"Eh Ela satu kelas sama kita nggak sih?" Terdengar suara dari luar.
"Iya deh kayanya," jawab suara lainnya.
Terdengar suara langkah yang semakin mendekati kelas.
"Bentar deh gue chat."
Kinanti sedikit menahan napas, ketika ia mendengar langkah kaki semakin mendekati ruangan yang hanya ada dirinya.
Kinanti meremas buku di tangannya saat seseorang terlihat melongok kedalam, lalu menatap Kinanti sejenak.
"Ada orang?" Tanya seseorang yang sedari tadi sibuk dengan gawai nya.
"Ada di pojokan. Kayanya yang diceritain Bu Indira."
Kinanti sedikit tertarik mendengar kalimat tersebut, ingin tahu apa yang telah wali kelasnya ceritakan pada orang-orang yang berdiri di depan kelas itu.
Kinanti semakin menunduk membaca bukunya ketika mendengar percakapan mereka selanjutnya.
"Oh, yang katanya tinggal sama neneknya?"
"Nah, Iya itu."
Kinanti menghela napas, apa mereka juga akan mengasihani hidupnya seperti orang kebanyakan, yang mengasihaninya hanya dengan mendengar cerita orang lain?
"Yaudah masuk yuk! Kasian kayanya dia udah dari tadi sendirian."
Kinanti semakin menenggelamkan kepalanya saat ia menyadari dua orang di luar tadi mulai berjalan kearahnya.
"Hai. Kinanti ya?" Seseorang menarik kursi di sampingnya.
Kinanti seperti kehilangan pendengarannya sesaat, ia seketika bingung apa yang harus ia katakan.
Akhirnya Kinanti hanya mengangkat wajahnya dan tersenyum.
"Suka baca ya?" Tanya seseorang yang duduk di sampingnya lagi.
Kinanti menutup bukunya perlahan, "Iya."
"Eh nggak apa-apa baca aja. Nama gue Faisal," ucap siswa itu sambil mengulurkan tangan.
"Kinanti," jawabnya tanpa membalas uluran tangan Faisal.
Karena tak mendapat balasan, akhirnya Faisal menurunkan tangannya,
"Gue dari kelas XD, tapi semester ini pindah ke kelas ini. Kalau lo?"
Kinanti menggenggam kedua tangannya yang mulai basah oleh keringat.
"Kalau aku udah dari semester pertama di kelas ini."
Faisal menyadari cara bicara Kinanti yang berbeda dari temannya yang lain, sedikit kaku. Ada rasa ingin tahu dalam dirinya, siapa dan dari mana Kinanti berasal.
"Wow! Pasti nilai kamu bagus semua ya dari SMP?"
Kinanti hanya tersenyum.
"Ka! Sini dong!" Faisal memanggil pemuda yang sedari tadi diam saja di meja barisan depan.
Pemuda itu berbalik hingga matanya bertemu dengan Kinanti. Pada detik itu juga Kinanti merasa napasnya tertahan, tatapan pemuda itu berbeda dari tatapan Faisal sebelumnya.
Rasanya Kinanti menemukan sesuatu dari tatapan itu, rasanya pula Kinanti ingin berbagi berbagai hal, rasanya Kinanti ingin menangis.
Tatapan itu seperti mengingatkannya pada tatapan seseorang yang selalu ia rindukan. Hingga akhirnya pemuda itu bangkit dan berjalan ke arahnya.
"Kinanti ya?" Siswa itu mengulurkan tangan.
Tanpa pikir panjang Kinanti membalas uluran tangannya, "Iya."
"Lho kamu pilih kasih ya! Kok sama Raka mau salim tangan sama aku enggak sih!"
Kinanti sedikit terkejut mendengar protes seseorang yang terdengar masih di sampingnya. Rasanya bagi Kinanti waktu berhenti beberapa detik yang lalu.
"Apasih lo jijik banget! Jangan malu-maluin deh, kita baru pindah ke kelas ini. Maaf ya Nan, Yuk makan!" Pemuda itu menarik Faisal untuk menuju kantin di sekolahnya.
Sebelum benar-benar hilang dari balik pintu keduanya kembali berbalik menatap Kinanti.
