Saat ini aku berada di dalam mobilku untuk datang ke rumah mertuaku yang saat ini sedang mengadakan pesta ulang tahun keponakan suamiku, Mas Alvin.
Sebenarnya mereka tidak mengundangku. Bahkan aku mengetahui acara ini dari temanku yang kebetulan anaknya diundang ke acara itu.
Tadi siang saat aku berada di restoran milikku, tiba-tiba aku mendapatkan pesan di ponselku dari temanku yang mengatakan tentang pesta ulang tahun itu.
[Amanda! Kenapa kau tidak ada di rumahnya Mas Roni? Padahal di sini sedang diadakan ulang tahun anaknya dengan begitu meriah.]
[Apa masih acaranya?]
[Baru mau dimulai. Cepatlah datang ke sini, biar kita bisa bertemu. kalau tidak kau nanti ketinggalan acaranya]
[Baiklah aku segera meluncur]
Aku tidak tahu kenapa mereka tidak mengundangku untuk datang ke pesta ulang tahun itu. Kemarin Mas ALvin memang meminta uang kepadaku untuk dikirimkan kepada ibunya yang katanya sedang sakit. Aku tidak bertanya banyak kepadanya, hanya langsung mentransfer saja.
Aku sangat sibuk dengan pekerjaanku di restoran warisan kedua orang tuaku sehingga tidak memiliki waktu untuk curiga terhadap keluarga suamiku.
Aku hanya langsung mentransfer setiap kali Mas ALvin selalu meminta uang padaku untuk ibunya, adiknya maupun kakaknya setiap butuh bantuan keuangan.
Kadang aku berpikir bahwa mereka menganggapku sebagai ATM berjalan. Padahal aku tahu kalau mereka selama ini tidak terlalu menerima keberadaanku di sisi Mas ALvin.
Entah kenapa aku terlihat begitu mencintai dia dan begitu takut kehilangannya sehingga selalu menuruti semua yang dia katakan.
Saat aku hendak masuk ke rumah Kak Roni, aku tidak sengaja mendengarkan percakapan mereka di taman samping. Dari suaranya seperti suara ibu mertuaku dan istrinya Mas Roni yang selama ini selalu memperlihatkan ketidaksukaannya padaku.
Mba Tyas adalah kakak ipar dari Mas ALvin yang katanya dulu satu kelas ketika kuliah dengan suamiku. Aku tidak mengerti kenapa wanita itu sampai saat ini selalu menjadi kompor dan berusaha menjelekan namaku di hadapan ibu mertuaku.
"Mama benarkan tidak mengundang Amara untuk datang ke acara anakku? Aku pokoknya tidak mau ya, kalau nanti melihat dia datang di sini. Rasanya enag aja melihat dia yang sok kaya itu di depan semua keluarga kita!" ucap Mba Tyas dengan mata berapi-api.
Hatiku mencolos mendengar apa yang dikatakan oleh wanita itu. Entah apa yang sudah kulakukan di masa lalu yang membuat dia begitu membenciku.
"Kamu jangan khawatir Tyas! Mama tidak mengundang perempuan mandul itu ke rumah ini kok. Mama juga tidak butuh kehadirannya di antara kita. Mama hanya membutuhkan uangnya yang bisa kita gunakan untuk foya-foya dan bersenang-senang. Tyas, selama Amara masih bisa kita keruk uangnya, Mama tidak akan menyuruh Alvin untuk menceraikan dia." Ucap ibu mertuaku sambil tersenyum begitu bahagia kepada Mbak Tyas yang langsung tersenyum sumringah mendengar ucapannya.
"Jadi acara ulang tahun anakku kali ini menggunakan uangnya Amara, Mah?" tanya Mba Tyas seperti terkejut mendengar pengakuan dari ibu mertua kami.
