NovelToon NovelToon

Hidden Feelings

HF Bab1. Keberangkatan

Disebuah gedung yang luas yang dipenuhi dengan bunga-bunga yang tersusun rapi, dan di atas sana berdiri sepasang pengantin yang sedang tersenyum bahagia. Dua sejoli yang baru saja sah menjadi suami istri dan sedang merayakan resepsi pernikahannya.

Dan seorang gadis cantik hanya duduk diam sambil memegangi gelas berisikan minuman yang baru saja ia teguk, rasanya begitu haus dan kering bagian tenggorokannya. Bahkan minuman yang baru saja masuk kedalam mulutnya tidak membuat tenggorokannya basah.

"Sayang kita pulang, besok kamu harus berangkat pagi." Arabella menyentuh bahu putrinya yang duduk sendiri.

Wajah sedihnya berganti dengan senyuman saat menatap sang Mama.

"Arjun kemana Mah?" tanya Amara yang tidak melihat adiknya bersama sang mama.

"Dia sudah ke mobil dengan ayah mu,"

Amara memilih berdiri dan menaruh gelas yang ada ditangannya diatas meja.

"Kamu tidak berpamitan dulu," Arabella melirik pengantin di atas singgasana.

"Mama kan sudah, jadi sama saja kan."

"Kau ini," Arabella menggandeng tangan putrinya untuk keluar dari ballroom pesta yang masih berlangsung.

*

*

"Tidak ada yang tertinggal? coba cek lagi sayang," Arabella terus saja bicara membuat Amara menjadi pusing.

Semua yang meyiapkan Mamanya bahkan Amara sendiri memilih diam menonton mamanya yang sibuk mengemas barang apa saja yang dia bawa.

"Mah," Amara memeluk mamanya yang sibuk sendiri, membuat Arabella yang hendak menutup koper terhenti.

"Tidak ada yang tertinggal Mama sendiri yang menyiapkan." Ucap Amara yang memeluk Mamanya erat.

"Hm, mama hanya tidak ingin ada yang tertinggal," Arabella mengusap lengan putrinya yang memeluknya dari belakang.

Amara terseyum, mendengar suara serak Mamanya pasti wanita yang dia cintai ini sedang menangis.

"Lima tahun Mah, tidak lama. Mama bisa berkunjung sekalian berlibur." Ucap Amara berusaha membuat hati Mamanya membaik.

Tapi bukanya baik, Arabella justru semakin terisak pilu, tidak ia bayangkan jika putri sulungnya akan menempuh pendidikan di negara orang, sebagai ibu yang tidak pernah jauh dalam kurun waktu lama tentu saja Arabella merasakan sedih yang tak terkira.

"Mama hanya belum percaya jika kamu sudah besar dan akan menuntut ilmu di negeri orang, kamu tidak ingin di sini bersama Mama. Banyak kampus terbaik dalam negeri kenapa kamu memilih untuk pergi ke Ausie." Tanya Arabella dengan wajah berlinang air mata.

Amara hanya tersenyum, "Bosen mah, Ara ingin cari suasana baru. doakan Ara mah."

Keberangkatan Amara ke Ausie memang mendadak meskipun sudah lama dibicarakan tapi Arabella dan Maher tidak menyangka jika putrinya mengambil keputusan yang sangat jauh dari ekspektasi mereka.

Mereka pikir Amara hanya bicara semata, tapi saat meminta ijin keduanya tertegun dan melihat kesungguhan dalam mata putrinya itu.

Di bandara Maher menurunkan koper putrinya dari bagasi mobil, Maher dan Arabella mengantar putrinya ke bandara untuk melepas kepergian Amara selama lima tahun mendatang.

"Jaga diri baik-baik sayang, jangan pernah mematikan ponsel mu agar kami bisa menghubungi mu." Titah Arabella yang memiliki rasa cemas berlebihan.

Amara justru terkekeh mendengar penuturan Mamanya.

