NovelToon NovelToon

Kontrak Pernikahan Si Kupu-kupu Malam

Part 01

🍂🍂🍂🍂🍂🍂

5 tahun lalu...

Sebuah ketukan pintu membuat Deeva terlonjak dari atas ranjangnya. Ia yang sedang bersantai sore hari didalam kamar kost sambil berkirim pesan dengan seseorang paling spesial pun langsung mengernyitkan dahi.

"Siapa ya? jangan jangan, si bayi ganteng," gumamnya sambil tersenyum karna sosok yang barusan ia sebut sering memberinya kejutan di luar dugaan.

Cek lek

"Loh, kalian?" tanya Deeva kaget, mereka yang saling berhadapan di depan pintu pun terdiam beberapa saat.

"Ikut gue pulang!" titah seorang pria yang jauh lebih tinggi dari Deeva.

Arman namanya, ia kakak kandung Deeva dengan selisih umur 4 tahun, bukan mahasiswa apalagi pekerja, pria itu hanya seorang pengangguran yang tak tahu malu karna bisanya hanya meminta dengan cara memaksa.

"Gak! gue gak punya rumah buat pulang," tolak Deeva dengan tegas dan cepat.

Tapi, bukan Arman namanya jika tak memaksa, apa pun yang dia inginkan harus turuti saat itu juga tanpa terkecuali.

"Berani lo sama gue?!" Arman yang hampir mencekal rahang adiknya pun langsung di tepis.

"Disini banyak CCTV, lo akan di laporin ke polisi kalo berani nyentuh gue!" ancam Deeva sambil melirik ke arah satu pria yang berdiri di samping sang kakak yang pastinya tak di kenal oleh Deeva, tampangnya cukup aneh dengan senyum seringai di wajahnya, belum lagi rambut pirang dan anting anting di telinga kiri dan kanan.

"Gue juga gak mau bikin keributan! jadi gue harap lo mau ikut atau--,"

"Atau apa?" tanya Deeva.

"Gue akan buang Mama ke jalanan."

Deg...

Anak mana pun tak kuasa diam jika ancaman yang di dengarnya tentang sang pemilik surga. Wanita yang melahirkannya dengan bertaruh nyawa tanpa berharap pamrih.

"Ikut pulang atau gue akan buang mama?" tanya ulang Arman dengan memberi dua pilihan.

Dan, pilihan pertama di ambil oleh Deeva, ia ikut dengan sang kakak dengan cara terpaksa dan di paksa, buktinya Deeva tak membawa apapun termasuk ponsel yang masih tergeletak di atas ranjang.

.

.

.

Di rumah dua lantai yang nampak sepi, Deeva langsung masuk kedalam kamar yang ada di bagian paling belakang rumah tersebut, ia tak pernah tak menangis jika sudah berhadapan langsung dengan mamanya.

"Mah, Dee pulang, Mama sudah makan belum? obat mama mana?" tanya Deeva meski tahu pertanyaan itu tak akan terjawab.

"Tak ada makanan dan tak ada obat!"

Suara berat dari seorang pria yang cukup lantang sontak membuat Deeva menoleh. Ia berdiri dan membiarkan Pria tersebut mendekat kearahnya.

"Maksud papa apa?" tanya Deeva tak paham, ia yang hanya sesekali pulang itu pun tak pernah lebih satu satu jam wajar jika ia kebingungan.

Dengan tampang yang masih saja sombong dan arogan Papa Deeva menceritakan apa yang sedang terjadi di keluarganya saat ini, usaha nya bangkrut dan kini sedang di lilit hutang, bukan hanya kerugian yang memberatkan tapi jika cicilan bank yang harus tetap di bayarkan.

"Dee gak ngerti, selama 4 tahun ini Dee urus hidup Dee sendiri tanpa uang dari Papa!" ucapnya yang tak mau ambil pusing.

"Iya, itu selama 4 tahun katamu, kan? lalu bagaimana selama 18 tahun, hah?" balas Papa dengan berdecak pinggang menahan kesal sebab putri bungsunya itu terlihat tak acuh dengan kesusahan yang sedang di alami keluarga saat ini.

