Di pagi hari yang cerah seorang gadis berwajah cantik, berkulit putih bersih, bermata coklat, rambut hitam bergelombang terikat dengan rapi, dia terlihat siap menyambut hari dengan pakaian kerja rapi yang sangat pas di tubuh rampingnya.
Gadis berusia 21 tahun yang sering di sapa Mei itu mengayuh sepedanya dengan gembira menuju tempat kerjanya. Dia melewati jalan yang ramai tanpa merasa terganggu sama sekali dengan bunyi kendaraan.
Sudah 6 bulan ini Mei bekerja di kota sebagai cleaning service di perusahaan besar bernama Santosa company. Dia hanya lulusan SMA sehingga dia hanya bisa jadi seorang tukang bersih-bersih di perusahaan besar milik orang terpandang di kota ini.
Dia bekerja ke kota demi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik untuk dirinya dan neneknya.
Dia mempunyai banyak hutang dengan juragan di kampung untuk biaya sekolahnya dulu, jadi dia ke kota agar bisa melunasi hutang-hutang yang semakin lama semakin membengkak karena bunga yang begitu besar.
Di kampung dia hanya bisa bekerja di sawah dengan upah yang kecil, dia juga membantu neneknya membuat kerupuk untuk di jual ke warung-warung di kampung.
Hasil dari kerja keras nya bekerja hanya mampu memenuhi kebutuhan makan sehari-hari nya dan sang nenek, makanya dia belum mampu membayar hutang - hutangnya ke juragan yang adalah seorang rentenir yang selalu mengambil keuntungan dari orang yang sedang susah.
Karena sudah tertekan banyak hutang Mei memutuskan untuk melamar di salah satu perusahaan besar di kota karena gaji yang lumayan dan fasilitas yang memadai, beruntungnya dia di terima dengan mudah padahal baru beberapa hari mengirim lamaran ke perusahan itu.
Awalnya Mei cukup ragu untuk meninggalkan sang nenek yang sudah renta sendirian di kampung, neneknya lah yang selama ini dia pikirkan sehingga dia selalu mengurungkan niatnya untuk bekerja ke kota setelah lulus sekolah.
Dia hanya punya sang nenek yang tersisa di dalam hidupnya jadi ada ketakutan tersendiri dalam diri Mei jika tak bisa melihat sang nenek lebih lama lagi, dia ingin menghabiskan waktunya bersama sang nenek yang sudah sangat tua dan mungkin saja hidup sang nenek tidak akan lama lagi.
Namun sang tetangga samping rumahnya yang bernama Umi terus meyakinkan Mei agar pergi ke kota untuk bekerja agar bisa terbebas dari jeratan hutang, Umi berjanji akan menjaga sang nenek dengan suka rela selama Mei bekerja di kota.
Selama 6 bulan bekerja di Santosa company, Mei akhirnya sedikit demi sedikit bisa membayar hutang ke rentenir, dia juga bisa mengirim sedikit uang untuk kebutuhan sang nenek.
Gajinya selama 6 bulan ini tak pernah Mei gunakan sama sekali, semuanya dia kirim ke kampung untuk membayar hutang dan memenuhi kebutuhan sang nenek.
Keberuntungan bagi Mei karena Santosa company menyediakan rumah kecil yang tak jauh dari perusahaan untuknya, perusahaan itu juga memberikan uang makan untuk Mei bahkan semua kebutuhannya seperti pakaian, perlengkapan wanita, hingga perlengkapan mandi serta kebutuhan dapur selalu di kirim oleh perusahaan setiap bulannya. Sepeda yang dia tumpangi untuk berangkat bekerja pun dari perusahaan. Hal itu lah yang menyebabkan Mei tak pernah menggunakan uang gajinya sepersen pun dan selalu di kirim ke kampung.
Mei sedikit heran dengan perlakuan istimewa perusahaan kepada dirinya karena karyawan yang lain tidak mendapatkan perlakuan yang sama seperti yang dia dapatkan.
Dia pernah menanyakan ke bagian HRD namun mereka hanya menjawab karena Mei seorang perantau makanya mendapatkan semua fasilitas itu.
Mei yang polos percaya begitu saja dengan ucapan sang HRD, dia menganggap itu adalah keberuntungannya. Yang terpenting adalah dia bisa membayar hutang dan memberikan kehidupan yang lebih baik ke sang nenek.
