NovelToon NovelToon

Kisah Kusuma & Keira : Catch Your Heart

Hari pertama Di SMA Sidhi Karya

Di sebuah bangunan yang begitu megah, bernama SMA Sidhi Karya. Di depan gerbang, terlihat seorang lelaki yang tengah menatap tempat itu dengan perasaan kagum. Dia tidak menyangka akan bersekolah di Sekolah elit ini, walaupun karena Beasiswa selama 2,5 tahun penuh.

Dia bernama Putera, Murid pindahan dari SMA yang jauh di sana, kebetulan takdir mempertemukannya dengan para donatur yayasan dan diberikan bantuan beasiswa untuk bersekolah di SMA elit ini karena prestasinya, dia berhasil menyabet medali perak pada olimpiade Fisika tingkat Provinsi di tahun lalu.

"Sungguh megah," ucap Putera tidak berhenti merasa kagum. Gedung ini terdiri atas gedung 3 lantai, lalu ada lapangan basket yang luas, juga ada kolam renang, parkiran yang sangat rapi, dan juga banyak fasilitas lainnya, yang membuat Putera begitu takjub.

"Rasanya seperti mimpi untuk bersekolah di dini. Tidak heran jika semua teman lamaku langsung merasa iri. Aku beruntung," ucapnya senang.

Mendadak, dari belakang dia didorong, entah sengaja atau tidak, Putera tidak tahu. Putera jatuh terduduk, yang kemudian orang yang menabraknya tertawa. "Murid baru coy, tulang lunak."

"Ekhem, enak nih kalau kita bully keknya," ucap temannya.

Putera mulai bangkit, dan menatap mereka yang rupanya bertiga. Terlihat mereka itu lelaki bertampang layaknya berandalan, telinga saja diisi anting, lalu mengenakan kalung Rantai, tangannya juga tatto-an, jangan lupakan style rambutnya yang seperti kebakaran. Benar benar preman sekolahan, pikir Putera.

"Kenapa lu liat-liat?" tanya lelaki itu sembari mendorong kepala Putera sampai membuatnya terpukul mundur selangkah.

"Mungkin ngajak berantem kali," ucap temannya mengompori.

"Dia cuma tulang lunak, sekali ketiup angin doang udah terbang ke atas awan," ucap temannya satu lagi dengan nada mengejek, yang kemudian tawa mengudara kembali.

Putera terlihat menghela nafasnya, namun tidak menyiratkan ketakutan sedikitpun. Tentu, karena dia memiliki kemampuan dalam bela diri menjadi alasannya. Di sisi lain, semua murid kini telah menatapnya, merasa sangat kasihan melihatnya. "Sayang sekali murid baru itu. Baru masuk sekolah saja sudah berurusan dengan preman sekolah."

Di antara mereka, terlihat sosok lelaki menatap Putera dengan sorot mata dingin, seolah tiada kepedulian sedikitpun, namun dia malah terlihat maju mendekati mereka.

"Heh, dengar ya. Lu itu cuma banci di sini. Jadi, jangan Coba-coba-"

"Bobi, sudah berapa kali aku ingatkan untuk tidak berulah?" tanya Lelaki itu.

Ketiga preman kelas itu mendadak merasa takut. Ini agak menggelikan, sebab sebelumnya dia sok paling berani dan berkuasa, kini malah ciut. "Ketua OSIS, kami hanya-"

"Tidak ada yang perlu dijelaskan di sini. Mulai besok, kau aku Skors 1 minggu," ucapnya penuh wibawa.

Putera terdiam sejenak, memandangi lelaki itu. Lelaki itu membalas tatapan Putera, namun Ekspresinya adalah ketidakpedulian. Dia kini berlalu begitu saja sebelum Putera mulai membuka mulutnya, hendak berucap terima kasih. 'Apa dia masih marah?' tanya Putera di dalam hati.

Putera menghela nafas sejenak, lalu berjalan menuju ke ruang guru. Namun, dia adalah orang yang baru mengenal tempat ini, tentu saja dia tidak tahu letak ruang guru. Putera mulai sedikit kebingungan, sampai dia menemukan seorang gadis yang sangat Putera kenal tengah memainkan ponselnya "Bukankah dia peraih medali emas olimpiade Fisika itu?"