"Ya iyalah, sayang. Kalau bukan dari Amara si mandul itu, dari siapa lagi? Kan cuma dia yang selama ini selalu menjadi ATM di keluarga kita! Memangnya kau kira mamamu ini dapat uang dari mana? Kau ini ada-ada saja. Mama bekerja saja tidak. Uang bulanan dari Alvin yang tidak seberapa itu, sama sekali tidak cukup walaupun hanya untuk pergi ke salon saja. Istri kedua Alvin itu sangat pelit dan selalu melarang Alvin untuk mengirimkan uang buat mama. Untung saja dia tidak mandul dan bisa memberikan cucu lelaki buat keluarga kita. Kalau tidak, Mama pasti sudah menyuruh Alvin untuk menceraikannya sejak dulu. Kebutuhan kita banyak selama hidup di ibu kota. Tentu saja Mama selalu meminta kepada Alvin untuk memanfaatkan kebaikan hati Amara yang bodoh itu!" Mereka berdua pun kemudian tertawa dengan begitu bahagia seakan sedang menertawakan diri ini yang selama ini ternyata hanya dimanfaatkan oleh mereka semua.
Mereka benar-benar keterlaluan dan tidak punya hati nurani. Mereka menginginkan uangku untuk mengadakan pesta mewah untuk anak dan cucunya, tetapi tidak menginginkan aku untuk hadir di acara ulang tahun itu. Sungguh miris nasibku bukan? Hanya di jadikan mesin ATM saja.
Aku berusaha untuk tegar. Walaupun kaki ini rasanya sudah begitu gemetar mendengar semua perkataan dari ibu mertua yang ternyata hanya memanfaatkanku.
Karena aku tidak mau kalau mereka mengetahui bahwa kebusukan mereka sudah aku ketahui, aku dengan perlahan meninggalkan kediaman mertuaku. Aku sudah tidak perduli dengan pesan yang terus beruntun dikirimkan oleh teman lamaku yang tadi mengabarkan tentang acara ulang tahun anaknya Kak Roni.
Aku langsung meninggalkan tempat itu dan pergi ke pantai untuk menenangkan diriku yang saat ini sedang bergejolak dan menyimpan amarah yang begitu besar.
"Aku benar-benar tidak menyangka kalau ternyata mereka tidak pernah benar-benar menerimaku sebagai bagian dari mereka. Ya Tuhan! Apakah salah dan dosaku selama ini?" rintih hatiku yang terasa begitu sakit.
Hatiku sampai saat ini masih terasa berdarah setelah mengetahui semua kenyataan. Aku sejak tadi terus mendapatkan telepon dari Mas ALvin dan juga pesan beruntun darinya.
[Sayang kamu ada di mana? Kenapa kamu sampai sekarang belum juga mengirimkan uang untuk Sassy? Sayang, cepat kirim ya. Tadi Dia menelpon Mas dan menangis karena butuh untuk membayar kuliahnya]
Aku kemudian menonaktifkan ponselku ketika membaca pesan yang dikirimkan oleh suamiku. Mungkin kalau tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Mertuaku dan Mba Tyas tadi, aku langsung saja membalas pesan dari pria yang sudah membersamaiku lebih dari 10 tahun dan mengirimkan uang untuk adik bungsu Mas Alvin.
Sassy adalah adiknya Mas Alvin yang sampai saat ini masih belum lulus juga kuliahnya. Entah kenapa gadis itu sampai saat ini belum juga mendapatkan gelar sarjananya. Aku sendiri merasa heran dengan dia.
Setiap bulan selalu merongrong keuanganku dengan berjibun aktivitas di kampusnya yang selalu membutuhkan banyak uang.
Tapi sekarang aku tidak mau lagi menjadi sapi perah mereka dan aku bertekad untuk berusaha dan berjuang agar tidak lagi menjadi wanita bodoh yang selalu menurut dengan semua yang dikatakan Mas ALvin.
Setelah pikiranku tenang, akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke rumahku yang ada di Bintaro. Karena tubuh yang sudah begitu lelah dan jiwa yang sangat kesakitan.
Niatnya aku ingin menghindari Mas Alvin untuk beberapa saat lamanya dan menyendiri di rumah yang sudah lama tidak ku tempati. Rumah itu adalah peninggalan kedua orang tuaku sebelum mereka meninggal.
Tapi aku heran ketika aku datang ke sana terlihat lampu yang begitu benderang dan ada mobil Mas Alvin di sana.