Setelah sampai di tempat kerja dia memarkirkan sepeda dengan cat pink itu di parkiran khusus sepeda.
Seperti biasa Mei selalu memulai hari dengan senyuman, dia adalah gadis pekerja keras yang jarang mengeluh walaupun pekerjaan nya melelahkan, dia selalu siap bekerja dengan hati.
Dengan langkah pelan Mei memasuki loker untuk menaruh tasnya.
"Selamat pagi Ratna." sapa Mei ke teman seperjuangan nya. Ratna adalah seniornya namun Ratna begitu baik selalu membimbingnya sehingga meraka akhirnya menjadi teman baik.
"Pagi Mei, kau sudah sarapan?"
"Sudah donk."
"Baguslah, kalau gitu ayo kita memulai hari dengan pekerjaan, semangat!" teriak Ratna penuh keceriaan. Sifat mereka hampir mirip, itu yang membuat mereka mudah dekat.
"Semangat!" sahut Mei menimpali.
Penuh jiwa semangat Mei mengambil alat-alat bersih-bersih bersiap untuk menjalankan tugas.
Saat asik mengepel lantai koridor di lantai 11, seorang wanita yang adalah kepala OB datang menghampiri Mei.
"Selamat pagi buk Ami," sapa Mei menunduk hormat. dia segera menghentikan aktifitasnya, dia tahu pasti Ami akan memberikan instruksi kepada dirinya.
"Mei, kamu bersihkan ruangan rapat di lantai 12 bersama Ratna, karena jam 9 nanti akan di gunakan rapat oleh Presdir dengan klien dari luar negeri, jadi bersihkan sebaik mungkin, jangan sampai ada kesalahan." ujar wanita yang di panggil Ami oleh Mei.
"Baik Buk, tapi siapa yang akan membersihkan di sini?"
"Yang lain akan membersihkan ini, cepat kesana, Ratna sudah menunggu mu disana."
"Baik buk, saya akan segera kesana," Mei menyerahkan alat pel nya ke Ami begitu saja, lalu dia ingin beranjak dari sana.
"Mei!" geram Ami.
Langkah Mei terhenti, perlahan dia mundur untuk kembali menghadap Ami. "Ada apa buk? apa anda memiliki instruksi lain?"
Ami berdecak kesal. "Gadis muda ini sungguh tak tau malu, tak sadar apa dia melakukan kesalahan." gumam Ami kesal.
"Ibu kenapa? ada yang salah?" tanya Mei yang melihat Ami menutup mata dengan tangan yang terkepal sambil bicara sendiri.
"Buk Ami sudah mulai tidak waras berbicara sendiri, tadi manggil aku sekarang malah ngomong sendiri." gumam Mei dalam hati tanpa tau kalau dirinya lah yang menyebabkan Ami seperti itu.
"Untuk apa kau memberikan alat pel ini kepada ku, kau berani memerintah sekarang? kau ingin aku menaruh alat ini Pantry? kau sudah melewati batas mu bocah kecil." geram Ami, dia merasa Mei tidak sopan kepada dirinya yang notabene adalah seorang pemimpin di bagian OB.
Mei nyengir kuda, memperlihatkan deretan gigi yang berjejer rapi. "Hehehehe, Maaf buk, tadi saya reflek." Mei langsung mengambil kembali alat pel itu dari tangan Ami sebelum perempuan yang lebih tua darinya itu murka.
"Kali ini kau aman, awas saja sampai terjadi lagi." Tegas Ami.
"Kalau begitu saya permisi buk." Segera Mei pergi karena pekerjaan sudah menunggu di tempat lain.
"Dasar bocah ingusan, tak kenal siapa Ami apa? aku ini adalah pemegang rekor sebagai kepala OB terlama di perusahaan ini, aku sudah bekerja disini selama 15 tahun dan menjabat sebagai kepala OB selama 10 tahun, tak tahu apa kalau aku dari belum menikah sudah bekerja disini." oceh Ami seorang diri, Wanita berusia 35 tahun itu selalu merasa paling senior, dia gila dengan hormat padahal jabatan yang dia pegang hanya sebagi kepala OB. Namun kesetiaan kepada perusahaan bisa di acungin jempol.