Putera tidak menyangka, setelah belajar selama 6 bulan di SMA umum kemudian pindah kemari, dia dipertemukan oleh Gadis itu kembali. Putera kembali merasa terpesona olehnya dan ini yang kedua kalinya.

Dengan langkah hati-hati, Putera mendekati gadis itu dan tersenyum lebar. "Hai, maaf mengganggu. Aku Putera, murid pindahan baru. Kita pernah bertemu di olimpiade Fisika, bukan?"

Gadis itu mulai menatap Putera, lalu berbalik menatap ponselnya sambil menjawab menjawab, "Itu hanya piagam kosong. Bagaimana kau tahu aku pernah ikut Olimpiade?"

Putera terdiam sejenak, ingin rasanya dia menjerit kesal. Gadis ini ternyata tidak seramah yang dia kira. "Aku pernah melihatmu saat olimpiade itu dimulai. Oh, ya. Apa kau tahu dimana letak ruang guru? Aku adalah murid pindahan, jadi belum tahu-"

"Aku mengerti. Sangat sulit untuk menjelaskan lokasi ruang guru kepadamu, jadi ikuti aku," ucap Gadis itu sembari berjalan mendahului. Putera yang melihatnya langsung mengikuti gadis itu. 'Gadis ini dingin sekali sifatnya,' ucap Putera di dalam hatinya

Di perjalanan, Putera mulai mencoba berbicara kepada Gadis itu, yang ternyata sangat sulit. Gadis ini kelihatannya agak pendiam rupanya, berbeda dengan dirinya yang ceria bukan main, walaupun dibalik keceriaannya, ada penderitaan hidup yang dia tanggung sendirian.

"Kita sudah sampai," ucapnya dengan nada datar.

Putera mulai menatap ruangan itu sejenak, lalu berbalik menatap gadis ini. "Terima kasih banyak, kamu sangat membantu. Aku harap kita bisa menjadi teman baik di sini."

Gadis itu tersenyum tipis, dan meskipun ekspresinya masih agak tertutup, Putera merasa ada sedikit kehangatan dalam senyum itu. "Kalau begitu aku kembali dulu."

Putera terdiam kembali, merasa melupakan sesuatu. Mendadak dia teringat bahwa dia belum bertanya siapa namanya. "Hey, kau belum beritahu namamu! Siapa namamu? Bagaimana caraku memanggilmu?!"

Tidak ada jawaban. Gadis itu tetap berjalan pergi begitu saja. Putera mulai merasa bahwa gadis itu menarik. Tidak mau membuang waktu, Putera memutuskan untuk memasuki Ruang guru.

Bel pelajaran pertama telah dimulai. Terlihat Kelas X IPA 1 tengah begitu ramai dengan murid yang saling berbincang bincang mengenai beberapa hal. Terlihat gadis itu duduk bersama teman sebangkunya, namun dia tidak terlihat seperti yang lainnya. Alih alih mendengarkan gosip, gadis ini malah fokus membaca bukunya.

Terdengar suara langkah kaki, yang dimana Sang guru bersama Putera mulai masuk ke dalam kelas yang seketika begitu hening.

Sang Guru menyapa kelas dan memperkenalkan Putera sebagai murid baru yang akan bergabung di kelas tersebut. "Perkenalkan, ini adalah Putera, Murid baru di kelas kita. Aku harap, kalian dapat belajar dan berteman dengannya, oke. Baiklah, Putera. Silahkan perkenalkan dirimu."

Putera merasa sedikit gugup di bawah sorotan perhatian teman-teman barunya. Namun, dia mencoba menjaga ketenangannya dan memulai memperkenalkan dirinya. "Perkenalkan, namaku Made Putera. Aku pindahan dari SMA negeri 3. Hanya itu yang bisa aku perkenalkan, mungkin ada di antara kalian mau bertanya?"

Seisi kelas tampak bingung mendengarnya. Sungguh perkenalan yang sangat singkat, namun dia juga menawarkan untuk mengajukan pertanyaan.

