Saat pagi hingga siang hari, dia menjadi seorang putri dari keluarga bangsawan. Saat sore hari, dia menjadi seorang dosen yang memiliki banyak penggemar di salah satu universitas terkenal di kotanya. Saat malam hari hingga menjelang tengah malam, dia menjadi seorang pembunuh bayaran yang menduduki peringkat nomor satu di daftar pembunuh bayaran.
...―――...
Hari itu, dia mendapat hadiah dari kakeknya berupa sebuah buku dongeng kuno. Meskipun buku itu kuno, tetapi tampilan buku itu sangat bersih, rapi, tidak ada bekas sobekan, dan tampak seperti buku yang baru saja dibeli.
"Cucuku, ini adalah buku dongeng turun-temurun dari nenek moyang kita," ucap kakeknya sembari memberikan buku dongeng kuno itu pada cucunya, Stella. "Hari ini, buku ini adalah milikmu, jagalah baik-baik."
Gadis itu, Stella, menerima buku dongeng kuno itu.
"Baik, Kek. Stella menerima perintah," balas gadis berambut pirang itu.
Mata merahnya yang mulanya tajam, kini melembut saat menatap kakeknya.
"Terima kasih, cucuku."
Setelah itu, dia mulai membaca buku dongeng itu setelah dia selesai melaksanakan tugasnya sebagai pembunuh bayaran.
Ketika dia telah selesai membaca buku itu, sebuah lubang besar tiba-tiba muncul di hadapannya. Lubang itu memiliki pusaran di dalamnya, seakan pusaran itu adalah magnet yang menarik benda apa pun di sekitarnya.
Stella, walaupun kekuatan menghindarnya cepat, dia tetap ditarik masuk ke dalam lubang itu.
Lubang itu menghisapnya, membawanya masuk ke dalam buku dongeng yang telah selesai dibacanya.
...―――...
Saat dia terbangun, dia mendapati dirinya berada di tubuh seorang bayi di dunia itu.
'Hm? Kenapa aku tidak bisa berbicara? Lalu ... di mana ini?'
Bayi itu adalah putri yang terlupakan.
Kakaknya sangat disegani dan dihormati oleh seluruh rakyat di sana. Saudara sepupunya yang cantik sangat disayangi oleh keluarganya, bahkan ayahnya yang merupakan raja berhati beku dan sangat kejam juga menyayangi sepupunya.
Sedangkan dia?
Dia dibuang. Dia direndahkan. Dia diremehkan. Dia dihina. Dia dicaci maki. Dia dibenci oleh semua orang; keluarganya, kakaknya, bahkan ayahnya juga sangat membencinya.
Semua yang seharusnya didapat olehnya malah diberikan pada sepupu cantiknya, tak terkecuali tunangannya sendiri.
Saat dia berusia 15 tahun, dia mati di tangan ayahnya sendiri karena dituduh meracuni sepupunya yang cantik.
"Ayah, aku tidak melakukannya! Ada yang sengaja menuduhku! Aku mohon, tolong berilah keadilan pada putrimu ini, Ayah!" ucapnya terisak dengan air mata yang terus mengalir.
Namun, manusia es itu tidak bergeming dari tempatnya. Dia menatap gadis yang berlutut di hadapannya yang memohon keadilan dengan tajam.
Setelah beberapa saat hening, manusia es itu berbicara.
"Siapa pun yang berlutut di hadapanku, pasti adalah orang yang telah melakukan kejahatan. Dan kau melakukannya, itu adalah buktinya."
Suara dingin itu membuat gadis yang berlutut di hadapan ayahnya mematung.
Dia tertawa getir di dalam hatinya.
Ha ... ha....
Benar juga.
Apa yang diharapkan dari ayahnya yang kejam? Memohon agar tidak membunuhnya? Itu mustahil.
Ayahnya hanya menyayangi kakak laki-lakinya dan sepupu perempuannya. Walaupun dia anaknya, manusia es itu bahkan tidak pernah memperlakukannya layaknya anaknya.
Tangan dingin itu akan melembut saat akan bersama sepupunya. Tidak ada tatapan tajam. Tidak ada nada dingin. Yang ada hanyalah kelembutan!
Ayahnya yang mendapat julukan "Raja Iblis" berubah seratus delapan puluh derajat dan menjadi seperti malaikat di hadapan sepupunya!
