NovelToon NovelToon

BUKAN PERNIKAHAN BIASA

Episode 1

Riza Atmaja, adalah seorang pria yang berprofesi sebagai manager di sebuah perusahaan yang cukup ternama. Karirnya yang memang sangat cemerlang membuatnya banyak di gilai oleh wanita. Namun sayangnya wanita wanita yang menggilainya harus patah hati karena Riza yang sudah memiliki kekasih yang sangat dia cintai yaitu Lubna Putri Wijaya, gadis cantik yang berprofesi sebagai model yang memang sudah cukup di kenal namanya di kalangan publik. Di tambah lagi Lubna juga adalah anak dari pengusaha yang memang sudah tidak asing lagi namanya di dunia bisnis.

Seperti biasanya, saat istirahat makan siang tiba, Riza selalu menyempatkan waktu untuk menemani kekasih tercintanya makan siang. Semua itu Riza lakukan agar Lubna tidak merasa terabaikan apa lagi sampai kurang perhatian. Riza ingin selalu bisa ada untuk Lubna bagaimana pun caranya.

“Kita mau makan dimana?” Lubna bertanya begitu masuk dan duduk disamping kemudi Riza.

“Aku ikutin kamu saja deh.”

Lubna berdecak pelan. Setiap dirinya bertanya Riza pasti akan mengatakan seperti itu.

“Selalu saja begitu. Ya sudah makan di tempat biasa saja.” Kesal Lubna mencebikkan bibirnya yang tipis.

Riza tertawa karena ekspresi kesal Lubna. Bukan senang karena Lubna kesal. Riza hanya selalu merasa bahwa ekspresi kesal kekasih hatinya itu sangat lucu dan menggemaskan.

“Oke tuan putri. Kita jalan sekarang.”

Lubna hanya diam saja. Dia memilih untuk memainkan ponselnya dari pada harus meneruskan rasa kesalnya yang pasti akan memicu pertengkaran antara dirinya dan Riza.

Riza mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju tempat biasa mereka makan siang. Tempat yang memang di pilih oleh Lubna sendiri.

Tidak sampai 15 menit perjalanan, mereka pun sampai di restoran tempat biasa mereka menghabiskan waktu istirahat untuk makan siang bersama.

Ya, meskipun keduanya sama sama mempunyai kesibukan, namun mereka selalu berusaha menyempatkan waktu untuk bersama meski hanya sekedar makan siang ataupun makan malam bersama.

Riza dan Lubna turun dari mobil dan bergandengan tangan memasuki tempat makan yang siang itu cukup ramai pengunjung.

Keduanya memilih tempat duduk yang berada di sudut ruangan. Tempat tersebut memang adalah tempat favorit keduanya karena menurut mereka tempat itu adalah tempat yang nyaman untuk mengobrol karena tidak terlalu berisik.

“Eum.. Una..” Panggil Riza pelan.

“Sebentar Za, aku pesen dulu.” Ujar Lubna yang di angguki oleh Riza.

Lubna memanggil pelayan di restoran tersebut kemudian memesan menu makanan yang dia inginkan. Jangan heran kalau Lubna tidak menanyakan apa yang ingin Riza makan untuk menu makan siangnya, tentu saja karena Riza pasti akan mengatakan “Aku ikut kamu aja”. Ucapan yang memang jika di ladeni akan membuat Lubna marah kemudian mereka cekcok dan bertengkar.

“Tadi mau ngomong apa?” Tanya Lubna setelah selesai memesan menu makan siang untuk mereka berdua.

Riza menarik napas sesaat kemudian menghelanya dengan perlahan. Pria itu berusaha mengumpulkan tekadnya yang memang sudah bulat untuk menikahi Lubna, kekasih yang memang sudah tiga tahun bersamanya.

Riza meraih kedua tangan Lubna dan menggenggamnya lembut. Tatapan nya begitu sangat serius pada Lubna yang langsung paham bahwa Riza pasti akan mengatakan sesuatu yang cukup serius kali ini.

“Una, sayang. Hubungan kita sudah lama terjalin. Publik juga sudah tau bagaimana kita merajut kisah indah ini.” Jeda sejenak. Riza menelan ludah sebelum kembali melanjutkan apa yang ingin dia katakan.

