NovelToon NovelToon

Terlahir Kembali Untuk Balas Dendam

Chapter 01

Asap tebal mengepul memenuhi setiap ruang yang ada dirumah kecil itu, membuat pasokan udara menipis hingga aku terbatuk karena menghirup asap pekat tersebut.

Kepalaku terasa begitu pening, pengelihatanku menjadi sangat buram.

Aku benar-benar tidak menyangka jika mereka akan tega melakukan ini padaku, padahal aku sangat mempercayai mereka lebih dari diriku sendiri.

Aku telah melakukan banyak hal untuk mereka, namun balasan yang aku terima malah sebuah perselingkuhan dan juga hinaan.

Mereka begitu tega hingga mengurungku di dalam rumah kecil ini lalu membakar rumah ini bersama aku didalamnya.

Di tempat ini hanya terdapat hutan dan satu rumah ini saja, tidak ada satupun manusia yang bisa membantuku.

Aku yakin, hari ini hidupku pasti berakhir.

Namun, saat mataku hendak tertutup, aku mendengar sebuah suara yang begitu keras.

BRAK,,,

Sepertinya pintu rumah ini di dobrak.

Aku tersenyum, bersyukur karena mungkin aku bisa selamat.

"AELLYN!"

Mataku berkaca-kaca, itu dia, seseorang yang selalu sabar mencintaiku padahal aku sudah melakukan banyak sekali kesalahan padanya.

Pria tampan itu dulunya ada seorang pengusaha sukses yang berwibawa, namun karena diriku, ia harus kehilangan semuanya. Kehilangan kemampuannya untuk berjalan dan kehilangan kekuasaannya di dunia bisnis. Itu semua salahku.

Pria ini, pria yang selalu melindungiku dari dunia luar, pria yang selalu membantuku padahal dirinya sendiri juga butuh dibantu.

Air mataku lolos begitu saja saat pria dengan kursi roda itu bergerak ke arah ku dan memeluk diriku dengan erat, seolah takut kehilanganku.

"Kenapa? Kenapa kamu kesini? Pergilah, jangan hiraukan aku. Jangan lagi melakukan hal berbahaya lagi untukku." Suara bergetar kala itu, apalagi ketika ia semakin erat memeluk tubuhku.

"Aku tidak akan meninggalkanmu, tidak akan." Suaranya yang begitu berat membuat dadaku sesak, sesak karena rasa penyesalan yang memenuhi segala ruang didalam sana.

Ia melepaskan pelukannya pada tubuhku, lalu turun dari kursi rodanya dengan perlahan. Aku bingung saat ia tiba-tiba memeluk tubuhku dalam posisi berdiri.

"Jika kita tidak bisa bahagia di dunia, mungkin kita bisa hidup bahagia di akhirat, bersama."

Tatapanku bingung, namun saat aku mendongak ke atas, aku tau, kami memang tidak akan selamat dari sini.

BUGH,,,

Salah satu kayu penyangga atap rumah jatuh menimpa tubuh lemah kami.

Aku bisa melihat jelas, pria yang sedang memeluk ku itu sudah tidak sadarkan diri dengan kepala yang sudah dipenuhi banyak darah karena terhantam lantai.

Pandanganku memudar, kesadaranku mulai hilang secara perlahan-lahan.

Aku ingin hidup bahagia.

Kelopak mataku terbuka perlahan-lahan, sedikit menyipit saat cahaya tempat itu seperti menusuk mataku bagaikan sebuah jarum suntik.

Setelah pengelihatanku mulai normal, aku langsung menggulirkan mataku kesana kemari mencari tau dimanakah aku sekarang.

Tempat serba putih itu terasa tak asing bagiku. Apakah aku sudah di akhirat? Apakah ini surga?

Ah, rasanya tidak mungkin manusia penuh dosa sepertiku mendapat tempat di Surga.

Namun, tempat ini benar-benar terasa tidak asing. Dimana aku sekarang?

Mata bergulir lagi kesana kemari hingga aku melihat sebuah kalender dan juga figura foto tertata indah di atas nakas samping tempat tidur.

Aku meraih kalender itu lebih dahulu.

Dahiku mengernyit, aku bingung, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Di kalender itu tertera bahwa sekarang baru tahun 2023 padahal aku ingat betul, kemarin itu tanggal 1 September 2031.

