NovelToon NovelToon

Ayunda

Wanita Pingsan

Seorang wanita paruh baya sedang memanen jagung di tanah berbukit lerung gunung Sindoro.

Ditemani oleh sang suami yg turut serta membantu . Sudah cukup lama mereka bertani dan berkebun di daerah ini , di pinggiran hutan yang lebat.

" Pak...pak ...!! Kata sang istri memanggil suaminya.

" iya bune " kata Suaminya

" sini bantu aku , angkat jagung ini biar bisa aku gendong" kata istrinya lagi

" Masya'allah ... Ngga kebanyakan ini bune , yakin bisa gendongnya...?? " kata sang suami

" insyaallah..pak kuat " jawabnya

" ya udah pelan pelan saja , ngga usah buru buru.." kata suami

Dari arah pinggir hutan , ada anak perempuan muda berlari sambil ngap ngapan menuju suami istri itu.

" hah...hah..hah...haaaah...!!! "

" Pakdhe , budhe ....hah...hah...hah....!!! "

" Lho..lho .lho.....ada apa nduk cah ayu kok lari lari ...??? " kata lelaki yang disebut pakdhe tadi.

" Pakdhe..budhe...ada orang pingsan dipinggir hutan....seorang perempuan..."

" lagi hamil lagi ....hah...hah..." lanjutnya

" Masya'allah.....yang bener nduk ...? " kata sang budhe

" ayo pak kita lihat....kasihan..." lanjutnya

" ayo lihat , tapi taruh dulu karung yang digendong itu Bu...!! " kata si pakdhe

Mereka akhirnya berjalan agak cepat untuk mengikuti anak perempuan yg menunjukkan dimana ia melihat seorang yg pingsan di hutan tadi.

Disana terlihat seorang wanita tergeletak , dengan celana training berwarna biru , baju agak longgar berwarna biru , rambutnya terurai berwarna hitam , dengan perut agak buncit . Perkiraan tinggi wanita itu 160an cm , wajahnya yg ayu terlihat pucat , kulit putih bersih , badannya yg langsing terawat , kakinya sedikit bengkak , mungkin karena hamil , dan tangannya tergenggam.

" itu budhe...pakdhe...masih tergeletak.." kata anak perempuan itu.

" masya'allah...kenapa bisa seperti ini...?? "

" dan siapa orang ini , dalam keadaan seperti ini sampai kesini .." kata si budhe

" ayo pak , tolongin bawa kerumah aja..." lanjutnya...

" iya Bu..." kata pakdhe

" Oalah nduk , kok bisa seperti ini ya Allah..." lanjutnya

Pakdhe kemudian membopong perempuan yang pingsan tersebut untuk dibawa ke rumahnya. Sebelum membopong pakdhe celingukan, melihat kiri kanan, mencari sesuatu dan tidak ada barang yg dibawa wanita itu , kecuali pakaian yg dipakainya , pakdhe mencari cari siapa tahu ada identitas atau semacamnya , tapi tidak ada dengan hati hati ia kemudian mengangkatnya . Ia berjalan perlahan dibantu gadis kecil yg menemukannya tadi.

Sementara ibu ibu yg disebut budhe tadi turut serta membantu membopong , namun karena agak susah akhirnya di biarkanlah suaminya mengangkat sendiri kemudian ia melirik ke arah gadis kecil yg menemukan wanita pingsan itu .

" nduk cah ayu , kamu kok nyampai sini...dan sendirian...?? " kata budhe sambil memandang anak perempuan kecil yang memberitahu orang pingsan tadi.

Rasa penasaran , karena ia berani beraninya sampai ke daerah terlarang ini .

" iya budhe , saya nyari jeruk sama daun mengkudu buat obat mamak .." katanya sambil menunduk , takut diomelin oleh pakde atau budhe itu.

" Oalah...disamping rumah budhe juga ada , ngga usah jauh jauh ke hutan nyari itu....bahaya..!! " kata budhe

" iya budhe...maaf.." jawabnya masih dengan menundukkan kepala

" ya udah ayo kerumah sekalian..." kata budhe

" iya budhe.." jawabnya , kemudian sambil memandang budhe itu .