“Aku mungkin belum sukses. Aku masih penuh dengan kekurangan. Tapi aku serius, aku sangat mencintai kamu, aku ingin kita secepatnya menikah. Tidak perlu ada proses lamaran. Aku ingin kita langsung menikah saja.” Lanjut Riza kemudian.

Lubna mengeryit bingung karena Riza yang terlalu muter muter.

“Jadi.. Aku memutuskan untuk besok datang ke rumah kamu. Aku akan mengatakan pada kedua orang tua kamu kalau aku akan menikahi kamu Lubna.”

Lubna terdiam sesaat sebelum akhirnya seulas senyum mulai menghiasi bibir tipisnya. Gadis mana yang tidak bahagia jika pria yang sangat di cintai nya mengatakan akan segera menikahi nya.

“Kamu mau kan menikah sama aku?” Tanya Riza yang membuat senyuman di bibir Lubna semakin lebar. Bodoh sekali jika Lubna menolak. Karena dari awal mereka memutuskan untuk berkomitmen dalam hubungan itu adalah untuk bisa hidup bersama di masa depan.

“Iya.. Aku mau.” Angguk Lubna dengan sangat yakin.

Riza merasa sangat lega mendengarnya. Pria itu yakin dengan apa yang menjadi keputusan nya. Lubna adalah gadis yang sangat di cintai nya. Meski memang Lubna tidak seperti gadis kebanyakan. Lubna tidak pandai memasak ataupun membuat kue. Lubna juga tidak rajin seperti gadis gadis yang menjadi idaman para pria di luar sana. Tapi Riza tetap yakin dia bisa bahagia dengan hidup bersama Lubna. Riza tidak sedikitpun mempermasalahkan apa yang tidak bisa di lakukan oleh Lubna. Karena bagi Riza selama dirinya bisa memenuhi semua kebutuhan hidupnya dan Lubna, Riza yakin hidupnya dan Lubna akan bahagia.

“Aku seneng banget sayang.. Aku benar benar nggak sabar untuk memiliki kamu seutuhnya.” Ujar Riza yang membuat kedua pipi Lubna merona. Lubna tersipu karena ucapan romantis kekasih hatinya yang mengungkap dengan sangat gamblang sudah tidak sabar ingin bisa memiliki nya.

Malam harinya, setelah pulang dari aktivitasnya seharian di lokasi pemotretan, Lubna langsung menemui kedua orang tuanya yang sedang bersantai di ruang keluarga sambil menonton acara TV dan menikmati camilan.

“Hay mah, pah..” Senyum Lubna sembari mendudukkan dirinya di sofa tunggal yang ada di samping sofa panjang yang di duduki kedua orang tuanya.

Mereka adalah tuan dan nyonya Wijaya, sepasang suami istri yang di karuniai dua putri yang cantik yang sangat mereka sayangi.

“Hay sayang.. Kamu baru pulang? Mana kakak kamu?” Senyum nyonya Wijaya menatap penuh kasih sayang pada putri bungsunya.

“Ya mah. Kakak juga tadi udah pulang. Hampir barengan malah pulangnya tadi. Mungkin kakak sedang bersih bersih.” Jawab Lubna.

Nyonya Wijaya menganggukkan kepalanya paham. Dua putri kebanggaan nya memang memiliki kesibukan masing masing. Lubna yang sebagai publik figur, dan Rana yang berprofesi sebagai CEO di sebuah perusahaan tempatnya bekerja.

“Kamu sudah makan?” Tanya nyonya Wijaya perhatian pada Lubna.

“Sudah mah.. Sebenarnya ada yang mau Una bilang sama mamah sama papah. Ini tentang Riza.”

Nyonya dan tuan Wijaya saling menatap sesaat sebelum akhirnya menatap pada Lubna yang terlihat ragu ragu mengutarakan apa yang ingin di katakan nya.

“Memangnya kenapa dengan Riza?” Tanya tuan Wijaya penasaran. Pria baya itu memang sudah tau bagaimana eratnya hubungan putrinya dan Riza. Dia juga tidak keberatan dengan hubungan yang mereka jalin.

“Jadi katanya besok malam Riza mau kesini nemuin mamah sama papah.” Jawab Lubna pelan.

