"Aku minta maaf, Luck," ucap seorang wanita seraya menunduk sedih, buliran bening berjatuhan membasahi wajah cantiknya. Dia duduk bersama seorang laki-laki.
"Kenapa, Star? Bukankah kamu juga cinta sama saya? 5 tahun lho kita pacaran, apa waktu selama itu tidak ada artinya sama sekali di mata kamu?" tanya Lucky menahan rasa sesak.
"Aku memang cinta sama kamu, Luck, tapi aku gak bisa menolak perjodohan ini."
"Kenapa gak bisa? Kamu bisa mengatakan kepada orang tua kamu bahwa kamu sudah memiliki pacar? Selama 5 tahun ini kamu tidak pernah mengenalkan aku sebagai pacar kamu kepada mereka. Kamu hanya mengatakan bahwa kita sahabatan," lirih Lucky bersikukuh.
"Sebelumnya aku minta maaf sama kamu, maaf banget. Sebenarnya, aku sudah tahu kalau aku akan di jodohkan. Aku gak tega mengatakan hal yang sesungguhnya sama kamu, Luck. Sekali lagi maafkan aku, dan lupakan aku. Minggu depan aku akan menikah."
Tubuh Lucky seketika melemas. Hatinya bagai di hujam pisau tajam, sakit yang tidak berdarah. Namun, mampu membuat ke dua mata laki-laki berusia 25 tahun itu memerah lengkap dengan buliran bening yang memenuhi kelopaknya.
"Jadi, selama 5 tahun ini saya cuma jagain jodoh orang? Waktu, perasaan, perhatian yang selalu saya berikan kepada kamu sama sekali tidak ada harganya di mata kamu, Star?"
Starla hanya diam membisu seraya menunduk sedih. Sebenarnya, dia pun merasakan rasa sakit yang sama seperti yang dirasakan oleh Lucky, hanya bedanya Starla memiliki obat penyembuh untuk rasa sakitnya, yaitu laki-laki yang dijodohkan dengannya. Sedangkan Lucky, mungkin dia akan melajang untuk waktu yang lama. Rasa sakit yang dia terima tidak main-main.
"Seharusnya kamu mengatakan sejak lama kalau kamu akan dijodohkan, Star? Kenapa kamu baru bilang sekarang? Astaga!" decak Lucky seketika mengusap wajahnya kasar.
"Aku benar-benar minta maaf," jawab Starla dengan nada suara lemah.
"Apa kamu yakin akan hidup bahagia dengan laki-laki pilihan orang tua kamu?"
"Iya, aku yakin. Dia laki-laki yang baik, dia juga tahu kalau sebenarnya aku memiliki seorang pacar. Dia memberiku waktu untuk menyelesaikan hubungan kita, sekali lagi aku mohon maaf, Luck. Kamu tetap mantan terindah di dalam hidup aku. Jika kamu mengatakan bahwa waktu yang kita habiskan bersama sia-sia sudah, kamu salah. Waktu yang telah kita lewati bersama selama 5 tahun ini akan selalu aku kenang."
Laki-laki itu seketika berdiri tegak, Lucky mengusap wajahnya kasar seraya memejamkan ke dua matanya. Dia melangkah begitu saja meninggalkan Starla, gadis yang telah dia kencani selama 5 tahun ini.
"Tunggu, Luck," pinta Starla membuat Lucky seketika menghentikan langkah kakinya tanpa menoleh.
"Semoga kamu bisa mendapatkan wanita lain yang lebih baik dari aku. Apa yang terjadi di antara kita semuanya sudah di tentukan oleh takdir, aku dan kamu tidak berjodoh, Luck. Aku yakin ada wanita lain yang telah disiapkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Doa terbaik untuk kamu, dan doakan aku juga semoga aku selalu bahagia," ucap Starla, nada suaranya terdengar bergetar menahan rasa sesak, juga rasa sakit yang dia rasakan. Perpisahan ini begitu menyakitkan untuknya.
Sedangkan Lucky memejamkan ke dua matanya seolah sedang meresapi rasa sakit yang dia terima. Ya ... jodoh manusia memang sudah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa, tapi jika saja Starla mengatakannya dari jauh-jauh hari, mungkin rasanya tidak akan sesakit ini. Lucky melanjutkan langkah kakinya tanpa sepatah kata pun.