" pak aku tak sekalian ambil karung jagung tadi ya..." kata budhe . Lalu ia melangkah ke ladang lagi dan mengajak anak gadis itu untuk membantu mengangkat jagungnya supaya bisa digendong .

" ya bune...hati hati ..pelan pelan saja...." kata pakdhe

Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali dan pulang. Dengan tetap membopong perempuan yang pingsan tadi. Pakdhe sendirian karena lebih leluasa untuk berjalan daripada beriringan.

Sesampainya dirumah, pakdhe kemudian membaringkan wanita tersebut dibalai balai dirumah mereka. Rumah sederhana , dan di lereng gunung ini mereka pensiun dan menikmati hari tua mereka , ditempat inilah ia kini hidup bersama istrinya , tempat kelahirannya sebelum pindah ke kota karena suatu pekerjaan . Pakdhe tersebut dulunya anggota militer namun juga seorang dokter di ibu kota , dan istrinya seorang bidan di klinik tempat sang suami mengabdi .

Karena sering bersama, akhirnya mereka memutuskan menikah .

Anggoro Dwi Purwadi atau Pak Pur , dialah yg saat ini menikmati masa pensiun bersama Dewi Arum sang istri.

Mereka mempunyai 2 orang anak perempuan dan laki laki . Yang anak perempuan seorang dokter rumah sakit swasta di ibukota dan sudah berkeluarga dan mempunya 2 orang anak laki laki dan perempuan.

Sementara anak laki lakinya juga seorang dokter di kemiliteran mengikuti jejak sang ayah , ia juga anggota militer disana , dia juga sudah berkeluarga dan mempunyai seorang anak perempuan .

Akhirnya mereka sampai dirumah pak Pur , langsung membawa wanita itu untuk berbaring di balai dalam rumahnya , sambil memposisikan kepala dan perut wanita itu karena dalam keadaan hamil maka pak Pur harus ekstra hati hati , kemudian ia mengambil bantal untuk menopang kan kakinya disana ,

Lalu keluar lagi menemui anak gadis yg bersamanya tadi , tampak gadis itu berlari kecil , dan dibelakangnya sang istri menggendong jagung dalam karung , kemudian beralih lagi melihat gadis kecil yg bersamanya itu dan berkata

" nduk... Itu kalau mau ambil buah atau daun jarak yang kamu cari tadi...disebelah rumah pakdhe.." kata pak Pur

" nggih pakdhe , terima kasih...saya ambil ya..." kata anak perempuan tadi

"sama sama , ambil saja sesuai kebutuhanmu..." kata pak Pur

Lalu anak itupun mengambil apa yg dia cari. Disamping rumah pak Pur terdapat banyak tanaman tanaman berupa buah buahan , bunga bunga , serta tanaman rempah rempah , dan beberapa tanaman obat obatan .

Beberapa saat kemudian istrinya , Bu Dewi datang sambil menggendong karung jagung dari ladang tempat menanam tadi. Terlihat wajahnya ayu yg mulai memudar , karena usia . Namun tetap cantik karena memang perawatan. Ya Bu Dewi merawat wajah dan badannya secar alami , ia sudah banyak belajar akan ramuan alami maupun obat obatan yg alami daripada obat obatan yg banyak mengandung zat kimia nya . Maka di tanamlah berbagi tanaman obat obatan disamping rumahnya.

" bagaimana pak " kata Bu Dewi

" belum sadar Bu...kasihan.." kata pak Pur

" iya pak...mana lagi hamil lagi.." kata Bu Dewi

" Kenapa bisa sampai ke daerah itu , yg notabene hutan terlarang , dan si Ningsih juga berada di sana lagi.." kata pak Pur

" Alah kaya ngga tahu si Ningsih aja pak....kebiasaan kalau dibilangin , kan ada budhe dan pakdhe dekat situ , jadi aku ngga takut " sambil menye menye Bu Dewi menirukan kebiasaan anak gadis yg memberitahu wanita pingsan tadi , memang anak itu selalu ngeyel jika dikasih tahu maupun jika dilarang . Tapi gadis itu sering membantu apabila pak Pur dan Bu Dewi membutuhkan sesuatu yg tidak ada disekitarnya.

