"Saya sangat berharap, kalau kalian bisa pembantu pihak kepolisian dalam memecahkan kasus tersebut. Karena, itu adalah kasus yang sangat besar. Tapi sangat sedikit sekali pihak yang memiliki bukti. Kalian paham bukan apa yang saya maksud?" Tanya Pak Bandri.
Tri Haryati, atau yang lebih dikenal dengan Yati. Adalah seorang wartawan surat kabar. Dia bekerja bersama dengan sahabatnya yang bernama Iwan Suryadi. Meskipun mereka hanya bekerja berdua saja, tetapi mereka berdua sudah banyak membantu kepolisian dalam memecahkan kasus-kasus misterius. Dalam sebuah penyelidikan, tentunya para pihak kepolisian akan sangat membutuhkan kehadiran para wartawan. Namun, kehadiran Yati dan Iwan sangat-sangat dibutuhkan oleh hampir semua kalangan. Karena mereka berdua sudah sukses dalam karir mereka.
Pada hari itu, atasan mereka yang bernama Pak Bandri, mengutus mereka berdua ke sebuah hotel berbintang. Ada sebuah kasus pembunuhan seorang pengusaha muda kaya raya yang bernama Bagas Mantari. Bagas kabarnya dibunuh di hotel tersebut, beberapa hari yang lalu. Namun, hingga saat ini kabar itu masih simpang siur. Apalagi pihak kepolisian juga bersikap tidak biasa. Yang di mana seharusnya mereka sudah mengusut kasus tersebut. Tapi sampai hari ini tidak ada perkembangan apapun. Bahkan mereka terkesan enggan untuk memecahkan kasus pembunuhan sadis tersebut.
Entah bagaimana awalnya, sehingga berita ini hanya sampai dari mulut ke mulut, tanpa ada kejelasan sedikitpun. Tapi yang membuat Pak Bandri yakin adalah, hotel tempat Bagas Mantari menginap sekarang sudah ditutup secara total. Tidak ada satupun orang yang boleh ke sana, termasuk Yati dan Iwan. Jadi, tugas yang diberikan oleh Pak Bandri adalah tugas yang tidak resmi. Pak Bandri juga mengatakan, kalau hal ini sama sekali tidak diketahui oleh para penegak hukum. Kalau mereka berdua sampai ketahuan, maka 'Pena Kota' yang akan dipertaruhkan.
"Kalau ini memang kasus yang dirahasiakan oleh para kepolisian, maka kita semua bisa terkena masalah Pak." Kata Iwan dengan nada tegas.
"Justru itu Iwan! Bayangkan, bagaimana reaksi masyarakat kalau sampai kasus ini menyebar? Mereka pasti akan antusias untuk mencari beritanya. Dan koran-koran dari perusahaan inilah yang akan dicekal oleh mereka. Polisi? Mereka tidak akan berani melakukan apa-apa, kalau masyarakat tahu, kitalah yang membongkar kasus tersebut." Jawab Pak Bandri.
Iwan dan Yati saling tatap satu sama lain. Memang, Pak Bandri adalah orang yang sangat nekat dalam hal apapun. Karena itulah dia dipercaya oleh pemilik perusahaan, untuk mengelola perusahaan tersebut. Di tangan Pak Bandri, 'Pena Kota' telah berhasil menjadi perusahaan surat kabar terbesar. Siapa yang tidak tahu 'Pena Kota'? Semua orang membaca koran-koran yang mereka cetak setiap hari. 'Pena Kota' selalu menyediakan berita-berita yang panas dan terbaru. Bagi Pak Bandri, tidak ada yang namanya rahasia. Semua hal memiliki celah untuk dibongkar.
"Maaf Pak. Saya rasa, untuk kali ini saya harus menolak permintaan Bapak. Jujur Pak, ini hal paling gila yang pernah kami lakukan. Dan...."
"Hey... Yati! Yati! Yati! Lihat dirimu sekarang. Sudah berapa hal gila kalian berdua lewati bersama? Hah? Dan semua orang mengenal kalian. Tri Haryati! Dan Iwan Suryadi!" Ucap Pak Bandri sembari tertawa membanggakan kedua anak didiknya itu.