Aku mengerutkan keningku karena merasa heran. Padahal seingatku dua hari yang lalu Mas Alvin pamit padaku untuk pergi ke Bali karena katanya dia sedang mengurus proyek baru di sana.
"Kenapa di sini ada mobil Mas Alvin?" Karena penasaran yang begitu besar di hatiku, aku pun secara perlahan mulai masuk ke rumah mewah peninggalan kedua orang tuaku.
Dulu Mas Alvin membujukku untuk membeli rumah baru dan meminta kami untuk tinggal di sana saja. Mas Alvin memintaku untuk mengosongkan rumah ini. Karena dia bilang dia selalu merasa sedih setiap kali mengingat tentang kedua orang tuaku yang meninggal secara mendadak tanpa tanda apapun.
Tanpa merasa curiga sama sekali aku pun menuruti keinginannya dan membeli rumah baru yang dekat dengan kantor suamiku.
Karena aku membawa kunci cadangan dari rumah ini aku pun bisa masuk ke rumah dengan mudah. Secara perlahan aku masuk ke rumah itu. Aku harus berhati-hati karena takut ada seseorang di rumah ini bersama dengan suamiku yang ternyata telah membohongiku dengan begitu kejam.
Jantungku berdebar sangat kencang ketika aku mendengar suara tawa Mas Alvin dengan seorang wanita. Suara yang begitu asing di telingaku karena memang tidak pernah bertemu dengan sosok wanita yang kelihatannya sedang bercumbu rayu dengan suamiku di kamar kami saat dulu tinggal di rumah ini pada awal pernikahan kami.
"Ya Tuhan! Kenyataan apa lagi yang akan kuhadapi sekarang?" batinku sedih sekali. "Fakta yang menyakitkan apa lagi yang akan aku ketahui di rumah ini?" tubuhku sudah lemas bukan kepalang ketika sudah berada di depan pintu kamar kami.
Entah kenapa perasaanku saat ini benar-benar kalut dan galau. Aku merasakan tanganku begitu gemetar ketika hendak membuka daun pintu kamar utama di mana aku mendengar suara tawa seseorang dan juga suara des@han manja seorang wanita.
Dengan gemetar aku membuka pintu kamar utama yang dulu ditempati oleh kedua orang tuaku ketika mereka masih hidup, lalu di tempati olehku dan suamiku setelah kami resmi mendapatkan rumah ini sebagai bagian dari warisan untuk diriku.
Di sana Aku melihat suamiku yang sedang bercinta dengan seorang wanita yang begitu cantik dan muda belia. Aku tidak mengenal wanita itu karena memang selama ini tidak pernah bertemu dengannya.
Saat ini hatiku rasanya amat hancur. Duniaku terasa runtuh. Diriku yang telah begitu banyak berkorban demi keluarga kecil kami, menghadapi keluarga suamiku yang seakan menjadi benalu dalam hidupku setelah kedua orang tuaku meninggal.
Saat aku hendak mendekati mereka berdua untuk melabrak mereka yang sedang berzina di rumah kedua orang tuaku, tiba-tiba saja ada sebuah tangan besar dan kekar yang menarikku dan membuatku meninggalkan tempat itu secara tergesa-gesa.
Ketika aku menolehkan pandanganku, ternyata laki-laki itu adalah Abimana yang menjadi sopirku. Dia membawaku ke belakang rumah ini. Aku marah sekali atas kelancangannya yang sudah ikut campur dengan urusanku.
"Apa maksud kamu melakukan ini?" tanyaku dengan nafas memburu.
Seketika aku merasa benci dengan Abimana yang begitu lancang sekali sudah ikut campur dengan urusan pribadiku. Bagaimana pun juga aku harus melabrak mereka dan memberi pelajaran pada mereka yang sudah menghinaku dengan perbuatan terkutuk yang mereka lakukan di rumah warisan kedua orang tuaku.
"Nyonya, Saya mohon Anda untuk bisa bersikap tenang dan jangan sembrono melakukan sesuatu yang nantinya anda sesali. Nyonya! Kalau anda ingin membalas perbuatan jahat mereka, lakukanlah dengan cantik dan elegan. Bukan dengan perilaku barbar yang hanya akan merendahkan martabat anda sebagai seorang wanita." ucap Abimana sambil menatapku dengan lekat.