Aku langsung meraih sebuah handphone di atas nakas guna memastikan apakah benar ini tahun 2023 atau kalender ini adalah kalender kuno yang masih dipajang hingga sekarang.

Mata melebar selebar-lebarnya saat tanggal di handphone itu menunjukkan bahwa sekarang baru tanggal 9 Oktober 2023.

"A_apa ini?"

Aku mengembalikan handphone dan kalender itu lalu mengambil sebuah figura foto yang ada disana.

Jantungku berdetak begitu cepat saat melihat foto yang ada didalam figura itu.

Tanganku bergetar hingga tanpa sadar aku menjatuhkan figura itu dan membuatnya pecah tak berbentuk.

Cklek,,,

Aku menoleh ke arah pintu yang terbuka, menampakkan seorang pria tampan nan juga gagah perkasa berdiri didepan sana dengan tatapan khawatir kepadaku.

"Apakah kamu baik-baik saja?" Pertanyaan yang sungguh membuat dadaku sesak hingga aku ingin sekali menangis dan memeluknya dengan erat.

Semuanya terasa seperti mimpi, namun ini nyata. Aku, aku kembali pada 8 tahun yang lalu.

Aku kembali ke masa dimana hidupku masih baik-baik saja. Aku kembali di masa orang-orang yang aku sayangi masih ada bersama diriku.

Aku sudah kembali, dan aku tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi. Sekarang aku akan membalas dendam, aku akan melawan semua orang yang berniat menyakiti orang-orang yang aku sayangi.

•Bersambung•

Chapter 02

Isak tangisku membuat dia khawatir, terbukti dengan gerakannya yang begitu cepat duduk di samping ranjang, memandang cemas pada diriku.

Aku tahu, dia ingin sekali memelukku, namun ia ragu. Karena itulah, aku mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk memeluknya.

Ia jelas tersentak, tubuhnya terasa kaku. Mungkin ia terlalu terkejut dengan tindakanku yang terkesan tiba-tiba.

Aku menangis, terisak pelan dalam pelukan itu. Tangisanku semakin kencang saat merasakan telapak tangan besarnya mengusap punggungku dengan gerakan pelan.

Aku tahu dia penasaran, aku tahu ia ingin sekali bertanya tentang apa dan kenapa. Namun, ia masih menghormatiku, untuk tidak bertanya disaat aku hanya butuh sebuah pelukan untuk menenangkan hatiku yang gelisah.

Author POV

Re Alderaldo Cayle, seorang pengusaha muda yang tampan dan juga terkenal sangat berwibawa di dunia perbisnisan.

Re adalah laki-laki yang hampir mendekati kata sempurna. Re memiliki segalanya, kekayaan, ketampanan, kekuasaan dan juga keluarga yang harmonis, tidak ada sedikitpun celah untuk melihat kekurangan laki-laki itu, yang ada hanyalah kelebihan dan kelebihannya saja.

Aellyn tidak mengerti, kenapa laki-laki sesempurna Re mau menikahi dirinya, padahal laki-laki itu bisa mendapatkan wanita manapun yang ia inginkan, bahkan artis ternama sekalipun akan langsung jatuh cinta setelah melihat Re secara langsung.

"Nyonya."

Gadis cantik itu tersadar dari lamunannya karena suara seseorang yang memanggilnya tepat disamping telinga kanan.

Saat ia menoleh, ia melihat kepala pelayan dirumah itu berdiri disampingnya dengan kepala tertunduk.

"Maaf telah mengganggu waktu anda nyonya, namun dibawah sana ada tuan muda Damaris yang ingin bertemu dengan Anda."

Tuan muda Damaris, Leon Damaris, satu-satunya anak laki-laki yang lahir dalam keluarga Damaris, keluarga Aellyn.

Leon Damaris adalah adik kandung Aellyn, adik yang selama dua tahun ini selalu ia abaikan karena rasa benci akibat hasutan dari dua manusia biadab yang menyamar menjadi sahabat baik dan kekasih Aellyn.

Melihat keterdiaman sang nyonya, Bibi Ahn langsung berucap, "Saya akan mengatakan kepada tuan muda Damaris jika anda sedang tidak ingin diganggu, nyonya."

