Awal cerita dimulai tahun 1996, telah terlahir seorang bayi laki-laki dan seorang bayi perempuan secara bersamaan di hari yang sama dan di dua rahim yang berbeda.
Terlihat sepasang suami istri sedang menangis, karena tidak mampu menebus biaya persalinan dan biaya operasi sang istri, saat itu mereka telah melahirkan seorang bayi perempuan.
"Bagaimana ini, mas. Kita harus jual apa lagi agar bisa membayar biaya persalinan dan operasi aku?" lirih Mira, dia menangis sesenggukan, bahkan dia belum diizinkan untuk melihat kondisi sang putri yang baru saja terlahir di dunia ini.
Sandi, suaminya Mira pun nampak bersedih, dia telah menjual apapun yang dia miliki, sayangnya dia tak mampu membayar biaya persalinan sang istri. "Mas juga tidak tahu harus pinjam kemana lagi, zaman sekarang susah sekali untuk mencari pinjaman."
Kemudian datang seorang direktur rumah sakit disana, karena dia memang mengincar seorang bayi perempuan. Direktur tersebut bernama Robert, dia bekerja dibawah naungan sebuah perusahaan besar bernama Gerrard Group.
Gerrad Group adalah salah satu perusahaan terbesar di negeri ini yang memiliki banyak anak perusahaan, termasuk rumah sakit yang dipercayakan dipimpin oleh Robert sebagai seorang direktur di rumah sakit tersebut. Dan pemilik perusahaan itu adalah Arsen Gerrard.
Arsen dan Robert adalah saudara sepupu, semenjak orang tuanya Robert meninggal, Robert tinggal di mansion mewah milik orang tuanya Arsen. Karena hubungan mereka begitu dekat, mereka berjanji akan menjodohkan anak mereka. Tentu saja Robert sangat setuju, karena dia memang ingin mengusai perusahaan saudara sepupunya tersebut.
Dan istrinya Robert telah melahirkan satu tahun yang lalu, seorang bayi laki-laki bernama Alvin Roberto. Sayangnya keinginan Robert untuk menjadi besan seorang Arsen harus kandas ketika dia sedang memeriksa hasil USG milik Andin, istrinya Arsen, bahwa ternyata bayi yang dikandung Andin adalah seorang bayi laki-laki.
Tapi karena Robert memiliki akal yang licik, dia memanipulasi hasil USG tersebut, dan mengatakan bahwa bayi yang dikandung istrinya Arsen adalah bayi perempuan. Karena Robert memiliki ambisi agar putranya yang akan meneruskan perusahaan Gerrard Group tersebut, dan Robert juga seorang dokter kala itu.
"Selamat Arsen, istrimu mengandung bayi perempuan." ucap Robert kepada Arsen, sambil memberikan hasil USG yang memperlihatkan didalam rahim Andin adalah seorang bayi perempuan.
Arsen sama sekali tak mempermasalahkannya, dia mau memiliki anak perempuan atau laki-laki pun tak masalah, yang pasti dia sangat bahagia kala itu.
"Itu artinya kita jadi besanan?" tanya Robert kepada Arsen, pria itu terkekeh.
"Tentu saja, sesuai janji kita, aku pasti akan menikahkan anak kita setelah mereka dewasa nanti." jawab Arsen.
Karena itu sekarang Robert sedang gencar mencari seorang bayi perempuan, untuk ditukarkan dengan bayi laki-laki yang terlahir dari rahim Andin.
Kebetulan hari ini Arsen sedang dalam perjalanan menuju Indonesia, mungkin saat ini dia sedang berada di dalam pesawat. Sebagai seorang ayah, pasti dia ingin sekali segera sampai ke tempat tujuan.
Sementara Andin, setelah melahirkan, dia belum sadarkan diri. Kelahiran anak mereka jauh diluar prediksi, yang tadinya dijadwalkan satu bulan lagi, tapi ternyata malah melahirkan sekarang, maka dari itu Arsen pergi ke Amerika karena ada pertemuan penting dengan seorang klien, jikalau dia tahu isterinya akan melahirkan di bulan ini, mungkin dia tidak akan pergi kemana-mana.
Kemudian Robert menemui Mira dan Sandi yang sedang frustasi karena tak mampu membayar biaya rumah sakit sebanyak 20 juta. Mereka bukan orang berada, untuk makan sehari-hari saja susah.
"Aku akan menggratiskkan biaya rumah sakit, tapi berikan putrimu padaku, aku pasti akan merawatnya dengan baik." Robert memberikan sebuah penawaran kepada Mira dan Sandi.
