...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Maudy baru pulang dari mengajar, gadis cantik pemilik mata indah serta menjadi kesayangan para murid itu terkejut ketika Ia baru tiba di rumahnya. Itu semua di karenakan oleh sikap Ayahnya yang tidak seperti biasanya, beliau langsung menyambut kedatangannya dengan raut wajah serius. Rahmat Efendi langsung meminta anaknya untuk duduk bersamanya di ruang tengah.
" Iya Pa, ada apa sih. Kok sepertinya serius amat, apa ada masalah Pa. Papa nggak sakit kan ?. " Tanya Maudy sembari mendudukkan bokongnya di kursi.
Pak Rahmat tersenyum pada Putrinya sebelum berbicara.
" Nak, Papa sudah tua dan Papa rasa umur Papa tidak akan lama lagi. "
Maudy yang tadi begitu serius mendengarkan apa yang di katakan Ayahnya, langsung terkejut mendengar ucapan Ayahnya itu.
" Papa, cukup ! Maudy kan sudah bilang ke Papa, tolong jangan pernah katakan itu lagi. Kita ini hanya manusia biasa, bukan Tuhan yang bisa menentukan kapan dan berapa lama lagi umur kita di dunia ini, Maudy tidak mau dengar Papa berbicara seperti itu lagi. "
Pak Rahmat memang sudah tua dan sering sakit- sakitan, bahkan berulang kali menginap di rumah sakit karena sakit yang selalu menyerang perutnya. Meskipun setiap kali di tanya, Pak Rahmat selalu mengatakan kalau kondisinya baik- baik saja. Selaras dengan ucapan Pak Rahmat, Dokter pun kompak mengatakan hal yang sama.
" Papa tau Nak, tapi cepat atau lambat semua yang bernyawa pasti akan menemui takdirnya Nak, begitu halnya dengan Papa. Tapi Nak, sebelum itu terjadi Papa mohon agar kamu segera menikah. Papa ingin melihat mu menikah dan ada seseorang yang akan menjaga mu kelak ketika Papa sudah tidak ada nantinya. "
Maudy menjadi serba salah, dalam waktu dekat ini memang dirinya belum kepikiran untuk menikah, meskipun Maudy memang sudah punya komitmen dengan seseorang.
" Baiklah Pa, Maudy akan pikirkan itu nanti tapi bukan untuk saat ini. " Terpaksa Maudy mengiyakan ucapan sang Ayah agar tidak membuatnya kecewa.
Setelah ini Maudy akan pertimbangkan tawaran Rizky yang ingin meminangnya setelah kembali dari luar kota nanti.
" Maudy, mau sampai kapan Nak. Sebenarnya kamu tidak perlu memikirkan nya karena Papa sudah punya calonnya untuk mu. "
Maudy terkejut mendengar ucapan Ayahnya yang mengatakan kalau beliau sudah punya calon suami buatnya.
" Kamu tidak perlu khawatir, mereka adalah orang yang baik dan dari kalangan berada. Kamu tentu tau dengan keluarga Wijaya, tadi pagi orang kepercayaannya datang kemari dan meminta mu secara baik- baik pada Papa. Mereka menginginkan mu untuk di jadikan sebagai menantu di keluarga mereka. "
Maudy nampak shock mendengar penuturan Ayahnya, siapa yang tidak kenal dengan keluarga itu. Salah satu keluarga terpandang di Ibukota, hanya saja yang menjadi masalah dalam hal ini, mengapa mereka memilih calon menantu dari keluarga biasa seperti dirinya.
" Papa, apa Papa tidak salah bicara. Siapa yang tidak kenal dengan mereka, bagaimana mungkin Maudy bisa menjadi bagian dari keluarga itu. "
Pak Rahmat juga sebenarnya bingung tapi beliau juga tidak bisa menolak. Apalagi tawaran yang di berikan pihak mereka begitu menggiurkan. Sebenarnya bukan hanya tawaran nya saja yang menggiurkan, tapi juga ancamannya yang mengerikan kalau sampai mereka berani menolak.
" Nak, Papa juga tidak tau. Tapi Papa mohon agar kamu tidak menolak mereka, besok mereka akan datang kemari untuk membicarakan kelanjutan perjodohan kalian. "
Maudy menjadi dilema, Ia tidak ingin menikah dengan orang lain karena dia juga sudah punya pilihannya sendiri.