"Mah, meksipun aku mematikan ponsel tapi orang-orang ayah tidak akan mematikan informasinya." Katanya sambil melirik ayahnya yang terkekeh mengangguk.

Maher merangkul bahu istrinya. "Jangan terlalu cemas, putri kita bisa jaga diri, di sana orang-orang ku yang akan menjaganya." Katanya sambil menenangkan sang Istri yang sepertinya sangat berat di tinggalkan Amara.

Keduanya mengantar Amara sampai kedalam di mana orang yang mengantar tidak bisa lagi masuk lebih dalam, Amara tersenyum saat hendak memberikan kelengkapan tiket dan paspor pada pihak pengecekkan.

Sedangkan di kediaman Maher, seorang pria baru saja datang dan kembali buru-buru masuk kedalam mobil saat baru tahu jika atasanya sedang mengantar putrinya ke bandara.

Akmal menghubungi nomor Amara namun tidak di angkat, tidak kehabisan akal Akmal menghubungi nomor Maher dan langung tersambung.

"Bapak di mana?" tanya Akmal to the poin setelah sambungan telepon terhubung.

Akmal menelan ludah mendengar penuturan Maher di seberang sana.

"Apa harus ke Ausie? kenapa mendadak sekali, maksudnya apa dia menghindari sesuatu?"

"Maksud kamu apa Akmal?"

Akmal memejamkan matanya sekilas, dan menarik napas berulang kali untuk menetralkan napasnya yang tiba-tiba memburu.

"Tidak pak, saya akan menuju bandara."

Akmal semakin cepat melajukan mobilnya, pria itu menyingkat waktu untuk sampai ke bandara karena mengemudi dengan kecepatan diatas rata-rata.

Sampainya di dalam bandara Akmal melihat Maher dan istrinya sedang berdiri melambaikan tangan membuat Akmal segera berlari mendekati keduanya.

Hah

Napas Akmal memburu, wajahnya berkeringat hanya karena berlari tadi.

"Kau kemari!"

Maher menaikan sebelah alisnya saat melihat aisistennya tiba-tiba berdiri di sampingnya.

"Ya, bukankah aku juga harus melepaskan kepergian calon bos ku?"

Maher mendengus kesal, "Seharusnya kau sedang bercinta di dalam hotel dan tidak keluar, kasihan istrimu yang justru kau tinggalkan."

Akmal hanya menatap Maher sekilas, pria itu tertegun menatap gadis yang beberapa waktu lalu baru merayakan kelulusannya.

"Semoga impian mu tercapai,"

*

*

Hayooo loooo mana nih dukungan untuk Amara wkwkwk

Jangan lupa LIKE KOMEN subscribe yaaaa😘

HF Bab 2. Akmal yang galau

"Akmal, kamu sedang cuti kenapa pagi-pagi datang kerumah?" Maher yang hendak masuk kedalam mobil bertanya pada asistennya itu.

"Em, tadinya mau mengantar berkas yang belum sempat pak Maher tanda tangani, tapi kata pelayan rumah pak Maher sedang kebandaraan mengantar Amara."

Akmal memang sedang cuti paska menikah selama satu minggu, padahal Maher memberikan libur lebih lama, tapi Akmal memilih mengambil seminggu saja karena istrinya juga hanya mendapatkan cuti satu minggu dari tempatnya mengajar. Ya, istri Akmal seorang guru, wanita yang sejak dulu Akmal tunggu pendidikannya hingga selesai hingga kini mereka bisa menikah.

"Ohh, yaudah. Kamu pulang sana, ngak kasihan sama Astrid kamu tinggal." Usir Maher yang langsung masuk kedalam mobil dan berlalu pergi meninggalkan asistennya itu.

"Gimana ngak di tinggal, orang lagi ngak bisa di pake," Gumam Akmal sambil menggaruk kepalanya, dan masuk kedalam mobilnya sendiri.