Gelengan dari Aellyn membuat sang kepala pelayan mengerutkan keningnya. "Aku akan menemui adik kesayanganku."

Aellyn berdiri dari duduknya, ia sempat melirik Bibi Ahn sebentar sebelum keluar dari ruang baca diikuti sang kepala pelayan.

Senyuman terukir jelas di bibir sang gadis cantik, hatinya berbunga-bunga, ia sangat merindukan adik kesayangannya.

Adik yang rela mengorbankan nyawanya demi melindungi Aellyn dari amukan massa akibat penyerangan yang ia lakukan terhadap seorang penyanyi terkenal yang sedang naik daun.

Aellyn melakukan penyerangan itu atas hasutan dari sang sahabat karena ia beberapa kali sempat memergoki kekasihnya sedang jalan berdua dengan sang artis, padahal nyatanya artis itu adalah sepupu dari sang kekasih sendiri.

Sekarang aku sudah kembali, aku tidak akan membiarkan orang-orang yang aku sayangi terluka lagi karena kedua iblis tak tahu diri itu.

Tak,,,Tak,,,Tak,,,

Leon menoleh ke arah suara langkah kaki itu berasal, berharap jika suara itu adalah suara langkah kaki dari kaki jenjang milik sang kakak tercinta.

Senyuman di bibir laki-laki itu mengembang saat netra legamnya menangkap keberadaan Aellyn dan juga Bibi Ahn berjalan kearahnya.

"Kakak." Leon berdiri, menyambut kedatangan sang kakak.

Ia tidak terlalu berharap banyak dengan pertemuan mereka ini, asalkan ia bisa melihat sang kakak secara langsung saja, ia sudah sangat senang.

Namun, sesuatu yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan tiba-tiba saja terjadi. Tubuhnya membeku saat gadis cantik dengan rambut berponi khas miliknya itu memeluk tubuh besar Leon dengan begitu erat.

Pelukan ini, pelukan yang sudah sangat Leon rindukan. Pelukan hangat dari Aellyn adalah yang terbaik, namun ia sudah tidak pernah merasakan pelukan itu sejak dua tahun terakhir. Hingga akhirnya, hari ini tepat dihari ulang tahun ke delapan belasnya, ia kembali merasa pelukan hangat dari kakak keduanya.

Tangan besar itu terangkat perlahan-lahan untuk meraih bahu sempit perempuan yang tengah memeluknya.

Tangan Leon bergetar karena sangking bahagianya ia dapat memeluk kakaknya lagi setelah sekian lama.

Isakan pelan terdengar dari bibir Aellyn yang membuat Leon panik seketika.

Sama seperti Re, Leon langsung mendekap kakaknya semakin kuat, menyalurkan sebuah perasaan aman yang membuat Aellyn tengah secara perlahan-lahan.

Leon membawa tubuh kecil itu untuk duduk di sofa masih dalam keadaan mereka berpelukan.

Remaja tampan itu menyelipkan anak rambut Aellyn ke belakang telinga, lalu mengusap kepala sang kakak pelan.

Kini tangisan Aellyn sudah mereda, namun ia masih terlalu enggan untuk melepaskan pelukan itu. Leon sendiripun tak keberatan, ia malah merasa sangat senang.

Merasa cukup, Aellyn akhirnya melepaskan pelukan mereka, membuat Leon merenggut tak terima. Namun sedetik kemudian laki-laki itu langsung berucap, "Malam ini acara ulangtahunku akan dilaksanakan, aku berharap kakak dan kakak ipar bisa datang nanti malam."

Aellyn terdiam.

Acara ulangtahun ke delapan belas Leon, Aellyn mengingatnya dengan jelas saat ia menghancurkan acara itu dan membuat malu seluruh keluarganya hanya karena Leon meminta pelukan padanya sebagai hadiah.

Aellyn masih ingat jelas bagaimana sedihnya Leon saat itu, dan bagaimana kecewanya sang ayah padanya.

Semua orang menatap Aellyn dengan tatapan mencemooh, ia terlihat sangat buruk karena memarahi adik kandungnya dengan kata-kata yang tidak pantas didepan semua orang. Dan saat itu, satu-satunya orang yang mau membela dan menyelamatkannya dari rasa malu hanyalah Re. Re yang mencintainya tanpa saran, Re yang mencintainya tanpa batas.