" Papa, aku tidak bisa menikah dengan nya karena aku… … !! "
" Papa tidak sedang ingin mendengarkan pendapat mu, Papa hanya ingin kamu segera bersiap- siap besok untuk menyambut kedatangan keluarga mereka. Kalau kamu tidak bisa melakukannya karena rasa suka maka setidaknya lakukan semua ini demi Papa. "
Ayah Maudy memilih masuk setelah selesai mengutarakan maksudnya, tinggallah Maudy seorang diri di ruang tengah.
Maudy menghela nafas berulang kali, saat
Ini dirinya bagaikan memakan buah simalakama. Ingin menolak namun apalah daya, Ia tak punya keberanian.
Maudy melangkah gontai kedalam kamarnya, di hempaskan nya bokongnya di pinggiran ranjang miliknya. Sebagai seorang anak Ia ingin melihat orang yang paling Ia sayangi bahagia, apalagi beliau saat ini adalah satu-satunya orang tua yang Ia punya.
Maudy merogoh tasnya, mencari sesuatu disana. Di ambilnya ponselnya dan mencoba menghubungi seseorang, namun sudah yang kesekian kalinya nomor yang Ia coba hubungi tidak juga terhubung atau berada di luar jangkauan.
" Kamu dimana mas, saat ini aku
sedang membutuhkan mu. Aku ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan mu. " Gumam Maudy lirih.
Berkali-kali Maudy menekan tombol panggil namun selalu berada di luar jangkauan. Akhirnya Ia menyerah dan memilih menyibukkan diri sampai malam.
Maudy berharap kalau ini semua hanyalah mimpi saja, Ia masih berharap ketika Ia bangun nanti semua masalahnya akan hilang.
Pagi-pagi Maudy sudah rapi dengan seragam pengajarnya, namun baru keluar dari kamarnya Ia sudah di sambut Ayahnya dengan wajah yang sulit di artikan.
" Kamu mau kemana Nak. " Tanya Pak Rahmat.
" Maudy mau ke sekolah Pa, ini sudah telat. Maudy pamit dulu ya, Papa kalau mau sarapan sudah Maudy siapkan di meja. Papa tinggal ambil sendiri saja ya, Assalamu'alaikum. "
Maudy mencium punggung tangan Ayahnya sembari berlalu keluar, Pak Rahmat menatap kepergian Putrinya dengan tatapan bingung.
" Maudy, Nak.... tunggu !! Apa kamu lupa ada apa hari ini !? "
Maudy menghentikan langkahnya dan menoleh, Ia menggeleng pelan karena memang Ia sudah lupa soal kejadian semalam.
Di saat Ia sedang mengingat- ingat apa yang terjadi semalam tiba-tiba ada suara dari luar rumah mengucapkan salam.
" Waalaikum salam. " Jawab Maudy sambil setengah berlari membukakan pintu.
" Waalaikum salam. " Ucap Maudy lagi ketika pintu terbuka.
Ia terkejut sekaligus heran melihat di luar rumahnya banyak orang asing dengan tubuh tegap.
" Maaf, Bapak- bapak cari siapa. " Tanya Maudy heran.
Tidak lama berselang muncullah dua orang wanita yang masih sama-sama cantik dalam versi usianya masing-masing.
" Oh kalian sudah datang. Mari Pak, Bu. Silahkan masuk. " Pak Rahmat yang baru saja keluar langsung meminta tamunya masuk.
Maudy yang masih bingung dengan semuanya hanya bisa mundur selangkah dan memberi jalan untuk tamunya.
" Silahkan duduk, Pak, Bu. "
Para tamunya mengangguk dan duduk di kursi yang tersedia disana.
" Maudy, sini Nak. " Panggil Pak Rahmat.
Maudy mengangguk pelan dan melangkah menghampiri sang Ayah, Ia masih sangat bingung, apalagi melihat tatapan kedua wanita di depannya.
" Cantik Bunda. " Bisik Bella pada Ibunya.
Bu Ayu mengangguk pelan dan tersenyum, beliau juga membenarkan mengenai penilaian Putrinya pada calon menantunya.
" Maaf, ini ada apa ya. Soalnya saya mau berangkat bekerja. "
Bu Ayu dan juga yang lain saling pandang, mereka mengira kalau Pak Rahmat belum menceritakan pada Putrinya mengenai rencana mereka hari ini.
...****************...
...****************...
Pak Rahmat tersenyum mengurai rasa malunya atas ucapan Putrinya.