Happy Reading 🥰♥️♥️😘
I LOVE YOU 3000😘♥️🥰😘
Seperti itulah keseharian Mei saat bekerja, dia sering di marahi sama buk Ami. Wanita paruh baya itu sedikit aneh, kadang galak namun juga kadang konyol tapi Mei tidak keberatan dengan itu, dia malah terhibur dengan tingkah Buk Ami yang sok superstar dan sedikit centil sama karyawan laki-laki, padahal dia sudah punya suami dan 2 anak, memang ya ibuk-ibuk suka lihat yang segar-segar.
"Robi, bagaimana keadaan Mei saat ini? Apa dia sudah bisa bersosialisasi dengan baik?" ujar seorang pria paruh baya yang duduk di kursi kebesaran miliknya.
"Selama 6 bulan ini dia bekerja dengan baik, tak pernah ada masalah, dia juga anak yang ceria dan penuh semangat dalam bekerja." jawab Robi sang Assisten.
Pria paruh baya itu jadi teringat 6 bulan lalu saat menerima beberapa CV dan surat lamaran dari bagian HRD dan saat itu CV Mei langsung menarik perhatian pria paruh baya itu karena Mei mirip oleh seseorang yang pernah ada di kehidupan putra sulungnya, dia jadi mempunyai sebuah rencana di otaknya yang pintar.
"Bagaimana bisa dia sangat mirip sekali dengan Bela?" gumam Pria paruh baya itu di dalam hati.
"Bagus, terus awasi dia dengan baik, Mei adalah aset kita untuk menarik kembali Daniel anak ku."
"Baik Tuan Robert." ujar sang Assisten bernama Robi dengan hormat.
Robert Santos adalah pengusaha sukses yang berkecimpung di bisnis perhotelan dan villa. Dia sangat berhasil di dunia bisnis namun sayangnya gagal dalam membangun keluarga yang harmonis dan bahagia. Dia telah mengecewakan putra sulungnya Daniel sehingga putranya tak mau meneruskan kerajaan bisnis yang telah dia bangun selama 30 tahun.
Daniel meninggalkannya sudah 4 tahun lamanya, pria muda berusia 29 tahun itu berusaha keras untuk bisa membangun usahanya sendiri, dia tak mau bergantung dengan ayahnya karena dia sangat membenci pria paruh baya itu.
Di tempat lain seorang pria muda yang tampan, tinggi, dan berbadan atletis tengah meeting bersama karyawannya yang berjumlah sekitar 20 orang, walaupun dia masih memiliki sedikit karyawan tapi usahanya di bidang real estate cukup berkembang selama 4 tahun ini.
Dia menggaet talenta-talenta yang sangat mumpuni untuk bekerja di perusahaan kecilnya. Ya bisa di bilang kecil karena perusahaan itu hanya sebuah bangunan yang tidak terlalu luas dengan hanya 2 lantai saja di dalamnya.
Di lantai 2 perusahaan kecil itu mereka tengah membahas tentang mereka yang akan memperluas usaha dengan cara mencari investor dari luar negeri untuk membantu.
"Baiklah, rapat kita akhiri, kita lanjutkan Minggu depan untuk membahas perkembangannya." ujar sang pemimpin.
"Baik Tuan Daniel," ucap mereka serempak lalu segera membubarkan diri.
Ting
Ada pesan masuk ke handphone Assisten Daniel yang bernama Mile, dia adalah sahabat Daniel saat dia bersekolah di Inggris.
"Tuan, ada berita yang cukup buruk," ujar Mile, walaupun meraka bersahabat namun Mile tetap sopan terhadap Daniel saat berada di kantor karena bagaimana pun saat ini sahabatnya itu adalah bosnya.
"Apa itu?" Daniel menaikkan satu alisnya. Dia mengalihkan fokusnya dari tumpukan kertas yang sedang dia baca.
"Mr, junior sudah yakin ingin membatalkan kerjasama dengan kita, setelah saya memintanya untuk mempertimbangkan lagi." Mile mengatakannya dengan ragu, dia melihat wajah bosnya yang masam, Mr, junior adalah investor luar negeri pertama yang berhasil mereka ajak kerjasama namun pria Inggris itu membatalkan kerjasama secara sepihak tanpa alasan yang pasti, bahkan Mr. Junior berani memberikan biaya pinalti terhadap pelanggaran kontrak.