'Semoga kamu hidup bahagia, dan semoga kamu tidak salah dalam mengambil keputusan. Jika dengan meninggalkan saya dan lebih memilih laki-laki itu adalah pilihan yang tepat menurut kamu dan akan membuat hidup kamu bahagia, saya rela melepaskan kamu, asalkan kamu bahagia,' batin Lucky, buliran bening seketika mengalir membasahi rahangnya.
.
Satu Minggu Kemudian
Lucky berdiri tidak jauh dari kediaman Starla di mana janur kuning melengkung di halaman. Suara musik degung pun terdengar nyaring sebagai pertanda sedang diadakannya acara hajatan. Kenapa laki-laki itu nekat datang ke sana?
"Lucky? Kamu Lucky, kan?" sapa seorang wanita dewasa berpakaian kebaya.
"Eh, Mbak Melani," jawab Lucky, menggaruk kepala yang sebenarnya tidak terasa gatal sama sekali.
"Kenapa kamu di sini, Luck? Masuk yuk, kamu 'kan sahabatnya Starla," pinta wanita bernama Melani yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kakak kandung Starla.
"Gak usah, Mbak. Saya titip amplopnya saja ya. Saya buru-buru soalnya," tolak Lucky.
"Masa gitu? Memangnya kamu mau ke mana?"
"Eu ... saya harus segera terbang ke Singapura, Mbak. Kebetulan saya dapat pekerjaan di sana."
"Waah! Hebat dong, tapi tetap saja. Masuk dulu yu, makan dulu."
"Gak usah, Mbak. Ini, saya titip amplop ini untuk Starla. Titip salam juga untuk dia," ucap Lucky menyerahkan amplop berwarna putih kepada Melani, lalu segera pergi dari tempat itu.
Sedangkan Melani, dia berjalan memasuki halaman rumahnya di mana sedang di gelar acara hajatan besar-besaran. Wanita itu berjalan ke arah pelaminan lalu menyerahkan amplop yang di titipkan oleh Lucky kepada adiknya.
"Tadi Mbak ketemu Lucky di depan, dia menitipkan ini untuk kamu, Star," ucap Melani menyerahkan amplop tersebut.
"Lucky? Sekarang dia di mana Mbak?" tanya Starla merasa terkejut tentu saja. Dirinya sama sekali tidak menyangka bahwa mantan kekasihnya itu akan datang di hari pernikahannya.
"Tadi katanya dia buru-buru, Lucky akan berangkat ke Singapura untuk bekerja di sana."
Starla seketika merasa terhenyak. Bola matanya memerah juga berair. Dia ingin melihat Lucky sekali saja untuk terakhir kalinya. Dengan memakai kebaya pengantin berwarna putih lengkap dengan sanggul di kepalanya, gadis itu berjalan menuruni panggung pelaminan. Hal tersebut tentu saja membuat semua yang ada di sana merasa heran, terutama Akbar laki-laki yang telah sah menjadi suaminya.
"Kamu mau ke mana, Starla?" tanya Melani sang Kaka segera mengejar Starla.
"Aku mau ketemu Lucky untuk yang terakhir kalinya, Mbak. Dia di mana?" jawab Starla berjalan dengan langkah kaki pelan akibat kebaya yang dia kenakan.
"Lucky gak ada, dia udah pergi."
Starla sama sekali tidak mempercayai ucapan sang Kaka. Dia terus saja berjalan sampai benar-benar berada tepat di tepi jalan. Gadis itu menatap sekeliling mencari keberadaan Lucky Pratama mantan kekasihnya. Namun, laki-laki itu sama sekali tidak terlihat di manapun. Starla mulai terisak. Dadanya pun terasa begitu sesak.
"Kenapa kamu harus datang ke sini, Luck? Kenapa kamu harus menitipkan amplop ini segala," gumam Starla membuka amplop berwarna putih lalu membukanya. Isinya bukan uang, melainkan secarik kertas berisi tulisan tangan mantan kekasihnya.
'Selamat menempuh hidup baru. Semoga hidupmu selalu bahagia, Starla. Doakan saya juga, semoga nasib saya beruntung di negeri sebrang. Saya akan berusaha untuk melupakan kamu dan semua kenangan tentang kita.'
BERSAMBUNG
10 Tahun Kemudian
Waktu begitu cepat berlalu. Setelah sekian lama merantau, akhirnya Lucky kembali ke tanah air. Laki-laki itu nampak sedang menyetir mobil berwarna putih. Mobil hasil keringatnya sendiri dengan bekerja di luar negeri, lebih tepatnya di negara Singapura sebagai kontraktor.
Ckiiit!