" Ah, anak saya lupa kalau hari ini ada yang datang kerumah. Oh ya Nak, ini adalah mereka yang Papa ceritakan kemarin. Ini Bu Ayu dan itu.....
" Ini Putri saya, Bella " Bu Ayu memperkenalkan Putrinya pada Pak Rahmat dan juga Maudy.
Maudy mencoba untuk tersenyum setelah menyadari apa yang terjadi saat ini, Ia pikir ini hanya mimpi ternyata semuanya benar.
" Saya Maudy Tante. " Ucap Maudy ramah sembari menyalami kedua wanita cantik yang duduk di depannya.
Bu Ayu dan juga Bella saling pandang sambil tersenyum.
" Baiklah, kedatangan kami kemari seperti janji kami sebelumnya. Hari ini kami ingin mendengar langsung dari Nak Maudy mengenai niatan baik kami, apa tanggapan Nak Maudy berhubungan dengan hal ini. "
Maudy berpikir sejenak, Ia merasa bersyukur karena Ibu dari calon suaminya mau menanyakan bagaimana tanggapannya.
" Saya........!! "
" Ah Putri saya sudah setuju Bu, dia menyerahkan semua keputusan nya kepada Saya. Berhubung saya juga setuju jadi kita tinggal bicarakan saja kelanjutan hubungan mereka. "
Pak Rahmat langsung memotong ucapan Maudy, karena takut Putrinya itu akan menolak niat baik para tamunya. Akhirnya Maudy memilih diam, Bu Ayu dan Bella tersenyum senang.
" Alhamdulillah kalau begitu, jadi Nak Maudy setuju kan kalau jadi menantu keluarga Ibu. "
Maudy menatap Ayahnya sekilas sebelum akhirnya mengangguk, Ia tidak mungkin membuat Ayahnya malu di depan banyak orang dengan mengatakan yang sebenarnya kalau dirinya saat ini belum ingin menikah dan semua yang terjadi hari ini semata-mata karena keinginan Ayahnya.
Bella begitu bahagia, Ia sampai menghampiri Maudy dan memeluknya dengan erat.
" Makasih Kak, makasih karena sudah mau menjadi Kakak ku. " Bisik Bella.
Maudy trenyuh melihat senyum ceria di wajah Bella, mereka memang belum pernah bertemu tapi Maudy bisa merasa kalau gadis cantik itu adalah gadis yang baik hati, begitu juga sebaliknya.
Bu Ayu tersenyum bahagia, apalagi melihat reaksi anak perempuannya yang langsung dekat dengan calon menantunya.
" Baiklah kalau semua sudah setuju berarti kita tinggal tentukan waktu baiknya kapan, kami akan kabari nanti soal waktunya baiknya itu. "
Maklum keluarga Wijaya adalah keluarga yang masih memegang tradisi. Setiap acara apapun harus di hitung hari baiknya kapan, hal itu di percaya akan membawa kebaikan.
" Baiklah Bu, semua saya serahkan kepada Ibu sekeluarga saja. Kami akan menunggu disini sambil mempersiapkan diri. " Ucap Pak Rahmat.
Sebelum kembali Bella memberikan sesuatu kepada Maudy, awalnya Maudy enggan menerimanya karena itu terlalu berlebihan namun karena Bella terus memaksanya akhirnya Ia pun menerimanya.
" Oh ya, maaf. Buat seserahan nya apa Nak Maudy menginginkan sesuatu, katakan saja kalau Nak Maudy menginginkan sesuatu sebagai mahar nanti. InsyaAllah kami akan memberikannya. "
Maudy menunduk, Ia tidak menginginkan apapun. Sudah cukup dengan semua yang serba mendadak ini, Ia tidak punya niat untuk meminta apapun.
" Saya tidak punya permintaan yang khusus Tante, semua terserah Tante dan keluarga saja. " Jawab Maudy
Bu Ayu mengerutkan keningnya mendengar jawaban Maudy, begitu juga dengan Bella.
" Kok panggil Tante sih Nak, panggil saja Ibu atau Bunda. "
Berbeda dengan Bu Darmi yang mempermasalahkan mengenai panggilan Maudy, Sellena justru terkejut mendengar jawaban Maudy yang tidak mempunyai permintaan khusus. Sungguh berbanding terbalik dengan pernikahan Kakak keduanya, Iparnya meminta banyak hal dan semua permintaan nya harus atas namanya sendiri.