Sampainya di rumah sederhana yang Akmal siapkan untuk istrinya setelah menikah, pria itu turun dari mobil dan melihat Astrid istrinya sedang menyiram tanaman di halaman rumah.

"Kok cepat Mas?" Tanya Astrid yang menaruh selang dan mematikan kran air, ia menghampiri pria yang baru satu hari ini menjadi suaminya.

"Cuma nganter berkas, pak Maher juga sedang sibuk." Jawabnya sambil duduk di kursi teras rumah.

"Oh," Astrid yang ikut duduk hanya mengangguk.

Akmal melirik Istrinya yang duduk menatap kebawah, di mana kedua tangannya saling bertaut terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Ada yang ingin kamu katakan?" tanya Akmal yang seolah mengerti gerak gerik Astrid.

"Em, kalau mas banyak pekerjaan bisa kerja Mas, dirumah tidak melakukan apapun sepertinya Mas Akmal justru bosan." Ucap Astrid sambil menatap suaminya.

Akmal membuang napas kasar, pengantin baru kok udah masuk kantor, yang ada dirinya akan jadi bahas olokan, tapi kalau dirumah kok malah stres melihat istrinya yang tidak bisa disentuh.

"Nasib nyari tanggal ngak tanya dia dulu kapan datang masa periode." Keluh Akmal dalam hati.

"Ya udah deh, aku ke kantor aja." Akmal beranjak dari duduknya dan masuk kedalam rumah.

Astrid hanya bisa tersenyum melihat wajah suaminya yang seperti frustasi, mau bagaimana lagi ia juga tidak bisa menghentikan masa tamunya untuk tidak datang saat dirinya menikah.

Setelah beberapa saat Akmal keluar dari kamarnya sudah rapi dengan setelan jas yang membungkus tubuh tegapnya. Astrid sampai terpesona melihat penampilan suaminya sendiri meskipun sudah terbiasa melihat Akmal berpenampilan seperti ini.

"Kalau ada apa-apa telepon, aku kekantor dulu ya." Akmal mencium kening Astrid di balas dengan senyum mengambang yang Astrid tampilkan.

"Iya Mas." Astrid mengantar suaminya sampai mobil, wanita itu melambaikan tangannya saat mobil Akmal meninggalkan pekarangan.

*

*

Akmal berjalan dengan tatapan lurus kedepan, pria berparas tampan dengan aura pria dewasa itu begitu memukau untuk para wanita. Tapi pesta besar yang di selenggarakan oleh orang kepercayaan pemilik perusahaan Arama property itu cukup membuat semua wanita yang mengidolakan sang asisten patah hati.

"Loh, kok kamu masuk?" Tanya Silvia sekertaris yang membantu Akmal.

"Memangnya kenapa?" Akmal mengerutkan keningnya, sudah ia duga pasti mendapat pertanyaan seperti ini, ahh menyebalkan sekali.

"Duh, pak Akmal. Dengan adanya anda hari ini pasti membuat seisi kantor sedang menggosipkan anda." Ucap Silvia sambil terkekeh.

"Contohnya seperti kamu Silvia," Celetuk Akmal dengan wajah di tekuk.

Silvia meledakkan tawanya, yang semakin membuat Akmal kian kesal.

"Masih ketawa aku potong gajimu!" Hardik Akmal dengan wajah tak bersahabat.

Silvia yang masih tertawa langsung menutup mulutnya rapat.

"Bapak kalau mau ngancem yang valid dong, mana ada bapak bisa potong gaji saya, kalau gaji bapak aja masih bisa di potong pak Maher." Ucap Silvia dengan wajah pongahnya.

"Kamu-" Akmal mendelikkan matanya menahan kesal yang bersarang di hatinya.

Pria itu memilih masuk ke ruangannya yang membuat Silvia tertawa lebar.