Mobil yang dia kendarai akhirnya tiba di depan sebuah rumah. Laki-laki itu berhenti sejenak menatap rumah tersebut lekat seraya tersenyum kecil. Kediaman mantan kekasihnya itu masih terlihat sama saat terakhir kali dia datang ke sana. Lucky Pratama mengusap wajahnya kasar seraya tersenyum kecil.
"Astaga, apa yang saya lakukan di sini?" decak Lucky kembali menyalakan mesin mobil. Namun, laki-laki itu tiba-tiba saja mengurungkan niatnya saat melihat seseorang keluar dari dalam rumah yang sudah terlihat agak usang karena 10 tahun telah berlalu.
"Starla?" gumam Lucky menatap dengan perasaan tidak percaya wanita berpenampilan lusuh di depan sana.
Ya ... Starla benar-benar lusuh dan tidak terawat. Wajahnya yang dahulu selalu terlihat cantik kini namak kusam juga kurus. Lucky merasa terhenyak, apakah wanita itu benar-benar hidup bahagia, atau malah sebaliknya?
"Kenapa kamu berubah seperti itu, Star? Ini yang kamu katakan bahagia?" gumam Lucky, menatap lekat wanita yang saat ini sedang menjemur pakaian seraya menggendong seorang anak perempuan berusia 5 tahun.
"Starla! Kopi saya mana?" teriak seorang laki-laki berjalan keluar dari dalam rumah dengan bertelanjang dada. Sepertinya laki-laki tersebut adalah suami Starla.
"Iya, Mas. Tunggu sebentar, aku lagi jemur pakaian ini. Rani juga rewel," jawab Starla yang juga berteriak nyaring.
"Cepat buatkan saya kopi, astaga! Dasar istri tidak berguna!" teriak Akbar membuat Lucky yang mendengar dan menyaksikan pemandangan yang begitu tidak enak itu benar-benar merasa terhenyak.
"Ini? Ini yang kamu bilang bahagia? Astaga, Starla. Kenapa kamu harus menjalani kehidupan yang begitu menyakitkan seperti ini? Seharusnya kamu menikah dengan saya dulu, jika saja kamu menjadi istri saya, maka saya akan memperlakukan kamu seperti Ratu, bukan seperti babu kayak gini," gumam Lucky dengan ke dua mata yang berkaca-kaca.
Lucky Pratama hendak membuka pintu mobil untuk menemui mantan kekasihnya yang sudah menjadi istri orang lain. Namun, laki-laki itu seketika menahan gerakan tangannya ketika otaknya mulai berpikir dan logikanya mulai berjalan. Untuk apa dia keluar dan menemui Starla? Dia bukan siapa-siapa, wanita itu hanyalah sepenggal kisah yang sudah lama usai, tapi kenapa hatinya masih belum selesai sampai sekarang? Lucky mengusap wajahnya kasar. Dia memejamkan kedua matanya seraya menyandarkan punggungnya di sandaran jok mobil.
Plak!
Tiba-tiba saja terdengar suara tamparan membuat Lucky sontak kembali menoleh dan menatap wanita itu yang saat ini sudah tersungkur di atas tanah. Sedangkan putrinya yang sedari tadi dia gendong menangis sesenggukan.
"Ya Tuhan, suami macam apa yang tega melakukan kekerasan kepada istrinya?" decak Lucky, air matanya seketika bergulir. Kenapa rasanya sakit sekali melihat wanita yang pernah dia cintai menderita? Apakah rasa itu benar-benar masih belum selesai sampai sekarang?
Lucky benar-benar tidak kuasa melihat ketidakadilan di luar sana. Namun, dia tidak dapat melakukan apapun karena dirinya tidak ada hak. Lucky akhirnya memutuskan untuk menyalakan mesin mobil dan meninggalkan tempat itu dengan hati dan perasaan terluka. Rasa sakit yang dia rasakan lebih sakit dibandingkan saat dirinya merelakan wanita yang dia cintai untuk laki-laki lain.
"Ya Tuhan! Kenapa rasanya sakit sekali. Kenapa kehidupan Starla begitu mengenaskan? Kenapa tidak engkau engkau jodohkan saja dia dengan hamba, Tuhan? Kenapa?!" teriak Lucky seraya mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Ckiiit!
Lucky tiba-tiba saja menginjak rem secara mendadak ketika mobil yang dia kendarai hampir saja menabrak seorang anak kecil. Dia pun segera turun dari dalam mobil lalu menghampiri anak tersebut yang saat ini sudah tersungkur di atas aspal seraya menangis sesenggukan.