Melihat keterdiaman Aellyn membuat Leon sadar, ia cukup tau jika kakaknya tidak akan pernah sudi menghadiri acara ulangtahunnya.

Tak apa, hari ini kakak sudah memelukku dan itu lebih dari cukup untuk membuatku bahagia dihari ulangtahunku.

Tangan lentik Aellyn menangkup pipi Leon saat ia melihat dengan jelas raut kesedihan diwajah adiknya.

"Kakak dan kakak iparmu akan datang," ucapnya dengan suara lembut.

Kedua sudut bibir Leon tertarik ke atas, membentuk sebuah lengkungan indah yang membuat Aellyn turut menarik kedua sudut bibirnya.

"Tapi kamu harus menampilkan permainan piano yang luar biasa untuk kakak, bagaimana?"

Jika aku tidak salah ingat, diacara ulang tahun Leon nanti akan ada seorang pianis terkenal yang datang. Jika aku bisa membuat pianis itu tertarik dengan permainan piano Leon, mungkin adikku ini bisa menjadi musisi terkenal dimasa depan, sama seperti mimpinya. Mimpi yang belum sempat Leon wujudkan karena jiwanya sudah lebih dahulu meninggalkan raganya.

Remaja tampan itu mengangguk semangat, "Tentu, apapun untuk kakak."

Aellyn tersenyum, tangan lentiknya terulur untuk mengusap rambut tebal Leon dengan sayang.

Aku tidak tau apa yang terjadi pada kakak sebelumnya, tapi aku senang karena kini kakakku yang baik telah kembali.

•Bersambung•

Chapter 03

Aellyn memasang apron dengan motif bunga pada tubuhnya, lalu mulai menyentuh satu persatu alat masak yang ada di dapur.

Ia mulai memotong, mencincang dan mengaduk bahan makanan yang sudah ia siapkan sebelumnya.

Bibi Ahn mengawasi dengan perasaan gelisah, memperhatikan dengan jeli, memastikan jika Aellyn tidak keliru, yang niatnya ingin memotong cabai malah jadi memotong jari-jarinya sendiri.

"Nyonya, tolong biarkan kami membantu Anda," ucap salah seorang pelayan rumah yang berdiri dibelakang Bibi Ahn.

Sama seperti Bibi Ahn, pelayan kecil itu juga khawatir jika Aellyn terluka. Ia tidak mau mati ditangan sang majikan.

Re sangat mencintai Aellyn, jika gadis itu sampai terluka Re pasti akan marah besar.

Aellyn menggeleng keras, menolak bantuan yang ditawarkan oleh pelayan itu. "Tidak tidak aku bisa mengatasinya, kalian tenang saja. Dan berhentilah memperhatikanku, aku tidak sedang berpikir untuk meracuni tuan kalian, oke?!" ucap Aellyn dengan nada kesal di akhir.

Bibi Ahn mengangkat tangannya, menginstrupsi mereka untuk pergi dari sana.

"Tapi Bibi,,," Seorang pelayan berbisik pelan di telinga Bibi Ahn.

"Pergilah, lakukan pekerjaan kalian," ucap wanita tua itu dengan suara tegas.

Selain khawatir jika Aellyn terluka, mereka juga memang khawatir jika Aellyn punya niat buruk untuk meracuni Re.

Yeah, siapa juga yang tidak akan berfikiran seperti itu? Aellyn yang kemarin masih mengatakan bahwa ia akan membunuh Re dengan tangannya sendiri, hari ini tiba-tiba berinisiatif untuk membuatkan laki-laki itu makan siang, bukankah aneh? Terlebih mereka semua tau benar jika Aellyn itu sama sekali tidak bisa memasak, bahkan membuat telur ceplok saja tak bisa.

Tapi, bibi Ahn merasa jika ada sesuatu yang berbeda dari Aellyn. Sang nyonya yang biasanya selalu marah-marah dan suka meminta ini dan itu tiba-tiba saja berubah, bahkan hari ini Aellyn tidak menghukumnya seperti biasa padahal tadi pagi ia membuatkan teh dengan takaran yang salah.