"Mau ikutan sarapan?" tanya Raka yang membuat Kinanti tadi sempat berhenti bernapas.
Kinanti tersenyum, "Enggak, terima kasih."
"Ki, kok kamu sama Raka senyum sama aku enggak sih!" Lagi-lagi Faisal protes.
"Awas ya kamu punya hutang penjelasan sama aku," protesnya sebelum akhirnya tangannya kembali ditarik Raka.
Kinanti hanya tersenyum. Dari apa yang dilihat tadi rasanya Kinanti dapat menyimpulkan kedua orang tadi saling berteman dekat, atau mungkin memang bersahabat.
Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Raka, Kinanti mengingat nama itu.
Raka, sekali lagi ia menyebutnya dalam hati, ada sedikit rasa aneh yang menjalar ke hatinya tiap kali menyebut nama Raka.
Kinanti tersenyum semoga kelas barunya nanti tidak seburuk yang ia kira. Kinanti memasukkan kembali bukunya ke dalam ransel.
Kinanti selalu merasa ketakukan setiap kali bertemu orang dan berada di lingkungan baru entah kenapa.
Sedari kecil hidup Kinanti berpindah-pindah karena kondisi keluarganya. Awalnya Kinanti dapat menyesuaikan diri dengan cepat, namun semakin dewasa usianya, Kinanti semakin kesulitan untuk beradaptasi.
Seminggu sebelum sekolahnya kembali masuk Bu Indira - wali kelasnya menginformasikan bahwa sekolah akan membuat program baru, di mana setiap semester genap akan dipilih murid-murid yang berprestasi di bidang akademik untuk ditempatkan di kelas inti yaitu A. Sedangkan siswa lainnya akan ditempatkan sesuai dengan urutan setelahnya, B, C, dan D.
Kinanti sempat sedih dengan hal ini, karena dia telah memiliki dua teman yang membuatnya nyaman, Sarah dan Farah.
Hal itu membuat Kinanti dari tadi pagi ketakutan, bagaimana caranya untuk beradaptasi dari awal lagi? bahkan untuk berkenalan saja Kinanti bisa keringat dingin. Dulu Sarah dan Farah yang selalu berinisiatif untuk mendekati Kinanti.
Terlalu lama dengan pikirannya sendiri Kinanti sampai tak sadar ada seseorang yang duduk di sampingnya.
"Sarah?" Tanya Kinanti memastikan apa yang dia lihat.
"Kamu ngapain ngelamun?"
Kinanti membenarkan posisi duduknya agar berhadapan dengan teman sekelasnya dulu, "Aku gugup ni."
"Karena belum ada yang kamu kenal ya?"
Jawab Sarah seakan tau apa yang dipikirkan teman dekatnya itu.
"Iya, Rah. Kamu tahu kan kalau aku susah banget buat deket sama orang baru."
Sarah menepuk pelan pundak Kinanti,
"Udah tenang aja pasti nanti lama-lama juga punya temen. Icut, juga di kelas ini lagi kok. Maafkan temanmu yang otaknya tak secerdas Albert Einstein, hingga kamu harus sendirian." Sarah menepuk-nepuk pelan kepala Kinanti dengan dramatis.
"Aku aja nggak pernah ngomong sama Icut, Rah. Eh Farah mana?" Kinanti baru sadar dari tadi Farah tak terlihat menyusul.
"Farah sakit. Kantin yuk Ki! Belum sarapan kan kamu?"
"Sakit dari kapan? Demam?" Tanya Kinanti mengesampingkan ajakan makan Sarah.
"Semalem habis nonton sama Beno terus kehujanan, jadi demam. Udah biarin aja pacaran mulu itu anak. Ayo sarapan, Ki. Masih ada waktu lima belas menit lagi sebelum bel."
"Nanti aja pas istirahat."
"Ayo! Aku laper banget!" Sarah mulai menarik tangan Kinanti yang masih enggan berdiri dari tempatnya.
Kinanti menghela napas. "Yaudah, iya."
Saat keduanya bersiap meninggalkan kelas, ada sekelompok siswa yang baru datang. Mereka terlihat sangat akrab, Kinanti dapat menyimpulkan dari cara mereka saling melemparkan candaan satu sama lain yang kemudian membuat mereka tertawa bersama.