Dan semua kasih sayang itu bukan ditujukan untuknya, melainkan untuk sepupunya!
Betapa miris hidupnya.
...―――...
Tepat di hadapan seluruh rakyat, dia dihukum tanpa ada yang membela dan mencari tahu kebenarannya, dan dia mati dengan mengenaskan.
Dia mati dengan kepala yang sudah lepas dari tubuhnya, dan itu semua dilakukan oleh ayahnya, demi menegakkan keadilan untuk sepupunya yang seharusnya menjadi miliknya!
Pada embusan napas terakhirnya, dia menatap semua orang yang menyaksikan kematiannya dengan tatapan penuh kebencian.
Setelah puas menatap semuanya, dia tertawa jahat, tawa yang seharusnya tidak terdengar karena kepalanya sudah terpisah dari tubuhnya. Namun, tidak tahu mengapa, hal itu terjadi, yang mampu membuat semua orang yang menyaksikan peristiwa itu berteriak histeris, terkejut.
"Hahaha! Suatu hari nanti, aku akan membunuhmu seperti kau membunuhku! Dengan tangan ini! Dan di hadapan semua orang! Hahaha!"
Dia menatap ayahnya sengit, sebelum akhirnya menutup matanya.
Dendam ini, akan terbawa hingga liang kuburnya, menunggu seseorang untuk membalaskan dendamnya.
Dia adalah....
The Poor Princess!
――――――――――――――
Gimana? Ada pendapat?
TBC!
Stella Elliathania Elliot Evergard.
Dia adalah seorang putri bangsawan modern di negerinya. Keluarga kerajaan sangat menyayanginya karena dia adalah putri bungsu keluarga itu.
Rambut pirang emas dan mata merahnya sangat terkenal di negerinya.
Tidak semua orang bisa memiliki warna mata sepertinya, jadi secara otomatis, dia sangat istimewa.
Rutinitas pagi harinya adalah menjadi seorang putri bangsawan. Pada saat itu, dia akan memasuki kelas menari, kelas pelajaran tata krama, dan kelas bersosialisasi. Aktivitas itu selesai saat akan menjelang makan siang.
Lalu pada sore hari, dia akan menjadi seorang dosen yang memiliki banyak penggemar di salah satu universitas terbaik di kotanya.
Pada peraturan keluarga Evergard, para pangeran dan putri tidak dilarang untuk bekerja. Tetapi, jam kerja bagi para pangeran dan putri adalah sore hari, maka dari itu Stella menjadi dosen pada sore hari, dan akan berganti pekerjaan lagi bila matahari sudah tenggelam.
Hari ini, Stella mendapat hadiah dari kakeknya berupa sebuah buku dongeng kuno. Meskipun buku itu kuno, tetapi tampilan buku itu sangat bersih, rapi, tidak ada bekas sobekan, dan tampak seperti buku yang baru saja dibeli.
"Cucuku, ini adalah buku dongeng turun-temurun dari nenek moyang kita," ucap kakeknya sembari memberikan buku dongeng kuno itu pada cucunya, Stella. "Hari ini, buku ini adalah milikmu, jagalah baik-baik."
Gadis itu, Stella, menerima buku dongeng kuno itu.
"Baik, Kek. Stella menerima perintah," balas gadis berambut pirang itu.
Mata merahnya yang mulanya tajam, kini melembut saat menatap kakeknya.
"Terima kasih, cucuku."
Setelah berkata demikian, kakeknya pamit pergi karena ayahnya memanggilnya dan berkata akan diadakan rapat dadakan hari ini.
Di dalam kamarnya, Stella menatap buku dongeng itu. Sampul buku itu berwarna merah muda, di tengah-tengah sampul buku itu, ada sebuah tulisan berwarna emas yang dihiasi ornamen-ornamen bunga berwarna putih dan kupu-kupu berwarna hitam.
Tulisan berwarna emas itu menggunakan bahasa inggris, yang Stella duga tulisan itu adalah judul buku dongeng yang berada di tangannya.
Judul buku dongeng itu ... "The Poor Princess".
Awalnya Stella berniat membaca buku itu. Tetapi kemudian, dia mengingat ada pekerjaan malam ini, jadi dia mengurungkan niatnya.