"Aku mau bertanya. Kapan hari ulang tahunmu? Akan aku siapkan telur dan tepung di saat itu tiba."

"Aku juga. Dimana kau tinggal sekarang? Hanya penasaran."

"Apa saja prestasi yang kau dapat selama Ini?"

"Apa pekerjaan orang tuamu?"

"Apa kau punya pacar?"

Pertanyaan bertubi-tubi mulai dilayangkan kepadanya, membuat Putera agak kewalahan. "Hey, tenanglah. Cukup berikan aku pertanyaan satu demi satu. Jadi, aku harus jawab yang mana dulu?"

Seseorang yang duduk di samping gadis itu mulai mengangkat tangannya. "Aku dulu!"

"Sangat aneh karena kau pindah menjelang ulangan akhir semester. Kenapa kau pindah ke mari? Pasti ada alasannya, bukan?"

Putera terdiam sejenak, kemudian menghela nafasnya. "Itu karena aku mendapatkan beasiswa dari yayasan, namun dengan syarat aku harus melanjutkan sekolahku di sini. Selanjutnya?"

"Putera, semuanya, cukup sampai disini dulu perkenalannya. Lanjutkan saja nanti saat jam istirahat. Kau, silahkan duduk di meja kosong sana," ucap Sang guru sembari menunjuk bangku kosong yang tepat di belakang gadis itu. Hey, keberuntungan macam apa ini?

Putera mulai duduk di bangku yang kosong di situ, lalu dia mulai memperhatikan suasana kelas dan di dalam hati, dia berharap bisa menjalani hari pertamanya di SMA Sidhi Karya dengan baik.

Pelajaran pun mulai berlangsung, dan secara mengejutkan, di hari pertamanya ini dia sudah menerima soal penilaian harian Pelajaran Biologi. Hadeh, belum sempat belajar juga, keluhnya.

Putera mulai menatap soal Biologi ini, mulai membaca soalnya, mendadak dia sedikit terbelalak. Soal ini begitu mudah untuk dikerjakan, jadi mengapa dia mengeluh barusan?. 'Hadeh, soal segampang ini bisa aku kerjakan dengan mata merem. Mengap aku harus cemas begitu barusan?

Tidak terasa waktu cepat berlalu. Para murid mulai berhamburan Keluar, dan Putera memulai aksinya untuk mendekati Keira. Dengan begini, kisah cinta ini segera dimulai.

-bersambung-

Anak baru ini menyebalkan

"Ah, bolehkah aku ikut ke kantin bersamamu?" Tanya Putera sembari membuntuti gadis itu.

"Tidak. Kenapa kau bertingkah seperti hewan peliharaan, sih? Suka sekali mengikutiku," ucapnya uang mulai merasa risih.

"Lah, kita belum kenalan, loh!" ucap Putera.

"Aku tidak terlalu peduli," jawab gadis itu.

Gadis itu mulai merasa agak kesal karena terus dibuntuti seperti ini. Selama ini, memang banyak yang menyukai dia, namun baru kali ini dia sampai di Stalker begini. Sebenarnya lelaki ini maunya apa sih?

"Oke-oke, Fine. Namamu Keira Putri. Sudah tahu namaku, kan? Jadi silahkan pergi," ucap Gadis itu, berharap lelaki itu pergi.

"Kita belum berteman," ucap Putera lagi.

Keira semakin merasa jengkel. Putera ini benar benar menyebalkan. "Kita adalah teman sekarang."

"Teman, masa gitu?" Tanya Putera lagi.

Seisi kantin telah memperhatikan mereka, dan sudah dipastikan bakal ada gosip baru. Keira menahan nafasnya, mencoba menahan emosi yang mulai meledak.

"Anak ini..."

Tidak hanya di Kantin saja, Putera juga berulah di jam pelajaran. Saat pelajaran Kimia, Keira tengah menulis gambar molekul H2O sambil menghitung Elektron, menghitung nilai kestabilannya. Dia mencoba mengerjakan tugas dengan tekun, sampai dia merasa ada yang salah pada perhitungannya.

Tanpa disadari, Putera mulai melirik tugas yang Keira kerjakan, setelah mengamati gerak gerik gadis itu. Dengan santai, Putera berucap, "Hey, cara kau menghitung Elektron itu salah."