"Apa sekarang ada campur tangan pria tua itu lagi?"
"Iya Tuan, anda tahu sendiri ayah anda menaruh saham yang cukup besar di perusahaan Mr, junior. Dia mengancam akan menarik semua saham jika bekerjasama dengan kita." ujar Mile yakin.
"Sial, lagi dan lagi dia menganggu kita," kesal Daniel meremas sesuatu yang ada di meja.
Selama 4 tahun terakhir dia membangun usaha seorang diri namun selalu saja di ganggu oleh ayahnya, bahkan pernah sampai Daniel mengalami kerugian yang sangat besar akibat ulah ayahnya dan saat itu perusahaan yang dia beri nama Home Company itu hampir gulung tikar namun beruntungnya dia bangkit lagi karena dukungan para karyawannya dan juga sang sahabat Mile yang setia berada di sisinya walaupun dalam keadaan yang buruk sekalipun.
"Apa yang harus kita lakukan Deniel? Ayahmu terus-menerus berbuat seperti ini, kapan kita bisa maju? sudah sampai sini saja kita termasuk beruntung," ujar Mile yang berubah berbicara tidak formal kepada Daniel.
"Dia tidak akan pernah puas sampai aku mau meneruskan perubahan Santosa Company," jawab Daniel yang terlihat menghela napas lelah, tantangan terbesarnya dalam membangun usaha bukan karena dia tidak mampu dan tidak kompeten tapi karena gangguan yang terus berikan ayahnya, Robert Santos sang ayah tahu jika anaknya memiliki kemampuan di atas rata-rata makanya dia terus menggangu karena tak mau anaknya lebih dari dia, jika Daniel bisa lebih dari dia tidak ada harapan lagi untuk membujuk anaknya untuk kembali ke rumah dan meneruskan usahanya.
"Sampai kapan Daniel?"
"Kita lihat saja dulu pergerakannya Mile."
Tak terasa hari sudah sore, ini waktunya Mei pulang.
"Ratna, aku pulang duluan ya," ujar Mei yang sudah mengendong tas di punggungnya.
"Buru-buru amat, mau kemana sih? ayo temenin aku beli buku komik dulu, ada keluaran terbaru nih," rengek Ratna yang adalah seorang pencinta komik, gadis yang lebih tua 3 tahun dari Mei itu mendedikasikan hidupnya untuk membaca buku komik, baginya karakter di komik itu adalah temanya, Ratna jarang keluar hanya sibuk membaca komik di rumah. Sepertinya gadis itu terobsesi dengan dunia komik makanya sampai sekarang tak punya pacar.
"Maaf ya Ratna, aku kali ini nggak bisa menemani karena nenekku besok mau berkunjung ke kota makanya aku harus membersihkan rumah dulu," ujar Mei merasa menyesal.
"Oke lah nggak masalah," manyun Ratna. "Tapi kalau nenek mu udah datang aku boleh ya ke kos kamu, mau kenalan sama nenek Mirna yang hebat udah besarin cucunya yang cantik ini hehehhe," ujar Ratna ceria yang awalnya cemberut karena nggak di temenin ke toko buku.
"Iya, aku pasti ajak kamu ketemu nenek, pasti nenek senang kalau cucunya punya teman yang baik kayak kamu, kalau gitu aku pulang dulu ya, Daaaaa," Mei melambaikan tanganya sambil berlalu pergi.
"Huhhh, sendiri lagi, nggak ada yang nemenin, ya gini nasib nggak punya pacar, nyesek." Ujar Ratna yang melihat teman dekatnya berlalu pergi, walaupun baru kenal 6 bulan mereka sangat mudah dekat satu sama lain padahal Ratna tipe orang yang cuek dan susah bergaul dengan orang lain, jauh berbeda dari Mei gadis berkepribadian ceria yang supel.
Happy Reading guys 😘😘🥰♥️♥️
I LOVE YOU 3000♥️🥰😘🥰🥰
Dalam perjalanan pulang Mei mampir dulu ke sebuah supermarket untuk membeli beberapa perlengkapan dan bahan makanan untuk sang nenek yang akan menginap satu minggu di rumahnya. Dia punya stok makanan di rumah tapi itu hanya cukup untuk dirinya seorang.
