Dengan cepat Arina melompat pelan ke balkon hotel disebelah-nya, ia tak peduli pakaian yang ia kenakan begitu erotis, wanita cantik itu cepat-cepat meninggalkan kamar hotel-nya untuk berlindung dari pembunuh bayaran yang mencoba membunuh-nya. Ia tau pasti masih ada komplotan para pembunuh itu.
Mata Arina langsung tertuju ketika melihat penghuni kamar hendak membuka pintu balkon dengan buku yang berada ditangannya. Dengan gerakan cepat Arina langsung masuk menyelinap kedalam kamar dan menutup mulut pria yang membuka pintu balkon.
"Diam" Bisiknya ke telinga pria itu dengan aksen Jepang milik-nya
Pria itu terkejut bukan main ketika melihat ada yang menyelinap masuk dan langsung memperlakukan dirinya seperti ini, wanita yang tak ia kenal itu memegang lengannya erat dan menutup mulutnya, ia tak pernah diperlakukan seperti ini terlebih oleh seorang wanita.
Mata Arina langsung menyusuri isi ruangan dengan seksama, ternyata kamar yang berada tepat disebelah-nya bukan kamar hotel dengan satu tempat tidur, ada tiga kasur yang berbaris rapi didalam kamar itu.
"Siapa kamu? " Ucap mereka dengan bahasa Indonesia kaget ketika melihat ada wanita masuk ke kamar mereka dan salah satu temannya yang diperlakukan seperti itu.
Spontan Arina langsung menyadari bahwa penghuni kamar ini adalah orang Indonesia, Arina yang tak mau terkena masalah akhirnya hanya berpura-pura menjadi orang asing menggunakan bahasa Inggris, agar identitasnya tidak diketahui.
"Cukup diam dan dengarkan apa yang ku katakan" Ucap Arina pada mereka, ada 6 pria bertubuh gagah dan berkulit sawo matang didalam kamar itu.
Telinga Arina menangkap ada suara orang melompat kedalam balkon juga. Tak butuh waktu lama kini orang itu langsung menerobos masuk ingin membunuh Arina, dengan gerakan cepat Arina langsung mendorong pria yang kini disekap nya kearah lain.
Pergelutan yang sengit pun berlangsung tak terhindarkan, Arina tau hal ini akan terjadi tepat saat dirinya ditugaskan ke Osaka. Dengan langkah yang cepat Arina langsung meloncat keatas ranjang dan memecahkan AC yang berada diatas sana. Tempat dia menyimpan senjata api dan sebilah pedang samurai.
Kini pertandingan pun bisa dikatakan adil dengan sebuah pistol dan pedang samurai ditangan mereka masing-masing. Meski 3 lawan satu belum bisa dikatakan pertandingan yang adil.
Arina dan ketiga para samurai berpedang tajam itu langsung bergelut saling menghindar dan menyayat tubuh lawan masing-masing tanpa ampun.
Arina menuju balkon, ketika salah satu dari mereka mendekati Arina, dengan cepat Arina menghindar hingga membuat salah satu dari mereka jatuh, tak ingin membuang kesempatan, Arina langsung menembak tepat di kepala samurai itu. Satu musuh sudah tewas.
Seakan tak mau juga membuang kesempatan, samurai itu menebas punggung Arina dengan ujung pedang yang sangat tajam
Akhhhh rintih Arina ketika mendapat sayatan pedang tepat ke punggung-nya dan berhasil menjatuhkan dirinya ke lantai. Tangan pria itu menarik rambut Arina dan menyeretnya kedalam kamar, pria itu membanting tubuh Arina keras keatas kasur tanpa rasa kasihan.
"Harusnya kau tidak banyak berontak nona, kau lebih memilih menderita seperti ini" Bisiknya ke telinga Arina
Arina yang masih menahan kesakitan berusaha menolak tubuh pria itu dengan meletakkan kakinya yang cantik tepat kedada pria itu agar manjauh darinya.
"Baiklah ayo kita mulai" Ucapnya tanpa menepis telapak kaki Arina dari dada bidangnya.
"Siapa yang memerintahkan-mu?" Tanya Arina dengan suara yang menahan sakit
"Tak ada" Ucapnya enteng dan menjetikkan jarum suntik yang kini sudah berada ditangannya.
Melihat pria itu lengah, kaki Arina dengan cepat menarik leher-nya ke dekatnya dan dia pun berhasil menggorok leher pria itu hanya dengan sekali sayatan.