Jawaban Lubna membuat tuan Wijaya tertawa. Pria itu merasa lucu dengan apa yang di katakan putri bungsunya.

“Kirain papah kamu mau ngomong apa. Ya sudah sih kalau mau kesini tinggal kesini saja. Kaya nggak biasa kesini aja.” Tawa tuan Wijaya.

Nyonya Wijaya juga ikut tertawa membuat Lubna tersenyum malu. Keduanya sama sekali tidak menyadari cara bicara Lubna yang tidak seperti biasanya. Mereka menganggap niat Riza datang hanya sebatas untuk main saja seperti biasanya.

Episode 2

Malam ini sepulang dari tempat nya bekerja, Riza langsung mampir ke kediaman Wijaya. Ada rasa tidak biasa yang Riza rasakan di hati nya malam ini. Mungkin karena pria itu hendak mengatakan sesuatu yang serius pada kedua orang tua dari gadis yang sangat di cintai nya.

Riza menghentikan mobilnya di halaman luas kediaman kedua orang tua Lubna. Jika di pikir pikir memang rasanya sangat mustahil jika kedua orang tua Lubna menerima pinangan nya untuk putri mereka mengingat bagaimana kayanya keluarga itu. Sementara Riza sendiri hanya manager yang tentu tidak ada apa apanya bagi keluarga Wijaya. Tapi selama Riza berhubungan dengan Lubna, baik tuan dan nyonya Wijaya tidak pernah menentang yang artinya mereka menyetujui hubungan yang Riza dan Lubna jalani selama tiga tahun ini. Mereka juga sangat baik dan ramah pada Riza setiap kali Riza datang untuk main dan sekedar menjalin hubungan baik dengan keduanya.

Riza menarik napas dalam dalam kemudian menghembuskan nya perlahan. Pria itu berusaha untuk meyakinkan dirinya dan berpikir positif. Malam ini juga Riza harus berhasil mengutarakan niatnya untuk menikahi Lubna, gadis yang sangat di cintai nya.

Ketika Riza turun dari mobilnya, saat itu juga mobil kakak Lubna berhenti tepat di samping mobilnya. Riza tersenyum menatap mobil tersebut. Riza juga sudah mengenal kakak Lubna dengan baik walaupun memang dia sedikit dingin.

“Hay..” Sapa Riza begitu Rana turun dari mobilnya.

Rana menatap sebentar pada Riza sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam rumah.

Riza yang melihat itu hanya tertawa saja. Rana memang sangat irit bicara. Dia dingin pada orang yang menurutnya tidak terlalu penting untuk di ladeni namun juga baik pada siapapun yang di temuinya.

Merasa terbiasa dengan sikap Rana, Riza pun memutuskan untuk masuk ke dalam kediaman mewah Wijaya. Dia di sambut dengan hangat oleh Lubna yang memang sudah menunggu kedatangan nya sejak tadi. Lubna juga terlihat sudah cantik dan fresh.

“Akhirnya kamu sampe juga. Aku udah nungguin kamu dari tadi tau. Aku bahkan sampai mengundur jadwal pemotretan aku demi kamu.” Ujar Lubna melingkarkan kedua tangan nya di lengan Riza.

Riza tertawa pelan mendengarnya. Pria itu merasa sangat gemas jika Lubna sudah berceloteh.

“Aku juga udah nggak sabar ingin mengatakan keniatan aku untuk menikahi kamu sayang. Semoga saja om sama Tante mau menerima aku sebagai menantu di keluarga ini ya..”

“Itu pasti. Ya sudah kita langsung ke mamah sama papah yuk. Mereka udah nungguin dari tadi tau.”

“Oke.” Angguk Riza.

Mereka berdua kemudian melangkah menuju ruang keluarga dimana nyonya dan tuan Wijaya sudah menunggu. Sepasang suami istri itu sama sekali tidak menduga bahwa kedatangan Riza malam ini adalah untuk meminta izin pada mereka untuk menikahi Lubna.

Begitu sampai di depan keduanya, Riza segera menyaliminya bergantian lalu duduk sejajar dengan Lubna di sofa yang ada di depan sofa yang di duduki tuan dan nyonya Wijaya. Seperti biasa, keduanya selalu bersikap ramah dan baik pada kekasih dari putri bungsunya itu.

