"Emhhh ugh... kasur ini bener-bener nyaman banget," lirih Celine seorang PSK, setengah terjaga dari tidurnya, sambil matahari perlahan menyapa melalui jendela.
Dia merasa seperti terikat oleh gravitasi kasur yang kuat, tak ingin beranjak.
Perlahan dengan malasnya, Celine akhirnya membuka mata perlahan dan tersentak kaget. Kamar ini jauh dari yang biasa dia tempati.
Dia memandang keliling dan baru sadar bahwa dia berada di dalam sebuah kamar hotel mewah bernama "Cherrythel Hotel".
Dengan lantai tinggi yang menawarkan pemandangan megah dari kota yang menjulang di bawahnya.
"WAHHH!!!... ini kok bisa ya?" Bentangan kota terlihat dari kamar hotel dari lantai 17, menjulang tinggi.
Celine mulai menyadari, ia sedang menginap di hotel bintang lima. Terbayang dalam benaknya, dia memutar ulang ingatan semalam yang kabur karena efek mabuk dan obat tidur yang ia konsumsi semalam.
"Aku ingat, semalam aku ada di sini dengan seseorang... pangeran mungkin? Tapi sekarang, kemana dia pergi? Apa dia sedang sarapan?"
Celine mulai mengingat sosok client nya yang bernama Pangeran Pertibi. Semalam mereka baru saja *** *** berdua.
Pangeran Pertibi, sosok pria tampan kaya serta hot. Tapi ia bukanlah pangeran seperti dalam dongeng kerajaan.
Nama lengkap nya memang "Pangeran Pertibi" dengan nama panggilan "Pangeran". Mungkin orang tuanya bermimpi ingin anaknya menjadi pangeran.
Namun celine masih belum menyadari betapa buruknya situasi yang akan menimpanya. Secara perlahan, firasat buruk mulai merayapi hatinya.
"Perasaan aku ga enak nih," gumamnya, mencoba menelpon pangeran yang Celine save dengan emoji mahkota duit, tapi tak ada jawaban.
"Jelas-jelas nomor ponsel pangeran mati, ini sih bener-bener bikin bingung," Celine menggerutu sendiri.
Dengan langkah maju, dia meninggalkan kamar dan turun menggunakan lift menuju lantai bawah hotel yang mewah itu.
Berharap bisa menemukan pangeran yang sudah semestinya berada di sisinya.
Di ruang makan, sebuah meja dilengkapi dengan stand yang bertuliskan "Celine & Pangeran Pertibi", dikelilingi oleh hidangan sarapan mewah yang terlihat menggoda.
Namun, kebingungan Celine semakin memuncak ketika dia menyadari bahwa tak ada tanda-tanda Pangeran Pertibi di sekitarnya. Seharusnya kita berdua bersama di sini untuk menikmati hidangan bersarapan.
"Nona Celine," panggil seorang pelayan hotel dengan sopan, mencoba menenangkan kebingungan Celine,
"anda boleh mulai menyantap sarapan, nona. Anda tidak perlu menunggu pangeran untuk memulainya."
Celine memandang pelayan itu dengan ekspresi campur aduk, "Ya, ya, saya tahu," jawabnya.
Tetapi keheranannya masih melingkupi wajahnya, "tapi di mana sih pangeran ini?"
Tapi, pelayan itu hanya bisa menggelengkan kepala, "Maaf nona, saya sama sekali tidak tahu."
Sejak hampir 4 jam yang lalu, Celine terus merasa gelisah menyusul menghilangnya sang pangeran. Jam di dinding menunjukkan pukul 11:48, dan hanya tersisa 12 menit lagi sebelum batas waktu check-out hotel.
Seorang pelayan hotel dengan ramah meminta izin untuk membersihkan kamar Celine. Dengan campur aduk, Celine diizinkan membawa tasnya dan diarahkan ke lobby untuk proses check-out.
