutnya, sepertinya dia mengalami kontraksi dan akan melahirkan.
Sementara jam telah menunjukkan pukul satu malam, dirinya merasa sungkan untuk membangunkan Nicho tapi anak yang berada didalam kandungannya sudah tidak bisa menunggu lama. Shiera mencoba memegang nakas untuk bangkit dari ranjangnya, tapi tangannya malah menyentuh gelas hingga membuat gelas yang berada di nakas terjatuh dan pecah.
Mendengar suara kegaduhan itu, Nicho terjaga dan segera menghampiri Shiera.
"Shiera! Apa kau baik-baik saja? Katakan padaku apa yanf terjadi?" Nico mengetuk pintu kamar Shiera.
"Tolong! to ... tolong aku!" pekiknya dari dalam kamar.
Nicho yang merasa tidak sabaran dan khawatir, membuka pintu kamar Shiera yang ternyat pintunya tidak dikunci.
Lelaki itu melihat Shiera yang terduduk dibawah ranjang, dengan ketuban yang mengalir disela-sela kakinya.
"Shiera, kau akan melahirkan?" Nicho mendekatinya sambil mencoba membantunya.
"Iya pak, perutku sakit sekali," imbuh gadis itu sambil menangis.
"Aku akan mengantarkanmu ke rumah sakit sekarang juga," tandas lelaki itu sambil menggendong Shiera dan membawanya ke mobil.
Perjalanan dari rumah Nicho menuju rumah sakit sekitar tiga puluh menit, selama perjalanan itu pula Sheira tidak bisa menahan rasa sakit yang menjalara disekujur tubuhnya. "Sabar Shiera, kita akan segera sampai," ujar lelaki itu sambil menggenggam tangan Shiera.
Sementara Shiera masih larut dalam kesakitannya, air matanya tak mau berhenti keluar, keringat mengucur deras didahinya.
"Aku tidak sanggup, rasanya seperti nyawaku aka dicabut saat ini juga," rintihnya menahan sakit.
"Tarik nafas pelan dan keluarkan, kau harus kuat sayang," pungkas lelaki itu padanya.
Akhirnya mereka sampai dirumah sakit dan baru saja sampai di rumah sakit Nicho menggendongnya menuju ICU, "dokter cepat selamatkan dia, wanita ini akan segera melahirkan,"
"Baik pak, ayo bantu tuan ini," titah sang dokter pada perawatnya. Para perawat menyiapkan brankar untuk Shiera, dengan perlahan Nicho meletakkan tubuh Shiera diatas brankar dan menenangkannya.
Para perawat dan dokter membawa Shiera ke ruang bersalin, sesampainya di depan pintu ruang bersalin, dokter itu menghadang Nicho.
"Maaf pak, anda silahkan tunggu diluar dulu biar kami periksa istri anda," ujar dokter muda itu.
Nicho mengangguk dan menunggu Shiera diruang tunggu.
Dengan harap cemas lelaki itu menunggunya. Entah mengapa dia merasa yang didalam ruang bersalin itu seakan istri dan anaknya. Apa mungkin dirinya benar-benar mulai menyayangi kedua orang itu?
Lama menunggu, akhirnya terdengar tangisan suaran bayi.
"Dokter bayinya sudah lahir," ujar perawar yang telah menyambut bayi mungil itu.
Betapa leganya hati Nicho saat mendengar suara tangisan bayi itu. Raut kecemasannya berubah dengan aura kebahagiaan. Tak lama kemudian dokter wanita keluar dari ruang bersalin dan memanggilnya.
"Pak Nicho, selamat bayi anda perempuan. Lihatlah anak ini cantik sekali," tukas dokter itu sambil menggendong bayi merah itu.
Dengan penuh kebahagiaan Nicho menggendong dan mengecup bayi itu. Sungguh ini kebahagiaan terbesar yang dia miliki.
"Terimakasih dok, bagaimana dengan Shiera?"
"Ibunya selamat pak, dia melahirkan normal. Sungguh istri anda orang yang kuat," puji dokter itu padanya.
Nicho sangat bahagia mendengarnya, lelaki itu segera masuk ke ruang bersalin sambil membawa bayi mungil itu dan menunjukkannya pada Shiera.
"Lihatlah Shiera, anak ini sangat cantik sepertimu," ujarnya sambil memberikan bayi itu pada Shiera.
Wanita muda itu memeluk bayinya sambil menangis haru, kemudian menaruh anak itu kedadanya. Bayi mungil itu merespon dan dia menyusu padanya.
"Aku telah menjadi seorang ibu," pungkas gadis itu pada Nicho.
Nicho mengangguk sambil mengusap kepala gadis itu memberikan kenyamanan padanya.
Tidak ada perasaan yang paling menyenangkan selain menjadi seorang ibu. Meskipun Shiera harus membesarkan anak itu sendiri tapi dirinya yakin dia pasti bisa membesarkan anak itu dengan segenap jiwa dan raganya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!