“Kamu baru pulang Za?” Tanya tuan Wijaya.

“Iya om.. Ini langsung mampir saja.” Jawab Riza dengan senyuman yang menghiasi bibirnya.

Tuan Wijaya mengangguk paham. Dia tau bagaimana sibuknya Riza yang berprofesi sebagai manager di perusahaan tempatnya bekerja.

“Gimana kedua orang tua kamu kabarnya?” Kali ini nyonya Wijaya yang bertanya pada Riza.

“Ayah sama ibu baik tante.” Jawab Riza menganggukkan kepala yang di sertai dengan senyuman di bibirnya.

“Syukurlah kalau begitu.”

“Ya tante..”

Riza menghela napas pelan. Dia menatap sebentar pada Lubna yang duduk di samping nya. Dan anggukan pelan kepala Lubna membuat Riza merasa semakin yakin.

“Jadi sebenarnya kedatangan saya kesini itu, saya mau meminta izin sekaligus meminta restu dari om dan tante.”

Nyonya dan tuan Wijaya saling menatap sebentar sebelum akhirnya kembali memusatkan perhatian nya pada Riza yang sedang berusaha mengutarakan keniatan nya.

“Saya mau menikahi Lubna om, tante.”

Hening

Tuan dan nyonya Wijaya terdiam begitu Riza selesai mengutarakan niatnya. Keduanya tidak langsung merespon apa yang Riza katakan. Dan itu berhasil membuat Lubna kebingungan. Padahal Lubna kira kedua orang tuanya akan langsung memberi restu mengingat keduanya yang tidak pernah merasa keberatan dengan hubungan yang mereka jalin selama tiga tahun ini.

Sementara Riza, pria itu mulai di rayapi rasa khawatir karena kedua orang tua kekasihnya yang tidak langsung merespon apa yang di katakan nya.

“Nak Riza, sebelumnya saya minta maaf. Saya memang merestui hubungan kalian berdua. Tapi untuk memberi restu kalian menikah jujur saya dan istri saya belum bisa memberikan nya pada kalian berdua. Bukan karena kami tidak setuju. Tapi karena Rana, kakaknya Lubna. Rana adalah putri sulung kami dan Lubna adalah adiknya. Pantang bagi kami menikahkan Lubna kalau Rana belum menikah.”

Ucapan tuan Wijaya membuat Lubna mematung. Bagaimana mungkin papahnya bisa mengatakan hal seperti itu hanya karena Rana belum menikah. Sementara Rana saja tidak punya kekasih. Rana selalu menyibukkan dirinya dengan pekerjaan tanpa memikirkan pasangan. Rana bahkan tidak pernah memberi respon kalau Lubna menanyakan tentang pasangan padanya.

“Pah tapi...”

“Una...” Sela nyonya Wijaya yang tidak ingin putrinya membantah dengan apa yang sudah menjadi keputusan papahnya.

Una kemudian berdecak. Gadis itu merasa kesal tapi tidak berani memberontak. Una tau papahnya selalu punya alasan kuat setiap kali mengambil keputusan.

“Kalau kamu mau, kamu bisa menikahi Rana dulu, setelah itu baru kamu nikahi Lubna.” Lanjut tuan Wijaya yang membuat kedua mata Lubna membulat dengan sempurna.

“Nggak bisa gitu dong pah. Yang pacarnya Riza kan aku, kenapa malah kak Rana yang harus di nikahi oleh Riza. Lagi pula kenapa papah nggak carikan saja calon suami untuk kak Rana. Kak Rana itu cantik, pinter, pasti banyak laki laki yang mau sama kak Rana pah.” Lubna yang sudah tidak bisa menahan diri pun bersuara dengan lantang. Kali ini dia benar benar marah karena merasa keberatan dengan apa yang di katakan oleh papahnya pada Riza.

“Laki laki yang mau sama Rana memang banyak. Tapi laki laki yang benar benar baik dan bertanggung jawab itu sangat susah untuk di cari Una. Dan papah tau kenapa kakak kamu Rana tidak pernah mau mencari pasangan. Papah harap kamu mengerti dengan maksud papah.” Ujar tuan Wijaya pelan.

