NovelToon NovelToon

Bukan Cinta Sesaat

BCS - Siapa itu Bian

"Bian aku mencintaimu!" teriak Casey dengan lantangnya

Seluruh staff admin di F.H Company pun tertawa.

"Minumlah obatmu tepat waktu Casey!" sindir Meylani

"Kehaluanmu pada pria itu sudah melewati batas kewajaran Casey!" imbuh Tika

"Ku hitung-hitung, kau sudah tiga kali berteriak hari ini. Aku khawatir psikismu terganggu." ujar Willy menempelkan punggung tangannya ke dahi Casey

"Ah, kalian tidak mengerti. Bagaimana rasanya mencintai tanpa dicintai? Ibarat bisa naik ke atas gunung dan tidak bisa turun. Seperti menyelami samudera tapi tidak bisa berenang ke permukaan." ujar Casey mengerucutkan bibirnya

"Ayolah Casey, ini kantor. Kau tidak bisa terus berisik menyebut nama aneh itu!" kesal Nancy

"Aku tidak berisik Nancy. Kalianlah yang berisik karena menertawakanku." balas Casey kembali menatap layar monitornya

"Ah Bian, kapan kita bisa bertemu lagi."

FLASHBACK ON

Bian Fabastiano, ketua tim basket andalan sekolah Casey. Ketenarannya melebihi aktor papan atas, pesonanya yang tiada batas membuat para kaum hawa tidak bisa berhenti menatapnya. Bersorak atas kemenangannya dan terang-terangan menyatakan cintanya. Seperti yang selalu Casey lakukan.

Tak jarang Casey mengambil gambar diam-diam. Mengikuti kemanapun perginya sang idola bahkan mengintip Bian saat di ruang ganti. Otot-ototnya yang menonjol, perutnya yang sixpack, kulitnya yang seputih susu membuat pikiran Casey bertaburan kemana-mana.

"Bian pangeranku." itulah yang selalu Casey katakan tiap memandang fotonya

Sementara Casey, jangankan terlihat di mata publik. Diakui sebagai siswi saja sudah lebih dari cukup. Sebenarnya Casey tidak jelek. Hanya saja wajah standarnya tidak terawat dan cenderung gosong terkena sinar matahari. Tubuhnya tidak begitu tinggi. Jika disandingkan dengan Bian akan sangat kontras terlihat. Ibarat kata Bian adalah raja pujian dan Casey adalah bahan bullyan. Sudah bisa membayangkan bukan?

Kali ini seperti biasa. Diam-diam Casey meletakkan sebungkus makanan di laci Bian yang terbuka. Sambil sesekali curi-curi pandang mengagumi indahnya tubuh sang atletis membuat Casey tanpa sadar melangkah mendekat.

"Benar-benar indah." gumam Casey menyentuh punggung Bian yang bertelanjang dada.

"Apa yang kau lakukan!" bentak Bian

Casey tersentak. Dengan segera dia berbalik dan hendak kabur. Namun, Bian justru menarik ranselnya untuk membawanya kembali.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Bian penuh penekanan

"I.. Itu.. Itu.. Aku hanya.. Itu." Casey gelagapan sambil menunjuk ke arah bungkusan kresek yang tergantung

"Apa itu?" tanya Bian

"Makan siang. Aku.. Aku.. Mengambilkannya dari kantin untukmu." balas Casey tanpa berani menoleh

Tangan kekar Bian terlepas, berjalan mendekati bungkusan hitam dan membukanya. Benar, menu makan siang hari ini dikemas dalam kotak kardus putih di dalamnya.

"Lalu apa yang membuatmu berani menyentuhku?" tanya Bian

"Aaa.. A..."

"Bicara yang benar!"

"Aku.. Aku itu.. Anu.."

"Apa kau gagap?"

"Aku.. Aku mencintaimu Bian." kalimat itu dilantangkan oleh Casey.

Dengan cepat gadis itu berlari menerobos segerombolan pria yang masuk ke ruang ganti.

"Kenapa dengannya Bian?" tanya Alex

Bian masih terdiam. Entah apa yang dia pikirkan. Namun tatapannya tidak beralih dari Casey.