Dengan menenteng keranjang belanja, Mei sibuk kesana-kemari untuk mencari makanan yang akan dia beli. "Nenek suka kopi hitam, lebih baik aku beli kopi hitam aja dulu," ujar Mei yang mencari di bagian rak berisi berbagai jenis kopi disana.
Hap.
Mei tak sengaja memegang tangan seseorang karena ia ingin mengambil barang yang sama. "Maaf Tuan, silakan anda lebih dulu," ujar Mei lembut lalu menarik kembali tangannya.
Namun Pria tampan yang adalah Daniel seketika diam membantu tak bergerak sama sekali, dia malah menatap Mei nanar. "Bella." Lirih Daniel, air mata pria yang memiliki tubuh tinggi itu bahkan sudah jatuh begitu saja saat menyebutkan nama yang asing di telinga Mei.
"Ada apa dengan anda Tuan? Anda baik-baik saja?" tanya Mei yang melambaikan tangannya di depan wajah Daniel.
"Aku merindukan mu Bella," Daniel seketika memeluk Mei yang tepat ada di depannya.
Mei yang di peluk oleh orang asing otamatis secara reflek mendorong pria itu dengan kasar. "Maaf Tuan, anda sudah kurang ajar memeluk orang sembarangan," marah Mei menatap sinis Daniel yang masih menatapnya sendu.
"Maaf, aku tadi reflek saja, kamu mirip seseorang yang aku kenal," ujar Daniel yang sadar saat mendengar suara Mei yang begitu nyaring.
Mei mendengus kesal. "CK, alasan saja, dasar mesum," gerutu Mei berlalu meninggalkan Daniel dengan hati yang amat sangat dongkol.
"Daniel sadarkan dirimu, Bella sudah bahagia di surga," gumam Daniel dalam hati sambil melihat punggung Mei yang mulai menghilang dari pandangannya.
"Bro, kau kenapa?" tanya Assisten Mile yang mendekat menghampiri Deniel dengan mendorong troli yang sudah penuh dengan barang belanjaan.
"Aku oke, hanya bingung kau suka kopi yang mana?" bohong Daniel.
"Anda kan sudah tahu saya sukanya kopi hitam, sepertinya anda sudah lupa ingatan Tuan Daniel," ujar Mile berbicara formal untuk mengejek Daniel sang bos sekaligus sahabatnya.
"Diam kau, udah untung aku temenin," kesal Daniel.
"Ya dehh bos, maaf."
Mile adalah anak yang sangat berbakti, dia selalu berbelanja bulanan untuk sang ibu namun selalu saja pria itu melibatkan Daniel dalam hal ini.
Mile tidak lahir dari keluarga yang kaya raya makanya rutinitas membantu orang tua seperti ini adalah hal biasa baginya walaupun dia sudah bekerja namun dia tak malu melakukan hal tersebut.
Mile bukan tipe orang yang gengsian, dulu saja dia bisa kuliah di Inggris karena beasiswa dan harus kerja paruh waktu sebagai tukang cuci piring di inggris demi memenuhi kebutuhan makannya sehari-sehari, maklum disana semua serba mahal.
Walaupun Mile kadang menyebalkan tapi Mile adalah sosok yang sangat pintar, maka dari itu Daniel tak segan menjadikan Mile sebagai Asistennya.
*
Hari ini Daniel pergi ke kantor ayahnya untuk membahas tentang ayahnya yang lagi-lagi dengan sengaja menghalangi pekerjaannya. Sebelum ayahnya bertindak lebih jauh, dia harus bertemu walaupun sebenarnya sangat malas untuk bertemu dengan pria paruh baya itu.
Daniel kesana mengendarai mobil seorang diri, semenjak pisah rumah dengan sang ayah, dia terbiasa mengendarai mobil seorang diri jika Asistennya Mile sedang mengurus pekerjaan yang lain. Dia tidak memperkejakan supir untuk menghemat pengeluaran.
Daniel pergi dari Mansion mewah sang ayah tanpa membawa apapun, bahkan baju tidak dia bawa, bahkan saat itu untuk membangun usahanya dia harus mengajukan pinjaman ke Bank agar mendapatkan modal, untung saja dia punya tanah yang lumayan luas sebagai jaminan di bank, tanah itu adalah milik ibunya yang mendapatkan warisan dari keluarga sang ibu.