"Yuk!" Sarah kembali menarik tangan Kinanti.
"Kayanya mereka geng anak kelas XC." Kata sarah selanjutnya setelah mereka sudah cukup jauh dari kelas.
Kinanti sedikit mengerutkan dahinya,
"Ha? Geng?"
"Iya, yang terkenal itu lho. Mereka di mana-mana selalu berkelompok gitu, ada sepuluh deh kalau nggak salah, yang isinya anak-anak hits gitu ki," cerita Sarah menggebu-gebu.
Kinanti mengernyitkan dahinya, "Mereka tadi cuma berdelapan kalau nggak salah aku hitung."
"Yang dua Raka sama Faisal. Kamu nanti juga kenal." Jelas Sarah.
Udah kenal, jawab Kinanti dalam hati.
"Emang iya mereka se-hits itu? Aku nggak pernah denger."
"Heem. Kamu sih baca buku mulu sampai nggak tahu dunia luar. Nanti juga kamu kenal sendiri. Eh, tapi apa mereka pinter semua ya? Kok dijadiin satu kelas gitu, kelas inti lagi. Ki mau makan apa?"
Kinanti kini sibuk dengan pikirannya sendiri, kalau memang dikelasnya ada anak-anak sehits itu lalu bagaimana nasibnya nanti. Pasti dirinya akan seperti keong yang akan selalu bersembunyi di tengah mahkluk lainnya.
Kinanti harus menghela napas berat di hari pertama masuk sekolahnya.
[]
Mereka berdua telah berada di kantin utama sekolah, tapi Kinanti masih memikirkan apa yang di katakan Sarah tadi, kalau mereka sekelompok, bahkan sudah saling dekat pasti Kinanti semakin sulit untuk beradaptasi apa lagi untuk berteman dengan mereka.
Lagi-lagi Kinanti menghela napas yang kesekian kalinya pagi itu.
"Kinanti!" Sarah mengagetkannya.
"Eh iya, kenapa Rah?"
"Jangan bilang kamu lagi mikirin caranya beradaptasi dengan habitat lain ya?"
"Apa sih, Rah."
"Lagian diem aja. Aku makan nasi goreng aja. Kamu?
"Aku minum teh anget aja kayanya, takut nggak keburu. Awas aja ya, kalau kita sampai telat masuk kelas!" Kinanti sedikit bercanda dengan mengancam Sarah.
"Siap Komandan! Nyari tempat duduk gih!" Sarah mendorong tubuh Kinanti.
Kinanti mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat duduk. Kantin pagi itu tampak cukup ramai, Kinanti sedikit terkejut karena biasanya kalau dia sarapan hanya ada beberapa orang saja di sana.
"Kinanti!"
Kinanti berbalik mendengar namanya di panggil. Dia melihat seseorang yang melambaikan tangan.
"Di sini aja!" Sambil menunjuk kursi di sampingnya.
Faisal. Orang yang memanggilnya adalah orang yang sama dengan orang yang tadi pagi mengajaknya berkenalan.
Awalnya Kinanti ingin menolak, tapi akhirnya ia memberanikan diri untuk duduk bersama teman barunya itu.
"Tadi diajak nggak mau, sini." Faisal menepuk kursi di sampingnya.
"Sendirian Nan?" Tanya Raka yang baru datang membawa dua gelas teh.
"Sama teman, dia lagi beli makan."
Kinanti sedikit terkejut saat Raka meletakkan satu gelas teh yang dibawanya tadi ke hadapan Kinanti, "Nih, buat kamu."
Belum sempat Kinanti menjawab terdengar Faisal yang merajuk dengan nada yang di buat-buat, "Raka! Kok kamu jahat sih sama aku. Masa Kinanti dikasih minum aku enggak."
"Jijik Sal. Beli sendiri sana!"
Padahal tentu saja Raka sebelumnya berniat memberikan teh itu untuk Faisal, namun karena ada Kinanti jadi tak ada salahnya mengerjai Faisal.
Sedangkan Kinanti masih tidak menyangka dengan sikap baik Raka, tapi juga tak bisa menahan rasa senang mengetahui ada orang yang baik kepadanya.