"Aku juga mencintaimu." batin Bian bersuara

FLASHBACK END

"Hah, akhirnya selesai juga." teriak Casey untuk kesekian kalinya

"Bisakah kau bicara perlahan? Kau mengagetkanku Casey!" hardik Putri

"Hehe, maaf aku hanya sedang bersemangat. Semua berkat Bianku yang tampan ini." ujar Casey mengusap pelan layar laptopnya

"Ku rasa kau semakin gila Casey! Berkencanlah, agar otakmu tidak konslete!" imbuh Meylani

"Ah, kalian tidak mengerti. Hanya Bianlah yang ku sukai. Tidak ada yang lain lagi!" ujar Casey masih dengan ekspresi yang sama

"Sudahlah ayo pulang. Biarkan saja dia." ujar Tika

Teman-teman Casey pulang satu per satu. Kini tinggalah Casey yang masih betah stalking medsos pria idamannya itu.

"Oh Bian, kenapa semakin hari kau semakin tampan. Meski fotomu itu-itu saja dan tidak ada postingan terbaru, tapi aku tidak pernah bosan lho." Casey berbicara sendiri pada monitornya

"Kau dimana sekarang? Kabarmu bagaimana? Apa kau sudah menikah? Apa istrimu cantik? Haa.... Aku tidak rela." Casey memeluk laptopnya sambil meneteskan air mata.

"Mau ku temani minum?" tawar Johan meletakkan sebotol bir di meja Casey

"Kenapa kau selalu mengajakku mabuk? Tapi baiklah, ku rasa minum bir dan membeli makanan berkuah sangat nikmat. Ayo!" Casey berdiri menarik lengan Johan dan keluar dari ruangan.

"Kemana kita akan minum?" tanya Casey

"Rooftop." balas Johan singkat

"Malam-malam begini?"

Johan mengangguk.

"Baiklah, ku rasa membayangkan Bian di sampingku sambil menatap langit malam adalah ide yang bagus."

Johan dan Casey berjalan beriringan menuju atap kantor. Dua gelas kecil sudah dipersiapkan bersama dengan ramen instan yang diseduh dengan air hangat.

"Cuacanya sangat dingin tapi makanan ini cukup menghangatkan perut." cerocos Casey menyeduh kuah ramen yang masih mengepulkan asap

"Ah nikmatnya. Johan, aku tidak tahu apa masalahmu? Tapi kenapa akhir-akhir ini kau sering mengajakku mabuk?" tanya Casey menyeruput kembali mienya

"Aku sedang patah hati. Orang yang ku cintai mencintai orang lain." ujar Johan menatap lekat ke arah Casey.

"Siapa? Apa dia orang kantor sini? Atau jangan-jangan kau pacaran dengan orang sekantor? Dan baru saja putus? Hah, kasihan sekali kau." tanya Casey

"Bukan, aku menyukai seseorang. Dia juga bekerja disini. Tapi ku dengar dan ku amati setiap hari, dia.. Menyukai pria lain." ujar Johan menunduk sedih

Casey menghela napas.

"Mencintai itu berat Johan. Kau harus siap tersakiti kapanpun dan dimanapun. Sama sepertiku, enam tahun berjalan tidak mampu membuatku melupakannya. Rumit sekali ya cinta itu?" Casey menenggak segelas bir tanpa ragu

Johan menuangkannya kembali.

"Dia terlalu sempurna untukku yang tidak berguna. Hah! Kapan cinta ini akan berakhir?" ujar Casey menenggak kembali minumannya

"Casey, jika ada seseorang yang mencintaimu apa kau akan menerimanya?" tanya Johan menuangkan kembali bir ke dalam gelas Casey

Casey menggeleng dengan cepat.

"Kau bahkan menjawab tanpa berpikir Casey." Johan tertawa hambar

"Aku tidak bisa lagi mencintai orang lain. Hati ini hanya mencintainya Johan. Aku menginginkannya, bahkan jika harus mati karenanya. Aku akan ikhlas menerimanya." ujar Casey dengan tatapan nanar. Meneguk kembali bir itu dan meletakkan gelasnya kasar.

Johan terdiam, pupus sudah harapannya menyatakan cinta di malam yang romantis ini. Dia bahkan sudah ditolak sebelum sempat mengatakannya.

"Bian, kau dimana? Aku merindukanmu." ujar Casey yang mulai mabuk

"Bian, bisakah aku menemukanmu suatu saat nanti?"

"Bian apa kau bisa merasakan apa yang ku rasakan?"

"Bian, apa takdir akan membawa kita bersama kelak?"

"Bian.."

"Bian.."

"Bian.."