Ningsih adalah gadis muda yg tinggal di daerah ini , bertetanggaan dengan pak Pur dan Bu Dewi meski berjarak agak jauh tapi mereka guyub rukun satu sama lain.

Mereka saling tolong menolong , bahu membahu apalagi jika orang dalam kesusahan

#bersambung

Anggoro Dwi Purwadi Dan Dewi Arum

Hingga sore hari pasangan suami istri itu dengan setia menunggu kesadaran dari wanita yang pingsan , yg mereka temukan.

Bu Dewi pun membuat berbagai ramuan obat obatan untuk wanita itu , "kasihan" kata itu yg muncul ketika ia menemukannya, hingga bebagai cara ia lakukan agar ibu dan calon anak itu bisa selamat , bahkan ia sudah membuat ramuan untuk kaki wanita itu yg terlihat bengkak. Bu Dewi juga menumbuk umbi umbian yg dipercaya bisa menghangatkan badan . Dulu ia belajar dari almarhumah mertuanya yg mengajari membuatnya . Bahkan ia sering bertanya ini itu karena memang pertama kalinya ketemu obat obatan dan ramuan ramuan dari tanaman sekitar kita , terutama dari almarhumah ibu mertuanya , Bu Dewi dulu hanya tahu obat obat kedokteran.

Ia membuat tempat khusus untuk meracik ramuan itu di rumahnya sebagai kamar obat.

*****

Tak banyak penduduk atau warga yg tahu kalau pak Pur dan Bu Dewi menemukan perempuan pingsan di pinggir hutan itu , selain Anak gadis yg bernama Ningsih dan keluarganya , karena jarak rumah mereka yg berjauhan. Sementara pak Pur dan Bu Dewi berada di paling atas di lereng gunung tersebut. Tempat yg paling sejuk dan jalanan nya yg sudah tertata rapi memakai bebatuan dan sedikit semen , tapi jangan ditanya kekuatan jalan itu , karena kiri kanannya btu cadas yg sangat kuat.

dibelakang rumahnya tanah bebatuan yg menjulang , sementara kanan kirinya tanah datar yg ditanami sayur sayuran beserta buah buahan tak luput pula berbagai tanaman obat obatan disana , kesukaan dari ibunya yg kini di warisi oleh istrinya itu. Depan rumah halaman luas dengan pohon buah buahan dari depan pintu sampai depan sana tertata bebatuan sebagi jalanan menuju rumahnya. Ketika pagi hari. Cahaya matahari masuk kedalam rumahnya .

Rumah dengan pintu kayu jati rumah joglo khas Jawa. Tempat kediamannya itu terlihat semakin mempesona.

" tok ...tok...tok...!!"

" tok .. tok...tok...!!"

Pintu rumah pak Pur diketok seseorang dari luar rumah. Pintu yg senantiasa ia tutup separuh agar angin yg berhembus tidak terlalu kencang masuk rumah.

Bergegas pak Pur membuka pintu rumahnya yang diketok seseorang dari luar rumah walau terbuka separuh namun seseorang memang harus kula nuwun terlebih dahulu.

"Assalamualaikum..." seorang wanita paruh baya muncul dari depan pintu bersama seorang gadis kecil yg tadi menemukan wanita yang pingsan di hutan. Ya dia Ningsih dan ibunya , ia tetangga terdekat dari pak Pur disini , walau jaraknya hampir 200an meter , namun mereka saling tegur sapa maupun kumpul bareng atau kumpul warga.

" waalaikumsalam wr.wb.." saut pak Pur

" mari silahkan masuk Bu Murni , nduk Ningsih...mari mari..." lanjutnya

Mereka kemudian masuk kedalam rumah pak Pur , Ibunya Ningsih atau Bu Murni masih terlihat lemas , mungkin karena masih sakit perut kata Ningsih tadi ketika mencari daun mengkudu tadi.