Pak Bandri yang selama ini mendorong Iwan dan Yati untuk berkembang. Dulu, Yati dan Iwan hanyalah karyawan biasa. Bahkan mereka tidak pernah dilirik oleh pemilik perusahaan. Tapi sekarang, jangankan pemilik perusahaan, anak kecil saja bisa menyapa mereka berdua ketika bertemu di jalan. Sebuah pencapaian luar biasa yang dilakukan oleh Yati dan Iwan. Dan semua itu berkat Pak Bandri, yang tidak pernah bosan dan lelah menjadi mentor untuk mereka berdua. Sehingga mereka bisa sukses seperti sekarang ini. Punya rumah dan mobil mewah.
Yati dan Iwan hanya bisa menghargai nafas mendengar ucapan Pak Bandri. Mau dibantah seperti apapun, Pak Bandri tetap akan menjadi pemenangnya. Dia selalu bisa membereskan semua masalah. Karena sering kali melakukan tindakan yang nekat, Iwan dan Yati kerap menjadi sasaran orang-orang tidak bertanggung jawab. Namun dengan pengaruh yang Pak Bandri miliki, Iwan dan Yati masih bisa selamat sampai sekarang. Bahkan sangat jarang ada orang yang berani macam-macam dengan mereka berdua. Karena resiko yang mereka tanggung akan sangat besar jika harus berurusan dengan Pak Bandri yang punya segalanya.
"Bagaimana? Tentunya kalian tidak meragukan pendapat saya bukan?"
Yati pun mengangguk, tanda kalau dia mengiyakan perintah dari atasannya itu.
*
*
Saat sudah di luar kantor, Iwan mencecar Yati dengan berbagai perkataan. Iwan merasa tidak setuju dengan rencana Pak Bandri, yang menugaskan mereka untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Karena pada dasarnya, itu adalah tugas pihak kepolisian. Bukan tugas utama mereka sebagai wartawan. Tugas mereka berdua adalah menyiapkan dan menyiarkan berita kepada masyarakat luas. Bukan mencampuri urusan orang dengan mengulik permasalahan yang menurut Iwan sangat mengerikan itu. Iwan merasakan firasat yang tidak enak, tidak seperti biasanya.
"Ti! Kamu kenapa harus nurut terus sama Pak Bandri? Dia itu sakit jiwa Ti!" Ucap Iwan yang kesal.
Sembari berjalan menuju parkiran, mereka berdua terus berdebat. Karena Iwan sama sekali tidak suka dengan keputusan Yati, yang tidak meminta persetujuan darinya terlebih dahulu.
"Wan! Jaga mulut kamu! Kita bisa dipecat kalau sampai ada yang dengar!" Jawab Yati yang juga sama-sama kesal, karena Iwan terus saja mengoceh.
"Tapi Ti.."
"Iwan! Pak Bandri sudah berjasa besar buat kehidupan kita. Rumah mewah. Mobil mewah. Tidak semua orang punya Wan."
"Iya Ti. Aku tahu. Aku tahu. Tapi, sampai kapan kita akan terus seperti ini Ti? Aku tidak mau menua di tempat ini. Lihat kamu sekarang. Umurmu sudah masuk 27 tahun. Aku? 32 tahun Ti! 32 Tahun!"
"Lantas?!"
"Ti. Kita pikirkan hal lain saja. Kita keluar dari perusahaan ini. Kita bangun usaha sama-sama. Uang kita sudah lebih dari cukup. Dan kita tidak harus menjadi karyawan selama-lamanya."
"Wan. Aku sudah memimpikan ini semua sedari dulu. Menjadi orang yang dikenal banyak orang. Siapa yang tidak kenal kita sekarang? Semua mengenal kita. Dan itu semua berkat siapa? Pak Bandri! Dia orang tua kita satu-satunya. Kamu ingatkan? Dulu kita hanya tinggal di panti asuhan."
Iwan sudah tidak mampu berkata-kata lagi. Seperti biasanya, Iwan selalu dikalahkan oleh pendapat Yati, yang selalu benar. Iwan dan Yati dulunya memang tinggal di sebuah panti asuhan. Mereka berdua tidak pernah tahu siapa orang tua kandung mereka. Dan Pak Bandri yang selama ini telah menyekolahkan mereka. Memberikan kehidupan yang layak untuk mereka berdua. Bahkan, sudah seperti orang tua kandung mereka sendiri. Pada akhirnya, Iwan terpaksa harus mengikuti Yati. Kemanapun Yati pergi, Iwan selalu saja ingin ikut. Dia tidak pernah mau pisah dengan Yati.