"Makasih, Raka." Suara Kinanti hampir tak terdengar karena menunduk terlalu dalam, membuat Faisal yang tadinya mau kembali merajuk mengurungkan niatnya.
Kinanti mengangkat wajahnya menatap bagaimana reaksi Raka. Saat itu pula Raka juga sedang menatapkan.
"Iya, sama-sama." Raka tersenyum sebelum akhirnya menyuap kembali makannya.
"Eh cewek Lo satu kelas sama kita kan?" Pertanyaan Faisal membuat Kinanti sedikit terkejut.
"Iya, semalem dia baru bilang."
"Gila! Bisa gitu satu kelas sama pacar?" Faisal menggelengkan kepalanya.
"Kamu udah punya pacar ya?" Kinanti memberanikan diri untuk bertanya.
"Iya dari SMP, malah mereka udah putus -nyambung - putus - nyambung mulu." Faisal yang menjawab.
Raka di depannya hanya sedikit tersenyum, entah kenapa Kinanti melihat ada sesuatu yang di simpan diam-diam oleh teman barunya itu.
Ada perasaan aneh dalam diri Kinanti entah kenapa. Kinanti sekali lagi menghela napas dia merasa sedikit kecewa dengan berita yang baru saja didengarnya. Sampai akhirnya ada yang meletakkan piring tepat di sampingnya.
"Oh, temen kamu, Sarah."
"Lo lagi, Lo lagi. Males banget gue ketemu lo mulu!" Sarah terdengar sedikit kesal.
"Kalian udah kenal ya?" Tanya Kinanti seadanya.
"Ini yang aku ceritain tetangga nyebelin, yang suka minta kertas HVS aku, Ki," keluh Sarah membuat Kinanti tertawa.
"Eh apaan? Orang emak lo yang nyuruh! Nak Faisal kalau butuh kertas buat ngerjain PR ambil aja ya punya Sarah. Ya ngapain gue nolak!" Protes Faisal sambil meniru suara yang dibuat-buat seperti perempuan.
"Lo aja yang nggak tahu diri! Bayar dong!"
"Udah! Udah! Berantem mulu kalian. Nggak di rumah, nggak di tempat les, sekarang juga di sekolah." Raka mencoba melerai keduanya.
"Temen Lo tuh! Nyebelin banget sih jadi orang! Hidup lagi!" Sarah mulai menyuap nasi gorengnya yang masih mengepulkan asap.
Selama perdebatan keduanya Kinanti hanya diam saja, sesekali tersenyum melihat pipi Sarah yang mulai memerah setiap kali menahan emosinya.
"Ke kelas yuk Ka! Nggak nafsu makan lagi gue." Faisal bangkit dari kursinya.
"Eh yang ada gue mual kalau ada Lo!" Sarah kembali menimpali.
"Udah!" Lerai Raka.
"Kinanti, aku duluan ya. Kamu cepetan takutnya sebentar lagi bel masuk.
Lo cepetan makannya, Kinanti nanti ikutan telat karena nungguin Lo!" Faisal menyempatkan diri melempar kulit kacang ke arah Sarah sebelum akhirnya berlari menghindari amukan Sarah.
"Nan duluan ya," pamit Raka sambil tersenyum yang di balas anggukan Kinanti.
"Awas aja Lo! Nggak akan gue bukain pintu kalau tengah malam minta es krim," teriak Sarah penuh emosi, Kinanti dapat melihat beberapa orang yang mulai menoleh ke arah meja mereka.
"Udah tenang masih pagi Rah," ujar Kinanti mengelus pelan lengan temannya itu coba menenangkan.
"Emosi banget gue kalau ketemu makhluk itu. Dosa apa gue setiap hari ketemu dia!" Sarah masih bersungut-sungut kesal.
"Jadi ada yang tiap malem makan es krim bareng ni?" Kinanti coba menggoda temannya.
"Apa sih Ki! Enggak! Dia aja tu yang ngemis-ngemis es krim. Kamu jangan deket-deket dia ya, sama Raka aja temenannya."
Kinanti teringat sesuatu, "Oh iya, Raka udah punya pacar ya?"
Sarah menoleh sesaat, "Udah. Pacar dari SMP Ki. Putus - nyambung gitu terus."