"Astaga! Kamu gak apa-apa, Nak?" tanya Lucky membantu anak tersebut untuk berdiri tegak.
"Huaaa! Sakit, Om. Lututku sakit sekali," jawab sang anak yang masih mengenakan seragam sekolah merah putih. Lututnya nampak mengeluarkan darah segar, begitu pun dengan ke dua sikunya.
"Maafkan Om, Nak. Kita ke Rumah Sakit sekarang ya, Om gendong kamu," ujar Lucky, seketika itu juga segera menggendong anak laki-laki tersebut dan membawanya masuk ke dalam mobil.
"Ibu! Huaaaa ..." teriak sang anak menangis histeris benar-benar merasa kesakitan.
"Sabar ya, sayang. Kita obati luka kamu di Rumah Sakit. Sekali lagi maafkan Om ya. Om tidak sengaja hampir menabrak kamu," ucap Lucky mencoba untuk menenangkan sang anak yang masih belum di ketahui namanya itu.
Lucky masuk ke dalam mobil lalu duduk di kursi kemudi dan siap untuk menyetir. Mesin mobil pun nyalakan, pedal gas di injak. Mobil pun melesat dengan kecepatan tinggi menuju Rumah Sakit.
.
Di Rumah Sakit
Lucky menemani anak yang hampir dia tabrak. Anak itu nampak menangis ketika lukanya di bersihkan dan di perban. Dia berkali-kali memanggil Ibunya. Lucky memeluk anak tersebut mencoba untuk menenangkan.
"Sabar ya, Nak. Tahan sedikit lagi. Sebentar lagi selesai ko," ucap Lucky mengusap punggung sang anak lembut dan penuh kasih sayang.
"Ibu ... sakit sekali, huaaaa!" teriak sang anak.
"Iya, Dek. Sudah selesai ko," ujar Dokter yang baru saja selesai mengobati luka tersebut lalu membalutnya menggunakan perban.
"Lebih baik segera telpon Ibu dari anak ini. Dari tadi anak ini terus saja memanggil Ibunya," pinta sang Dokter.
"Maaf, Dok. Masalahnya, saya tidak tahu siapa Ibunya," jawab Lucky seraya menggaruk kepala yang sebenarnya tidak terasa gatal sama sekali.
"Aku tahu nomor ponsel Ibu. Apa boleh aku pinjam Ponsel Om untuk menelpon Ibuku?" tanya sang anak seraya terisak.
"Tentu saja boleh, sayang. Sekarang sebutkan nomor telpon Ibu kamu," jawab Lucky seraya mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana yang dia kenakan.
Anak tersebut menyebutkan nomor ponsel sang Ibu dengan begitu lancar seolah nomor tersebut sudah benar-benar hapal di luar kepalanya.
Tut! Tut! Tut!
Suara ponsel yang belum di angkat.
📞 "Halo," sapa seorang wanita samar-samar suaranya terdengar tidak asing.
Lucky diam membisu. Pikirannya kembali melayang ke masa lalu. Kenapa suara Ibu dari anak ini mengingatkannya kepada seseorang?
📞 "Halo ... anda siapa?" tanya wanita itu lagi membuat Lucky akhirnya tersadar dari lamunan panjangnya.
📞 "Eu ... iya, maaf. Putra Anda berada di Rumah Sakit sekarang. Saya tidak sengaja hampir menabrak dia, tapi putra Anda baik-baik saja ko," ujar Lucky.
📞 "Apa? Ketabrak? Astaga! Katakan, di Rumah Sakit mana Lucky berada?"
📞 "Lucky?" Lucky seketika mengerutkan kening.
📞 "Iya, nama anak saya Lucky. Awas saja, kalau sampai putra saya kenapa-napa? Saya akan menuntut Anda!"
BERSAMBUNG
Lucky menutup sambungan telpon setelah mengatakan di Rumah Sakit mana anak yang hampir dia tabrak rawat saat ini. Laki-laki itu nampak termenung, dia menatap wajah anak laki-laki berusia 8 tahunan itu dengan tatapan mata sayu.
"Nama kamu siapa, Nak?" tanya Lucky merasa penasaran.
"Nama aku Lucky, Om," jawab sang anak balas menatap wajah Lucky Pratama seraya mengusap ke dua matanya yang sempat berair.
"Lucky? Astaga!" decak Lucky tersenyum getir dengan bola mata memerah.