Mobil yang di kendarai oleh Daniel mulai memasuki pelataran perusahaan, disana terpanggang jelas plang yang bertulisan Santosa Company, setelah memarkirkan mobil dia turun dari mobil dengan gayanya yang gagah.
"Lama sekali aku tidak kesini," ujar Daniel membuka kaca mata hitamnya agar bisa melihat lebih jelas lagi.
"Si tua itu memang payah, desain nya kurang modern, perusahaan ini tidak banyak berubah padahal sudah 4 tahun aku tinggalkan," ujar Daniel mengejek ayahnya yang kuno.
Setelah puas menjelekkan sang ayah, dia lanjut untuk masuk ke dalam. Semua karyawan seketika menunduk hormat saat melihat mantan bos yang pernah memimpin mereka untuk pertama kalinya datang lagi ke perusahaan.
Terutama para karyawan lama, mereka dulu sangat shock karena anak pemilik perusahaan mengumumkan pengunduran diri sebagai CEO perusahaan padahal baru 3 tahun mengambil alih posisi sang ayah. Saat itu semua orang bertanya-tanya apa yang membuat Daniel mengundurkan diri dari jabatan yang begitu di dambakan banyak orang itu.
Saat itu rumor beredar kalau Daniel depresi karena kehilangan sang calon istri dan ibu di waktu yang hampir berdekatan.
"Selamat pagi Tuan Daniel," sapa beberapa karyawan yang mengenal Daniel.
"Pagi," senantiasa pria itu membalas sapaan semua karyawan.
Perusahaan langsung gempar dengan berita kedatangan Daniel ke perusahaan. Dengan cepat berita langsung menyebar ke semua departemen, termasuk departemen paling bawah pun. Apakah Daniel akan memimpin perusahaan ini lagi? itulah yang ada di pikiran semua penghuni perusahaan.
"Tuan besar, Tuan Daniel ingin bertemu dengan anda," ujar Robi sang Assisten melaporkan.
Pria paruh baya itu tersenyum miring. Dia tahu betul anaknya akan datang karena dia lah yang memancing Daniel datang dengan cara menggangu pekerjaan putranya, hanya dengan cara itulah dia bisa bertemu dengan putra sulungnya. "Dimana dia?"
"Tuan Daniel berada di ruang tunggu."
"Suruh dia masuk."
"Baik Tuan besar."
Dengan segera Robi pergi dari sana untuk menjalankan tugasnya.
"Permisi Tuan Daniel, anda di persilahkan masuk," ujar Robi menunduk hormat.
"Terimakasih Robi, kau masih saja kaku seperti dulu," ujar Daniel menepuk bahu Robi, dia suka sekali menjahili Assisten ayahnya yang sudah mirip dengan robot itu.
Dengan tubuh tegak penuh percaya diri, Daniel masuk ke ruangan kerja sang ayah di ikuti oleh Robi di belakangnya. "Saya ingin bicara sesuatu dengan anda," ujar Daniel dingin.
"Duduk lah Nak, kenapa kau sangat terburu-buru," ujar Tuan Robert menyambut sang putra, dia ingin memeluk sang putra yang sangat dia rindukan namun Daniel langsung memberi isyarat dengan tangannya agar pria paruh baya itu tidak mendekat ke arahnya.
Robert langsung mengurungkan niatnya dan langsung duduk di sofa. Di dalam hatinya dia sangat sedih dan kecewa tidak bisa melepaskan kerinduan ke Daniel namun dia berusaha untuk bersikap tegar dan biasa saja. Dia sadar putranya berbuat seperti itu karena kesalahannya yang sangat besar. "Duduklah Nak, Robbi suruh seseorang untuk membawakan minuman."
"Baik Tuan besar," ujar Robi langsung menyanggupi.
"Saya tidak suka basa basi, langsung ke intinya saja, jangan ganggu kehidupan saya lagi, jangan ganggu perusahaan saya, dengan anda berbuat demikian semakin membuat saya yakin untuk memutuskan hubungan kita untuk selamanya," ujar Daniel, dengan santainya dia memasukkan satu tangannya ke kantong celana, dia bahkan tidak duduk.
Happy Reading ♥️♥️♥️😘
I LOVE YOU 3000😘♥️🥰♥️♥️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!