Pada tengah malam, ketika Stella telah menyelesaikan pekerjannya, dia mulai membaca buku dongeng itu.
"The Poor Princess" adalah sebuah dongeng yang menceritakan tentang kehidupan seorang putri malang yang terlupakan.
Putri itu memiliki nama Stella Al-Teona Evergard.
"Apa?"
Saat mengetahui nama depan dan marga putri itu, Stella merasa terkejut.
Stella ... itu juga adalah namanya!
Sedangkan Evergard ... itu adalah nama marganya dan keluarganya!
Jadi ... apakah buku dongeng ini merupakan kisah nenek moyangnya sebelumnya?
Dalam buku itu, diceritakan kisah Putri Stella yang selalu diasingkan dari istana.
Dia hidup dalam kegelapan seorang diri. Meskipun hidupnya sungguh malang, Putri Stella tetap tersenyum pada siapa pun yang ditemuinya.
Pada usia 10 tahun, dia bertemu dengan ayahnya yang sedang bermain dengan seorang gadis kecil, dan gadis kecil itu adalah sepupu perempuannya.
Di taman itu, dia melihat ayah dan sepupu perempuannya saling melempar senyum.
Awalnya, Putri Stella ingin menghampiri mereka, tetapi ia dihadang oleh prajurit-prajurit yang menjaga taman itu. Pada akhirnya, Putri Stella pergi dari taman itu dalam keadaan menangis.
Dari lahir hingga berusia 10 tahun, tidak ada yang merawatnya selain pelayan ibunya, Lin Suzy.
Sedari awal, dia diasingkan dari istana dan nyaris tidak pernah bertemu dengan siapa pun, bahkan seluruh rakyat di sana tidak mengetahui keberadaannya.
Mereka hanya mengetahui keberadaan sepupu perempuannya, Xylia Chareeze Fictin, yang sangat dekat dengan ayahnya, bahkan di antara mereka tak segan-segan memanggil Xylia dengan panggilan "putri"!
Gelar "putri" seharusnya dimiliki oleh Stella, bukan Xylia.
Pada usia 15 tahun, dia mati di tangan ayahnya sendiri karena dituduh meracuni sepupu cantiknya. Padahal, orang yang meracuni Xylia bukan Stella, tetapi ayah Xylia sendiri, pamannya Stella.
Stella berusaha membela diri sendiri dengan berlutut dan menangis di hadapan ayahnya yang selalu menatapnya tajam. Namun pada akhirnya, dia tetap mati dengan kepala yang sudah terpisah dari tubuhnya, dia mati dengan membawa dendam kebencian yang teramat besar pada seluruh keluarganya, dan dia mati dengan harapan ada seseorang yang membalaskan dendam ceritanya.
Tamat.
"Huh ... kisah putri yang sangat malang dan tragis," komentar Stella setelah ia selesai membaca buku dongeng The Poor Princess. "Hm? Tapi seingatku, tidak ada mendiang kerabatku yang mati mengenaskan seperti ini," gumamnya.
Karena Stella merupakan seorang putri bangsawan, dia telah belajar silsilah keluarganya guna tidak salah mengucapkan salam ala bangsawan kepada semua anggota keluarganya.
Stella sudah membaca silsilah keluarganya yang bermarga Evergard, dan dia tidak menemukan ada yang mati terpenggal.
Keheningan meraja sejenak. Sesaat setelahnya, tubuh Stella menegang.
Ada.
Ada satu orang anggota keluarganya yang tidak dia baca riwayat hidupnya.
Katanya, orang itu adalah orang yang sangat istimewa. Stella hanya tahu rupa wajahnya berkat potret lukisan-lukisan anggota keluarga kerajaan Evergard terdahulu.
Dia hanya tahu rupa wajahnya, tetapi tidak dengan namanya.
Kata orang tuanya, orang itu adalah nenek moyangnya. Katanya juga, riwayat hidup nenek moyangnya sangat rahasia. Orang tuanya juga tidak mengetahui nama nenek moyangnya, karena mereka meyakini bahwa nama nenek moyangnya adalah hal yang tabu untuk disebut.
Hm ... mungkinkah dongeng ini ada hubungannya dengan riwayat hidup nenek moyangnya yang sangat rahasia?
...―――...