Seketika aki terdiam. Aku mencoba untuk memikirkan apa yang dikatakan oleh Abimana yang ada benarnya. Kalau aku melabrak mereka juga gak akan ada gunanya. Aku ingat dengan CCTV yang terpasang di rumah ini karena alasan keamanan. Aku lupa kalau aku sudah lama sekali tidak pernah mengecek hasil rekaman dari CCTV yang ada di rumah ini.
"Kalau Nyonya ingin balas dendam pada mereka. Saya pasti akan membantu dengan senang hati tapi tolong jangan lakukan hal yang akan merugikan nama anda. Nyonya, bagiku anda telah berharga untuk menghancurkan nama baik anda hanya untuk mereka yang begitu jahat." Abimana terus berusaha menasehatiku yang kini mulai terkulai lemas.
Hatiku saat ini hanya ingin melampiaskan emosi dan kemarahan yang bercokol di hatiku setelah mengetahui penghianatan suamiku yang selalu aku hormati dan aku muliakan. Bahkan seluruh keluarganya menjadi tanggung jawabku.
"Ingatlah bahwa Nyonya memegang kartu As mereka sekeluarga. Nyonya cukup menghentikan semua fasilitas yang sudah diberikan kepada suami Anda dan juga keluarganya. Besok saya akan mengusir suami Anda dengan gundiknya dari rumah ini. Anda cukup memperhatikan dari kejauhan tanpa harus menunjukkan wajah anda pada mereka. Kita akan membalas kejahatan mereka dengan cantik dan elegan." aku terus mendengarkan semua keterangan yang disampaikan oleh Abimana.
Walaupun sejujurnya aku tidak terlalu tertarik dengan pembalasan elegan yang dibicarakan olehnya. Aku hanya ingin menampar laki-laki buaya dan kurang ajar itu yang selama ini telah memperdayaku dengan sedemikian rupa sehingga lupa segalanya.
Selain karena dia yang miskin dan banyak melakukan kesalahan di kantor kami adalah karena Mas Alvin yang pemalas dan suka memanfaatkan semua fasilitas yang ada di kantor dengan menggunakan Namaku sebagai kekasihnya. Hal itulah yang menjadi alasan kedua orang tuaku bahkan sampai sakit karena tidak merestui pernikahanku dengannya.
"Sekarang Apa yang harus kulakukan untuk menunjang rencanamu itu?" tanyaku pada Abimana.
"Kalem saja. Akting di hadapan suami kamu bahwa kamu tidak mengetahui apa-apa tentang semua pengkhianatannya dan juga keluarganya. Kamu akan berpura-pura jatuh bangkrut sehingga sifat asli mereka akan keluar. Percaya sama aku!" Abimana tidak merasa lelah untuk membujuk diriku.
Aku bisa merasakan ketulusan dari suara dan sorot matanya yang tidak biasa. Ya Tuhan ke mana saja aku selama ini? Kenapa selama ini aku tidak bisa melihat sosok yang demikian tampan dan gagah berada di sampingku? Entah kenapa aku mendadak salah tingkah dan gugup ketika Abimana terus menatapku dengan intens.
'Apa sebenarnya yang dimiliki oleh pemuda itu yang hanya berstatus sebagai sopir pribadiku yang dulu di utus ayahku untuk menjagaku. Dia terlihat sederhana akan tetapi memiliki aura sebagai pemimpin yang begitu kuat dan pamor yang hebat. Ini benar-benar sangat aneh. Apa dia menggunakan susuk?' tanyaku dalam hati dan terus memperhatikan semua yang dilakukan oleh Abimana.
Entah kenapa otakku malah travelling kemana-mana saat melihat Abimana yang duduk begitu dekat dengan diriku.
Saat itu aku hanya bisa menetaskan air mata yang sangat sulit untuk aku bendung. Tanpa terasa tubuh ini telah berada di pelukan Abimana. Pria tampan berusia 29 tahun yang sudah 5 tahun menjadi sopirku.