Lagi- lagi Bella memeluk tubuh Maudy sebelum meninggalkan kediaman calon saudara nya itu.
" Kok kamu senang banget Nak, apa dia cocok dengan Mas mu. " Tanya Bu Ayu pada Putrinya.
Bella langsung mengangguk dengan mengacungkan kedua jempol tangannya.
" Cocok banget Bunda, sepertinya Kak Maudy orang nya baik. Bella bisa rasakan itu. "
Bu Ayu mengerutkan keningnya karena tidak biasa melihat reaksi Putrinya yang seprti ini.
" Tumben Nak, tidak biasanya kamu seperti ini. Dulu Mas Bayu menikah, kamu tidak se excited ini. "
" Ya tentu beda dong Bunda, Bunda kan sudah tau kalau dari dulu Bella tidak menyukai Kak Mawar. Sudahlah Bunda, pokoknya terima kasih sudah memilihkan saudara yang tepat untuk Bella, Bella sayang Bunda. "
Saking bahagianya Bella sampai memeluk Bundanya dan memberi hadiah kecupan di pipinya.
***
Saat selesai makan malam Bu Ayu memanggil anak laki-laki tertuanya yang akan di jodohkan dengan Maudy
" Gibran, Bunda ingin bicara. "
Gibran sebenarnya enggan karena dia tau apa yang akan di bicarakan Ibunya, namun Ia juga tidak bisa menolak karena tidak ingin masalah semakin merambat kemana-mana.
" Gibran, bisakah kamu meluangkan waktu kamu. Bunda ingin kamu menemui Maudy, gadis yang akan menjadi Istrimu nanti. "
Gibran menghela nafas berat, tebakannya benar.
" Bunda, bukankah Bunda yang sudah mengatur semuanya. Bunda juga yang memilihnya sebagai menantu Bunda, jadi Bunda atur saja semuanya. Gibran tidak bisa menemuinya dalam waktu dekat ini, itu karena Gibran masih sangat sibuk. Maaf Bunda, Gibran istrahat dulu. Besok masih ada pertemuan penting yang tidak bisa di tunda. "
Gibran selalu menghindar ketika Bu Ayu membahas tentang pernikahannya.
" Tapi Gibran, hanya sebentar saja loh, masa kamu nggak bisa juga. Apa kamu ingin menikah tanpa melihatnya. "
Gibran memaksakan tersenyum mendengar ucapan Ibunya.
" Bunda, apa ada pengaruhnya bagi perjodohan ini. Apa Bunda bisa membatalkan perjodohan ini kalau Gibran tidak suka. Bunda diam, berati tidak ada pengaruhnya sama sekali. Ya sudah Bun, Bunda atur saja semuanya yang menurut Bunda baik. Kalau sudah tidak ada yang di bicarakan lagi, Gibran ingin ke kamar. Gibran lelah ingin istrahat. "
Bu Ayu tidak bisa menahan kepergian Gibran, Ia hanya memandangi punggung putranya sampai menghilang di balik pintu.
" Maafkan Bunda Gibran, tapi ini untuk kebaikan mu juga. " Gumam Bu Ayu.
Gibran merenung seorang diri di kamarnya, bagaimana Ia bisa hidup dengan seorang wanita yang sama sekali tidak Ia kenal sebelumnya. Gibran merogoh ponselnya dan menghubungi orang kepercayaannya.
" Aku ingin info dari wanita yang akan di jodohkan dengan ku, tolong kumpulkan info sebanyak-banyaknya. Jangan sampai ada yang terlewat dan aku ingin secepatnya ada di meja kerja ku, fotonya sudah aku kirimkan ke email kalian. "
Gibran menatap foto yang ada di ponselnya, foto yang Ia dapatkan dari adik perempuannya.
" Cantik sih, tapi bagaimana menikah kalau tidak ada cinta juga percuma. " Gumam Gibran.
Ia meletakkan ponselnya dan kembali memeriksa laptopnya, memeriksa kalau kalau ada email penting yang di kirimkan oleh sekertarisnya.
Gibran memijat pelipis nya karena kepalanya yang terasa berdenyut- denyut. Masalah perjodohan yang tiba-tiba membuatnya pusing tujuh keliling.
Sudah tradisi keluarganya kalau menantu harus dari pilihan orang tua, karena orang tua berhak memilihkan yang terbaik untuk anak-anaknya.