"Ya sudah. Kita fokus saja. Aku ikut denganmu."
"Bagus! Karena itulah yang seharusnya kamu lakukan." Jawab Yati.
Mereka kemudian menaiki mobil mewah mereka masing-masing, yaitu Mercedez-benz Seri S. Mobil yang sangat digemari oleh orang-orang kaya pada masa itu. Tidak sulit bagi mereka berdua untuk mendapatkannya. Dengan upah besar yang mereka dapatkan, mereka bisa membeli apa saja yang mereka mau. Termasuk mobil mewah tersebut. Mereka berdua pergi ke rumah mereka masing-masing, untuk menyiapkan segala keperluan yang mereka butuhkan. Karena dalam tugas kali ini, mereka berdua harus bisa menyamar menjadi orang biasa. Jika mereka menggunakan identitas mereka sebagai seorang wartawan, maka mereka akan mendapatkan masalah besar.
Persiapan sudah dilakukan, tinggal menunggu waktunya bagi Yati untuk berangkat ke hotel yang sempat disebutkan oleh Pak Bandri. Sembari menunggu kedatangan Iwan, Yati kembali membuka semua berkas yang diberikan oleh Pak Bandri. Yati mempelajari berkas tersebut satu persatu. Dia menemukan banyak sekali kejanggalan dalam kasus pembunuhan Bagas Mantari. Dalam berkas kasus yang Yati pegang, Bagas Mantari dikabarkan mati dengan mendapatkan tusukan di hampir seluruh bagian tubuhnya. Kemungkinan besar, pelakunya lebih dari satu orang.
Namun yang membuat Yati heran adalah, tidak ada satupun saksi mata yang melihat kejadian tersebut. Yang lebih mengherankan lagi adalah, tidak ada satupun pihak keluarga dari Bagas Mantari yang berkomentar apapun. Mereka seakan tutup mulut dengan kasus tersebut. Padahal, Bagas Mantari adalah tulang punggung seluruh anggota keluarga besarnya. Sangat tidak mungkin kalau Bagas Mantari dibenci oleh mereka, apalagi sampai dibunuh. Karena jika keluarganya sendiri yang membunuh Bagas, maka nasib mereka yang jadi taruhan.
Keanehan tidak sampai di situ saja. Yati kembali menemukan sebuah hal mengejutkan. Jasad dari Bagas Mantari tidak ditemukan sampai saat ini. Ditambah lagi, siapa orang yang melaporkan pembunuhan itupun tidak ada yang tahu. Seakan kasus ini seperti sebuah lelucon. Seperti kasus pembunuhan yang dibuat-buat. Apalagi pihak kepolisian juga diketahui tidak serius dalam menangani kasus ini. Padahal, Bagas adalah orang yang sangat berpengaruh. Bahkan dikatakan, Bagas adalah orang yang kebal hukum, karena dia selalu menjadi pemenang ketika berurusan dengan siapa saja.
Sebagai seseorang yang memiliki banyak sekali harta, tentunya Bagas Mantari kerap kali mendapatkan ancaman ataupun kekerasan. Banyak orang yang ingin menghancurkan bisnisnya. Terutama dengan para pesaingnya. Meskipun banyak sekali orang yang kagum kepadanya, Bagas tetap saja memiliki banyak musuh. Dengan berbagai macam bisnis yang ia jalankan, pastilah banyak orang yang menginginkan kematiannya. Dan mereka akan melakukan apa saja untuk bisa menyingkirkan Bagas. Bagas memang kerap dianggap sebagai ancaman bagi para pebisnis besar. Karena Bagas mengetahui kelicikan mereka.
Setelah membaca berkas-berkas itu, Iwan pun tiba di rumah Yati.
"Bagaimana? Sudah siap Nona?" Canda Iwan.
"Ayo." Jawab Yati singkat.