Keira menahan nafasnya, lalu mennatap ke belskang yang terlihat Putera ternyata nenatap tugasnya. Sontak, dia mengangkat tangannya. "Pak guru, lelaki yang ada di belakangku mengganggu belajarku!"

Sang Guru mulai menatap Putera, yang Keira pikir masalah telah selesai. "Putera, jika tidak niat belajar, silahkan keluar. Jangan mengganggu teman lainnya!" ucap Guru itu tegas.

Terdengar bisik bisik dari teman lainnya yang membicarakan mereka berdua. Itu malah membuat Keira merasa tidak nyaman. Di sisi lain, Putera ternyata mampu berkelit. "Tetapi Guru, aku hanya memberitahu bahwa cara dia menghitung Elektron itu salah. Aku tidak bermaksud mengganggunya, hanya bermaksud berdiskusi tentang pelajaran. Apa itu salah?"

Sang Guru yang kelihatannya marah malah mulai berfikir kembali, yang kemudian sang guru malah mulai mengagumi Putera. Sangat berbeda dari ekspektasi.

"Ini pertama kalinya aku bertemu lelaki yang serius belajar sepertinya, Putera. Aku salut padamu. Keira, Sebaiknya kau bekerjasama dalam mengerjakan tugasmu dengannya."

Keira merasa sebelah alis kirinya tengah kejang-kejang. Sial, dia tidak menyangka bahwa Hal ini terjadi. Hilang sudah keadaan damai yang dia rasakan selama ini.

"He? Itu penggambaran molekul H2O kau juga salah," ucap Putera lagi.

Gadis itu mulai merasa kesal dan frustasi karena Putera sepertinya tidak akan berhenti mengikuti dan mengomentari setiap langkahnya. Sebenarnya mau bocah ini apa sih?

Begitu bunyi bel istirahat kedua, Keira tengah mencari buku. Buku yang dia cari ternyata terletak di rak yang cukup tinggi dan dia tidak mampu menggapainya.

Mendadak seseorang datang dan mengambilkan buku itu dan menyerahkannya padanya. Keira tampat tersenyum karena ada yang mau menolong, namun begitu melihat pelaku nya, senyumannya langsung luntur.

"Kau lagi?"

Putera terkekeh,"tidak aku sangka kau suka sejarah perang puputan."

Keira menghela nafasnya. Merasa Putera ini terlalu menyebalkan. Rasanya kemanapun dia pergi, selalu diikuti oleh lelaki ini. Tidak mau berlama-lama, dia segera berlalu dari tempatnya berdiri.

Keira mulai duduk di sudut depan meja dan sangat berharap Putera tidak mengikutinya. Seseorang duduk di sisinya, yang ternyata teman sebangkunya. Keira sedikit menghela nafas lega setelah tahu bahwa teman sebangkunya karena bukan Putera yang duduk di sana. Dia mulai berfikir, 'Mungkin lelaki itu tidak lagi mengikutinya.'

"Keira, apa kau dan Anak baru itu punya hubungan Khusus?" tanya temannya itu, sepertinya ingin tahu lebih banyak tentang hubungan antara Keira dan Putera. Pertanyaan ini mulai membuat Keira tersenyum masam. Tentu karena ulah Putera, mereka jadi pusat perhatian dan perbincangan orang.

"Tidak. Aku tidak tahu siapa dia," jawab Keira acuh.

"Sungguh? Aku pikir tidak mungkin Anak baru itu baru ketemu sudah mengejar kau sampai segitunya." Katanya temannya itu.

"Aku tidak tahu, Shara," ucap Keira sambil mencoba menghela nafasnya. "Bahkan dia tahu aku adalah peraih medali emas olimpiade Fisika di tahun lalu, padahal tidak ada satupun orang yang peduli dengan prestasi semacam itu."

"Tentu saja aku tahu," ucap seseorang di belakang Mereka, yang membuat Keira terbelalak. Itu adalah Putera. Sial, dia pikir Putera telah pergi, namun ternyata dia ada di belakang.