"Nama Om siapa?" tanya Lucky kecil.
"Nama Om juga Lucky, Nak."
Lucky kecil seketika mengerutkan kening.
"Kenapa kamu sampai terkejut kayak gitu? Nama kita sama, kan? Mungkin, Ibu kamu ngefans sama laki-laki bernama Lucky, itu sebabnya dia menamai anaknya dengan nama itu," ujar Lucky seraya tersenyum cengengesan.
"O ya? Aku bangga memiliki nama Lucky, karena namaku sama kayak nama Om. Om Lucky baik, tanggung jawab lagi, andai saja Ayahku seperti Om," lirih Lucky kecil seketika memalingkan wajahnya ke arah lain dengan bola mata memerah.
"Memangnya Ayah kamu kenapa, Nak? Eu ... maaf, pertanyaan Om yang satu itu tak usah di jawab." Lucky menggelengkan kepalanya samar, meralat ucapannya.
"Ayahku jahat!"
Ceklek!
Pintu ruang pemeriksaan tiba-tiba saja di buka. Seorang wanita masuk ke dalam sana dan segera menghampiri Lucky kecil yang saat ini sedang berbaring. Dia bahkan tidak menatap wajah laki-laki yang saat ini berdiri tepat di tepi ranjang. Lucky Pratama menatap wajah wanita itu dengan tatapan mata sayu, ternyata tebakannya benar. Ibu dari anak ini adalah Starla, mantan kekasihnya. Dia memundurkan langkah kakinya pelan.
"Lucky, sayang. Kamu gak apa-apa, Nak? Astaga, lutut kamu? Kamu baik-baik saja, kan? Katakan, siapa orang yang telah menabrak kamu? Biar Ibu hajar tuh orang!" tanya Starla dengan nada suara lantang seraya memeriksa keadaan sang putra.
"Aku baik-baik saja, Bu. Aku gak apa-apa ko, Om Lucky langsung membawa aku ke sini," jawab Lucky kecil membuat tubuh Starla seketika melemas.
"Apa? Kamu bilang siapa tadi?" tanya Starla berdiri tegak dengan ke dua kaki yang gemetar.
"Om Lucky, kenalkan ini Ibuku. Namanya Ibu Starla," Lucky kecil mengenalkan sang Ibu.
Starla menoleh dengan perasaan gemetar. Ke dua matanya sontak berair, hatinya benar-benar bergetar. Dia menutup mulutnya dengan telapak tangan tatkala melihat wajah laki-laki yang telah menabrak putranya.
Sementara Lucky Pratama balas menatap wajah mantan kekasihnya. Ketika dia berusaha menahan diri untuk bertemu dengan wanita ini, menahan rasa rindu yang terasa menggebu bahkan seperti akan meledak, kini wanita ini ada hadapan. Apakah ini takdir?
"Ka-kamu?" Starla dengan terbata-bata, tidak mampu meneruskan ucapannya. Satu tangannya mencengkram ujung ranjang agar tubuhnya tidak tumbang.
"Hai, mantan. Apa kabar?" tanya Lucky, mencoba untuk bersikap tenang di tengah gejolak batinnya.
Ingin rasanya dia memeluk wanita ini. Wanita yang telah membuat hidupnya masih melajang sampai sekarang. Dia mengulurkan telapak tangannya untuk bersalaman. Tatapan mata mereka seketika saling bertemu, jelas sekali terlihat bahwa keduanya benar-benar memendam kerinduan yang begitu mendalam.
Starla perlahan menerima jabatan tangan laki-laki itu. Rasanya masih seperti mimpi baginya. Telapak tangannya bahkan terlihat gemetar menggegam telapak tangan Lucky mantan kekasihnya.
"Kabarku ba-baik, Luck. Ka-kamu sendiri apa kabar?" tanya Starla dengan suara terbata-bata merasa gugup dan canggung.
"Seperti yang kamu lihat, saya baik dan sehat," jawab Lucky. Telapak tangannya menggenggam erat jemari Starla.
"Ibu, Ayah gak ke sini?" tanya Lucky kecil membuat keduanya sontak melepaskan jabatan tangan masing-masing.
"Eu ... Ayahmu jagain Rani di rumah, sayang," jawab Starla.
"Selalu seperti itu, Ayah tidak peduli dengan anak-anaknya," celetuk Lucky kecil membuat Starla seketika melirik wajah mantan kekasihnya seraya tersenyum cengengesan.