...----------------...
......................
Pintu ruangan Gibran di ketuk dari luar, Gibran langsung meminta tamunya untuk masuk.
" Masuk. " Ucap Gibran dengan suara bariton nya.
Dua orang Pria bertubuh tegap langsung masuk ke dalam ruangan dan berdiri tepat di depan Gibran.
" Oh kalian, apa kalian sudah dapatkan semua yang aku minta. " Tanya Gibran.
Kedua Pria itu saling pandang sebelum keduanya mengangguk serempak. Salah satunya menyerahkan sebuah berkas kepada Gibran namun Pria tampan itu melambaikan tangannya.
" Tolong bacakan saja untuk ku. " Pintanya.
Pria itu mengangguk dan mulai membaca poin- poin penting yang telah mereka kumpulkan secara susah payah.
" Namanya adalah Maudy Sabrina Anggraini, anak tunggal dari Pak Rahmat Efendi. Ibunya sudah meninggal dunia lima tahun yang lalu, dia tinggal bersama Ayahnya. Sehari-hari nya Nona Maudy bekerja sebagai guru di sekolah dasar Tunas Jaya. "
Gibran mengerutkan keningnya karena orang kepercayaan nya berhenti melaporkan hasil penyelidikan mereka.
" Apa hanya itu saja yang kalian dapatkan. " Tanya Gibran lagi.
Kedua Pria itu saling pandang, seolah ragu untuk mengatakannya.
" Nona Maudy juga punya seorang kekasih, mereka sudah menjalin hubungan selama dua tahun dan dari kabar yang kami dapatkan, hubungan mereka sudah sangat serius. Untuk sementara hanya itu yang bisa kami sampaikan. " Ucap salah satu dari mereka.
" Baiklah, kalian boleh pergi sekarang. Terima kasih. "
Gibran mengepalkan tangannya ketika kedua orang suruhannya itu pergi dari hadapannya.
" Dasar perempuan, dimana- mana, semuanya sama saja. Sudah punya kekasih masih mau saja menjalin hubungan dengan Pria lain. " Gumam Gibran.
Di tempat berbeda, Maudy sedang menjalankan tugasnya. Memberikan materi kepada murid-murid nya, meskipun terkadang fokusnya terganggu karena masalah Pribadinya.
" Adik- adik, silahkan di catat semua yang ada di papan tulis. Ini pekerjaan rumah, kalian selesaikan di rumah hari ini dan kumpulkan besok. Buat yang sudah, silahkan pulang. "
Satu persatu murid sudah meninggalkan kelas, tinggallah Maudy seorang diri. Ia berulang kali menghela nafas panjang, seberapa keras Ia berusaha mengikhlaskan namun tetap saja rasa ini terlalu berat baginya.
" Maudy, kok kamu masih disini sih. Aku cari tadi kemana-mana tapi nggak ada, mobil mu masih ada di parkiran, rupanya kamu masih betah disini ya. "
Maudy menoleh ke asal suara, ternyata itu adalah sahabatnya.
" Ada apa Maudy, apa ada masalah. Tidak biasanya kamu menyendiri seperti ini, ah Iya. Dari kemarin aku lihat kamu seperti orang linglung, lebih banyak diam. "
Maudy menggeleng pelan dan berusaha tersenyum, Ia mengatakan kalau dirinya baik- baik saja.
" Tidak apa- apa Nadia, aku baik- baik saja. Oh sudah jam pulang, yuk kita pulang. " Ajak Maudy
Nadia bisa merasakan kalau saat ini sahabatnya itu sedang ada masalah, namun Ia tidak nyaman untuk bertanya lebih jauh. Karena takut kalau sahabatnya itu akan merasa tidak nyaman padanya.
" Ayo Maudy. "
Keduanya melangkah beriringan, meninggalkan area sekolah yang hanya tersisa mereka berdua.
" Maudy, aku nebeng ya. Biasa mobilku masuk bengkel, maklum sudah tua. " Nadia sengaja membuat lelucon agar sahabatnya itu bisa tertawa.
" Ish mana ada tua. Ya sudah ayolah, tunggu apalagi. "
Nadia memperhatikan raut wajah sahabatnya yang memang nampak murung, ingin bertanya namun lagi- lagi Ia tidak nyaman.
" Makasih ya Maudy, sudah di antar sampai ke rumah. Mau masuk, kita minum dulu. Kebetulan pagi tadi Mama ada bikin kue cake, bukankah kamu suka. " Tawar Nadia.