Temannya yang bernama Shara terkikik geli melihat interaksi mereka yang cukup lucu, antara Putera yang Menjadi Stalker Keira dengan Keira sendiri yang selalu merasa risih dengan keberadaan lelaki ini.

'Sampai kapan aku terus diikuti seperti ini?' keluh Keira di dalam hati.

Waktu istirahat berbunyi. Putera, Shara dan Keira berjalan beriringan menuju ke kelas. Keira terlihat tersenyum masam, karena Shara tidak bisa diajak kompromi. Kenapa harus mengajak Putera juga? Begitu pikir Keira.

"Namamu Putera, kan?" tanya Shara.

"Tentu saja. Ada apa?" Tanya Putera sembari mengerutkan keningnya.

"Hanya berkenalan saja. Aku Shara, Sepupu dari Keira," ucap Shara sembari tersenyum.

"Ah, senang berkenalan denganmu, Shara."

Mereka tiba di dalam jelas lalu duduk di bangku masing masing. Kebetulan, Shara dan Keira duduk di bangku depan dan Putera tepat di belakangnya, jadi lebih mudah untuk mengobrol.

"Seminggu lagi Ulangan akhir semester. Apa kau sudah siap untuk itu?" tanya Shara.

"Mengapa tidak?" tanya Putera terheran. Dia tampaknya santai dan percaya diri dengan kemampuannya dalam pelajaran.

Keira, memutar bola matanya malas. "Putera, jangan sampai kau meremehkan ujian ini. Ini adalah ujian akhir semester yang penting."

Putera tertawa kecil. "Tenang saja, Keira. Aku mungkin tidak selalu terlihat seperti itu, tapi aku cukup serius saat pelajaran. Oh, ya. Terima kasih karena telah memperingatkanku."

"Idih!" Keira semakin kesal dengan tingkah dari Putera ini, namun dua tidak mau lanjut berbicara.

"Baiklah, kita harus fokus pada persiapan ujian akhir semester," kata Shara dengan nada yang lebih ceria. "Kita bisa belajar bersama dan membantu satu sama lain untuk sukses."

Mendadak perasaan Keira mulai tidak enak setelah mendengar ucapan Shara. Entah mengapa dia dapat menebak arah ucapan Shara selanjutnya.

"Putera, bagaimana kalau kita kerja kelompok di rumah Keira nanti malam?" tanya Shara yang membuat Keira melotot.

"Shara!" ucap Keira sekali sambil menjitak rambut kepala Shara dengan kepalan tangannya.

Putera terkekeh melihat interaksi mereka berdua, namun kemudian menjawab, "maaf, sepertinya aku tidak bisa."

Tingkah mereka langsung terhenti, yang itu terdengar sangat aneh di telinga mereka berdua. Bukankah Putera suka mengejar Keira? Apa karena...

"Apa karena kau takut pada orang tuanya? Hahaha! Di rumah Keira itu hanya ada adiknya, kedua orangtuanya tengah sibuk bekerja sehingga jarang pulang, loh!" ucap Shara yang membuat Keira kembali melakukan hal yang sama.

"Tetap saja tidak bisa," jawab Putera lagi.

"Bagaimana kalau besok malam?"

"Tidak bisa."

"He? Bagaimana kalau 2 hari lagi?"

"Sama saja. Aku tidak bisa datang."

Shara terlihat menghela nafasnya. "Lalu kapan kau bisa datang untuk kerja kelompok?"

"Meskipun aku ingin datang, namun apabila waktunya malam hari, aku tetap tidak bisa datang," jawab Putera kembali.

"Hah?" Tanya Keira dan Shara bersamaan.

Benar-benar keras Kepala

Sementara itu, di kelas XI IPA 3, terlihat sosok lelaki tengah asyik membaca buku. Dia terlalu fokus membaca buku sampai tidak sadar bahwa seorang gadis telah mendatanginya. Gadis itu terlihat menatap Lelaki ini sambil tersenyum jahil, lalu segera merampas buku itu sehingga lelaki ini tersentak.

"Kerthi, bisakah kau tidak mengagetkanku?" Tanya lelaki ini kesal.

Gadis ini malah tertawa. "Itu salahmu sendiri karena terlalu fokus dengan bukumu, Antara," balasnya.