Dan melihat bagaimana tadi pagi Aellyn memeluk Leon membuat bibi Ahn semakin yakin bahwa sang nyonya sekarang telah berubah, berubah menjadi lebih baik.

"Bibi, coba kemari dan cicipi ini!"

Bibi Ahn tersenyum lalu menghampiri Aellyn yang tengah berdiri di depan kompor dengan tangan kanan yang memegang sendok.

Aellyn menyodorkan sendok berisi kuah itu di depan bibir Bibi Ahn, meminta wanita paruh baya itu mencicipinya.

"Apakah kurang asin?" Aellyn bertanya setelah bibi Ahn mencicipi kuah sup yang ia buat untuk Re.

"Mungkin sedikit garam akan membuat rasanya lebih gurih," ucap Bibi Ahn dengan halus, tak ingin menyakiti hati istri dari majikannya.

Aellyn mengangguk, ia mengambil kotak berisi garam lalu memasukkan sesendok teh garam kedalam sup dan mengaduknya.

Ia kembali meminta Bibi Ahn untuk mencicipi sekali lagi dan kali ini wanita paruh baya itu mengangguk dengan ekspresi wajah yang membuat Aellyn senang bukan main. "Sangat lezat, Tuan pasti akan sangat lahap ketika memakannya."

"Benarkah?" Aellyn terlihat sangat antusias, dan itu membuat senyuman Bibi Ahn mengembang. "Tentu saja."

Ternyata ada gunanya juga dulu aku ikut kelas memasak.

Di kehidupan sebelumnya Aellyn pernah mengikuti sebuah kelas memasak karena desakan dari pacar dan sahabatnya.

Aellyn didesak mengikuti kelas memasak hanya supaya mereka dapat menjadikannya babu dimasa depan. Aellyn begitu hancur pada saat itu, ia benar-benar tidak menyangka jika mereka tega melakukan itu padanya.

Namun, itu semua hanyalah masalalu, masalalu yang tidak akan pernah Aellyn biarkan untuk terulang kembali.

Tuhan sudah memberikannya sebuah kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya dimasalalu, dan ia tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan baik ini.

Cayle Group

Aellyn memandang gedung pencakar langit itu dengan senyuman lebar. Hari ini ia akan memperbaiki semua kesalahannya dimasalalu. Ia akan mulai menjadi istri yang patuh dan perhatian kepada suaminya, Re.

Dengan langkah mantap, Aellyn berjalan memasuki lobi perusahaan.

Kini semua mata langsung tertuju padanya. Tidak, mereka tidak menatapnya dengan tatapan kagum, justru sebaliknya, semua karyawan yang ada disana malah menatap Aellyn dengan tatapan sinis dan juga was-was.

Aellyn tau jika semua bawahan Re sangat membencinya karena ia selalu berbuat ulah yang membuat suaminya kesusahan untuk mengatasinya. Seperti tiga hari yang lalu saat ia melakukan perundungan pada seorang Maba yang tidak sengaja menyenggolnya saat berjalan.

Menghela nafas pelan, Aellyn melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan bisikan-bisikan jelek tentang dirinya. Jika saja saat ini yang ada disini adalah Aellyn yang dulu, mungkin para wanita pencinta gosip itu akan langsung kehilangan pekerjaannya saat ini juga.

Berhenti didepan meja resepsionis, gadis itu pun memasang senyuman termanisnya. "Apakah Presdir ada di ruangan nya?"

Wanita cantik itu nampak tertegun untuk beberapa waktu karena senyuman manis Aellyn. Namun, sesaat setelahnya ia langsung tersadar saat salah satu rekan kerjanya menepuk bahunya.

"Pres,,, Presdir sedang ada meeting bersama dewan direksi, namun sepertinya meeting akan selesai sebentar lagi, nyonya," jawab sang resepsionis gugup karena Aellyn terus saja menatapnya.

Nyonya muda itu mengangguk singkat. "Baiklah, aku akan menunggu dia diruangannya, terimakasih," ucap Aellyn dengan suara lembut sebelum naik ke lantai paling atas dengan menggunakan lift khusus CEO.

"Terimakasih? Nyonya mengucapkan terimakasih?! Apakah aku sedang bermimpi?!" Resepsionis itu memekik heboh.