" Maaf pak Dokter , apa benar tadi ada wanita pingsan di hutan...???" kata Bu Murni yg mengetahui kalau tadi Ningsih menemukan wanita pingsan di hutan. Dan minta tolong sama pakdhe Pur dan Budhe Dewi untuk menolongnya

" Saya sudah bukan dokter lagi Bu .....pensiun..." kata pak Pur yg sudah enggan untuk disebut dokter lagi , lebih lebih disini ia disebutnya pak mantri . Ia ingin hidupnya damai Tampa embel embel itu , tapi nyatanya warga tetap menghormatinya walau telah pensiun . Ia enggan disebut dokter atau mantri lagi , karena pernah sakit tapi tidak bisa menyembuhkan diri sendiri , maka dari itu ia pensiun dini dari kedokterannya dan di ikuti juga oleh Bu Dewi .

" ada dia ada di balai dan belum sadar juga , kasihan , sepertinya dalam keadaan tidak baik baik saja.." jawab pak Pur lagi.

" alah Pak Pur bisa aja kan masih dokter...." sambil menengok balai tempat terbaring nya wanita tersebut.

Sambil mengamati , dan memperhatikan , dari ujung rambut sampai ujung kaki wanita itu.

" Masya'allah... Allahuakbar..... innalilahi...!! " Bu Murni dengan kagetnya melihat kondisi wanita yg terbaring lemah di balai tersebut , seakan ngga tega melihat kondisi itu.

" sepertinya harus dirawat dirumah sakit orang ini ya Bu Murni ? ...tapi..... Melihat situasi dan kondisinya saya ngga tega...." kata pak Pur , sambil mengingat jalanan dari rumah sampai jalan besar saja harus jalan kaki selama setengah jam bahkan lebih , karena memang tidak ada mobil yg bisa masuk . Hanya kendaraan motor saja yg bisa naik ke atas terutama ke tempat rumahnya.

Padahal kendaraan motor maupun mobil bisa sampai puncak Sindoro jika melewati jalur hutan larangan , tapi itu sangat berbahaya.

" biar disini saja dulu pak Pur , kan juga ada Bu bidan Dewi yang paham kondisi ini..." kata Bu Murni , mengingat jika Bu Dewi juga seorang bidan walau sudah pensiun

" eh Bu Dewi dimana pak Pur...?? " sambung Bu Murni

" ada dibelakang , lagi bikin ramuan obat buat wanita itu , jika sadar nanti " jawab pak Pur

Bergegas Bu Murni berjalan ke belakang sambil menarik tangan Ningsih anaknya.

Karena sudah menjadi kebiasaan , ketika bertamu di tempat pak Pur .

" ijin kebelakang pak Pur " kata Bu Murni

pak Pur hanya mengangguk terus geleng geleng kepala " kebiasaan....tapi ya sudahlah.. " batinnya. Pak Pur menyadari akan hal itu , semua warga yg disini lebih akrab dan tidak segan keluar masuk rumah orang lain dan mereka saling percaya . Karena kalau mereka mencari apa yg ia cari maka dia akan ambil yang dimaksud tadi tidak lebih .

pak Pur duduk di bangku sebelah balai balai dan sambil mengamati wanita yg terbaring lemah tsb. Ia merasa merawat anak gadisnya yg sekarang jadi seorang dokter juga . Ia juga teringat ketika tugas dan menangani wanita yg keadaanya seperti ini , sesaat pelupuk matanya mengembun dan sudut matanya mengeluarkan cairan mengingat semua pengalaman hidupnya itu.

Dipegangnya tangan wanita itu untuk mengetahui denyut nadi dan tampak lemah.

Kemudian pak Pur berdiri menuju lemari untuk mengambil peralatan dokternya yg lama tidak dipergunakan. beberapa peralatan ia keluarkan , memastikan kondisi alat tersebut masih bisa berfungsi dan bisa dipergunakan untuk memeriksa.

Karena memang sudah lama , alat alat itu tidak dipergunakan , namun ia tetap merawatnya.

Walau sudah pensiun , kadang ia masih dipercaya oleh beberapa instansi terkait tindakan medis kemiliterannya, kadang ia juga di panggil di sekolah Taruna di Magelang untuk memberikan konseling maupun bimbingan non mata pelajaran disana.