Darah merah segar kini telah memenuhi wajah cantik Arina, wajahnya yang putih cantik kini berubah total menjadi darah berwarna merah.
Melihat situasi itu pria samurai yang tersisa langsung siap siaga akan menyerang Arina.
"Kelas Z?" Tanya Arina menggunakan bahasa Jepangnya yang faseh ketika melihat samurai itu tidak langsung bertindak.
Tapi, pria samurai berpakaian serba hitam itu hanya terdiam tanpa kata, matanya menjelaskan kenapa gadis yang ada didepannya ini tau dirinya kelas Z.
Arina melihat kebingungan dari sudut mata pria itu, dia tau pria itu pasti sedang bertanya-tanya kenapa dirinya tau meski Arina hanya dapat melihat matanya saja.
Satu sayatan diluncurkan Arina ketika pria itu lengah tepat mengenai kaki-nya, Arina yang hendak mendekat malah terkena sayatan tepat berada di perut-nya juga. Arina yang tidak peduli langsung mengerahkan kekuatannya yang tersisa dan mencekik pria itu diantara paha-nya.
Pria itu memberontak dengan sangat keras. Tapi, Arina tetap mencekiknya kuat hingga pria itu berhenti bergerak. Melihat tak ada perlawanan lagi, Arina langsung melepas pria itu dari-nya. Menjauh dan berusaha menahan sakit sembari mengatur nafas.
"Maaf nona... Aku kelas A" Ucap pria itu yang ternyata hanya berpura-pura mati, dengan cepat dia langsung menusukkan jarum suntik itu dipaha mulus Arina dan pergi dari ruangan itu secepat kilat.
Arina yang terkejut langsung bergegas menusuk pahanya dengan belati tanpa pikir panjang sebelum obat itu masuk kedalam pembuluh darahnya dan memberikan reaksi.
Saat darah dan cairan itu keluar dari paha Arina secara bersamaan, sakit yang dia rasakan tiba-tiba berubah menjadi dua kali lipat dari pada sayatan-sayatan yang dia dapat. Mendadak Arina juga memuntahkan darah berwarna merah hitam yang sangat kental. 5 menit lamanya Arina menahan kesakitan tanpa ada yang berani menolongnya.
Arina yang sudah merasa baikan langsung mengumpulkan segenap sisa tenaga yang ia miliki. Tangannya meraih gorden putih dikamar itu dan menariknya hingga lepas. Dengan telaten tangan Arina merobek kain itu dan berusaha menutup permukaan tubuhnya yang masih mengeluarkan darah.
Melihat Arina yang kesulitan, salah satu dari mereka bergegas mengambil kain itu dari tangan Arina dan membantu mengikatkan-nya kebagian tubuh Arina yang terluka.
Arina yang terkejut melihat kedatangan pria itu langsung menghindar dan menepis tangan pria yang memegang tangannya.
"I want help you" Ucap pria itu menatap Arina.
Arina terkejut bukan main melihat pria yang sedang berjongkok didepan-nya saat ini. Matanya tak berhenti menatap pria yang dikenal-nya itu. Meski yang Arina yakini dia tidak akan mengenali siapa dirinya.
Matanya mulai menatap satu persatu memperhatikan semua pria yang ada didalam ruangan itu dengan wajah yang sangat syok mereka juga melihat kearah dirinya yang penuh dengan bercak darah berwarna merah. Arina dengan cepat menyimpulkan mereka semua pasti sekumpulan orang yang sama title nya dengan pria yang dikenal-nya ini
Akhhh pekiknya ketika pria yang ada didepan-nya itu menguatkan ikatannya.
Husein... Namanya husein Arina mengingat-ingat nama pria yang kini membantunya. Pria muda asal Indonesia yang terkenal karna kepandaiannya dalam berceramah dan dikenal sangat pintar yang juga merupakan seorang konten kreator agamis.
"Finish" Ucapnya melihat Wajah Arina dan menghindar ketika ternyata wanita itu juga sedang memperhatikan dirinya.
"Clean your face with it is" Ucapnya dengan aksen Indonesia sembari memberikan tisu basah kepada Arina.
"Thanks" Ucap Arina menerima dan menyeka wajahnya yang penuh dengan lumuran darah.