Lubna tersenyum miris. Gadis itu merasa papahnya sangat tidak adil sekarang.

“Papah keterlaluan. Papah sama mamah cuma sayang sama kak Rana.” Gelengnya kemudian bangkit dari duduknya dan berlari begitu saja meninggalkan Riza yang masih mematung di tempatnya duduk.

Episode 3

Lubna mengurung dirinya di kamar setelah itu. Gadis itu benar benar sangat kecewa dengan keputusan papah nya. Tentu saja, gadis mana yang tidak kecewa jika kekasihnya yang berniat menikahinya justru di sarankan untuk lebih dulu menikahi kakaknya. Itu benar benar sangat menyakitkan dan tentu nya sangat sulit untuk di terima oleh hati maupun pikiran.

Lubna menatap ponselnya yang sejak semalam terus saja mendapat notifikasi. Namun dari sekian banyaknya notifikasi yang masuk, tidak ada satupun notifikasi pesan dari Riza. Hal itu membuat Lubna merasa sedikit was was. Lubna takut Riza menyerah dan memilih untuk mundur.

Merasa tidak harus diam saja, Lubna pun meraih benda pipih itu. Dia memutuskan untuk menghubungi Riza lebih dulu. Namun beberapa kali menelepon Riza sama sekali tidak mengangkat nya. Tidak putus asa, Lubna pun mengirim pesan pada Riza. Tapi sayang Riza sama sekali tidak membukanya.

“Ya ampun.. Kenapa semuanya jadi kacau begini sih?” Lubna meneteskan air matanya. Dadanya terasa sesak setiap kali mengingat apa yang papahnya katakan semalam.

Sebenarnya Lubna sendiri penasaran kenapa sampai detik ini kakak nya begitu betah melajang. Padahal usianya juga sudah cukup matang untuk menikah. Namun jika melihat dingin nya sikap Rana pada laki laki rasanya memang sangat mustahil jika Rana mau dekat apa lagi menjalin hubungan dengan lawan jenis.

“Apa mungkin kakak sebenarnya tidak tertarik pada laki laki?” Pemikiran buruk Lubna tentang kakaknya mulai menghampiri. Namun detik berikutnya Lubna langsung menggelengkan kepalanya. Lubna yakin kakaknya adalah wanita normal.

Deringan ponsel yang begitu nyaring berhasil menyentak kan Lubna. Dia kemudian segera menatap layar benda pipih berharga fantastis itu. Lubna berdecak, padahal dia berharap Riza yang menelepon nya. Tapi ternyata bukan, yang menelepon nya adalah managernya. Lubna yakin managernya menghubungi nya karena dirinya yang belum sampai di lokasi pemotretan.

“Halo...”

“Ya Lubna. Kamu dimana? Kenapa belum datang sampai jam segini?”

Lubna memutar jengah kedua bola matanya. Managernya memang sangat disiplin dan tepat waktu.

“Aku akan segera datang.” Jawab Lubna singkat yang kemudian segera memutuskan sambungan telepon begitu saja. Lubna tidak ingin berdebat dengan manager nya yang memang sangat menggilai kedisiplinan itu.

Lubna kemudian segera menghubungi asisten nya untuk menanyakan tentang semua kebutuhan nya yang pasti akan sangat di butuhkan nanti di lokasi pemotretan. Dan setelah menghubungi asisten pribadinya, Lubna pun segera bergegas berangkat.

“Kamu nggak mau sarapan dulu nak?” Pertanyaan dengan nada lembut dan penuh perhatian itu keluar dari bibir nyonya Wijaya yang berhasil membuat langkah Lubna terhenti. Lubna menghela napas kasar. Dia masih merasa sangat marah karena apa yang papah dan mamahnya katakan semalam pada Riza.

Lubna kemudian menoleh menatap pada kedua orang tuanya yang duduk di kursi di meja makan dengan beberapa menu sarapan pagi yang tersaji diatas meja makan. Disana juga ada Nara yang sedang menikmati sarapan paginya dalam diam. Merasa enggan untuk bergabung, Lubna pun memilih untuk segera berlalu tanpa mau menjawab pertanyaan nyonya Wijaya, mamahnya.