"Yang jelas Dee sudah tak merepotkan kalian lagi kan? makan tak makan saja Dee tak pernah pulang kemari."

"Terserah padamu, Deeva! yang jelas kamu harus membantu perekonomian keluarga ini sampai stabil lagi. Kamu akan Papa kenalkan dengan seseorang yang bisa memperkerjakanmu, Papa yakin kamu akan menghasilkan banyak uang untuk kami, cicilan bank dan juga pengobatan ibumu yang Gila itu!"

"Pekerjaan apa?" tanya Deeva dengan dahi mengernyit.

"Mudah saja, kamu cukup melayani para pria di klub malam," jawab Papa tanpa dosa padahal yang ia suruh itu adalah darah dagingnya sendiri.

                                ****

"Dee, bangun! kok malah tidur sih? gue kira lo udah selesai make-up," ujar seseorang sambil menggoyang bahu Deeva yang duduk di sofa paling pojok sebuah ruangan.

Deeva yang baru saja terlelap nampak kaget, ia tak langsung bangun melainkan mengumpulkan dulu kesadarannya.

"Gue ngantuk banget," jawab Deeva sambil tersenyum getir.

Jika boleh jujur, ia sudah lelah begini terus, disaat orang lain merajut mimpi ia harus terjaga demi pundi pundi rupiah yang harus ia kumpulkan.

Bertahun-tahun berlalu, tak ada yang ia dapatkan termasuk kebahagiaan dan ketenangan hati. Semua serasa hampa tak berarti karna Deeva selalu di selimuti dengan perasaan bersalah pada seseorang di masa lalunya. Entah bagaimana kabar orang tersebut yang jelas mereka kini terbentang jauh oleh jarak.

Ya, setelah hari kelulusannya Deeva pergi jauh ke kota lain agar orang terdekatnya tak pernah tahu tentangnya lagi, ia berharap dengan kepergiannya kali ini bisa membuka lembaran baru dengan sosok Deeva yang baru juga.

"Ayolah, udah rame nih, nanti lo bisa tidur di Apartemen gue," kata teman satu profesi Deeva sambil menaik turunkan alisnya.

Keduanya pun tergelak, meski ada di dunia yang sama namun mereka jauh berbeda dalam urusan pelayanan pada tamu. Tak pernah ada yang tahu cara masing-masing di antara mereka bekerja menemani para pria hidung belang.

"Lo tuh sedikit kurusan, Dee. Diet lagi?" tanya Megan yang di jawab dengan gelangan kepala.

"Gue juga cape, bukan lo aja. Sabar dulu ya, gue yakin suatu saat semua akan indah pada waktunya." Megan langsung memeluk sahabat seperjuangannya itu dari samping.

"Kita hebat," ucap Deeva dengan kedua mata sudah tergenang cairan bening.

Helaan napas yang begitu berat terasa menyesakkan dada, dan saat Deeva baru ingin bangun dari duduknya, ada seseorang yang jelas memanggil namanya.

"Ada apa?" tanya Deeva dengan suara malas bicara.

.

.

.

"Ada yang ingin bertemu denganmu."

🍁🍁🍁

Hallo Epribadeh..

Ketemu lagi di Lapak anak bayi yang lagi main sama tupu tupu 🤣🤣🤣.

Kepoin keseruannya yuk 😘😘 jangan lupa tinggalkan jejak, subscribe, like, komen, vote, poin dan koin jika ada 🤭..

Part 02

🍂🍂🍂🍂🍂🍂

"Ada yang mencariku?" tanya Deeva yang menunjuk dirinya sendiri, ia lalu menoleh ke arah Megan yang mengangkat sedikit bahunya.

"Iya, cepat ke lantai dua, di kamar nomer 11," ucap pria itu lagi.

Deeva hanya mengangguk pelan, bukan cepat ke tempat yang di beri tahunya barusan ia malah duduk kembali yang kini di ikuti oleh sahabatnya.

"Yang nyari lo siapa?" tanya Megan.