"Kok malah aku yang harus check-out?" batin Celine, kebingungan mencampuri pikirannya.
Tetapi tanpa bertanya banyak, dia patuh melakukan apa yang diperintahkan, walaupun misteri hilangnya pangeran masih mengusik pikirannya.
Dengan hati yang berat, dia berjalan menuju lobby, mencoba mencari jawaban atas kejanggalan yang sedang terjadi.
"Terimakasih, Nona Celine," ucap resepsionis dengan senyuman yang ramah, memberikan tagihan kepada Celine untuk mengcover durasi menginap satu malam di kamar 1712, termasuk VIP service, dengan total biaya 49 juta rupiah.
Mendengar angka itu, Celine hampir saja berteriak dalam hatinya, "HAHHH????!!!!" Namun, dia merasa perlu menjaga ketenangannya.
Dengan tenang, Celine mencoba mencari jalan keluar, bertanya dengan nada polos, "Apakah belum dibayar oleh pangeran? Bisa nggak tagih aja langsung ke dia? Dia kan yang nanggung semua pembayaran aku."
Namun, resepsionis itu menjawab dengan tegas, "Maaf, Nona, kamar ini memang terdaftar atas nama Celine, jadi semua tagihan hanya bisa ditujukan kepada Anda. Kalau Pangeran yang membayarnya, sebaiknya Nona berkomunikasi langsung dengan Pangeran tersebut." Celine merasa semakin terjepit dalam situasi rumit yang tak dia inginkan.
Resepsionis lobby hotel berusaha memberikan pelayanan dengan keramahan yang profesional, dari sikap lembutnya sampai senyum manis yang terukir di wajahnya.
Namun semua itu tak mampu meredakan kegelisahan yang merayap di dalam hati Celine. Dia hanya memikirkan satu hal, "Pangeran ada di mana? Kapan dia akan datang?"
Saat itu, uang yang dimiliki Celine bahkan belum mencapai setengah dari total tagihan yang harus dibayarnya.
Pangeran, yang seharusnya menjadi penjamin semua biaya ini, belum juga muncul dan membayar utangnya. Rasa kesal yang merayapi hati Celine akhirnya memuncak.
Tanpa pikir panjang, dia memutuskan untuk meninggalkan hotel, memutuskan untuk mencari Pangeran di tempat yang dia yakini, "Mungkin dia sedang berada di rumahnya."
Namun, begitu Celine mencoba keluar dari pintu hotel, dia dihentikan oleh dua satpam hotel yang berdiri tegap, serta resepsionis yang sama tadi yang menyerahkan kwitansi dengan santai.
"Nona Celine, maaf, tapi kami meminta pembayaran terlebih dahulu. Setelah itu, nona bisa meninggalkan hotel ini," ucap mereka dengan tegas.
Celine merasa geram. "Apa gak bosen-bosennya gini terus? Aku udah bilang, kan, pangeran yang bakal bayar! Gue gak punya duit segitu!"
Celine berusaha menjelaskan bahwa sang pangeran menghilang entah ke mana, ponselnya mati, sehingga Celine gak bisa kontak dia sama sekali.
"Gue beneran, lo, nggak percaya? Sekarang gue mau ngejar pangeran itu ke rumahnya. Seriusan, gue gak boong, lo!"
Namun, upaya Celine untuk meyakinkan mereka sia-sia. Mereka tetap tidak memberinya izin untuk meninggalkan hotel. "Ini beneran bikin gue kesel," Celine mendesis frustasi.
Sang resepsionis dengan ekspresi serius berkata, "Kita berdua lagi di situasi yang gak enak, nona. Tapi, gini, kalau nona mau keluar, bisa pesan kamar lagi untuk satu malam. Kalau udah waktunya check-out, gak ada alasan lagi buat nona untuk gak bayar. Baru deh nona bisa pergi ke tempat pangeran."