Iwan memasukkan satu persatu barang yang dibawa oleh Yati. Di luar rumah, para pelayan di rumah Yati juga menghantar kepergian mereka berdua. Yati memiliki sepuluh orang pelayan. Lima perempuan, dan lima laki-laki. Mereka semua bekerja secara bergantian, siang dan malam. Menyiapkan segala keperluan yang Yati butuhkan. Meskipun sudah memiliki rumah megah dan indah, tapi Yati lebih sering tidur di hotel, ataupun tempat lain. Profesi yang sudah ia geluti bertahun-tahun, membuatnya jarang merasakan nikmatnya suasana yang ada di dalam rumahnya. Sama halnya dengan Iwan.
Mereka berdua memang sangat cocok dalam melakukan apa saja, bersama-sama. Sekalipun mereka hanya berdua, tapi mereka tidak pernah melakukan hal-hal buruk, yang umumnya dilakukan oleh orang-orang seumuran mereka. Mereka berdua hanya sebatas sahabat, dan selalu fokus kepada tugas mereka masing-masing. Tidak ada perasaan cinta sedikitpun dalam hati Yati kepada Iwan. Laki-laki yang sudah bersahabat dengan dirinya sejak Yati masih sangat kecil. Walaupun sesekali Iwan berusaha menggodanya, Yati tetap bersikap biasa saja.
*
*
Perjalanan pun dimulai. Tidak terasa, mereka sudah sampai di sebuah apartemen, yang akan mereka jadikan tempat tinggal mereka sementara waktu. Dari apartemen itulah nantinya mereka mengawasi semua pergerakan yang ada di hotel yang dimaksud Pak Bandri. Hotel yang kabarnya menjadi tempat peristiwa pembunuhan seorang pengusaha kaya raya itu, tepat berada di seberang jalan raya. Tempat itu begitu ramai oleh lalu lalang kendaraan. Iwan dan Yati bisa mengawasi keadaan hotel itu menggunakan sebuah teropong, dari jendela kamar apartemen mereka tempati sekarang.
Untuk melancarkan aksinya, Yati dan Iwan menyamar menjadi sepasang suami istri. Mereka juga telah merubah penampilan mereka dengan sangat teliti. Karena jika sampai ada yang tahu mereka adalah wartawan, sudah dipastikan mereka akan diusir dari apartemen tersebut. Karena menurut informasi yang diberikan oleh Pak Bandri, apartemen yang mereka tinggal di sekarang juga masih berhubungan erat dengan hotel itu. Entah apa yang dimaksud Pak Bandri. Iwan dan Yati tidak mau ambil pusing soal hal tersebut. Karena mereka hanya ingin bekerja dengan baik di tempat ini.
"Sepertinya tidak ada yang mencurigakan sama sekali dari tempat itu." Ucap Iwan sembari meneropong dari jendela kamar apartemen.
"Ya. Karena ini hanyalah gambaran dari luarnya saja. Kita tidak pernah tahu, apa yang terjadi di sana. Hati-hati Iwan, jangan sampai ada yang mengetahui identitas kita." Kata Yati.
"Aku berani jamin, kalau Pak Bandri pasti sudah terlebih dulu mengawasi tempat ini. Dia pasti tahu lebih banyak tentang hotel misterius itu."
"Tahu ataupun tidak, itu bukan urusan kita. Kita hanya harus bekerja dengan baik di tempat ini. Jangan sia-siakan kepercayaan yang telah diberikan oleh Pak Bandri kepada kita."
"Iya Yati. Oh ya, bagaimana kalau kita minta bantuan teman-teman kita yang lain? Supaya pekerjaan ini jadi lebih mudah."
"Teman? Teman siapa?" Tanya Yati heran.
Selama bekerja di Pena Kota, mereka berdua seperti tidak pernah memiliki teman. Yati dan Iwan sangat jarang berkomunikasi dengan orang lain. Mereka hanya sibuk dengan pekerjaan mereka. Berbeda dengan para karyawan kantor lainnya, yang suka berkumpul di satu tempat untuk melepaskan penat. Iwan dan Yati bahkan tidak pernah hadir di salah satu pesta teman kantor mereka. Ketika bertemu di kantor, Iwan dan Yati hanya bertegur sapa biasa kepada teman-teman mereka. Tidak pernah ada obrolan yang serius. Bahkan Yati ataupun Iwan, mereka tidak pernah sekalipun mengajak teman-teman kantor mereka, untuk berkumpul di rumah mereka berdua.