Mereka hanya memperhatikan sekeliling yang penuh dengan kekacuan dan wanita yang kini bersama mereka adalah pelakunya.
Pakaian yang dikenakan oleh Arina cukup terbuka membuat mereka selalu menunduk kebawah dan tidak berani menatap Arina secara intens. Melihat tatapan itu, Arina yang tau dirinya menggunakan pakaian yang membuat mereka tak nyaman langsung bergegas menuju pintu keluar dengan susah payah.
Saat tangannya membuka pintu keluar Arina malah menutup kembali pintu itu cepat. Mereka menghindar dari pintu dan duduk keatas kasur dengan sesekali menatap Arina dengan tatapan bingung dan sedikit ngeri melihat wanita ini.
Ada CCTV batin Arina dan menutup pintu kembali, dengan penampilan-nya yang seperti ini bisa saja mendatangkan bahaya pada-nya.
Dengan tubuh yang masih begitu perih dan sakit Arina kembali duduk ketepi kasur berpikir sejenak sebelum bertindak, matanya kini tertuju kepada 6 pria yang kini sedang memandang kearah mayat samurai itu.
Arina kembali menatap tubuhnya, merasa dirinya tak pantas berpakaian seperti ini didalam ruangan yang penuh pria terutama mereka semua pasti dari kalangan yang paham agama, membuat Arina merasa segan dan merasa malu. Terlebih mereka tak mengucapkan sepatah dua patah kata pun.
Arina melihat kesebelah kasur dan mendapati ada sebuah koper yang terbuka disana. Arina langsung melangkah kesana dan berjongkok mencari sesuatu, entah apa yang ia cari.
"Hei.. What are you doing? " Ucap salah satu mereka bertanya melihat kopernya dibongkar yang Arina yakini namanya adalah Husein.
Arina tak menggubris pertanyaannya dia pergi begitu saja ke kamar mandi dengan membawa pakaian pria itu.
"Apa kita perlu telpon polisi atau pengurus hotel? " Tanya Husein kepada temannya
Arina yang mendengar itu langsung berteriak dari kamar mandi
"Don't do it" Dan hanya dijawab dengan keheningan.
10 menit kemudian Arina kembali dengan memakai sarung putih bermotif cantik di bawah-nya dan baju kaus hitam lengan pendek yang sedikit longgar di tubuh-nya. Dengan wajah pucat sayu Arina mendekat kearah mereka.
'Kini mereka mungkin sudah sedikit lebih nyaman' batin Arina
Tak berselang lama setelah Arina duduk terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar. Mata mereka langsung tertuju kearah Arina seolah meminta persetujuan untuk membuka pintu. Melihat Arina hanya terduduk dan terdiam tanpa respon salah satu dari mereka langsung berdiri membuka pintu.
Ketika pintu terbuka, orang yang ada diluar langsung menerobos masuk dan menutup pintu, mereka semua awalnya bingung. Tapi, ketika melihat dua orang pria dan satu wanita berjas hitam itu terduduk bertekuk lutut dilantai tepat didepan kaki Arina, mereka hanya diam dan membiarkan orang itu masuk meski tanpa ijin.
"Nona... K-kami" Ucap salah satu pria itu membuka suara dengan aksen Jepangnya.
Satu tamparan keras melayang ke pipi -nya dan berhasil membuat semua yang ada diruangan itu terkejut. Seakan menunggu giliran, kedua orang itu makin tertunduk dan langsung saja Arina menampar bahkan menendang mereka satu persatu. Setiap kali terjatuh mereka akan kembali duduk meski hidung dan bibir mereka terasa perih dan berdarah. Arina tak peduli dirinya menjadi tontonan yang tak pantas dimata ke enam pria agamis itu.
"Dimana kalian... Saat aku hendak dibunuh? " Tanya Arina setelah meluapkan emosinya
"Maaf nona... Saat kami berada dijalan ada kecelakaan yang terjadi, kami juga ditahan agar tidak meninggalkan lokasi kejadian, kurang lebih 30 menit akhirnya kami paham kalau ini tak tik mereka, setelah berulang kali menelpon nona. Tapi, tak ada jawaban sama sekali, kami semakin khawatir dan baru bisa bergegas sekarang, seolah ini memang sudah direncanakan mereka sejak awal" Tutur salah satu pria berbadan kekar itu menjawab
Arina hanya mengangguk pelan dan paham atas situasi ini, perlahan sayatan itu kembali menimbulkan rasa sakit dan membuat Arina tidak ingin membuat pelajaran lagi pada mereka.