Sementara dibelakang Bu Dewi yg lagi menggerus obat obatan dan ramuan untuk wanita yg pingsan tadi. Selain itu ia juga sering membuat jamu jamuan untuk kesehatan dimasa tuanya bersama suaminya.

" Bu Dewi...." kata Bu Murni

" eh ...ada Bu Murni...sini..." jawab Bu Dewi

"ada apa ...? " lanjutnya

" Bu Dewi...Bu Dewi.....kasihan ya wanita itu....!..." kata Bu Murni kembali mengingat wanita pingsan di balai rumah Bu Dewi.

" mana lagi hamil ..." lanjutnya

" iya benar ...tapi mau bagaimana lagi " jawab Bu Dewi yg masih sibuk membuat ramuan itu , terlihat ada 3 gelas disana dengan ramuan berbeda. " mungkin but pak Pur dan Bu Dewi sendiri, dan satunya untuk wanita yg pingsan tadi" monolog hati Bu Murni.

" itu buat ramuan untuk orang itu ya Bu...? " kata Bu Murni

" iya Bu ..." jawab Bu Dewi yg masih menggerus ramuan dan jamuan yg ia buat.

" he ..he....sekalian dong saya buatin ramuan buat perut saya , mules dari kemarin , ada nyerinya lagi , padahal tadi sudah saya tempel daun mengkudu di perut , tetep aja ngga sembuh sembuh...." kata Bu Murni yg tampak masih lemas karena katanya sakit perut itu.

" ibuk sih makan sambel kebanyakan jadinya sakit perut kan...." celetuk anak Bu Murni , si Ningsih , dan merasa bahwa ia menjadi korban ibunya , yg harus mencari obat sakitnya itu.

" habis kalau ngga pakai sambel kurang nendang Ningsih...." jawabnya

Bu Dewi hanya geleng geleng kepala , ia tahu Bu Murni suka sekali kalau makan pedas , sementara perutnya tidak mampu untuk makan itu , tapi tetap ia melakukannya

" sebentar ya Bu , setelah ini saya buatin.."

Di usia kepala 6 ini Bu Dewi dan pak Pur sering kali menolong orang tanpa mengharapkan imbalan. Memang tujuannya mengabdi kepada masyarakat , walau kadang kala orang yg tak enak hati , mereka dengan suka rela memberikan rempah ataupun hasil ladang mereka kepada Bu Dewi ataupun pak Pur.

Dengan kepiawaiannya dalam dunia kesehatan yg telah lama mereka tekuni , mereka tetap melayani walaupun tidak membuka klinik. Dengan dibantu putranya yg aktif dalam bidang kesehatan di kemiliteran , serta anak perempuannya yg di ibu kota , yg bekerja dirumah sakit. Mereka bahu membahu untuk ayah ibunya itu. Walau mereka pensiun dan memilih bertani , tapi tak jarang pula orang meminta pak Pur dan Bu Dewi membantu memeriksa dan memberikan solusi kesehatan bagi warga dan penduduk di sini.

Bu Dewi selesai membuatkan obat untuk wanita pingsan tadi dan menyiapkannya , kemudian ia membuatkan ramuan untuk Bu Murni.

#bersambung

Sadar

Hingga suara adzan Maghrib menggema , wanita itu masih terbaring lemah di balai balai. Pak Pur menunaikan sholat Maghrib bersama istrinya , ia aktif sholat berjamaah dengan istrinya itu , sementara wanita yg pingsan masih terbaring tak sadarkan diri . Entah apa yg terjadi pada wanita itu. Pikir pak Pur

Pak Pur dan Bu Dewi tetap setia untuk menunggu. Sudah beberapa kali diolesi minyak kayu putih dan berbagai bau bauan tetap tak bergeming. Sehingga memutuskan untuk malam ini tetap menunggu dan menunggu mungkin tidak tidur atau bergantian. Walau dinginnya malam mulai menusuk tulang , Bu Dewi tetap terjaga. Sementara pak Pur duduk bersila dan melantunkan ayat ayat suci Al Quran , kebiasaan suami istri tersebut melakukan hal itu tiap malam .

Kadang berdua atau kadang anaknya yg di kota berlibur di tempat itu. maka pak Pur dan Bu Dewi akan bersama cucu cucunya , yang senantiasa membuat suasana jadi ramai.