Dalam kekesalannya yang meluap, Celine tanpa ragu langsung menyetujui saran resepsionis tersebut.
Ia bahkan tidak menyadari adanya maksud tersembunyi dari ucapan sang resepsionis, yaitu untuk menginap selama 2 malam, artinya Celine harus membayar 98 juta rupiah (49 juta rupiah per malam).
Meskipun hal ini masih samar-samar baginya, Celine tidak mempedulikannya terlalu banyak.
Baginya, yang terpenting adalah si Pangeran Pertibi yang harus merogoh kantongnya, dan itu seharusnya tidak jadi masalah.
Toh, dia tahu Pangeran Pertibi adalah sosok pemuda berkeuangan berlimpah.
Dengan langkah mantap, Celine meninggalkan kwitansi di meja resepsionis dan meninggalkan hotel tersebut. Langsung menuju rumah megah Pangeran Pertibi.
Begitu mendekati gerbangnya, Celine terpana oleh keindahan yang terpampang di depan matanya. Rumah itu benar-benar megah, dengan taman yang luas dan sentuhan mewah warna keemasan yang mencolok.
Namun sebelum Celine bisa dilihat oleh satpam rumah tersebut, dia melihat sesuatu dari kejauhan yang membuatnya merasa seolah-olah sudah pernah mengalaminya sebelumnya.
Sesuatu yang mengingatkannya pada pengalaman masa lalu, sesuatu yang begitu kuat menciptakan rasa deja vu di dalam hatinya.
Seorang wanita cantik dengan penampilan yang memesona menantikan sosok sang pangeran di dekat gerbang.
Tak butuh waktu lama, akhirnya sang pangeran muncul dan disambut oleh wanita cantik tersebut.
"Biasanya tuan rumah yang menyambut tamu, tapi kalau tamu yang menyambut tuan rumah, berarti mereka hendak keluar, ya?" gumam Celine sambil mencoba mengurai situasi yang terjadi.
"Pangeran kelihatannya mau naik mobil, berarti aku harus buru-buru mendekatinya sebelum dia pergi," tambahnya dengan nada cepat dan tegas.
Celine melangkah cepat menuju pangeran, merasa perlu bertindak cepat sebelum situasi menjadi semakin rumit.
Pada pandangan pertama, tak ada yang terlihat mencurigakan, hanya pangeran yang berbicara dengan seorang satpam sambil memberikan salam hormat.
Namun, ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, sesuatu yang menciptakan rasa keanehan di dalam diri Celine.
Rasa itu memaksa Celine untuk bergerak diam-diam, menyusup dan mengendap-endap agar tidak terlihat.
Sekarang, posisi Celine sudah cukup dekat dengan sang pangeran, tetapi dia harus berhati-hati agar tidak mengungkapkan keberadaannya yang mungkin dianggap aneh oleh orang sekitarnya.
Celine merasa seolah dia sedang memasuki dunia menguntit yang misterius. Suara sang pangeran terdengar samar-samar, namun Celine tetap mencoba sekuat tenaga untuk memahaminya.
Percakapan mereka terasa kabur dan tidak jelas, hanya beberapa kata yang mampu Celine tangkap dari kalimat pangeran:
"Sekitar 1 jam lagi, mungkin akan ada seorang “lonte” yang bernama Celine mencariku. Kalau ia datang, usir saja dia, dan jangan sampai memberitahukan keberadaanku," ujar Pangeran Pertibi dengan nada serius.
"HAHHHH?!!!"
Celine benar benar syok, ia langsung mengerti apa yang terjadi semalam.
Sembari perlahan menjauh dari rumah pangeran, ia membayangkan segala yang terjadi semalam ketika Celine dan pangeran asik *** *** berdua di kasur.
Saat itu, Celine mabuk berat hingga tak tahu apa yang terjadi.
Sebelumnya, hati Celine sangat gembira riang. Sangat hoki, biasanya aku melayani sosok bapak tua dengan kulit agak keriput kehitaman dan rambut yang mulai memutih.