Rana yang memang tidak tau apa apa hanya mengeryit saja. Dia merasa tidak biasa dengan sikap adiknya pagi ini. Padahal biasanya Lubna selalu menyapa kedua orang tuanya dengan sangat ceria. Tapi sekarang Lubna bahkan tidak menjawab pertanyaan penuh perhatian mamahnya.

Rana menatap sebentar pada kedua orang tua nya yang hanya diam saja dengan berlalunya Lubna. Mamahnya bahkan sama sekali tidak terlihat berniat ingin menyusul Lubna yang tidak bergabung sarapan pagi ini bersama mereka. Dan entah kenapa Rana merasa ada sesuatu yang tidak dia ketahui sekarang.

Namun Rana juga tidak ingin bertanya. Apa lagi jika masalah yang tidak Rana tau itu tidak ada hubungan nya dengan nya.

Rana menghela napas. Dia memutuskan untuk melanjutkan saja sarapan nya dari pada harus bertanya tentang apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. Bukan tidak perduli. Hanya saja Rana takut jika memang masalah itu sangat pribadi dan dirinya tidak di perbolehkan untuk tau.

“Rana...” Panggil tuan Wijaya yang membuat Rana langsung menoleh padanya.

“Ada yang mau papah katakan sama kamu.”

Rana melirik mamahnya yang hanya diam saja. Tidak biasanya papahnya berekspresi begitu serius.

“Ini tentang kamu juga adik kamu Lubna.”

Rana menelan ludah. Sekarang Rana yakin bahwa sikap Lubna tadi pasti ada hubungan nya dengan pertanyaan yang ingin di ajukan oleh papahnya saat ini.

“Semalam Riza datang kesini. Dia mengatakan ingin segera menikahi adik kamu. Tapi papah tidak bisa begitu saja memberi restu pada mereka berdua.”

“Kenapa?” Tanya Rana penasaran. Padahal yang Rana tau hubungan Lubna dan Riza sudah terjalin cukup lama. Rasanya tidak aneh jika memang Riza berniat serius menikahi Lubna.

Tuan Wijaya menghela napas pelan sebelum melanjutkan ucapan nya. Bukan berniat berlaku tidak adil pada kedua putri nya, hanya saja pria itu merasa kasihan pada Rana yang selama ini selalu merasa kesepian tanpa ada laki laki yang menghiasi hari harinya seperti Lubna. Tuan Wijaya juga berpikir, kalau sampai Lubna menikah lebih dulu, bukan tidak mungkin Rana akan merasa semakin minder yang akhirnya putus asa dan enggan untuk menjalin hubungan dengan pria manapun.

“Tentu saja karena kamu belum menikah Rana. Papah nggak mau Lubna menikah lebih dulu dari kamu.” Jawab tuan Wijaya dengan suara pelan.

Rana menelan ludah. Dia benar benar sangat terkejut dengan alasan papahnya tidak memberikan restu pada Lubna dan Riza. Karen itu Rana pun mulai merasa bersalah pada adiknya. Rana sedikitpun tidak ingin menghalangi apa yang menjadi tujuan dan kebahagiaan adik satu satunya itu. Tapi untuk sekarang Rana memang masih belum bisa percaya pada pria manapun setelah merasa sakit yang amat sangat di masa lalu.

“Untuk itu papah mau Riza menikahi kamu lebih dulu sebelum menikahi Lubna. Keputusan papah sudah bulat Rana. Baik kamu maupun Lubna tidak bisa mengganggu gugat. Dan juga Riza sudah setuju dengan itu.”

Kedua mata Rana membulat dengan sempurna. Bagaimana mungkin papahnya mengambil keputusan yang begitu sangat konyol. Rana harus menikah dengan Riza sebelum Riza menikah dengan Lubna yang artinya papahnya tidak mempermasalahkan jika dua putrinya menjadi istri dari satu pria yang sama.

“Pah tapi...”

“Rana papah mohon kamu mengerti dan paham dengan maksud papah. Ini demi kebaikan kita bersama.” Sela tuan Wijaya yang tidak mau jika Rana menolak apa yang menjadi keputusan nya.

Rana menghela napas pelan. Dia tidak bisa apa apa jika sang papah sudah melarangnya untuk protes. Meski memang mungkin Lubna akan membencinya nanti.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!