Lelaki yang bernama Antara itu mulai memutar bola matanya malas, lalu mengambil buku itu kembali, hendak membacanya. Gadis itu pun juga tidak keberatan menyerahkan buku itu kembali.

"Ngomong-ngomong, anak baru kemarin itu.... adikmu, bukan?" Tanya Gadis yang bernama Kerthi itu.

Lelaki yang dipanggil Antara itu terdiam sejenak, lalu menjawab, "kau benar. Dia adikku, namanya Putera."

"Yah, selama bertahun tahun, kau tidak pernah salam sapa dengannya, bahkan kau biarkan dia tinggal di rumah itu sendirian. Aku berfikir sampai sekarang, kenapa kau melakukan itu?"tanya Kerthi.

Antara terdiam sejenak, mendadak dia ingat masa lalu. Di keluarganya, Putera adalah orang yang sangat dimanja, bahkan ayah dan ibu seringkali bertindak tidak adil kepada dia. Saat masih kecil, mereka sempat bertengkar, yang berakhir dengan adiknya menangis. Ayah dan ibu pun marah hanya kepadanya.

Pernah pula, mainan yang dia miliki diambil adiknya lalu saat diminta balik, adiknya itu tidak mau, ortunya malah memarahi dia. Ketidakadilan di keluarga itu terus menerus terjadi, sampai akhirnya dia muak dan memilih pergi dari rumah itu tanpa bisa dihentikan. Seminggu kemudian orang tuanya mengalami kecelakaan saat mereka mencoba mencari keberadaannya dan akhirnya wafat, dia bahkan tidak menghadiri upacara pemakamannya. Sampai kini, dia masih memiliki dendam karena ketidakadilan itu.

"Kau sendiri tahu, kan?" Tanya Antara, malah membuat Kerthi meneguk salivanya kasar. Dia tahu, Antara sangat tidak suka jika seseorang membela Putera saat ini, karena Ketidakadilan yang dia terima.

"Aku tahu itu, tetapi kau sama sekali tidak berbicara dengannya,"ucap Kerthi berhati-hati.

"Biarkan saja," ucap Antara acuh tak acuh.

"Aku dengar, adikmu mulai mendekati Keira sekarang. Bagaimana menurutmu?" tanya Kerthi lagi.

"Keira?" tanya Antara cukup terkaget.

"Yah, Keira dari keluarga Wijaya."

Antara menepuk jidatnya. "Dasar bocah itu, sama sekali tidak berkaca pada dirinya sendiri. Sudah tahu dia kini hanya yatim piatu tanpa orangtua, bahkan bersekolah disini pun karena Beasiswa, bisa-bisanya mendekati gadis Konglomerat seperti Keira," ucapnya.

Kerthi tersenyum. Dia tahu, Antara sebenarnya masih menyayangi adiknya itu, namun dia tertutupi rasa dendam atas ketidakadilan di masa kecil. "Dia sekarang menjadi pusat perhatian. Kau sebagai kakaknya, tidak ingin melakukan sesuatu?"

"Dia bisa melakukan apa yang dia inginkan," kata Antara dengan nada acuh tak acuh. "Aku tidak peduli dengan urusannya."

Kerthi menghela nafasnya. Memang mustahil untuk membujuk Antara agar berbaikan kembali dengan Putera kalau sudah begini. "Terserah kau saja."

Bel pelajaran berakhir telah berbunyi. Mereka semua telah bersiap-siap untuk pulang, tidak terkecuali Antara dan Kerthi. Mereka kini memang tinggal serumah setelah minggat dari rumah dari orang tuanya, lalu membangun usaha laundry secara hersama-sama.

Mereka mulai keluar kelas, secara bersama sana, sampai menemukan di gerbang sana ada Putera yang masih saja dekat dengan Keira. "Bocah itu, apa dia tidak malu menjadi pusat perhatian?" tanya Antara kesal.

"Kau perhatian juga padanya," ucap Kerthi sambil tersenyum.

Antara menatap Kerthi sejenak, lalu menjawab, "mustahil aku perhatian padanya.