Tepatnya setelah Ayahku meninggal menyusul ibuku yang meninggal beberapa tahun sebelum kematian ayahku.
Aku terus menangis di pelukan pemuda itu yang sejak tadi hanya diam dan mengelus punggungku.
"Apakah kau sudah mengetahui tentang kebusukan mereka di belakang ku?" tanyaku pada akhirnya setelah hatiku mulai tentang.
"Sebenarnya aku sudah tahu tentang suamimu yang menikah lagi sejak satu tahun pernikahan kamu dengan Alvin. Aku sudah beberapa kali memberikan isyarat padamu, tetapi kau selalu mengatakan bahwa aku lancang karena sudah ikut campur urusan kalian. Jadi, aku hanya bisa menjagamu dari kejauhan dengan terus bersamamu. Maafkan aku!" aku benar-benar tidak menyangka bahwa selama ini aku telah menjadi seorang wanita yang begitu bodoh karena tidak bisa mengendus ataupun mengetahui perselingkuhan suamiku yang sudah dilakukan lama sekali di depan hidung ku sendiri karena ternyata suamiku menempatkan istri keduanya di rumah kedua orang tuaku sendiri. Kejam sekali kamu, Mas!!
Dengan begitu sabar Abimana terus menghiburku dan berusaha untuk menenangkan diri ini yang baru saja terbangun dari mimpi indah yang dibangun oleh suamiku dan di gantikan dengan mimpi buruk yang begitu menyakitkan bagiku.
Hari ini adalah hari terberat yang pernah aku alami sepanjang hidupku. Di mana aku mengetahui semua keburukan dan juga tipu muslihat yang sudah dilakukan oleh mereka terhadapku selama bertahun-tahun lamanya.
"Kenapa Bibi dan Mamang tidak memberitahu aku tentang mereka yang tinggal di sini? Kenapa?'' tanyaku dengan begitu kecewa.
Aku melihat pasangan suami istri yang sudah lebih dari 30 tahun lamanya bekerja dan mengabdi pada keluargaku terlihat menangis tersedu-sedu.
"Maafkan kami berdua Nyonya. Karena kami tidak mampu untuk melawan ancaman dari tuan Alvin yang selalu menjadikan anak-anak kami sebagai tameng mereka agar tidak menceritakan kejadian yang terjadi di rumah ini sejak Tuan besar meninggal dunia!" Bi Warsih terisak dengan suara yang gemetar.
"Tolong ceritakan semuanya padaku tanpa ada yang disembunyikan. Aku ingin mengetahui semuanya dengan gamblang. Sejak kapan wanita itu dan Mas Alvin tinggal di rumah ini?" tanyaku pada mereka yang kemudian bercerita dengan tersendat-sendat.
Rasanya hatiku seperti mendapatkan palu godam ribuan kati beratnya. Ya Allah! Rasanya dakit tak terkira setelah mengetahui kejahatan suamiku yang ternyata selama ini telah menipuku mentah-mentah.
Ternyata semua perkataannya dulu ketika mengatakan merindukan kedua orang tuaku yang sudah meninggal dan merasa tersiksa karena selalu ingat dengan mereka kalau tinggal di rumah ini, itu semua hanya bohong dan modus saja untuk membodohiku agar bisa membawa gundiknya ke rumah ini. Kejam!!!
Dia sengaja melakukan itu agar bisa membawa istri mudanya untuk menatap di rumah kedua orang tuaku. Rumah ini tidak kalah mewah dari rumah yang sekarang aku tempati bersama dengan mas Alvin. Bisa di katakan rumah ini dua kali lipat besarnya dan perabotannya pun sangatlah mahal karena langsung didatangkan dari luar negeri oleh ayahku.
Sungguh keji sekali suamiku yang memanfaatkan kepercayaanku untuk kepentingannya dalam rangka membahagiakan istri mudanya.
"Siapa nama wanita itu dan sudah berapa lama dia tinggal di rumah ini?" tanyaku penasaran.