Di suatu tempat yg jauh dari tempat Pak Pur dan Bu Dewi.

di sebuah taman yg ditumbuhi tanaman bunga bunga yg bermekaran , warna warni.

Di tengahnya ada pendopo kecil sebagai tempat istirahat dan bercengkrama.

Seorang kakek kakek sedang bercengkrama dengan cucu perempuannya.

" Nduk...cah ayu ...cucuku..." suara kakek berjenggot putih dan pakaian serba putih. Berbicara dengan seorang perempuan cantik.

" Dalem eyang...." suara perempuan itu

" Waktumu sebenarnya sudah dekat....akan tetapi kau telah berhasil mendapatkan kembang Mawar biru itu " kata lelaki tua yg disebut eyang oleh perempuan dihadapannya.

" apa maksudnya ini eyang....?" jawabnya

" itu berarti kau telah memupus kutukan eyang buyutmu , sehingga engkau tetap selamat.....tapi ....???!!" kata eyang

" tapi apa eyang....?" jawabnya

" saat ini kau sedang mengandung , anakmu adalah seorang pewaris , maka akan banyak sekali cobaan dan pantangannya , apa kau sanggup untuk membimbingnya....." kata eyang

perempuan itu menganggukkan kepala tanda setuju . Entah nanti bagaimana caranya untuk membimbing dan mendidik seorang pewaris itu.

"eyang tahu , kamu seringkali gegabah dalam mengambil keputusan maupun tindakan..." lanjut eyang

Sambil melihat keseriusan di wajah perempuan itu lalu berkata

" orang yang kau cari sedah dekat , dia akan datang ke ragamu dan menjaganya bersama anakmu itu...." lanjutnya

" karena dialah yg diberi mandat oleh eyang buyutmu untuk menjaga..." lanjut eyang

" waktuku tidak banyak nduk..." kata eyang

" lalu bagaimana dengan suamiku eyang....?" jawab perempuan itu

" dia berada jauh dari tempatmu berada saat ini , tunggulah beberapa saat ia akan datang ketempat mu berada.." jawab eyang

"apakah suamiku selamat eyang...?" jawab perempuan itu

" Alraisha Biru Sekar Langit cucuku.... selamat atau tidaknya semua tergantung pada dirimu , jika kau tulus mencintainya maka ia akan pulih seperti sedia kala " eyang

Oh nama perempuan itu Alraisha Biru Sekar langit to 🤭

" suatu saat kau akan mengerti mengapa semua ini bisa terjadi , karena semua sudah ditakdirkan untuk menjalankannya. " lanjutnya

" Baiklah eyang , sendiko dawuh , saya menurut dengan perkataan eyang...." jawab Raisha

" kembalilah..." kata eyang

" baik eyang...terima kasih eyang... Assalamualaikum..." Raisha

" Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh "

Sementara itu ditempatnya Pak Purwadi yang masih melantunkan ayat ayat suci Alquran . malam yg semakin larut dan semakin dingin.

Bu Dewi masih terjaga , walau matanya sudah redup karena saking mengantuknya.

Tak sengaja melihat pergerakan jemari tangan dari wanita yg masih terkulai di balai balai. Semakin memfokuskan pandangan matanya ke jari jemari itu yg sedikit bergerak. Lalu matanya tampak melotot dan berucap

" Allahuakbar... Allahuakbar.... Alhamdulillah... Alhamdulillah ya Allah....!!! Teriakan Bu Dewi menggema di ruangan itu

Ucapan Bu Dewi membuat pak Pur kaget , sehingga segeralah ia bangkit dari duduknya.

" Ada apa bune...?" kata pak Purwadi

" Lihat ...lihat pak , tangannya bergerak...." jawabnya

Pak Purwadi mendekat , mata perempuan itu sedikit demi sedikit terbuka , lalu mengedarkan pandangannya , merasa asing.

ia tersadar ketika baru saja berada di taman. Namun saat ini ada di sebuah bilik ruangan yg berbeda , ia tidak mengenalinya.