"Aku mendengarnya Casey. Aku selalu mendengarkanmu, hanya belum tepat waktunya aku kembali di hadapanmu."

BCS - Gara-gara Bian

Bian hanya bisa mengepalkan jari-jarinya menatap ke arah Casey yang dipapah turun oleh Johan. Sambil terus bicara melantur dan sesekali mendorong Johan kesana kemari. Casey berjalan sempoyongan mencari jalan keluar menuju tempat parkir.

"Bian, kau dimana Bian?" tanya Casey berkali-kali hingga tubuhnya limbung di depan sebuah mobil.

"Bian.." panggilan terakhir Casey membuat Bian keluar dari persembunyiannya.

"Johan." panggilnya

Johan tersentak, berbalik menghadap atasannya dengan ekspresi tak percaya.

"Pak Bastian, kenapa anda bisa ada di sini? Bukankah seharusnya anda sudah pulang sejak tadi?" heran Johan mengingat ini sudah tengah malam

"Biarkan aku yang mengantarnya pulang." ujar Bian

"Tapi, apa bapak tahu tempat tinggalnya?" tanya Johan

"Tidak ada yang lebih mengenalnya selain aku Johan. Sini, biar ku angkat tubuhnya." ujar Bian meletakkan kedua tangannya di bawah lutut Casey

"Terima kasih sudah membawanya turun. Jangan ceritakan hal ini pada siapapun." ujar Bian sambil membuka pintu mobil dengan kunci otomatisnya

Johan membungkuk hormat. Membiarkan atasannya membawa serta wanita yang dia cintai.

Bian menyandarkan Casey dan menurunkan kursinya agar lebih nyaman untuk berbaring.

"Bian.. Kau jahat sekali. Kenapa kau justru pergi, setelah aku menyatakan perasaanku? Apa gadis buruk rupa ini, terlalu menakutkan bagimu?" Casey masih melantur dalam keadaan terpejam

"Tentu saja, karena kau bukan levelnya Casey. Andai saja kau secantik Angelina Jolie, pasti tidak ada yang bisa menolak pesonamu. Hehehe." Casey bahkan menjawab sendiri pertanyaannya

Bian tersenyum. Sejujurnya bukan itu yang membuatnya pergi tiba-tiba. Melainkan meninggalnya sang ibu karena serangan jantunglah yang mengharuskan dia pindah ke luar negeri. Nyatanya, Bian memilih kembali ke negara asalnya demi Casey. Gadis yang dicintainya diam-diam ini.

Bian mengendarai mobilnya ke arah apartmentnya. Sengaja tidak membawa Casey pulang karena segan pada kedua orang tuanya. Bian berniat menemui mereka. Hanya saat dia siap melamar anak gadisnya. Bukan saat ini, membawanya pulang tengah malam dalam keadaan mabuk.

"Selamat datang Pak Bian." sapa penjaga yang sedang bertugas

Bian menyerahkan kunci mobilnya untuk diparkirkan. Membuka pintu sebelah dan mengangkat seorang gadis yang tengah tertidur.

"Baru kali ini, saya melihat bapak bersama seorang gadis." seloroh penjaga itu

Bian hanya tersenyum. Tak bergeming. Dibawanya masuk ke dalam lift dan menekan lantai yang akan dituju. Tepat di depan kamar. Bian mengetik kode akses masuk kamarnya. Pintu otomatis terbuka, Bian menyalakan lampu dan tampaklah sebuah ruangan luas dengan perabotan mahal bernuansa eropa.

Bian membaringkan tubuh Casey yang sudah pulas. Aroma alkohol menyeruak indera penciumannya, jarak wajah keduanya tidak lebih dari sejengkal. Bian menatap wajah yang amat dirindukannya itu, perlahan tangannya mengusap wajah polos Casey.

"Maafkan aku Casey, aku terlalu pengecut untuk mengungkapkan perasaanku." ujar Bian

Perlahan Bian mendekatkan wajahnya, menutup kedua matanya dan mencium bibir ranum Casey yang tengah tertidur. Pelan namun pasti Bian menggerakkan bibirnya. Menyesapi setiap rasa manis di bibir Casey.

"Aku mencintaimu Casey." Segera Bian bangkit dan menyelimuti Casey.