Beberapa menit setelah Stella selesai membaca dongeng itu, sebuah lubang besar tiba-tiba muncul di hadapannya. Lubang itu memiliki pusaran di dalamnya, seakan pusaran itu adalah magnet yang menarik benda apa pun di sekitarnya.
"Apa?! Bagaimana bisa ada lubang di sini―aaahh!"
Stella, walaupun kekuatan menghindarnya cepat, dia tetap ditarik masuk ke dalam lubang itu.
Lubang itu menghisapnya, membawanya masuk ke dalam buku dongeng yang telah selesai dibacanya.
――――――――――――――
TBC!
"Menjauh dariku!" desis pria itu sambil melayangkan tatapan tajamnya pada seorang gadis kecil berusia 10 tahun.
Di samping pria itu, ada juga seorang gadis kecil berambut pirang dengan mata berwarna hijau. Gadis itu memeluk lengan pria itu dengan tubuh yang telah bergetar hebat.
"Hiks ... Paman, Xylia takut," cicit gadis itu karena pria yang sedang ia peluk lengannya dalam mode marah.
Pria yang tadi mendesis itu menatap gadis kecil yang merupakan keponakannya, mendadak tatapannya melembut.
"Tidak apa-apa," ucapnya.
Di sisi lain, gadis berumur 10 tahun yang tadi ditatap tajam itu hanya menatap nanar kedua orang yang saling menyayangi satu sama lain. Ada rasa sesak di hatinya ketika melihat ayahnya lebih menyayangi sepupu perempuannya dibandingkan dirinya, yang merupakan anak kandungnya!
Tak tahan dengan rasa sakit itu, gadis itu, Stella Al-Teona Evergard, memilih berbalik kemudian berlari sekencang-kencangnya dengan derai air mata yang membasahi wajah cantiknya. Rambut hitamnya berkibar ditiup angin akibat gerakan berlarinya.
Setelah puas berlari, kemudian Stella kecil berhenti di sebuah pohon rindang. Dengan tubuh lemas, dia duduk di bawah pohon itu, kemudian kembali menangis.
"Hiks ... Ibu! Aku ingin bersamamu! Hiks ... di sini Ayah tidak peduli padaku! Lebih baik aku bersamamu saja, Ibu!" teriaknya sambil mendongakkan wajahnya ke atas, menghadap langit.
Mata berwarna ungunya berkilat seiring dengan aliran air mata yang kembali meluncur dari kelopak matanya.
[The Poor Princess - bab 2]
...―――...
"Haah...!"
Seorang bayi perempuan berambut hitam dengan mata berwarna ungu terbangun dari tidurnya. Bayi itu mengedarkan pandangannya, menatap langit-langit sebuah bangunan yang ditempatinya.
Tempat ini sangat asing baginya.
Kemudian, bayi itu ingin berbicara, tetapi yang terdengar malah seperti suara tangisan, bukan kalimat yang hendak ia ucapkan. Jadi dengan terpaksa, dia hanya bisa berbicara di dalam hatinya.
'Di mana ini? Kenapa aku di tempat asing ini?' pikirnya.
Ia pun mencoba menggerakkan tubuhnya. Namun, yang ia dapati tubuhnya malah terasa berat.
'Apa? Apa yang terjadi? Apa aku lumpuh?' pikirnya lagi.
Saat ini dia belum menyadari jika dirinya terlahir kembali, di tubuh seorang putri.
Dengan sisa tenaga yang dia miliki, dia menggerakkan tangan mungilnya dan mengulurkan tangan itu ke atas, guna melihat tangannya. Tidak mungkin jika dia harus menolehkan kepalanya ke samping, 'kan? Menggerakkan tangannya saja sudah sangat susah, apalagi jika dia menolehkan kepalanya ke samping.
Ketika dia menatap tangannya, bola matanya sontak membulat.
'Apa ini? Kenapa tanganku sangat kecil?'
Belum sempat dia bertanya lagi di dalam hatinya, bayi itu dikejutkan dengan suara seseorang yang sangat asing baginya.
"Tuan Putri!" panggil orang itu.
Dia adalah seorang wanita berambut hitam dengan mata berwarna hijau.
"Apa Anda membutuhkan sesuatu? Apa Anda ingin meminum susu?"
Bayi itu menatap wanita itu dengan alis terangkat.
Dia bertanya, tapi yang keluar malah kalimat aneh, "Iii waa?"