Lagi-lagi Maudy menggeleng, saat ini Ia hanya ingin menyendiri, tidak ingin di ganggu oleh siapa pun.
" Ah terima kasih Nadia, tapi kayanya lain kali saja ya. Tolong sampaikan salam ku buat Tante Mayang. Ya sudah kalau begitu, aku pamit dulu ya assalamu'alaikum. "
" Waalaikum salam. " Jawab Nadia setelah Maudy sudah pergi menjauh.
Nadia menghela nafas berat, Ia tau betul kalau sahabatnya punya masalah yang cukup berat saat ini.
" Semoga kamu baik- baik saja Maudy. " Gumam Nadia.
***
Berulang kali Maudy menghubungi nomor seseorang namun sampai saat ini tidak ada jawaban yang Ia terima.
" Kamu kemana saja Mas, kenapa telpon mu nggak pernah aktif lagi. Pesan ku pun hanya centang satu, cepat kabari aku Mas. " Gumam Maudy.
Pagi pagi sekali di depan rumah Maudy sudah nampak ramai, ada beberapa mobil mewah berjejer disana. Beberapa kali bel di bunyikan tapi nampaknya yang empunya rumah masih betah dengan selimutnya, begitu halnya dengan Maudy.
Semalaman Ia tidak bisa tidur, Ia baru tertidur setelah sholat subuh.
" Astagfirullahalazim, aku ketiduran. " Gumam Maudy ketika melihat keadaan dirinya.
Ternyata Ia masih memakai perlengkapan sholat, dan Dia tertidur di atas sajadah. Maudy mendengar bunyi bel terus menerus, perlahan Ia berdiri dan melepas perlengkapan sholatnya.
" Siapa sih yang bertamu pagi-pagi begini. " Gumam Maudy.
Ketika Ia membuka pintu alangkah terkejutnya ketika melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.
" Astagfirullah, ya Allah sudah siang. Bagaimana ini, kok aku bisa bangun kesiangan. " Gumam Maudy nampak panik.
Ia berlari kearah pintu karena bel rumah terus menerus berbunyi.
" Iya, tunggu sebentar. " Ucap Maudy sambil membuka pintu.
Lagi- lagi Ia terkejut melihat banyaknya orang yang sudah berbaris di depan pintu rumahnya.
Ada beberapa yang Ia kenal, Maudy menatap mereka dengan tatapan bingung. Itu di karenakan mereka yang datang tidak hanya dengan tangan kosong. Namun semua yang hadir disana membawa sesuatu di tangan mereka.
" Ta, eh Bunda...... ada apa ini. Oh ya, mari silahkan masuk. "
Maudy membuka pintu lebar lebar agar semua tamunya bisa masuk ke dalam rumahnya. Ia masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.
" Mari duduk Nak. "
Bu Ayu menghampiri Maudy dan mengajaknya duduk, dari dalam rumah muncullah Pak Rahmat dengan senyum merekah melihat para tamunya.
" Papa, ini ada apa sebenarnya. Kenapa semua datang membawa banyak barang- barang seperti ini, siapa yang mau nikahan. Kok nggak ngasih tau Maudy. "
Bu Ayu merasa gelisah namun berusaha tersenyum.
" Ah iya maaf Nak Maudy, Bunda datang dadakan. Soalnya Bunda sudah tidak sabar ingin membawa kamu ke rumah Bunda, nggak apa- apakan. "
Kini giliran Maudy yang gelisah, Ia memang sudah menerima perjodohan ini tapi tidak menyangka akan secepat ini.
" Apa ini tidak terlalu cepat Bunda. " Tanya Maudy pelan.
Pak Rahmat tertawa kecil, Ia melihat perubahan di raut wajah Bu Ayu dan yang lainnya.
" Ah Nak, niat yang baik bukankah seharusnya di segerakan. Toh cepat atau lambat kalian juga akan tetap menikah, jadi apa bedanya sekarang atau nanti. " Ucap Pak Rahmat.
Bu Ayu kembali tersenyum, berbeda dengan dua orang wanita yang ikut bersama dengan nya. Sejak tadi mereka hanya memindai seisi rumah Maudy dengan tatapan seolah tidak suka dan jijik.
Beberapa kali mereka nampak berbisik kepada Bu Ayu namun tidak di tanggapi sama sekali.
......................
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!