Bukannya mereka anti sosial, tapi Iwan dan Yati memang tidak terlalu suka berkumpul. Apalagi jika membahas hal-hal yang menurut mereka tidak berguna. Iwan dan Yati orang yang dikenal sangat fokus terhadap setiap hal. Mereka sangat-sangat disiplin. Dan tidak akan bersantai kalau tugas mereka belum selesai.
"Teman kita di panti asuhan kita dulu Yati." Jawab Iwan.
"Apa yang bisa mereka lakukan untuk kita? Mereka tidak tahu apa-apa tentang kasus ini. Mereka tidak akan bisa membantu kita, Iwan."
"Kenapa tidak kita coba saja dulu?"
"Tidak. Aku tidak mau kalau harus mengurus mereka semua."
"Ya tidak semuanya Ti. Beberapa orang sajakan bisa."
"Tidak. Tidak boleh ada orang lain selain kita berdua. Aku tidak tahu upaya apa yang menanti di depan kita. Jangan membahayakan siapapun. Aku tidak mau kalau sampai ada orang yang terseret dalam kasus ini. Apalagi ini adalah kasus yang sangat misterius, dan sangat tidak biasa. Aku punya firasat tidak enak."
Iwan hanya diam. Dia tidak mungkin membantah Yati, kalau dia sudah berkata seperti itu. Karena Yati memiliki intuisi yang tajam. Setiap kali ada sesuatu yang tidak enak, Yati pasti akan cemas, khawatir, dan menunjukkan sikap yang tidak biasa. Iwan sudah sangat paham dengan perilakunya. Hal itu memang sudah biasa terjadi. Dan karena intuisi Yati yang tajam itulah, mereka berdua sering sekali mendapatkan keberuntungan. Entah sudah berapa ratus kali mereka berdua hampir mati, karena pekerjaan mereka yang sangat berbahaya. Tapi Yati selalu saja bisa membawa mereka berdua keluar dari masalah. Bahkan teman-teman di kantor mereka pun sampai terheran-heran.
Yati dan Iwan sempat disangka memiliki sesuatu yang berbau supranatural. Sebagai contoh, jimat. Karena mereka berdua sudah berkali-kali selamat ketika menghadapi bahaya yang mengancam mereka. Dan hal itu tidak pernah terjadi kepada teman-teman mereka yang ada di kantor. Itu juga yang menjadi salah satu alasan teman-teman kantor mereka tidak suka dengan keberadaan Iwan dan Yati di Pena Kota. Karena mereka berdua selalu sukses dalam hal apapun. Dan sampai sekarang, tidak ada satupun orang yang berhasil menggantikan posisi mereka.
Pagi itu, Yati dan Iwan memulai tugas mereka. Iwan mengawasi dengan teropong dari apartemen. Sedangkan Yati akan menuju ke hotel tersebut. Dia berdandan dengan sangat cantik untuk memikat para penjaga yang ada di sana. Semenjak adanya rumor tentang pembunuhan di hotel itu, pihak kepolisian menjaga tempat itu dengan sangat ketat, selama 24 jam penuh. Yati tidak langsung masuk ke area hotel. Tapi dia berjalan terlebih dahulu ke sebuah warung kecil, yang ada di sekitaran hotel tersebut. Di sana Yati berpura-pura membeli satu bungkus rokok, dan juga segelas kopi hitam. Semua orang yang ada di warung itu, menatapnya dengan penuh curiga. Wajah Yati benar-benar terlihat sangat asing di tempat itu.
"Mba-nya bukan orang sini yah?" Tanya si penjaga warung itu.
Perempuan yang umurnya berkisar 40 tahunan itu mencoba membuka obrolan dengan Yati. Dia terlihat kasihan kepada Yati, karena semenjak dia duduk di warung itu, hampir semua mata tertuju kepadanya.
"Iya Bu. Saya sedang berlibur."
"Liburan di tempat seperti ini. Masih banyak tempat lainnya jauh lebih baik bukan?"
"Saya orang desa Bu. Jadi, saya ingin tahu bagaimana suasana yang ada di kota."
"Oh iya." Jawab perempuan itu singkat.