Tentu saja Mira sangat keberatan akan hal tersebut, "Tapi..."
Sandi yang sudah frustasi karena tak memiliki uang sama sekali, terpaksa memotong perkataan istrinya, dia menyetujui penawaran dari Robert, "Ya, aku setuju. Aku sudah tidak punya uang lagi untuk menebus biaya operasi istriku."
Mira sangat tak terima dengan keputusan suaminya, "Aku tidak mau, Mas. Aku tidak ingin kehilangan Mandaku." wanita itu pun menangis.
"Lalu mau darimana kita mendapatkan uang untuk biaya operasi kamu, Mira."
Sepasang suami istri itupun terjadi sebuah perdebatan, sehingga akhirnya Mira yang kalah, mereka terpaksa memberikan putri mereka kepada Robert.
Rencana Robert telah berjalan dengan mulus, sehingga dia menggantikan seorang bayi laki-laki yang seharusnya menjadi pewaris di Gerrard Group, digantikan dengan seorang bayi perempuan yang terlahir dari sepasang suami istri yang miskin.
"Oa... Oa... Oa!" Seorang bayi laki-laki tak berdosa terdengar menangis, Robert menggendong bayi tersebut, membawanya masuk ke dalam mobil.
Kemudian Robert menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang terlihat sedikit kumuh, dia memberikan bayi tersebut kepada seorang pria yang badannya dipenuhi dengan tatto dan juga banyak bekas luka, pria itu bernama Salman.
"Harus aku apakan bayi ini, Tuan Robert?" tanya Salman kepada Robert.
"Bunuh bayi itu, jangan sampai kamu membiarkannya hidup. Ini perintah!" Titah Robert dengan nada tegas, dia tidak ingin membiarkan bayi tersebut hidup di dunia ini, anggap saja dia dilahirkan untuk dimatikan kembali, dia takut akan menimbulkan masalah di masa depan.
"Baik, Tuan." ucap Salman dengan nada patuh.
Setelah Robert pergi, Salman membawa bayi tersebut ke ruang bawah tanah, dia pikir akan lebih aman dia membunuh bayi tersebut disana, dan akan mengubur mayatnya di belakang rumah.
Sehingga dia membawa sebilah pisau yang sangat tajam, dia melayangkan tangannya untuk menikam bayi tersebut, karena dia memang sudah terbiasa membunuh orang.
Akan tetapi dia menghentikan aksinya ketika mendengar suara jeritan sang istri, "Oh Gleen, apakah Gleen kita hidup kembali?"
Dulu Salman dan Rima memiliki seorang putra bernama Gleen, putra mereka meninggal satu tahun yang lalu, sehingga membuat sang istri depresi.
Salman terpaksa menyimpan pisau di atas meja. Dia menghampiri istrinya yang berpenampilan seperti orang gila tersebut. "Bukan, lebih baik kamu cepat kembali ke kamar, untuk apa kamu datang ke ruang bawah tanah?" Salman mengatakannya dengan nada tinggi, karena dia adalah seseorang yang sangat temperamental.
Akan tetapi Rima malah berlari dengan cepat, tak menghiraukan kemarahan suaminya, dia meraih tubuh mungil bayi laki-laki tersebut dan memeluknya sambil menangis, "Tolong jangan bunuh bayi ini, aku mohon."
"Rima!" Salman malah membentak Rima.
"Aku akan merawatnya, aku mohon." pinta Rima dengan nada memohon, kemudian dia memeluk bayi laki-laki yang tengah menangis tersebut, "Gleen Fernando, akhirnya kamu kembali, nak."
Salman menghela nafas melihat kelakuan istrinya, akan tetapi dia melihat ada perbedaan dari sikap istrinya, istrinya yang biasanya suka marah-marah tidak jelas ataupun ingin selalu melukai dirinya sendiri, kini dia bisa melihat Rima seakan emosinya telah stabil, Rima memeluk bayi laki-laki tersebut dengan penuh kasih sayang.
"Gleen Fernando, ini ibumu, nak." lirih Rima.
Mungkin inilah awal penderitaan yang dialami oleh seorang bayi tak berdosa yang telah dinamai Gleen Fernando tersebut. Tak ada satu orangpun yang tahu dan menyadari akan kelahiran sang calon pewaris, karena orang tuanya pun mengira bahwa mereka akan memiliki bayi perempuan, padahal Gleen Fernando, adalah sang pewaris yang sesungguhnya.
Sementara itu di rumah sakit, terlihat Arsen yang baru saja tiba disana, semua orang yang bekerja di rumah sakit tersebut berjajaran dengan rapi dan sedikit membungkukkan badan, sebuah tanda kehormatan, karena sang tuan besar telah datang ke rumah sakit tersebut.