Kerthi terkekeh melihat respon dari Antara, yang memang sebenarnya Lelaki ini sudah dia anggap teman terbaiknya.

"Ayo kita pulang, lalu kita bekerja kembali," ucap Kerthi sembari mendorong Antara untuk jalan.

Waktu cepat berlalu. Pada keesokan harinya, Antara mulai memasuki Sekolah, lalu berpapasan dengan Putera. Putera terlihat asyik bercanda dengan teman temannya, yang memang bahwa Putera termasuk lelaki yang sangat ramah dan periang. Senyuman tipus terbit di bibir Antara, namun dengan cepat senyuman itu memudar. Antara langsung memutuskan untuk berlalu tanpa kata-kata, membiarkan adiknya itu masih asyik bersama temannya.

Kerthi yang menatapnya tampak menggelengkan kepalanya. Seperti biasa, Antara akan selalu memperhatikan adiknya, namun enggan mengakui nya.

Putera sendiri sempat menoleh ke arah Antara, dia hanya terdiam sejenak, lalu kembali melanjutkan canda tawanya.

Bel masuk berbunyi. Mereka semua mulai memasuki kelas. Terlihat Antara tengah berada di pintu depan kelas XI IPA 3, sempat menatap ke arah kelas X IPA 1, yang terlihat Putera membuntuti gadis Konglomerat itu. Antara menghela nafasnya, merasa sedikit malu dengan apa yang Putera lakukan sehingga banyak perhatian tertuju padanya. "Putera itu..."

Antara mulai masuk ke dalam kelasnya, lalu duduk di bangkunya. Di sebelahnya, Kerthi tengah menunggunya. "Kau terlihat begitu perhatian pada adikmu," ucap Kerthi.

"Jangan mengarang," ucap Antara kesal, membuat Kerthi tertawa.

"Oh, ya. Kau tahu, kemarin malam aku lihat adikmu menjadi pegawai di Toko Ganesha," ucap Kerthi, membuat Antara mulai menatapnya dengan perasaan tidak percaya. "Dia kerja part time di malam hari sampai pukul 11 malam. Gila tidak, tuh?"

Mendengar bahwa adiknya bekerja part-time di malam hari membuatnya merasa campur aduk. Meskipun dia ingin menjaga jarak dari Putera, dia masih merasa peduli terhadapnya. Namun, dia tidak ingin mengakui perasaan itu.

"Part-time di malam hari? Biarkan saja. Itu urusan nya," kata Antara dengan nada yang mencoba untuk tetap acuh tak acuh, meskipun dia merasa khawatir.

Bagaimana tidak, selama ini yang dia tahu adalah Putera selalu tidur di pukul 9 malam saat ortu masih ada. Sekarang dia kerja sampai pukul 11 malam? Bagaimana dengan kesehatannya nanti?

"Adikmu itu pekerja keras. Dia bilang sudah waktunya untuk mandiri. Jika kakakku bisa, kenapa aku tidak? Begitu katanya."

"Jika dia merasa itu adalah yang terbaik untuknya, biarkan dia melakukannya," kata Antara dengan nada yang tetap mencoba untuk terdengar acuh tak acuh.

"Terserah kau saja," ucap Kerthi lagi.

Bel istirahat berbunyi. Antara tengah menatap Putera yang tengah asyik menempeli Keira di Kantin ini. Terlihat Keira Itu begitu risih dengan keberadaan Putera dan juga ada gadis yang lagi satunya tengah asyik nimbrung juga. Melihat interaksi mereka justru membuatnya merasa malu. Adiknya itu benar benar tidak peduli apapun.

Kerthi melihat Antara yang tampak gelisah. "Sepertinya kamu masih peduli dengan adikmu, Antara," katanya dengan lembut.

Antara menggelengkan kepala, mencoba untuk menepis perasaannya. "Tidak, aku sudah bilang berkali-kali, aku tidak peduli dengan urusannya."

Kartu menghela nafas pelan. Ini sudah ke sekian kalinya dia terlihat gelisah setiap kali bahas sial adiknya, namun dia selalu saja menepisnya. "Benar-benar keras kepala sekali," ucap Kerthi.

-bersambung-

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!