Tapi si penjaga warung itu juga terlihat mencurigakan bagi Yati. Sebagai seorang penjaga warung, tidak seharusnya perempuan itu berdandan seperti orang kantoran. Yati mencicipi rokok dan kopi yang sudah diletakkan di atas meja, di depannya. Semua orang menjadi semakin mencurigai keberadaannya. Bagi mereka, Yati seperti seorang polisi ataupun detektif. Ada dua orang laki-laki yang nampaknya memperhatikan Yati dengan sangat detail. Mereka berpawakan seperti preman. Badan mereka tinggi besar. Tatapan mereka tajam. Jaket kulit yang mereka pakai, menandakan kalau mereka termasuk orang penting.
Merasa kalau keadaannya tidak memungkinkan, Yati dengan cepat membayar semua yang sudah ia pesan di warung itu. Sesaat kemudian, Yati berlalu dari warung tersebut. Begitu juga dengan dua orang laki-laki yang sedari tadi mengawasinya. Yati tahu, kalau dua orang laki-laki itu sedang berusaha untuk mengikutinya. Melihat Yati berada dalam bahaya, Iwan mencoba mengambil potret dua orang pria berjaket kulit itu. Dari kejauhan, tentu gambar yang Iwan dapatkan tidak terlalu jelas. Tapi Iwan masih bisa mengenali wajah mereka dengan baik. Setelah dicetak nanti, barulah Iwan akan mengetahui siapa dua orang laki-laki yang mengikuti Yati sampai ke depan apartemen.
Yati dengan cepat masuk ke apartemennya. Sedangkan dua orang laki-laki itu sudah tidak mengikutinya lagi. Mereka tidak mungkin mengikuti Yati sampai ke dalam apartemen, karena mereka pasti akan dicegat oleh satpam yang berjaga di sana. Dua orang laki-laki itu pun akhirnya berlalu dari tempat itu. Mereka terlihat kesal karena tidak bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dengan insting mereka yang begitu tajam, sudah pasti dua orang laki-laki itu bukanlah orang-orang sembarangan. Bisa jadi dua orang laki-laki itu adalah para polisi yang berjaga di sekitaran hotel dan apartemen. Apalagi mereka juga sangat ahli dalam hal mengikuti orang dari belakang. Mereka terlihat sangat terlatih dan sudah profesional.
Setelah sampai di dalam kamar apartemen, Yati langsung mengemasi barang-barangnya. Iwan pun kebingungan, karena mereka baru menginap satu malam di tempat ini. Sedangkan mereka menyewa kamar apartemen ini untuk waktu 3 bulan ke depan. Namun Iwan juga merasa khawatir dengan keberadaan dua orang laki-laki yang sempat mengikuti Yati. Bisa saja mereka adalah orang jahat, yang ternyata sudah mengetahui rencana mereka. Iwan juga buru-buru mengemasi semua peralatannya. Tidak lupa, Iwan juga mengatakan kepada Yati, kalau dia sudah mendapatkan potret dua laki-laki itu.
"Aku hanya tinggal mencetak hasilnya saja. Setelah itu, baru kitab berdua bisa mengetahui siapa dua laki-laki itu." Ucap Iwan kepada Yati.
"Kenapa kamu tidak membantu?"
"Kalau aku turun ke sana, tidak akan ada satupun orang yang mengetahui tentang mereka, Yati. Bisa saja semua rencana kita ini telah diketahui oleh pihak-pihak penting."
"Maksudnya?"
"Pena Kota adalah masalah besar bagi semua orang yang bermasalah. Banyak orang yang ingin sekali melihat Pena Kota bangkrut. Kamu juga tahu, Pak Bandri pernah dianggap sebagai ancaman oleh para pejabat, karena dia membongkar kasus korupsi yang sudah mereka lakukan."
Yati lalu teringat dengan ucapan Pak Bandri, sebelum dia meninggalkan kantornya. Pak Bandri bilang, kalau Pak Bandri mencurigai akan adanya pihak-pihak lain yang menghalangi rencana mereka. Meskipun Pena Kota hanyalah perusahaan media cetak, tetapi Pena Kota sudah dianggap sebagai sebuah masalah besar bagi orang-orang yang bermasalah. Seperti yang baru saja dikatakan oleh Iwan. Banyak sekali orang yang menginginkan kehancuran Pena Kota. Karena sudah banyak sekali kasus yang mereka bongkar, sekalipun Pena Kota bukanlah sebuah kantor penegak hukum.