"Dika, tolong kirimkan Maya kesini. Biarkan dia menemani Casey. Aku akan pulang sekarang" ujar Bian di telepon

"Pak Bian sudah bersamanya?" tanya Dika memastikan

"Ini bukan saat yang tepat untuk membicarakannya Dika. Bereskan kamarku, aku akan tidur di rumah." Bian mematikan teleponnya

Bergegas dia keluar dan kembali ke rumah.

Pukul 07.00 pagi, sinar matahari masuk melalui jendela besar di kamar Bian, tubuh Casey menggeliat. Rasa kantuk di matanya tak kunjung menghilang. Perlahan kelopak matanya terbuka, sedikit menyipit karena silau sebelum akhirnya mengerjapkan matanya berulang-ulang.

"Dimana aku?" Casey bangkit secara tiba-tiba dan mengejutkan Maya yang berdiri di sampingnya.

"Selamat pagi, Nona Casey. Anda berada di apartement Pak Bastian." ujar Maya tersenyum sopan

"Apa? Pak Bastian? Bukannya semalam aku bersama Johan? Apa jangan-jangan?" Casey melihat ke balik selimut.

Pakaiannya masih utuh tidak ada tanda-tanda terjadi sesuatu padanya. Casey berdiri mencari cermin dan memeriksa seluruh tubuhnya. Tidak ada tanda merah di leher atau bahunya. Bersih seperti biasanya. Lalu Casey menyibak selimut tebal itu dan mencari bercak noda aneh di sprei. Bersih. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan.

"Syukurlah aku masih p*rawan!" gumam Casey sontak mengundang tawa Maya

"Maafkan saya Non, tapi Pak Bastian bahkan tidak bermalam disini. Saya sendirilah yang mengantar Nona setelah ditemukan pingsan di rooftop." bohong Maya untuk menghindari kecurigaan Casey

"Apa? Aku pingsan di rooftop? Bukankah semalam.." Casey mencoba mengingat-ingat. Terakhir kali, memang dia tengah mabuk berdua bersama Johan tapi setelahnya dia tidak ingat lagi.

"Dasar Johan! Dia bahkan meninggalkanku saat mabuk. Tidak bertanggung jawab. Aku akan ke kantor sekarang dan memberinya pelajaran!" kesal Casey melangkah keluar kamar dengan percaya diri

"Maaf nona. Tapi setidaknya anda harus membersihkan diri dulu." ujar Maya membawa setelan kantor berwarna nude yang sudah disiapkan

"Baju baru?" pekik Casey menarik baju dalam gantungan itu ke kamar mandi.

"Tugas saya sudah selesai Pak." ujar Maya menghubungi Bian dengan alat kecil di telinganya

"Terima kasih Maya. Akan ku beri bonus tambahan, tapi tolong antarkan Casey ke kantor dengan selamat." ujar Bian menatap layar laptopnya yang terhubung dengan CCTV apartementnya.

"Baik Pak."

Bian tersenyum puas. Ditatapnya lekat-lekat wajah Casey yang tengah bersolek di depan cermin.

"Kapan anda akan menemuinya secara langsung Pak?" tanya Dika memasangkan jas hitam pada Bian

"Nanti, menunggu moment yang tepat." ujar Bian merapikan kembali pakaiannya sebelum berangkat.

Casey dilayani bak seorang atasan. Dibukakan pintu, dibawa ke kafe mahal hanya sekedar untuk sarapan dan diantarkan ke kantor tempatnya bekerja. Sebuah tas branded mahal menggantung di lengannya. Dengan heels hitam tinggi, Casey berjalan penuh percaya diri.

"Casey!" panggil Meylani menyadari wanita cantik di hadapannya adalah Casey

"Mey, lihatlah. Apa setelan kantor ini terlihat pas untukku?" tanya Casey berputar-putar lalu mengangkat satu kakinya ke belakang.

"Darimana kau mendapatkan uang sebanyak itu?" tanya Meylani

"U.. Uang?"

"Tas ini bernilai puluhan juta Casey! Katakan dengan siapa kau tidur semalam!" ujar Meylani dengan heboh mengangkat tas Casey ke atas

"Aku tidur sendirian. Memangnya kenapa?" tanya Casey polos

"Jangan berpura-pura. Kau pasti punya pekerjaan sampingan kan. Atau, kau memang simpanan om-om tua. Para sugar dady yang banyak uang?" terka Meylani

"Mana mungkin! Aku masih virgin Meylani. Dan akan terus menjaganya untuk Bian. Hanya dialah yang boleh mengambilnya dariku!" ucap Casey dengan bangga

Tanpa sadar Bian yang mendengarnya pun tertawa. Pun halnya dengan Dika dan Reyhan yang mengawal kemana pun Bian pergi.