"Pms kali istrinya, makanya kek orang kurang jatah," Gumam Silvia yang masih terkekeh lucu mengingat wajah aisisten itu.

"Sial!!"

Akmal membanting tas kerjanya di meja, menghempaskan tubuhnya di kursi, Akmal mengusap wajahnya kasar dengan perasaan galau.

"Ck, bikin otak tegang aja." Gumam Akmal yang justru meraih ponselnya.

Ting

Sebuah notif sosial media yang menandakan orang yang dia ikuti sedang memposting sesuatu.

Akmal membuka notifikasi postingan yang langsung membuatnya tersenyum.

"Jika bulan tidak bisa kau gapai, setidaknya kau masih bisa menatapnya."

*

*

Tinggal jejak kalian sayang, 😘😘😘🤫

Aussie

Setelah melakukan perjalanan selama beberapa jam, akhirnya Amara sampai di tempat yang akan membuatnya mendapat pengalaman baru, Amara menutup matanya dan menghirup udara baru untuknya selama kurang lebih lima tahun yang akan datang.

"Welcome Ausie," Gumamnya sambil membuang napas seperti membuang penat yang selama ini bergelayut dalam dirinya.

"Nona, mari." seorang pria berpakaian serba hitam membukakan pintu mobil untuk Amara.

"Terima kasih." Amara terseyum dan masuk kedalam mobil.

Bahasa yang digunakan orang tersebut sudah menunjukan jika dia adalah orang suruhan ayah nya.

"Nama Om siapa?" Tanya Amara ketika sudah duduk di jok belakang dan mobil berjalan meninggalkan bandara.

Belum menjawab tapi ponselnya sudah berdering, Amara menghela napas saat melihat nama yang memanggilnya.

"Ya ayah." Sapa Amara dengan bibir melengkungkan senyum saat wajah ayahnya dan juga Mamanya nampak dilayar ponselnya.

"Sayang kamu sudah sampai?" Tanya Maher yang di angguki Arabella.

Amara terseyum, "Sudah ayah, bahkan sebelum aku memberi kabar ayah pasti sudah tahu bukan?" Ucap Amara dengan bibir mengerucut.

Maher tertawa di seberang sana. "Ya, Jonas tadi sudah memberi laporan, dia yang akan menjadi supir sekaligus menjaga kamu." Kata Maher.

Amara melirik pria yang sedang mengemudi di depan sana lewat kaca spion, dan pria bernama Jonas itu mengangguk.

"Terus siapa lagi yang ayah perintahkan, tidak hanya Om Jonas kan?" Tanya Amara lagi dengan tatapan memicing.

Maher tersenyum, "Untuk saat ini Om Jonas saja,"

"Amara, kamu jangan lupa makan, jangan telat nanti magh kamu kambuh sayang." Suara Arabella yang begitu lembut namun terdengar nada khawatirnya.

"Mama jangan khawatir, bukankah Mama sudah menyetel alarm untuk ku sejak tahun lalu." Ucap Amara sambil tertawa.

Arabella ikut tertawa, ia melupakan alarm yang dia pasang di ponsel putrinya itu di mana hanya untuk mengingatkan jam makan Amara agar tidak telat.

"Iya, Mama lupa sayang. Kamu baik-baik ya, kalau adik mu libur Mama akan jenguk kamu."

Amara mengangguk, mereka mengobrol sebentar dan menyudahinya setelah Amara sampai di tempat tinggalnya.

"Pak Maher sudah menyiapkan pelayan untuk Nona, kalau butuh apa-apa hubungi saya saja non." Kata Jonas sambil menarik koper Amara dan membawanya masuk kerumah pribadi yang ternyata Maher sudah menyiapkan saat Amara meminta ijin untuk pergi.

"Kenapa ayah cepat sekali menyiapkannya." Gumamnya yang ikut berjalan masuk.