"Sayang, Rani sedang tidak enak badan. Makannya Ibu yang ke sini dan Ayahmu jagain adikmu di rumah," ucap Starla.
"Ibu, kenapa aku mengantuk sekali? Aku tidur sebentar ya. Tubuhku juga rasanya lemas banget," ujar Lucky kecil dengan nada suara lemah.
"Kata Dokter putramu tidak apa-apa, Star. Hanya lutut dan sikunya saja yang terluka. Saya benar-benar minta maaf, saya tidak sengaja hampir menabrak dia. Eu ... tapi kalau kamu mau menghajar saya seperti yang tadi kamu katakan, mari lakukan di luar. Jangan di sini, kasihan putramu mau istirahat," ujar Lucky membuat Starla seketika tersenyum kecil.
"Aku cuma bercanda tadi, hehehe!" jawab Starla tersenyum cengengesan seraya menggaruk kepalanya yang tiba-tiba saja terasa gatal.
"Biarkan Lucky istirahat, kita tunggu di luar? Ada banyak yang ingin saya katakan sama kamu, Star."
Starla mengangguk samar. Dia mengusap kepala sang putra yang kini telah memejamkan ke dua matanya lalu mengecup keningnya lembut. Setelah itu, dia pun berjalan keluar dari dalam ruangan diikuti oleh mantan kekasihnya. Keduanya duduk di kursi yang berada di depan ruangan tersebut. Untuk beberapa saat, mereka berdua hanya duduk dengan perasaan canggung. Baik Lucky maupun Starla merasa bingung harus memulai percakapan dari mana.
"Aku--"
"Saya--"
Keduanya secara bersamaan, lalu menahan ucapan mereka secara bersamaan pula. Mereka pun tersenyum kecil seraya memalingkan wajah masing-masing ke arah samping seraya memejamkan ke dua matanya.
"Kamu duluan, Star?" pinta Lucky.
"Tidak-tidak, kamu saja yang duluan," jawab Starla.
"Baiklah, saya hanya ingin bertanya. Apa kamu bahagia?" tanya Lucky menoleh dan menatap lekat wajah Starla.
"Hah? Apa maksud kamu, Luck? Tentu saja aku bahagia, aku memiliki 2 malaikat kecil. Rani dan Lucky, mereka adalah hadiah terindah yang dikirimkan oleh Tuhan untukku."
'Bohong, Star. Mana mungkin kamu bahagia memiliki suami yang ringan tangan? Wajah kamu saja membengkak, saya yakin itu karena tamparan suami kamu tadi,' batin Lucky, rasa sakit itu kembali mengusik relung hatinya.
"Kenapa kamu menamai anakmu dengan nama yang sama dengan saya?" tanya Lucky membuat Starla seketika tersenyum getir.
"Kenapa kamu diam saja?" Lucky kembali bertanya.
"Apa perlu aku menjawab pertanyaan itu? Ada banyak nama Lucky di dunia ini, memangnya kamu memiliki hak paten atas nama itu apa?" jawab Starla seraya tersenyum kecil.
"Benar juga. Saya pikir kamu menamai dia dengan nama Lucky karena saya, tapi ternyata bukan."
"Apa kamu sudah menikah?" tanya Starla.
"Saya belum menikah sampai sekarang."
"Lho, kenapa? Kamu sudah mapan sekarang. Mana mungkin gak ada wanita yang mau sama kamu, Luck?"
"Yang mau sama saya banyak jujur saja, tapi tidak ada wanita yang seperti kamu, Star."
"Hahahaha! Kamu bisa aja, mana ada wanita yang sama persis seperti aku. Menikahlah dan hidup bahagia, Lucky. Jangan sampai kamu menjadi perjaka tua nanti," ujar Starla seraya tertawa nyaring.
"Saya mau bertanya sekali lagi sama kamu. Apa kamu benar-benar bahagia, Starla? Saya rela melepas kamu dahulu karena kamu meyakinkan saya bahwa kamu akan hidup bahagia."
Starla seketika menunduk sedih. Bola matanya pun nampak memerah lengkap dengan buliran air mata yang memenuhi kelopaknya kini. Dada seorang Starla pun terasa sesak, bahkan sangat sesak.
'Tidak, aku sama sekali tidak bahagia, Lucky. Kenapa kita harus bertemu lagi? Pertemuan kita ini hanya membuatku semakin merasa menyesal karena telah salah mengambil keputusan saat itu,' batin Starla, buliran bening tiba-tiba saja bergulir tanpa dapat dia tahan.
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!