"Selamat datang, Tuan Arsen." sapa mereka.
Arsen tak menanggapi sapaan mereka, karena dia terburu-buru sekali untuk bisa melihat keadaan sang istri dan anak terkasih yang telah hadir di dunia ini.
"Tuan Arsen!" sapa Robert ketika menyambut kedatangan saudara sepupunya itu, dia pun memanggilnya Tuan jikalau menyapa Arsen di depan umum, sehari-harinya dia memanggil Arsen saja, atas permintaan dari Arsen.
"Dimana istri dan putriku?" tanya Arsen dengan terengah-engah, mungkin karena dia sangat terburu-buru sekali ingin segera menemui mereka berdua.
Robert pun segera menunjukan sebuah tempat dimana Andin sedang di rawat, saat itu Andin baru sadarkan diri.
"Mas!" sapa Andin.
"Sayang." Arsen langsung memeluk Andin yang masih terbaring di atas brankar, wajah wanita tersebut pucat pasi, kemudian Arsen mencium kening Andin.
"Dimana bayi kita, mas?" tanya Andin kepada suaminya.
Andin sama sekali belum sempat melihat wajah bayi yang telah dia lahirkan itu, karena sang bayi telah berada di ruang inkubator.
"Di ruang inkubator, kamu istirahat saja dulu. Nanti aku akan pergi dulu kesana." jawab Arsen.
Setelah itu Arsen dan Robert pun pergi ke ruang inkubator, untuk menemui seorang bayi perempuan yang sebenarnya bukanlah darah daging Arsen dan Andin. Kala itu Arsen begitu bahagia melihat bayi tersebut, tanpa sadar, bahwa dia telah dibodohi oleh saudara sepupunya.
"Hallo Felicia Gerard, terimakasih sudah hadir di dunia ini." ucap Arsen kepada bayi perempuan tersebut, dia memang telah mempersiapkan nama itu dari jauh-jauh hari, karena dia tahu dari hasil USG bahwa bayinya adalah seorang perempuan, padahal Robert telah memanipulasi hasil USG tersebut.
Mereka tak menyadari bahwa ada seorang ibu yang sedang terluka melihat ke arah ruang inkubator tersebut sambil menangis, rasanya sangat berat sekali meninggalkan seorang bayi yang baru saja dia lahirkan.
"Sudah Mira, jangan menangis. Kita harus merelakan bayi kita di urus oleh mereka. Bukankah lebih bagus di urus oleh orang kaya agar kehidupannya terjamin? Sementara kita mau makan untuk kita berdua saja sangat susah." ucap Sandi, karena dia sudah pasrah dengan keputusan yang dia buat, apalagi Robert telah memberikan uang sebesar 30 juta kepadanya, untuk tutup mulut akan rahasia tersebut dan menyuruhnya untuk meninggalkan kota ini.
Mungkin Sandi berpikirnya realistis, dia sangat membutuhkan uang, kalau masalah anak, mereka pasti akan memiliki lagi di lain waktu, mungkin seperti itu yang ada di dalam pikirannya.
Dan Mira sama sekali tidak tahu akan uang tutup mulut tersebut, yang mungkin nantinya Sandi akan bilang bahwa dia telah mendapatkan uang pinjaman dari sahabatnya.
"Anak kita akan kaya raya, memiliki uang banyak dan memiliki perusahaan besar, termasuk rumah sakit ini." sambung Sandi sambil mengedarkan pandangannya memperhatikan rumah sakit yang mewah tersebut, siapa yang tak tahu dengan kekayaan seorang Arsen Gerrad.
Dan kedua bayi tersebut dibesarkan dengan cara yang berbeda, Felicia dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan fasilitas yang mewah. Sementara Gleen, yang seharusnya menjadi calon pewaris tersebut, dia dibesarkan dengan penuh penyiksaan, karena ayah angkatnya begitu kejam, sehingga badan Gleen dipenuhi dengan luka memar, salah sedikit saja, tak segan Salman akan memukulnya.
"Orang miskin!"
"Orang miskin!"
"Orang miskin!"
Terlihat ada empat orang siswa sekolah dasar berusia 10 tahunan sedang mengolok-olok seorang anak laki-laki, dan anak laki-laki yang sedang mereka olok-olok tersebut adalah Gleen.
Gleen hampir setiap hari mendapatkan perundungan, hanya gara-gara dia ke sekolah memakai sepatunya yang sudah jebol dan juga celana seragamnya ada yang bolong dibagian lututnya.