Untuk seorang ayah pasti akan melakukan hal terbaik untuk sang anak, menyiapkan semua yang dibutuhkan sekecil apapun apalagi tinggal di negara orang yang jauh dari pengawasan orang tua. Maher melakukannya untuk melindungi putrinya, tidak ingin hal-hal yang tidak di inginkan terjadi yang akan membuatnya menyesal telah gagal menjadi seorang ayah.

"Bik ini nona Amara." Jonas memperkenalkan Amara pada pelayan rumah yang usianya sekitar 40an tahun.

"Selamat datang non, panggil saja bik marla." Wanita itu tersenyum.

Amara mengangguk, "Beliau TKW dari negara kita non, pak Maher-"

"Ya..yaa. aku tahu maksud Om." Potong Amara sambil berlalu.

Jonas hanya mengangguk.

"Biar saya bawakan." Pinta bik marla pada Jonas untuk membawa koper Amara.

"Ini nomor saya nona, selama di sini saya yang akan bertanggung jawab pada Nona, jadi jangan sungkan untuk menghubungi saya." Jonas memberikan nomor telponnya pada Amara yang duduk di sofa.

"Oke, Om Jonas harus standby ya. Awas kalau nggak. aku aduin ke ayah!" Amara mendelikkan matanya pada Jonas yang di sambut kekehan pria berusia 30an itu.

"Siap nona!"

Hari cepat berlalu, hari ini adalah hari pertama Amara masuk universitas.

Universitas Melbourne adalah pilihan Amara untuk belajar tentang bisnis, di mana dia adalah pemilik tunggal perusahaan Arama property.

Bekal untuknya nanti memimpin perusahaan yang ayahnya berikan saat usianya sembilan belas beberapa bulan kedepan lebih tepatnya.

"Kalau butuh apapun hubungi aku." Jonas memberikan sedikit pengalaman nya di sini sejak keduanya melakukan perjalanan berangkat tadi.

Dan Amara memilih Jonas untuk menjadi temannya dan sekarang mereka sudah menyepakati berbicara seperti biasa tanpa adanya batas atasan dan bawahan.

"Hm, Om Jonas mau ke kantor?" tanya Amara yang baru tahu ternyata Jonas orang kepercayaan ayahnya yang memegang perusahaan cabang ayahnya di sini.

"Ya, aku harus bekerja agar mendapat gaji." Jawab Jonas sambil tersenyum.

"Oh, ya sudah." Amara meninggalkan Jonas yang masih berdiri di sisi mobil.

"Semoga kamu berhasil." Katanya sebelum meninggalkan area kampus untuk ke kantor.

Amara terseyum saat beberapa orang juga tersenyum padanya, hari pertama memang seperti ini ia harus bertanya untuk sampai ke tempat tujuan.

"Hay, kamu murid baru?" Tanya seorang gadis yang tiba-tiba muncul di depan Amara. Gadis itu bertanya dengan bahasa yang tentu saja Amara mengerti.

"Ya, aku Amara dari Indonesia." Katanya sambil mengulurkan tangan.

Gadis itu meyambutnya dengan antusias.

"Mikha, senang berkenalan denganmu."

Keduanya saling berbincang dan ternyata satu kelas, Amara cukup lega saat mendapat teman dengan cepat.

Hingga obrolan keduanya teralihkan saat beberapa gerombolan orang saling berkejaran hingga Amara yang tidak sempat menghindar tertabrak salah satu dari mereka.

"Hey! can't you see people!!" maki Mikha pada pria yang menabrak Amara sampai membuatnya jatuh.

Pria itu hanya menoleh sebentar dan kembali berlari, entah apa masalahnya sampai dikejar seperti itu.

"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Mikha dengan kahawatir.

"It Okey." Amara terseyum tipis, meskipun pantat nya sedikit sakit karena jatuh.

"Kalau ketahuan ayah, bisa habis dia." gumamnya dalam hati.

*

*

Habis di kuliti Maher, berani melukai princessnya🤣🤣

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!