Kinanti hanya ber oh singkat.
"Dia manggil kamu Nan."
"Ha?" Kinanti sedikit bingung.
"Itu, dia manggil kamu Nan. Kaya Ibu kamu kan?"
Kinanti baru teringat, kalau Raka memanggilnya Nan. Hatinya menghangat.
"Iya," jawabnya sedikit melamun.
"Kamu belum dapat kabar beliau ya?"
Kinanti hanya menggeleng lemah, dadanya sedikit sesak mendengar pertanyaan Sarah. Bahkan pertanyaan itu membuatnya lebih tak bersemangat dari pada mengetahui Raka yang sudah punya pacar.
"Kamu yang sabar ya," tutur Sarah mengelus pundak Kinanti sebelum meneguk air mineralnya.
Kinanti tersenyum pasrah, "Aku nggak punya pilihan lain kan Rah?"
"Ki, percaya sama aku kalau kamu pasti akan ketemu sama Ibu kamu."
Sarah menggenggam kedua tangan Kinanti yang ada di pangkuannya.
"Sekarang, waktunya kamu fokus belajar. Begitu kamu lulus, langsung kabur aja dari rumah nenek lampir itu."
Kinanti hampir tertawa mendengar perkataan Sarah yang menyebut neneknya sebagai nenek lampir. Memang Sarah dan Farah sedikit tahu bagaimana keadaan Kinanti sekarang, termasuk fakta kedua orang tuanya memilih meninggalkan Kinanti dan adiknya.
"Yuk masuk! Udah bel."
Kinanti hanya mengangguk saat tangannya mulai di tarik Sarah untuk menuju kelas mereka masing-masing.
Kinanti berharap semoga ibunya masih ingat kalau dirinya dan juga adiknya masih ada di muka bumi, hingga mungkin suatu saat nanti ibunya akan menjemput mereka.
[]
Ternyata apa yang diharapkan Kinanti tak terjadi. Dia kira hari ini akan mulai pelajaran seperti biasanya sehingga dia akan fokus saja pada kelasnya tanpa harus memikirkan apa yang harus dia lakukan dengan teman-teman barunya.
Harapannya pupus saat sudah lebih satu jam dari bel masuk tadi, kelasnya tetap tak di masuki satupun guru, Kinanti sempat berpikir apa dia yang salah masuk sekolah hari ini, tapi kalau dilihat dari lingkungan sekolah yang tampak ramai seperti biasanya, mustahil apa yang dia pikirkan.
Akhirnya seperti yang sudah di tebak Kinanti hanya berdiam diri di kursinya dengan menelungkupkan kepalanya di atas meja.
Kinanti berpikir semoga dengan begini dirinya tertidur, namun lagi-lagi semua tak sesuai harapannya saat seseorang mengetuk mejanya.
"Ngapain sih, diem aja?"
Kinanti perlahan mengangkat kepalanya agar tegak dengan lawan bicaranya.
"Nggak apa-apa."
"Gabung yuk sama yang lain," ajak Faisal sambil menunjuk sekelompok temannya yang terlihat asik saling bertukar cerita.
"Ngapain?" Kinanti berusaha menolak halus dengan melontarkan pertanyaan karena dia telah menduga bahwa nanti akhirnya dirinya akan berakhir diam saja di kelompok itu.
"Kenalan sama yang lain? Kamu kenapa sih diem di pojokan gini, ngelamun terus tidur. Kalau kamu gini terus gimana orang-orang nggak mikir kalau hidup kamu tertekan banget gitu, nggak ada semangatnya sama sekali."
Kinanti sedikit terkejut juga kesal dengan perkataan Faisal, "Cukup! Lagian kamu kenapa sih ngurusin banget hidup aku, aku mau diem aja, mau jungkir balik juga suka-suka aku lah, dan juga anggapan orang tentang aku mau gimana juga, suka-suka mereka. Aku nggak peduli!" Kinanti kali ini entah kenapa meledak, tak seperti dirinya biasanya yang akan memilih diam saja.