Casey menoleh. Menyadari sang CEO ada di belakangnya. Cepat-cepat dia membungkukkan badannya.

"Masuklah. Ini sudah hampir jam delapan."

BCS - Bian Lagi

"Baik Pak." jawab Meylani malu-malu

Sementara Casey memasang yang wajah jutek hanya tersenyum tipis. Bian tersenyum melihat ekspresi itu. Di belakangnya, Casey memuji setinggi langit. Tapi di hadapannya tampang tak suka itu yang selalu dia suguhkan. Ya memang dasarnya Casey tidak menyadari bahwa Bian versi dewasa adalah Bastian yang kini ada di hadapannya.

Casey berbalik menuju ruangannya bersama dengan Meylani yang sesekali melirik ke arah Bian dengan tatapan kagum.

"Anda sudah mendengarnya Pak? Bahkan hal sevulgar itu dia nyatakan terang-terangan di kantor." bisik Dika

Bian hanya tersenyum. Ada rasa bahagia dalam dirinya, meski tidak dipungkiri Bian sangat penasaran. Benarkah, Casey menjaga hal itu demi Bian?

"Selamat pagi semuanya." teriak Casey berlarian menuju meja kesayangannya

"Baiklah, kita berjumpa lagi Bian sayang. Muach!" tingkah aneh Casey kembali memicu keributan

"Casey, ku rasa kau butuh psikiater." seloroh Nanda

"Ah, benar. Apa kau perlu ku kenalkan salah satu temanku? Sepertinya terlalu lama menjomblo membuatmu tidak waras." Sindir Sherly

"Tidak tidak. Aku masih sepenuhnya waras teman-teman. Aku tidak gila dan tidak akan mengamuk seperti yang kalian bayangkan. Aku hanya sedang menyemangati diri sendiri. Bukankah begitu Bian sayang?" Kembali Casey bicara pada layar monitornya.

"Sekarang dia mulai lagi!" tukas Andre membalikkan kursi ke arah lain

Casey mengamati dengan seksama, potret lelaki berbaju putih yang tengah duduk di atas motorsport merah dengan kerennya.

"Kedua mata sipit ini, hidung mancungnya. Bibir seksinya. Ah, aku bisa gila." teriak Casey

"Kenapa kau harus gila?" tanya Robert, kepala divisi yang baru datang dari luar kota.

"Pak Robert, anda sudah kembali?" Casey terkejut langsung memperbaiki posisi duduknya

"Casey, apa laporan yang ku minta minggu lalu sudah jadi?" tanya Robert.

"Laporan?" dahi Casey mengernyit. "Ya Tuhan laporan yang itu ya!"

"Jangan bilang kau lupa mengerjakannya!" kesal Robert

Casey hanya nyengir kuda menatapnya. Bagaimana bisa dia melupakan hal sepenting itu. Ceroboh. Gumam Casey dalam hati.

"Lemburlah malam ini! Jangan berani pulang sebelum tugasmu selesai!" ujar Robert melemparkan sebuah map biru ke meja Casey

"Ba.. Baik Pak." pasrah Casey membuka laporan perkembangan proyek yang baru saja ditinjau Robert.

"Kenapa harus aku?" gumam Casey membaca malas tulisan ceker ayam yang Robert buat.

"Makanya, jangan terlalu banyak menghalu! Sekarang nikmati saja malammu!" olok Meylani

"Dasar wanita licik." gerutu Casey.

Casey memandangi wajah tampan yang selalu dia rindukan. Selalu seperti itu setiap hari jika dia merasa bosan dengan pekerjaannya. Ditambah tugas lemburnya malam itu. Casey bahkan tidak sempat makan siang. Johan yang beberapa kali datang mengajaknya makan, tidak dihiraukan. Casey fokus menatap laporannya hingga tanpa sadar langit telah gelap. Kedua matanya sudah hitam berkantung. Sesekali menguap dan menyandarkan bahunya di kursi.

"Sedikit lagi Casey. Kau pasti bisa!" ujarnya mengetikkan laporan serah terima kontrak kerja di paling belakang.