"Gak tahu, padahal Mami tuh tahu kalau gue gak suka kalau langsung masuk kamar kaya gini," jawabnya, ada nada kesal yang jelas sekali ter dengar oleh Megan yang hanya bisa mengusap punggung Deeva dengan pelan agar wanita itu tak lagi gusar.

Deeva bukan seperti para wanita penghibur lainnya di klub malam yang paling mewah di kota ini, ia berbeda karna tak terjun langsung ke bar mencari mangsa, melainkan ia cukup duduk manis di ruangan VVIP untuk menemani karaoke atau sekedar minum saja.

Tapi, tak semua pria hidung belang bisa bersamanya, Deeva bisa memilih siapa yang akan di temaninya untuk menghabiskan malam, pilihannya dalam bekerja meraup pundi pundi uang yang tak sedikit semakin lama justru semakin membuat para tamu penasaran tentang siapa yang akhirnya bisa menaklukkan hati dan tubuh Deeva setelah 4 tahun ia menjadi Ratu di Red Diamonds Club.

Klub malam yang semua tahu jika tamunya bukan orang sembarangan karna minimal yang datang kesana adalah mahasiswa anak para pejabat setempat, sedangkan sisanya tentu para pengusaha dalam berbagai bidang.

"Temui saja dulu, tak perlu ada yang di takutkan, Dee." ujar Megan yang meyakinkan sahabatnya jika semua aan baik baik saja, lagi pula Mami tak mungkin gegabah mengambil keputusan untuk anak kesayangannya tersebut.

"Baiklah, aku kesana dulu, aku titip barangku ya, Gan." Dengan rasa penasaran dan pasrah, Deeva akhirnya bangun dan bergegas ke ruangan yang katanya sudah ada orang yang menunggunya.

Helaan napas berat mengiringi langkah kaki malas Deeva, ia yang berada di lantai tiga memilih turun dengan tangga biasa karrna tak ada alasan untuknya buru buru menemui orang tersebut.

"Aku lelah Tuhan," ucap lirih Deeva, ia rindu masa 5 tahun lalu yang hanya sibuk dengan urusannya sendiri tanpa memikirkan hutang, cicilan dan juga keluarganya yang kini menumpahkan semua masalah ke pundaknya.

Jika tak ingat dengan Mama, ingin rasanya Deeva membawa wanita itu pergi jauh dan cukup tinggal berdua saja, tak apa jika hanya bisa makan sehari dua atau tiga kali asal kan hari harinya damai.

"Apa ada orang di dalam?" tanya Deeva pada dua orang yang sedang berjaga di depan pintu yang tertutup rapat, pastinya tak sembarangan orang boleh amsuk ke dalam sana.

"Ada, Nona. Mereka sedang menunggu Anda," jawab salah satu dari penjaga tersebut yang memakai pakaina serba hitam.

Deeva mengernyitkan dahi, mendengar kata mereka tentu bukan satu orang yang ada di dalam sana sedangkan ia tak bisa menebak sama sekali.

"Mungkin ada Mami juga" bathin Deeva meski rasanya ia tak yakin, ada perasaan aneh yang menjalar dalam hati gadis malang itu namun sialnya tak bisa ia jabarkan.

Deeva masuk ke dalam ruangan tersebut setelah di buka kan pintunya, ia yang baru berjalan tiga langkah langsung berhenti saat ada 4 orang sedang duduk dio satu meja dengan 2 orang diantaranya yang tak ia kenali.

"Duduk dekat Mami sini, Dee," titah wanita yang memiliki rambut panjang pirang.

"Iya, Mih." Deeva duduk disebelah Mami yang tersenyum padanya.

Deeva bertahan sekian lama karna memang wanita itu sangat baik, ia tahu betul bagaimana Deeva selama ini yang hanya di jadikan mesin uang oleh ayah dan kakak laki lakinya, Mami juga yang membantu Deeva mendapatkan tamu tamu baik hingga anak itu menjadi anak kesayangannya karna bukan hanya lasihan tapi juga jelas sangat menguntungkan.