Tepat setelah itu, bayi itu menutup mulutnya.
'Hah? Kok yang keluar malah kalimat aneh begitu?'
Sedangkan wanita yang bersamanya, mengerutkan alisnya. Sesaat setelahnya, dia tersenyum manis.
"Putri, nama saya Lin Suzy," jawab wanita itu setelah mengerti bahwa bayi kecil itu bertanya siapa dirinya.
Tanpa ada yang memerintah, Suzy mengapit tubuh bayi itu dan menggendongnya, lalu dia mengecup pipi bayi itu dengan gemas. Setelah puas mengecup pipi bayi itu, Suzy menatap bayi itu dengan sendu.
"Putri, saya pasti akan menjaga Anda. Saya pasti tidak akan membiarkan Anda, Putri Stella Al-Teona Evergard, merasa patah hati. Saya juga pasti akan selalu membuat Anda bahagia."
Deg, deg, deg!
Jantung bayi itu berpacu lebih cepat ketika Suzy memanggilnya "Putri Stella Al-Teona Evergard".
Tidak.
Itu bukan namanya.
Nama aslinya adalah Stella Elliathania Elliot Evergard, bukan Stella Al-Teona Evergard.
Lalu ... kenapa namanya saat ini sangat mirip dengan nama putri malang yang dibacanya di buku dongeng kuno pemberian kakeknya?
...―――...
Lima tahun berlalu dengan cepat.
Di dunia buku dongeng kuno ini, Stella tumbuh menjadi pribadi yang pendiam, dingin, dan misterius. Awalnya, dia berniat mengambil hati ayahnya dengan tingkah kekanakan dan ceria. Tetapi pada akhirnya, Stella mengurungkan niatnya. Karena menurutnya, sifat seperti itu telah tertanam pada diri Xylia, jadi dia tidak mungkin menang melawan sifat murni seseorang dengan sifat palsunya.
Dengan demikian, Stella memilih menjadi dirinya sendiri sewaktu masih berada di kehidupannya sebelumnya, yaitu menjadi orang yang pendiam di luar, tetapi cerewet di dalam, ia juga menjadi orang yang selalu menatap lawan bicaranya dengan wajah datar dan mata tajam penuh aura mengintimidasi. Tak lupa, ketika Suzy menanyakan apakah dia menginginkan sesuatu atau semacamnya, Stella tidak berbicara dan hanya diam, hal itu membuatnya tampak misterius.
Pada awalnya, Stella ingin keberadaannya tidak diketahui sama sekali oleh ayahnya ataupun kakak laki-lakinya, dia juga menginginkan menjalani kehidupannya di dunia ini dengan aman dan berusaha mengumpulkan sesuatu berharga yang didapatnya untuk dijadikan modal ketika dia melarikan diri dari istana sebelum berumur 15 tahun.
Namun sepertinya, keinginannya itu tidak tercapai. Karena sifatnya yang pendiam, dingin, dan terkesan misterius, para pelayan yang melayaninya di dalam istana sering mengaitkan sifatnya dengan sifat ayahnya yang tak kalah jauh berbeda dengan sifatnya. Mereka sering menggosipkannya baik di mana pun dia berada dan ke mana pun dia pergi.
Dan sepertinya, gosip-gosip itu juga sudah terdengar hingga ke telinga ayahnya, mengingat lingkungan istana yang dijaga ketat.
Tetapi sepertinya, ayahnya itu tidak peduli, dan itu adalah kabar bagus bagi Stella.
Stella yang saat ini sedang membaca buku harus mengalihkan perhatiannya ketika dia mendengar suara beberapa orang yang sepertinya melewati halaman istananya. Dia berpikir bahwa mereka adalah para pelayannya, tapi pikirannya salah.
Di halamannya, terdapat seorang pria dewasa dengan dua anak kecil di sampingnya.
Pria itu adalah ayahnya di dunia ini!
Dan dua anak kecil itu tak lain adalah kakak laki-laki dan sepupu perempuannya!
Stella berdecak, sebal. Kenapa waktunya harus terganggu dengan kehadiran tiga makhluk itu?!
Tetapi, tunggu sebentar!
Memangnya di buku aslinya ada, ya, bagian yang menceritakan pertemuan antara Putri Stella dan ayahnya sebelum berusia 10 tahun?
――――――――――――――
TBC!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!