"Casey!" panggil Johan membawa secangkir kopi

"Aku tidak bisa mabuk sekarang Johan! Tugasku harus selesai malam ini!" ujar Casey memasang kertas untuk mencetaknya

"Aku hanya membawakan kopi. Kau lelah Casey beristirahatlah. Biar ku cetak dokumenmu!" tawar Johan duduk di bangku Meylani

"Tidak Johan! Ini tugasku. Aku lembur juga karena kelalaianku, jadi biarlah aku menyelesaikannya sendiri." ujar Casey mulai mengeprint dokumennya

"Baiklah, ku temani ya!" ujar Johan

"Tidak perlu, kau pulanglah. Sepertinya pekerjaan ini tidak akan selesai dengan cepat." Casey menoleh ke arah jam tangannya. Sudah pukul 9 lewat.

"Baiklah, kalau begitu. Ku tinggal dulu ya. Ini ku bawakan biskuit. Makanlah untuk mengganjal perut." ujar Johan

"Terima kasih Johan tapi aku tetap belum memaafkanmu!" tukas Casey tiba-tiba teringat sesuatu

"Kenapa kau meninggalkanku mabuk di atas sana Johan? Kau tahu betapa malunya aku, ketika pengawal Pak Bastian menemukanku tertidur dengan sampah berserakan. Oh ya Tuhan, ini sangat memalukan!" ujar Casey seketika rasa kantuknya hilang

Johan menghela napas. Meski tidak begitu kejadian yang sebenarnya, namun Johan tidak mungkin memberitahu Casey apa yang terjadi semalam.

"Traktir makan malam!" tukas Casey tiba-tiba

"Apa?" tanya Johan

"Untuk menebus kesalahanmu, kau harus mentraktirku makan!" balas Casey mengedipkan sebelah matanya

"Baiklah. Baiklah. Cepat selesaikan itu dan ku tunggu di bawah." ujar Johan pasrah. Lagipula Johan takut, Casey akan marah dan menjauhinya.

Casey menarik lembaran dokumen itu dalam sekali hentakan dan pyarr.. Tanpa sengaja menyenggol secangkir kopi yang tumpah mengenai lembar kontraknya.

"Oh astaga!" Casey menutup mulutnya dengan jari-jarinya.

"Ya Tuhan, bagaimana ini? Kontraknya? Haa... Kenapa bisa aku ceroboh begini. Kontrak ini akan dipakai meeting besok kan? Baiklah aku akan mencetaknya lagi." gumam Casey berdialog dengan dirinya sendiri.

Tanpa membaca dengan teliti justru Casey mencetak dokumen lain.

"Begini saja seharusnya sudah beres kan?" Casey tersenyum puas.

Mengambil sejumlah tisu den mengelap meja dan lantai yang kotor. Tak lupa memunguti pecahan cangkir yang berceceran di lantai.

"Beres." gumam Casey laku memasukkan dokumen ke dalam map tanpa memeriksanya lagi

Casey mematikan pc nya lalu bergegas menyusul Johan di bawah. Keluar dari ruangan, tampak Bian juga keluar dari ruangannya. Bian menatap heran kenapa Casey masih di kantor semalam ini.

"Nona Valencia." panggil Bian mencoba bersikap formal

"Apa yang membuatmu, masih betah di kantor di jam segini?" tanya Bian melihat lorong yang mulai gelap

"Pak Robert meminta saya lembur. Saya melupakan laporan penting minggu lalu, beliau bilang itu bahan meeting dengan dewan direksi besok." ujar Casey dengan kepala tertunduk

Bian mengangguk paham. Lalu berjalan melewati Casey tanpa sepatah kata pun. Casey mengikuti dari belakang. Masuk di lift yang sama masih dengan keheningan diantara mereka.

"Pastikan, kau tidak salah membuatnya. Besok adalah penentuan proyek besar ini akan jatuh ke tangan siapa." ujar Bian berjalan keluar lebih dulu

"Tentu saja tidak akan salah. Aku bahkan sudah memastikannya sebelum mencetak. Ah menyebalkan sekali." gerutu Casey menghambur ke arah Johan yang sudah menunggunya

"Kemana kita akan makan Casey?" tanya Johan

"Aku ingin sup seafood yang hangat. Sepertinya aku akan makan dua porsi. Persiapkan uangmu Johan, si tukang makan ini akan siap menghabiskan." celoteh Casey memicu tawa Johan

"Cih Dasar!" gumam Bian mengamati mobil Johan yang semakin menjauh.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!