"Ada apa ini?" tanya Deeva, ia melirik ke arah satu pria yang tak lain adalah papanya sendiri. Perasaan yang tak enak itu semakin kacau saat dua orang lainnya menatap tajam ke arah Deeva.

"Kakakmu ada di kantor polisi, ia kedapatan mencuri sebuah mobil dan korbannya pun meninggal karna di tikam juga oleh Arman," jelas papa.

Deeva tak kaget, ia mansih nampak santai karna hal itu sudah biasa, entah hukuman apa yang akan membuat sang kakak jera untuk tidak terus menerus berurusan dengan polisi.

"Jika ingin membebaskannya, silahkan. Tapi tolong jangan libatkan aku," ucap Deeva.

Ia yang ingin bangun dari duduknya langsung di cegah oleh Mami dan itu membuat Deeva semakin tak paham.

"Duduklah dulu, kita bicara baik baik ya," pinta Mami yang mau tak mau membuat Deeva kembali menghempaskan boKongNya di samping wanita tersebut.

Tatapannya tajam ke arah Papa yang dengan santainya mengatakan jika ia tak perlu berbuat apa apa untuk hal tersebut, jika benar begitu bukan kah seharusnya ia tak ada di ruangan ini.

Namun, rasa kesal dan dongkol itu teralihkan saat Deeva melihat dua orang yang ada di depannya. Mereka yang tengah mengatur posisi duduknya seakan bersiap untuk bicara hal penting.

"Perkenalkan Nona Deeva, saya Artha dan ini Pak Ibnu. Kedatangan kami kemari tentu bertujuan untuk membantu keluarga Nona Deeva. Ini adalah bukti transfer sejumlah uang yang sudah di kirim ke rekening Ayah Anda, Pak Markus," jelas Pria dewasa dan tampan tersebut.

Deeva yang tak paham tentu mencari jawaban dari Sang Ayah karna deretan angka yang tertera barusan itu tak sedikit jumlahnya bahkan rasanya akan banyak sisa jika hanya untuk menebus kakaknya saja di kantor polisi.

"Kan sudah Papa bilang, kamu tak perlu melakukan apapun, cukup ambil pulpen itu dan tanda tangani berkas yang sudah Papa kita sepakati," ucap Papa seperti tanpa dosa.

"Berkas apa?" tanya Deeva.

"Ini, Nona. Nona Deeva bisa baca lebih dulu sebelum menandatanganinya," sambung Artha sambil menyodorkan sebuah Map.

"Kontrak pernikahan?!" pekik Deeva tak percaya saat membuka Map tersebut, ia yang baru membaca awalnya saja sudah di buat lemas hingga serasa tak bertulang.

"Ya, Nona. Sebagai ganti dari uang yang kami berikan Nona Deeva harus bersedia menikah dengan Tuan Muda kami," ucap Artha lagi yang di sebelahnya adalah Pak Ibnu yang tak lain adalah seorang pengacara.

Deeva yang jelas menolak memohon pada papanya untuk mengembalikan uang tersebut tapi pria itu jelas lebih tegas menolak permintaan putrinya, ia tak perduli meski Deeva kini menciumi kaki yang katanya bagi sebagian anak perempuan itu adalah cinta pertamanya.

Deeva di angkat oleh Mami yang merasa tak tega, ia mencoba menenangkan gadis itu dalam pelukannya. Dan, disaat tangis Deeva mereda ia pun di minta untuk segera tanda tangan karna semua itu tak bisa di batalkan.

Deeva yang masih terisak hanya bisa mendengarkan secara pasrah saat Pak Ibnu membaca isi kontak pernikahannya dengan orang yang jelas tak di kenalnya tersebut.

Satu persatu poin di utarakan oleh pria tersebut hingga Deeva memotongnya saat di poin ke 8.

.

.

.

Tunggu, kenapa aku tak boleh hadir saat ijab qabul berlangsung?