Kinanti sedikit tak mengerti dengan tindakan Faisal dari tadi pagi yang menurutnya aneh, Kinanti juga bertanya-tanya sebenarnya apa yang membuat Faisal mendekatinya semenjak pagi tadi, apakah karena Faisal merasa kasihan padanya karena tahu sesuatu tentang dirinya?
Kinanti kembali menelungkupkan kepalanya.
Kalaupun ingin berteman dengan dirinya mengapa harus dengan cara yang membuatnya kesal. Kinanti jarang sekali memperlihatkan kekesalannya, biasanya dia hanya akan diam saja dan menanggapi sekedarnya, atau menerimanya begitu saja, namun entah kenapa Faisal membuatnya tak bisa mengontrol emosi.
"Ki."
Faisal menusuk pelan lengan Kinanti dengan jari telunjuknya.
Kinanti masih memilih untuk diam saja.
"Ki," panggil Faisal masih coba membujuk Kinanti.
Faisal jadi merasa bersalah, "Yaudah maaf. Tapi kamu emang selalu diem gini ya?"
Kinanti masih tak menjawab.
"Ki, maaf ya. Aku cuma mau temenan kok." Kali ini Faisal menggoyang-goyangkan rambut Kinanti yang terikat ekor kuda.
"Ki."
Belum sempat Kinanti protes terhadap apa yang dilakukan pemuda itu seorang guru masuk ke dalam kelas.
"Selamat pagi anak-anak."
"Pagi Bu!" Jawab teman-teman kelasnya dengan serempak, beberapa kursi yang tadi dirapatkan untuk bergosip, terlihat mulai dirapikan kembali seperti sedia kala.
Kinanti mengangkat kepalanya, dia melihat Faisal yang telah kembali ke tempat duduknya di barisan depan bersama Raka.
Kinanti merapikan rambutnya yang tadi sedikit longgar karena di goyang-goyang Faisal.
Ia masih merasa kesal, tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Faisal, untuk apa pemuda itu mau berteman dengan dirinya padahal teman sekelas lainnya juga sudah cukup banyak, dan ditambah lagi Faisal kan punya geng yang hits itu kalau kata Sarah.
"Alana Meisya Kinanti."
Kinanti seketika terkejut namanya di panggil.
"Hadir Bu."
"Silahkan perkenalkan diri kamu. Karena kita berada di kelas baru jadi harus memperkenalkan diri lagi," tutur Bu Indira selalu Wali kelasnya.
Kinanti merasa udara di sekelilingnya beku seketika, semua pasang mata di kelas ini menatapnya yang berada di meja paling belakang sendirian.
Tak ada pilihan lain dengan kaki yang ia rasa mulai bergetar Kinanti bangkit dari duduknya.
"Halo semuanya, nama aku Alana Meisya Kinanti, biasanya dipanggil Kinanti."
Beberapa orang di kelasnya tampak berbisik yang mana masih bisa didengar jelas oleh Kinanti.
"Yang di tinggal orang tuanya itu ya?"
"Eh emang iya? Kemana orang tuanya?"
"Oh yang tinggal sama neneknya?"
"Semuanya harap tenang!" Bu Indira coba menenangkan kelas yang mulai berisik.
Kinanti segera duduk, sebenarnya ia ingin segera pergi dari tempat itu namun tidak ada pilihan lagi untuk dirinya.
Ketenangan tak berlangsung lama, Kinanti kembali mendengar bisik-bisik yang kembali membicarakan dirinya.
Darimana pula semua teman kelasnya yang baru ini mengetahui hal tersebut, bahkan Kinanti tak pernah segamblang itu menceritakan kisah hidupnya.
Kinanti hanya bisa menatap ujung sepatu hitamnya yang sudah lusuh karena ia gunakan sejak SMP.
Ia tak berani menatap teman-temannya karena pasti sekarang ia dihujani tatapan kasihan, jujur Kinanti tak menyukai hal itu.
Namun Kinanti tak akan coba memberi klarifikasi atau apapun itu namanya, biar saja semua orang berspekulasi toh memang benar, hidupnya menyedihkan.
Kinanti tak sadar ada seseorang yang sedari menyadari ketidaknyamanannya.
"Udah woi! pada diam!"
Raka berdiri, suaranya terdengar kesemua penjuru ruangan membuat siswa dan siswi diam begitu saja.
[]
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!