Gleen nampak bersabar, dia sama sekali tidak menghiraukan olokan dari keempat anak tersebut, karena ibunya bilang bahwa dia tidak boleh berkelahi jika tidak ingin di hukum oleh ayahnya, Rima berjanji akan membelikan Gleen seragam dan sepatu baru jika uang di dalam celengannya sudah terkumpul, apalagi Gleen juga setiap hari membantu Rima, dia setiap hari berjualan gorengan ke sekolah.
"Hei mana uang hasil jualannya?" bentak seorang anak bernama Billy kepada Gleen.
Gleen tak menjawab, dia memilih untuk fokus menulis pelajaran yang belum dia selesaikan.
Kemudian Billy dan ketiga temannya segera menggeledah tas miliknya Gleen. Tentu saja Gleen tak terima dengan perlakuan mereka, "Jangan, itu uang ibu."
"Alah, diam kamu. Bilang saja uangnya dipakai jajan ke ibumu yang miskin itu, yang setiap hari suka jualan gorengan di komplek haha..."
"Gorengan!"
"Gorengan!"
Mereka berempat memperaktekan bagaimana cara ibunya berjualan sambil tertawa meledek, mereka meletakkan buku pelajaran ke kepalanya masing-masing.
"Gorengan!"
"Gorengan!"
"Hahaha!"
Gleen bisa saja bersabar jika dia di bully oleh mereka, tapi dia tidak akan tinggal diam jika seandainya ada siapapun yang menghina ibunya.
Gleen mengepalkan tangannya, dia telah dikuasai oleh amarah, tanpa berpikir panjang dia menghajar keempat anak itu satu persatu.
Bugh...
Bugh...
Bugh...
Sampai mereka terkapar di lantai, sehingga terdengar suara rintihan mereka, "Arrrgghh sakit, arrrgghh!"
Kejadian itu membuat Salman sangat geram karena dia telah dipanggil ke sekolah gara-gara ulahnya Gleen, apalagi dari pihak sekolah malah menyudutkan Gleen tanpa ingin mendengarkan pembelaan dari Gleen, mungkin begitulah nasib orang miskin.
Sehingga akhirnya Gleen pun harus mendapatkan hukuman dari Salman, di ruang bawah tanah itu dia mencambuk punggung Gleen dengan ikat pinggang.
Salman mengayunkan ikat pinggang dengan keras dia memecut punggung Gleen yang sudah tidak memakai baju, hanya memakai celana seragam sekolah saja.
Tasss!
Tasss!
Tasss!
Suara pecutan ikat pinggang pada punggung Gleen terdengar cukup keras.
"Arrrgghh!"
"Arrrgghh!"
"Arrrgghh!"
Berkali-kali Gleen menjerit kesakitan, setiap kali cambukan tersebut terasa pedih mengenai punggungnya, membuat punggungnya terluka.
"Dasar anak kurang ajar, ini hukuman karena kamu sudah mempermalukan aku. Mati saja kau bedebah!" Salman sama sekali tak pernah memperlakukan Gleen dengan baik, jika seandainya dia tak kasihan kepada istrinya, dia pasti akan membunuh anak tersebut.
Kemudian Salman membuang puntung rokok yang masih panjang di tangannya, lalu dia injak hingga api pada ujung puntung rokok mati. Salman kembali mencambuk Gleen dengan kasar, suara rintihan Gleen terdengar kembali.
Tasss!
"Arrrgghh... sakit, ayah!"
Saat itu Rima masih berjualan, sehingga dia tidak tahu dengan apa yang telah dilakukan oleh suaminya terhadap anak angkatnya tersebut. Memang dia pernah melihat Salman menyiksa Gleen, dan dia pasti akan membela Gleen sehingga dia pun yang akhirnya ikut disiksa. Karena itulah Gleen selalu tutup mulut jika seandainya dia disiksa oleh ayahnya, karena dia tidak ingin ibunya ikut terluka.
...****************...
Malam ini Gleen tak bisa tidur, dia merasakan badannya panas dingin dan menggigil, karena merasakan sakit yang luar biasa di punggungnya, sampai wajahnya terlihat begitu pucat.
Kemudian dia terburu-buru duduk di pinggiran kasur lantai ketika ada seseorang membuka pintu kamarnya, karena tahu siapa yang akan datang.
"Ibu." Gleen pura-pura tersenyum ketika melihat ibunya datang ke kamarnya.
"Gleen, maaf ibu pulang telat. Ini ibu sudah membeli seragam sekolah dan sepatu untukmu, nak." Rima telat pulang ke rumah karena ada yang membutuhkan jasanya untuk membantu memasak di sebuah catering, demi bisa membelikan seragam dan sepatu baru untuk Gleen.