Part 03

🍂🍂🍂🍂

Pertanyaan yang di ajukan oleh Deva nyatanya tak mendapat jawaban sama sekali dari semua orang yang ada meski gadis itu sempat memaksa agar ada satu di antara mereka yang mau menjelaskan.

"Dee, percaya pada Mami kan?"

Deeva yang menoleh kearah wanita yang selama beberapa tahun ini banyak membantunya itu pun mengangguk pelan, masih ada keraguan yang terselip di hati Deeva dengan kontrak pernikahan yang sungguh sangat mendadak dan mengganjal di poin terakhir yang di bacakan Pak Ibnu barusan.

"Tapi, Mih, ini--," ucap Deeva yang kesal saat Artha memotong ucapannya. Pria tampan yang sepertinya seumur dengannya itu menyodorkan Map dan pulpen agar Deeva segera menandatangani berkas tersebut.

Rasa jengkelnya kian menjadi saat Papa juga terus memaksa dengan mengatakan ia akan buru buru ke kantor polisi untuk mengurus kebebasan sang kakak, Arman.

Deeva yang sudah tak bisa lagi menangis karna rasa kecewanya memilih diam dan dengan kasar mengambil pulpen yang tergeletak diatas sebuah kertas yang terdapat dua tiga materai disana, satu untuk Deeva, satu untuk Papa yang ternyata sudah di tanda tangani sedangkan satu lagi tak bernama. Tebakan Deeva itu pasti untuk calon suaminya kelak.

Dari semua poin yang di baca ulang Deeva, semua nampak masuk akal seolah mereka benar-benar berencana akan menikah, dari sanalah Deeva semakin bingung pasalnya pria itu pasti tahu jika ia bukan wanita baik baik melainkan penghibur di klub malam.

Urusan kontrak pernikahan pun selesai, Papa langsung pergi tanpa pamit apa lagi mengucapkan terima kasih pada putrinya yang sudah di jual demi mendapatkan uang. Di susul oleh Artha dan juga Pak Ibnu.

Kini, di ruangan tersebut tinggal ada Deeva dan Mami. Dua wanita beda umur itu pun saling memeluk karna Deeva kembali menangis.

"Sabar, Dee. Anggap Tuhan sedang mengulurkan tangannya untukmu," ucap Mami yang ikut andil dalam proses kontrak pernikahan anak kesayangannya tersebut.

Sebab, sejak 5 tahun lalu juga Deeva di jual kepada Mami. Wanita itu yang kini bertanggung jawab atas Deeva termasuk pemilihan tamu untuk gadis tesebut.

"Apa Tuhan masih ingat aku? sudah sangat lama aku melupakannya, Mih," kata Deeva, ia yang menghabiskan malam untuk bekerja menemani tamu tentu akan menjadikan siang sebagai waktu untuk beristirahat. Tak ada lagi yang Deeva lakukan kecuali mengejar dunia dunia dan dunia yang sebenarnya tak ia nikmati hasilnya.

Deeva yang merasa dadanya begitu sesak pun hanya bisa memukulinya dan itu langsung di cegah oleh Mami yang tak tega melihat sikap Deeva.

"Jangan sakiti dirimu sendiri, Dee."

"Aku lelah, Mih. Aku tak punya siapapun saat ini," ucap lirih Deeva, tak ada lagi yang mengingat kan nya akan kewajibannya sebagai hamba Tuhan, sedang kedua matanya kini semakin merah dan membengkak karna tak henti mengeluarkan cairan bening.

"Habis ini kamu punya sandaran hati, kamu punya suami dan kamu bisa bawa ibu mu, Dee. Mami percaya kamu akan bahagia, jangan takut ya," balas Mamih yang langsung menghentikan tangis Deeva.

"Mama? ya Tuhan, kenapa aku tak berpikir sampai sana?".

.

.

.

Dua hari kemudian, Di sebuah kamar dalam hotel mewah Deeva di dandani secantik mungkin, ia yang memang sudah cantik terlihat semakin mempesona dengan gaun pernikahannya.

Ya, Deeva berkesempatan memilih baju, riasan, serta aksesori lainnya seperti sepatu, perhiasan dan mahkota di kepalanya. Ia cantik, sungguh bak bidadari padahal hanya seorang kupu kupu malam.