"Nyonya Marina menempati rumah ini satu minggu setelah nyonya dan Tuan Alvin pindah ke rumah baru. Nyonya, mereka berdua sudah memiliki dua orang anak berusia 3 tahun dan 1 tahun." Ucap Bi Warsih sambil menundukkan kepalanya.
Ternyata apa yang dikatakan oleh ibu mertuaku semuanya adalah kebenaran. Suamiku memang menikah lagi. Tadi ketika mendengar itu dari mulut beliau, aku rasanya tidak percaya sama sekali dengan hal itu.
Bodohnya aku karena merasa Mas Alvin memang mencintaiku dan tidak bisa hidup tanpa aku. Salahkah aku merasa begitu? Karena memang setiap kali kami bersama Mas Alvin selalu membisikkan kata-kata itu di telingaku.
Aku sekarang sadar bahwa kata-kata sampah itu hanyalah caranya untuk memperdayaku dan menjeratku semakin dalam.
"Nyonya aku akan membantumu. Kalau kau ingin balas dendam kepada mereka!" aku cukup terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Abimana yang terlihat begitu berwibawa.
Entah sejak kapan pemuda itu terlihat begitu dewasa. Aku selama ini tidak pernah memperhatikan Abimana layaknya pribadi. Aku terlalu fokus kepada Mas Alvin dan keluarganya sehingga tidak memperhatikan orang-orang di sekelilingku yang sayang dan perduli padaku.
Mendengar semua yang diceritakan oleh Bi Warsih dan suaminya seketika Ingatanku melayang pada kejadian beberapa tahun lalu saat suamiku ijin mau melakukan perjalanan ke luar kota selama sebulan. Waktu itu aku bersikeras ingin mengikutinya tetapi Mas Alvin menolak dan menginginkanku untuk tetap di Jakarta.
Tampaknya saat itu adalah waktu di mana Mas Alvin menyambut anak pertama mereka yang sekarang sudah berusia 3 tahun.
Hatiku lemas. Ngapain saja aku selama bertahun lamanya menjadi istri Mas Alvin sampai tidak bisa menyadari perselingkuhannya?
Aku terus mengingat semua kejadian di masa lalu di mana Mas Alvin sering sekali meminta izin untuk pergi ke luar kota selama berhari-hari dengan alasan proyek baru yang harus dia tangani sendiri karena tidak percaya dengan anak buahnya.
Mungkin dia menggunakan waktu-waktu itu untuk berkumpul dengan istri keduanya dan keluarga kecilnya yang baru aku ketahui sekarang. "Bodoh nya aku!" geramku.
Ketika aku hendak kembali masuk ke rumah itu Abimana sekali lagi mencekal tanganku dan melarangku. "Percaya padaku! Nyonya, aku bisa membantumu untuk memberikan pelajaran kepada suamimu dan keluarga benalu itu. Aku juga bisa menjamin bahwa mereka akan meninggalkanmu perlahan-lahan." ucap Abimana dengan penuh keyakinan.
Akan tetapi hatiku merasa ragu karena melihat kemampuan yang dimiliki oleh Abimana selama ini. "Kamu hanya seorang sopir yang setiap bulan gajiku habis untuk bayar cicilan mobil dan rumah kamu. Apa yang bisa kau lakukan untuk membalas sakit hati Ini?" tanyaku kesal luar biasa.
Abimana terlihat tersenyum begitu manis dan sejujurnya membuat aku merasa grogi dan malu. Aneh sekali. Kenapa Abimana tidak merasa tersinggung dengan perkataanku yang merendahkan dirinya tadi??
"Jangan takut jadi janda, kita berhak bahagia!" aku terkejut mendengarkan ucapan seseorang yang tiba-tiba saja sudah berkumpul bersama kami di sini. "Kuatlah demi kesehatan mentalmu!" ucapnya lagi dengan tegas.
Aku hanya mengerutkan kening saat seorang wanita asing yang tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapanku dengan senyumannya yang begitu menyejukkan tanpa peringatan apapun dulu.
"Siapa kamu? Tidak sopan sekali untuk menimpali ucapan orang lain!" sengitku kesel pada wanita asing yang saat ini sedang tersenyum kepadaku dengan begitu manis dan penuh Kerinduan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!