Namun di masa kepemimpinan Pak Bandri, Pena Kota menjadi satu-satunya perusahaan media cetak ternama, dan terkenal di mana-mana. Pak Bandri tidak pernah mau menerima sogokan dari siapapun. Dan Pak Bandri juga tidak pernah takut dengan siapa saja. Untuk mengungkapkan kebenaran, Pak Bandri akan mengorbankan segalanya. Hal itulah yang membuat Pena Kota lebih digemari oleh masyarakat. Banyak sekali orang-orang yang masuk ke dalam bisnis gelap, yang merasa terganggu dengan keberadaan perusahaan Pena Kota. Dan yang membuat mereka sulit untuk menghancurkan Pena Kota adalah, tidak ada satupun orang yang tahu siapa pemilik Pena Kota.
Satu-satunya orang yang mengetahui siapa pemiliknya hanyalah Pak Bandri. Entah bagaimana sebuah perusahaan media cetak bisa bergerak seperti sekumpulan kelompok pasukan khusus. Berbeda dengan perusahaan media cetak yang lain, Pena Kota cukup rahasia untuk diteliti. Tidak semua orang bisa masuk ke dalamnya. Pak Bandri juga sangat selektif dalam memilih orang-orang yang ingin bekerja di Pena Kota. Sekalipun orang tersebut berpendidikan tinggi, belum tentu Pak Bandri mau menerimanya. Karena Pena Kota didasarkan kepada sebuah kesetiaan dan kejujuran. Siapa saja bisa dipecat, dan siapa saja bisa dipertahankan. Seperti Iwan dan Yati.
Namun Pak Bandri pernah mengatakan kepada Iwan dan Yati, kalau Pena Kota dibuat oleh sekumpulan orang-orang penting, yang tidak suka dengan orang-orang licik. Dan Pak Bandri, dia selalu saja bisa mendapatkan informasi. Sekalipun informasi tersebut bersifat sangat rahasia. Salah satu contohnya adalah, kasus korupsi terbesar yang pernah dilakukan oleh salah seorang pejabat. Padahal, para pihak kepolisian maupun penegak hukum yang lain, sangat kesulitan dalam menemukan bukti-bukti korupsi si pejabat tersebut. Tapi Pak Bandri bisa dengan mudah memberikan informasi itu kepada Iwan dan Yati. Seakan Pak Bandri mengenal dekat si koruptor itu. Bahkan Pak Bandri bisa mengetahui samai ke hal-hal yang sensitif.
"Ya sudah. Kita secepatnya pergi dari tempat ini. Tapi kita harus mencari jalan lain. Jika kita melewati jalan di depan hotel itu, pasti mereka akan tahu kalau kita sudah melarikan diri."
"Ya. Kamu benar Yati. Kita pergi sekarang."
"Kamu sudah yakin tidak ada yang tertinggal?"
"Ya. Semuanya sudah ada di dalam tas."
"Ya sudah. Ayo!"
"Ayo!"
Yati dan Iwan buru-buru pergi dari tempat itu. Dengan terpaksa mereka juga harus menuruni tangga darurat, karena sangat tidak memungkinkan bagi mereka untuk menaiki lift. Mereka khawatir kalau ada orang yang menghadang mereka nantinya. Untung saja kamar mereka berada di lantai 6. Sehingga tidak terlalu jauh dari tempat mobil mereka diparkirkan. Sesekali mereka juga berpapasan dengan para petugas apartemen yang sedang memeriksa keadaan di apartemen tersebut. Hal itu rutin mereka lakukan, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka menatap heran kepada Iwan dan Yati. Namun mereka juga tidak berani bertanya apapun. Karena hal itu akan dianggap kurang ajar.
Setelah sampai di dalam mobil, Iwan langsung tancap gas. Mereka bahkan memasukkan barang-barang mereka asal-asalan, karena mereka merasa kalau nyawa mereka sedang terancam.
"Kita kemana Ti? Tempat Pak Bandri?"
"Jangan. Kita cari tempat yang lain saja. Kalau perlu, kita beli rumah baru. Kita hubungi Pak Bandri lewat telepon umum saja."
"Oke."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!