"Siapa suamiku?" gumam Deeva di depan cermin besar yang memperlihatkan tubuhnya yang tinggi semampai di balut gaun putih yang elegan.

Sedangkan tak ada gambaran atau tebakan di kepala Deeva tentang pria yang akan menikahinya hari ini. Deeva tak habis pikir karna pastinya si calon suami tahu siapa dan apa pekerjaannya.

"Apa--, dia bodoh? jelek, tua, mandul atau bisa jadi Impoten? pasti ada alasan kenapa orang itu menikahiku. Ah tidak, mungkin lebih tepatnya dia membeliku," gumam Deeva lagi, hembusan napas kasar pun ia buang sambil duduk kembali di tepi ranjang yang semua isi kamar ini berwarna putih bersih.

"Ini bahkan pernikahan impianku yang pernah ku doakan bersama---,"

Ceklek.

Pintu kamar terbuka tanpa di ketuk apalagi meminta izin lebih dulu dan itu berhasil membuat Deeva merengut kesal.

"Tuan muda 1 jam lagi akan sampai dan acara pernikahan pun akan segera berlangsung."

"Disini?" tanya Deeva.

"Iya, Nona. Tepatnya di ballroom hotel. Saya harap nona bersiap dari sekarang. Permisi."

Seperti saat datang tadi, wanita barusan itu pun pergi begitu saja, padahal ada beberapa pertanyaan yang ingin di lontarkan Deeva mengenai acara yang akan berlangsung yaitu tentang kedatangan keluarganya termasuk papanya yang seharusnya menjadi wakil nikah sang putri hari ini.

Tapi, Deeva tak ingin juga banyak berharap. Rasa kecewanya cukup sampai kemarin saja. Kini, tak ada dan tak perlu lagi mengandalkan orang lain karena orang terdekat pun nyatanya bisa melakukan hal yang paling menjijikkan seperti menjual seorang anak layaknya barang.

Sedangkan di lain tempat, ada seorang pria tampan rupawan berdiri di depan cermin. Tubuh tingginya sungguh menjadi idaman para wanita balum lagi kekayaan yang ia miliki membuat kaum hawa siap melempar tubuhnya secara cuma cuma sekali pun.

"Masih ku ingat ucapan terakhir ku saat melihatmu, Dee. Kita akan berjumpa lagi di lain waktu, dan di saat itulah aku tak akan melepaskan mu lagi untuk kedua kalinya apa pun yang terjadi."

Senyum terukir di sudut bibir nya mana kala bayangan senyum dan gelak tawa calon istrinya itu terlintas kembali di Ingatan nya.

Tok.. tok. tok..

Suara ketukan pintu membuat sang Tuan Muda menoleh, ia berjalan menuju sofa single setelah mengizinkan orang yang ada dibalik benda bercat putih itu untuk masuk.

"Selamat malam, Tuan. Saya hanya ingin memberi tahu kan jika kita bisa ke hotel sekarang," ucap Artha, yang tak lain adalah asisten pribadi Presiden Direktur.

"Hem, Baiklah." Ia yang tak sabar kembali bangun dan berjalan dengan mantap menuju tempat yang di sebut oleh Artha barusan.

Dengan hanya menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, mobil mewah sang Tuan Muda akhirnya sampai di balkon sebuah hotel yang semua orang tahu siapa pemiliknya. Disana, sudah ada sebuah meja dan juga beberapa orang pria yang sudah sangat siap mengawali acara dengan ijab qabul terlebih dulu.

"Apa bisa kita mulai sekarang?" tanya seorang penghulu yang langsung mengulurkan ttangannya untuk berjabat tangan.

Dengan suara tegas Pria paruh baya tersebut mengikrarkan janji suci pernikahan yang langsung di ikuti oleh sang calon mempelai pengantin pria.

.

.

.

Sayan terima Nikah dan kawinnya Deevana Binti Markus dengan mas kawin tersebut di bayar, TUNAI...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!