"Nona presiden menelpon, kita harus mencari tempat yang pas" Sambung-nya sembari memberikan ipad berukuran besar berwana abu itu ke depan Arina.
"Tak perlu mereka orang Indonesia" Ucap Arina menggunakan bahasa Indonesia dan membuat seisi kamar terkejut dan memandang Arina, ternyata dia pandai bahasa Indonesia.
Panggilan video call tersambung dan tampak pak presiden sudah berada disana. Ke enam pria itu terkejut melihat wanita pembunuh ini berurusan dengan Presiden mereka. Tapi, mereka hanya memilih diam tanpa tanya dan menyaksikan saja.
"Apa kamu tidak apa-apa? " Tanya presiden pada Arina dengan tatapan heran ketika melihat pakaian yang dikenakan Arina tidak seperti biasanya.
"Aku tidak tau kenapa anda menelpon saya saat ini, dari awal sudah saya katakan bahwa saya tidak menyukai anda" Tutur Arina dengan tatapan dingin dan tajam. Setiap kata perkata yang dilontarkan Arina membuat ke enam pria ini terkejut atas ketidak sopanannya.
"Dengan mengirimkan saya untuk bertugas ke Osaka saat ini tentu menjadi peluang bagi anda untuk melenyapkan saya"
"Apa maksud-mu? kamu jangan salah paham" Bapak Presiden itu terkejut mendengar kata perkata dari Arina
Arina hanya tersenyum tajam dan membuka baju kaos itu didepan kamera. Pak presiden hanya memperhatikan dengan seksama, tampak Arina kini mengenakan surban sebagai penutup dadanya berbentuk segitiga dan mengikatnya kebelakang.
Husein yang melihat surban yang sering dia kenakan untuk sholat malah dipakai untuk menutupi dada Arina merasa emosi dan tidak bisa mengontrol wajahnya, Teman-temannya hanya melihat Arina tidak percaya bisa setidak sopan itu dan berbalik menatap Husein bergantian.
"Anda pasti paham panggilan video ini direkam, luka sayatan ini berasal dari pembunuh bayaran Osaka tempat hotel yang kalian atur untuk aku tinggali, aku ditugaskan kemari untuk keperluan negara. Jika, seandainya aku mati disini itu berarti Indonesia dan Jepang sudah berencana untuk melakukan itu, akan aku pastikan kalian juga harus terseret dan jatuh dari tempat duduk kalian saat ini" Ancam Arina
"Oh iya... Memang dengan membunuhku mungkin akan mendapatkan keuntungan bagi kalian dan hanya perlu memalsukan keadaan. Tapi, pak presiden" Ucap Arina sembari berjalan memegang i-pad ditangannya kearah ke-enam pria itu.
"Mereka konten kreator Indonesia, pemuda prestasi yang banyak dikenal di Indonesia, jika membunuhku maka pasti harus membunuh mereka... Dan kupikir kau tau apa yang akan terjadi jika terlalu banyak membunuh publik pigur" Ucap Arina yang kini duduk tepat didepan mereka.
"Apa yang kamu inginkan? " Tanya pak presiden ketika melihat banyak yang terlibat.
Arina tersenyum menyeringai mendapat jawaban itu.
"Pertama, anda harus katakan juga pada presiden Jepang mengenai hal ini agar dia tidak berani macam-macam kembali" Ucap Arina dan diberi anggukan oleh Presiden
"Kedua, mengingat mereka juga terlibat dalam situasi saat ini, anda harus mencarikan tempat untuk kami tinggal bersama, sediakan transportasi dan bahan makanan ditempat itu" Jelas Arina satu persatu dengan wajah sayu
"Baik" Ucap pak presiden dan Arina menutup telpon setelah mengangguk pelan
Seketika Arina langsung terjatuh dari tepi ranjang ke lantai, kedua pria yang berpakaian jas itu dengan sigap membantu Arina untuk memapahnya keatas kasur.
"Luka-mu begitu parah nona" Ucap wanita itu setelah memeriksa luka Arina
"Kita harus kedokter" Ucap salah satu mereka
"Kau gila? " Ucap mereka saling bersautan memberikan opini.
Kondisi saat ini begitu tersusun rapi, kemungkinan besar bahkan ambulance yang akan dikendarai atau dokter yang akan menangani adalah komplotan mereka yang ingin mencelakai Arina.