"dimana saat ini aku berada..? monolognya dalam hati

" Alhamdulillah ya Allah.... Allahuakbar....kamu sudah sadar nak...? Kata pak Purwadi

" Dimana aku bu....?" Kata wanita itu

" ini rumah kami nak, di desa lereng gunung Sindoro " jawab pak Purwadi

" minumlah dulu nduk cah ayu...." kata Bu Dewi

Lalu wanita itu minum seteguk dua teguk air yg diberikan Bu Dewi. Tertatih tatih bangunnya dibantu pak Purwadi . Sedikit demi sedikit akhirnya wanita itu menghabiskan air minum dalam gelas. Selanjutan berbaring kembali , dirasa belum kuat untuk duduk seperti pada umumnya.

Wanita itu masih mengamati sekelilingnya , terlihat rumah sederhana dengan perawatan apik. Sehingga terlihat nyaman. Tempatnya berbaring adalah balai balai bambu yg panjang di ruangan itu , seperti ruang tengah dan ruang tamu yg jadi satu . Tampak juga meja dan kursi kayu berjejer disana . Meja agak tinggi dipenuhi peralatan kedokteran dan obat obatan.

" Nama kamu siapa nduk...? Tanya Bu Dewi sambil meletakkan gelas di meja samping balai

" Raisha Bu...." jawab Raisha

" Nak Raisha kok bisa sampai daerah sini...? Tanya Bu Dewi

" sudahlah Bu , dilanjut besok , biar nak Raisha istirahat dulu , sudah hampir subuh ini....biar istirahat ? Kata Pak Purwadi

" iya pak....istirahat dulu nak Raisha...."

" Terima kasih Bu " Jawab Raisha

Akhirnya Raisha pun merebahkan dirinya di balai itu , sementara pak Purwadi dan Bu Dewi kebelakang sebelum sholat Subuh , merek menyiapkan segala sesuatu untuk esok hari.

Adzan subuh menggema dan saat itu pak Purwadi dan Bu Dewi melaksanakan sholat dengan khusyuk. Sementara Raisha terbangun mau melaksanakan sholat namun badan masih lemas.

Hingga pagi menjelang , burung burung bernyanyi menyambut pagi. Hiruk pikuk di desa itu tidaklah seramai penduduk kota. Tiap pagi sudah disuguhi suara bising motor tetangga , keramaian orang orang antri ke kamar mandi dan teriakan tukang sayur yg menggema di komplek perumahan. Sedang di desa ini di lereng gunung ini , aktifitas keseharian orang orang berkebun dan bertani selain itu beternak juga untuk sampingan. Sesekali ke kota hanya untuk kebutuhan dapur dan perkebunan atau sawah mereka. Tidak banyak penduduk disini. Pak Purwadi mempunyai tetangga paling dekat jaraknya 200 meteran , itupun cuma keluarga Ningsih. Sementara untuk lainnya lebih jauh lagi. Sesekali berpapasan dengan tetangga kalau lagi berkebun ataupun ke ladang . Tapi tak jarang pula mereka datang ke tempat Pak Purwadi untuk berobat atau memeriksa kesehatan.

Raisha mencoba bangun dari tidurnya , ditangan kirinya masih merasa menggenggam sesuatu , dicoba untuk dibuka tangan kirinya sambil duduk di tepi balai.

Dibuka tangannya , nampak sekuntum bunga mawar yg sudah hampir layu berwarna Biru.

Mencoba mengingat ingat kembali rangkaian rangkaian peristiwa terhadap dirinya hingga sampai disini , rumah asing menurut Raisha.

Peristiwa ia harus kabur bersama suaminya karena telah diikuti oleh sosok yg tidak ia kenal , menyerangnya dengan bola api , bahkan ia diselamatkan oleh siapa , pun ia tidak tahu.

Hingga Raisha dan suami terpisah diperjalanan , entah apa yg memisahkan itu , padahal berada satu mobil . Hingga Raisha menemukan taman dengan bunga warna warni , dipetik lah bunga mawar biru itu dan digenggamnya.

Berlanjut bertemu eyangnya di alam bawah sadarnya hingga kini tergeletak dibalai balai bambu ini

# bersambung

Hah capek juga ya🤭

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!