"Seharusnya ibu tidak perlu bekerja sampai larut malam demi aku, Bu." Karena Rima lah, Gleen memiliki kekuatan untuk bisa bertahan di kehidupannya yang keras ini.
"Tidak apa-apa, nak. Mengapa wajah kamu pucat begitu? Apa ayahmu memukulmu lagi?" Rima memperhatikan wajahnya Gleen yang nampak pucat.
Gleen menggelengkan kepalanya, "Tidak, Bu. Aku hanya tidak enak badan." Gleen tidak ingin ibunya bertengkar dengan ayahnya, yang ada Rima akan ikut disiksa juga.
Mata Rima berkaca-kaca, dia merasa bahwa dia tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk Gleen, karena selama ini dia tahu bahwa anak itu hidup menderita dengan menjalani kehidupan yang miskin, selalu mendapatkan perundungan dari teman-teman sekolahnya, dan juga penyiksaan yang selalu dilakukan oleh Salman terhadapnya.
Rima pun menangis memeluk anak yang malang tersebut, "Maafkan ibu, nak. Ibu tidak bisa membahagiakan kamu. Ibu... ibu tidak bisa menyimpan rahasia ini terlalu lama."
Rima takut dia akan mati secara tiba-tiba dan tidak diberikan kesempatan untuk bicara yang sebenarnya kepada Gleen, sehingga dia harus mengatakan yang sebenarnya kepala anak berusia 10 tahun itu. Karena sebenarnya Rima memang mengidap penyakit kanker, sehingga dia sangat sedih jika tak bisa melindungi Gleen lagi.
Rima memeluk anak tersebut semakin erat, "Sebenarnya kamu bukan anak kandung ayah dan ibu, maafkan ibu baru bisa berkata jujur padamu."
Perkataan Rima membuat Gleen terkejut bukan main, sampai anak tersebut mematung, sungguh dia tak dapat mempercayai sebuah kenyataan yang menyakitkan itu.
"Ibu sama sekali tidak tahu siapa orang tuamu, tapi ibu hanya melihat seorang direktur dari Rumah Sakit Gerrad Jakarta, dia memberikanmu pada ayahmu, dan menyuruh ayahmu untuk membunuhmu. Maafkan ibu, nak."
Gleen dan orang tua angkatnya saat ini memang tinggal di sebuah perkampungan, karena Salman tidak ingin ketahuan oleh Robert bahwa dia tidak jadi membunuh anak itu. Yang ada dia akan dibunuh oleh Robert.
"Dan selamat ulang tahun, Gleen." lirih Rima.
Gleen masih diam membisu, sebuah kenyataan ini membuat hatinya sangat terluka.
Seharusnya dia menyambut hari kelahirannya dengan begitu bahagia, akan tetapi anak tersebut malah mendapatkan hadiah yang menyakitkan.
...****************...
Berbeda dengan kehidupan Felicia, dia sangat bahagia menjalani kehidupannya sebagai seorang putri dari Andin Agatha dan juga Arsen Gerrad, malam ini Arsen sedang merayakan ulang tahun sang putrinya tercinta dengan begitu meriah, sampai mengundang semua rekan bisnisnya.
Sebuah hotel mewah telah disulap menjadi tempat pesta, Felicia bagaikan seorang putri yang suatu saat nanti akan menjadi penerus perusahaan sang ayah.
Robert hanya tersenyum kecut ketika menghadiri pesta tersebut, dia melihat Felicia yang begitu akrab dengan Alvin, putra kandungannya. Berharap kedua anak itu akan segera dewasa dan menikah, agar dia bisa melakukan rencana yang sesungguhnya.
'Hahaha... Gerrard Group suatu saat nanti akan menjadi milikku.' Robert tertawa puas di dalam hatinya.
Mereka sama sekali tidak menyadari di luar aula pesta, terlihat seorang ibu yang tengah bersedih, karena ingin sekali mengucapkan selamat ulang tahun untuk putrinya, sayangnya dia hanya bisa mengucapkannya di dalam hati.
'Selamat ulang tahun, putriku.' lirih batin Mira.
Mira sangat membenci dirinya sendiri, karena kehidupannya yang miskin, membuat dia harus kehilangan putrinya tercinta. Wanita tersebut hanya bisa menangis dan bersedih karena sangat merindukan putri kandungnya. Walaupun sekarang dia sudah memiliki seorang putri lagi, tapi tetap saja sangat merindukan putri sulungnya itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!