"Lakukan disini saja" Ucap Arina dengan nafas yang terengah-engah.
"Disini? Nona sebaiknya kita lakukan di vila saja" Saran mereka
"Kau sudah mendapat lokasi yang dia kirim? Belum kan? Menunggunya hanya akan membuatku mati" Ucap Arina geram dengan keringat yang sudah keluar dari tubuhnya
"Cepatlah" Ucap Arina menatap tajam
"Baiklah nona, tapi kau harus menahannya ini akan sangat sakit" Ucap wanita berjas itu dengan wajah panik.
"Aku percayakan padamu" Ucap Arina menatap pengawal wanitanya itu yang juga merupakan seorang dokter.
"Baik" Ucapnya mengangguk dan mulai mengeluarkan koper hitam yang dibawanya tadi.
Dengan cepat tangan mereka membantu menyusun barang, infus dan menggunakan sarung tangan. Tak ada bius saat ini, karnanya mereka sangat gugup karna sakitnya pasti akan dua kali lipat. Luka bekas sayatan itu sudah terlanjur terbuka begitu lama ditambah Arina baru selesai mandi, membuat darahnya semakin banyak keluar.
"Cukup pegang aku" Ucap Arina ketika menyadari keraguan dari mereka
Dengan pandangan iba mereka akhirnya menghitung mundur dan memulai.
Satu tusukan jarum masuk ke kulit Arina dan membuat dirinya mengerang hebat,
"Tolong bantu pegangi dia" Ucap salah satu pengawal karna mereka bertiga kekurangan orang.
Dengan rasa ragu karna harus Memegang wanita mereka saling pandang sebelum ambil langkah
"Tolong lah" Ucapnya sekali lagi mengiba
"B-baik" Ucap mereka dan melangkah cepat mengelilingi Arina yang kini sedang menggeliat kesakitan.
Husein yang berada tepat disamping kanan kepala Arina memandangnya menahan sakit, membuat hatinya juga merasa sakit ditambah setelah mendengar dirinya ber telponan dengan presiden dia tidak jadi merasa benci tapi malah berganti kasihan. Kasihan ketika melihat wanita secantik ini malah dengan tanpa pikir bisa berkorban diri demi negara-nya. Meski dia tak tau apa sebenarnya masalah yang sedang presiden dan wanita ini bicarakan.
Mata Husein dan Arina bertemu, tampak mata Arina begitu sayu dan penuh air mata menatap mata Husein juga. Mulutnya yang disumbal dengan kain agar tak meninggalkan suara menjadi saksi betapa menyakitkan-nya dirinya saat ini.
Belum siap proses penjahitan disisi lain, Arina pingsan di tengah jalan, awalnya mereka khawatir Arina kenapa-kenapa. Tapi, setelah mendengar penjelasan wanita berjas hitam itu akhirnya mereka hanya memandang Arina dan diam.
"Akhirnya selesai juga" Ucap wanita itu dan memeriksa kondisi Arina, semua merasa lega meski Arina belum sadarkan diri.
Tak berselang lama badan Arina malah terguncang hebat mengagetkan mereka semua.
"Dia kenapa? " Tanya mereka bersaut-sautan
"Dia baru kehilangan darah yang banyak, tentu dia mengalami guncangan yang hebat" Jelas wanita itu
"Dia perlu pendonoran darah"
"Apa golongan darahnya? " Tanya pria itu bersautan karna panik
"O, apa diantara kalian ada bergolongan darah O? " Tanya nya
"Aku" Ucap dua orang pria salah satunya adalah Husein
"Baik akan aku donorkan secara bergantian" Ucap wanita itu dan langsung dengan sigap memasukkan jarum besar ke urat lengan salah satu diantara mereka.
Pendonoran darah berhasil dilakukan kini Arina tidak terguncang kembali.
"Sebentar lagi kita akan pergi, mereka sudah mengirimkan tempat untuk kita, maaf tuan sekalian, kami juga harus membawa kalian, silahkan kemasi barang kalian" Tutur pengawal itu dengan jelas dan diberi anggukan oleh mereka.
"Kita akan pergi setelah kalian siap menyimpan barang" Sambungnya kembali.
Tak butuh waktu lama karna mereka semua baru sampai dan belum sempat menata barang, kini mereka sudah siap pergi dengan koper di tangan mereka masing-masing.