"Hei, coba cubit pipiku, apakah aku sedang bermimpi sekarang?!" Tak lama setelahnya wanita itu langsung berteriak kencang saat teman kerjanya benar-benar mencubit pipinya dengan kencang.

"Tidak usah keras-keras bodoh!" serunya kesal.

"Aku hanya melakukan apa yang kamu minta," ucap wanita lainnya sebagai pembelaan.

*Cklek,,,

Aellyn menoleh kearah pintu dengan senyuman manis saat melihat suaminya masuk bersama asistennya.

"Ka_kamu sedang apa disini?" Aellyn hanya mampu mengulum bibirnya saat melihat raut keterkejutan diwajah Re.

"Membawakan kamu makan siang, apakah tidak boleh?" Ia bertanya dengan raut wajah yang dibuat sesedih mungkin.

"Tidak tidak, tentu saja boleh. Aku malah sangat senang karena kamu datang, apalagi membawakan makan siang untukku." Re panik, Aellyn bisa melihatnya dengan jelas. Tawa gadis itu tidak bisa dibendung lagi, raut wajah Re benar-benar membuat perutnya tergelitik.

Re yang ditertawakan pun hanya bisa menggaruk tengkuknya bingung.

"Saya tidak ingin mengganggu waktu kalian berdua, permisi," si asisten langsung melarikan diri lantaran tidak mau menjadi obat nyamuk diantara tuan dan nyonya nya.

Aellyn menepuk sofa disampingnya, menyuruh Re untuk duduk disana.

Walaupun ragu, Re tetap melakukan apa yang diinginkan oleh istrinya.

"Aku yang memasak ini, jadi kamu harus menghabiskannya."

Re menatap Aellyn dengan tatapan tak percaya. Istrinya memasak? Untuk dirinya? Oh Re tidak bisa percaya ini.

"Tenang saja, aku tidak berniat untuk meracunimu kok," ucap Aellyn yang siap menyuapi Re dengan sup ikan yang ia buat.

"Aku akan tetap menghabiskan makanan ini sekalipun aku tahu jika didalamnya terdapat racun. Aku akan menghabiskannya karena kamu sendirilah yang membuatnya khusus untukku." Terdengar seperti gombalan semata, padahal Re bersungguh-sungguh dalam mengatakannya, dan Aellyn tau itu.

Aellyn hanya tersenyum menanggapi ucapan sang suami. Ia kembali menyuapi Re, namun kali ini laki-laki itu menolak.

"Kamu juga harus makan." Re memutar balik arah cendok yang hendak Aellyn suapkan padanya hingga sampai didepan mulut sang istri.

Aellyn tersenyum, begitu juga Re yang merasa begitu bahagia dengan perubahan sifat sang istri.

Mereka melanjutkan makan siang dengan saling menyuapi satu sama lain, hingga rasanya dunia ini hanya milik mereka berdua.

Selesai makan, Aellyn yang membereskan alat-alat makan yang tadi mereka gunakan lalu menaruhnya didalam tas kecil yang ia bawa.

"Nanti malam adalah acara ulang tahun Leon yang ke delapan belas tahun. Tadi pagi dia datang untuk mengundangku," Aellyn menjeda ucapannya sejenak.

Re mengusap kepala sang istri dengan penuh kelembutan. "Jika kamu tidak ingin datang, aku akan mencari alasan supaya kamu tidak perlu datang."

Aellyn menggeleng pelan. "Aku sudah berjanji pada Leon untuk datang nanti malam."

Senyuman Re mengembang, ia cukup terharu dengan ucapan sang istri, pasalnya ia tau benar bagaimana buruknya hubungan Aellyn dengan Leon dalam 2 tahun belakangan.

"Tapi aku belum menyiapkan kado apapun untuknya." Aellyn mendongak guna menatap wajah Re yang memang lebih tinggi darinya.

"Temani aku membeli kado untuk Leon ya," ucapnya dengan tatapan memohon.

Re tidak mungkin bisa menolak permintaan sang istri, maka dari itu ia pun langsung mengangguk tanpa berpikir dua kali padahal setelah ini ia masih harus meeting dengan clien penting.

Aku tidak tau apa yang terjadi hingga kamu berubah secepat ini, tapi aku bersyukur karena kini kamu telah berubah menjadi lebih baik.

•Bersambung•

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!