"Kau ikut kami, kita pergi dengan mobil yang sama, selebihnya dia akan mengantarkan kalian" Ucap pengawal kepada pendonor dan yang lainnya.
"Baik" Ucap mereka dan mulai berjalan ke koridor hotel,
Arina yang masih belum sadarkan diri, digendong oleh pengawal itu dengan pria yang mendonorkan darahnya di sampingnya sembari memegang kantong infus dan kantong darah yang dipegang pengawal wanita di sampingnya.
Sekitar 8 menit mereka sampai disebuah vila mewah dengan dua lantai yang dikelilingi pohon rindang, sangat nyaman dan sunyi.
Pengawal membawa Arina masuk kedalam kamar dan meletakkannya ke kasur, setelah itu memanggil Husein untuk mendonorkan darahnya, karna mereka rasa sudah cukup banyak yang diberikan oleh pemuda yang pertama walaupun Arina masih perlu. Oleh karna itu mereka harus memberikan darah kembali.
Dengan sigap tangan wanita itu menyambungkan jarum itu ke lengan Husein dan meninggalkan ruangan.
"Mbak" Husein menghentikan langkah wanita itu.
"Saya ditinggal berdua saja dengan mbak ini? " Tanya Husein kembali melihat wanita itu hendak pergi meninggalkan mereka berdua.
"Iya, ada masalah? " Ucapnya dengan senyum ramah
"Tapi kami bukan mahram" Ucapnya kembali
Wanita itu mengernyitkan dahinya menatap Husein heran.
"Tidak papa ada cctv"
"T-tapi mbak"
"Maaf tuan, nona hanya membawa tiga pengawal ke sini, kami harus membagi tugas dahulu, nona sedang tidak sadarkan diri, dia tak mungkin akan melecehkan anda" Ucap wanita itu dan membuat Husein terdiam mendengar kalimat terakhir, kata 'melecehkan' membuat dirinya diam mematung seketika.
Husein akhirnya hanya bisa pasrah dan menghela nafas setelah kepergian wanita itu.
Matanya menyapu seluruh ruangan tanpa sisa membuang kebosanan. Hingga, matanya terhenti menatap wanita yang kini berada tepat didepannya, kulitnya yang putih, raut wajah yang begitu istimewa dan rambut panjangnya begitu cantik, bahkan bulu matanya begitu lebat sangat indah dipandang mata.
"Astaghfirullah Husein" Ucapnya kepada dirinya sendiri sembari memukul pipinya keras.
Suara Husein yang keras membangunkan Arina. Mata cantiknya menoleh kearah sumber suara itu. Arina bergerak merasakan tubuhnya yang sakit dan membuat Husein menoleh kearahnya.
"Kamu sudah sadar? " Tanya Husein melihat Arina yang bergerak untuk duduk.
Arina tidak menjawab sama sekali, Arina hanya menganggap itu pertanyaan yang tidak penting sama sekali. Husein membantu menambahkan bantal kebelakang Arina.
Arina yang baru bangun melihat sekeliling kamar dan hanya ada mereka berdua. Melihat itu Husein mencoba menjelaskan dari awal dan diberi anggukan oleh Arina.
"Nama kamu Husein kan? " Selidik Arina
"Iya betul, kok kamu tau ya? " Tanya Husein kembali heran, seingatnya dia sama sekali tidak mengenal wanita yang ada didepan-nya.
"Tau saja" Ucap Arina singkat.
"Nama kamu? " Husein bertanya kembali
"Panggil saja Arina" Jawab Arina menoleh kearah Husein
Husein yang mendapat tatapan itu tidak membalasnya tapi hanya menunduk.
"Kamu dari negara mana, kalau boleh tau" Tanya Husein kembali memecah keheningan
"Aku liat kamu tadi begitu faseh memakai bahasa Inggris dan Jepang, sekarang juga kamu sangat pandai berbahasa Indonesia" Tanya-nya kembali mengingat Arina begitu faseh saat berbicara bahasa Jepang dengan samurai itu dan berbahasa Inggris ketika bersama pengawal-nya.
"Indonesia, sama seperti mu" Jawab Arina dan memejamkan matanya.
Husein tercengang walaupun sebenarnya dia sudah menerka-nerka diawal. Melihat raut wajah Arina yang begitu kelelahan, Husein tidak bertanya kembali dan hanya diam
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!