Mungkin menjijikan, tetapi semua demi uang. Selama memiliki bagian inti yang pink mulus, aku bisa membuat uang berapapun. Semoga permainan malam ini cepat berakhir.
"Croch" adalah momen paling menyenangkan bagi Celine. Bukan karena kesan keintimannya, namun itu tanda permainan telah selesai.
Hahaha! Siapa yang mau bermain dengan duda tua! Yang aku inginkan hanya duitnya.
Namun itu tidak terjadi lagi, ketika yang memesan Celine adalah pangeran pertibi, sosok tampan gagah dan kaya, dengan badan seksy sixpack menggoda. Usia nya 26 tahun, hanya 4 tahun lebih tua dariku.
INI BENAR BENAR HOKI! Dapet uang, nginep di hotel mewah, dan tidur bersama pria tampan. Aahhhh MANTAPPP!!
Bahkan sebelum mulai bermain, benda pangeran terlihat sudah keras. Napak dari celana nya, dan Celine membuka melihatnya. Astaga, Gilaaa! Ini sempurna! Pangeran Pertibi sayang, kamu sangat hebat!
Sontak Celine memakan bagian inti Pangeran, mengemutnya dengan kasar. Aku jadi greget pengen gigit benda ini haha! Rasanya membuatku tidak bisa menahannya.
Namun "sudah cukup, ayo menari!" Ucap pangeran. Celine tersenyum genit seraya mengedipkan mata sebelah kirinya.
"Okeh!! mau aku ngadep depan atau belakang?" Tanya Celine dengan nada manjahh.
"Depan saja, aku mau melihat wajah cantik ahegao kamu." Pinta pangeran.
"Baik, seperti yang pangeran inginkan." Ujar Celine seraya membuka penghalang bagian bawah yang dikenakan Celine, sementara baju nya masih menempel di badannya.
Celine mulai menari nara di depan pangeran, perlahan memasukan benda itu. Gerakan Celine sangat hebat, mereka saling menatap kegirangan, menjulurkan lidah karena merasakan kenikmatan hebat.
10 menit berlalu, "Gantian" ucap pangeran singkat. Pangeran berdiri dan Celine ditidurkan.
"APA APAAN INI?!" Gumam Celine dalam hati.
Bukankah aku yang seharusnya memuaskan pangeran? Mengapa jadi dia yang di atas?!
Selama melayani para duda, Celine selalu bergoyang di atas. Namun, momen ini sangat berbeda. Goyangan pangeran, sungguh luar biasa!
Kenikmatan dan kebingungan Celine, membutakan pikirannya hingga tak menyadari bahwa pangeran menyiram Celine dengan minuman keras.
Ia memaksa Celine minum, dengan efek mabuk yang kuat disertai 60 gram obat tidur, yang membuat Celine terlelap tidur dalam kenikmatan itu.
Malam itulah, semuanya menjadi petaka. Pangeran mengeluarkan cairan crochh nya di dalam rahim Celine, dan langsung meninggalkan celine yang tertidur seperti sampah.
Ini juga menjelaskan mengapa ketika bangun pagi, Celine tak mengenakan celana, serta hilangnya pangeran.
Tak ada sepeser pun transaksi terjadi. Bahkan tak ada pula kecupan di jidat sebagai tanda permainan selesai.
Dan kini, semua baru benar benar terasa berantakan ketika muncul telepon di ponsel Celine.
"Nona Celine, kwitansi Tagihan anda di Hotel sebesar 98 juta tertinggal. Maaf atas kelalaian kami, kami mencetak kertas ini sebentar dan nona telah hilang barusan."
Panggilan telepon itu seperti pukulan keras bagi Celine. Dia seketika terperangah, tidak tahu harus berbuat apa.
Dalam kepanikan, dia menjawab telepon dengan suara yang hampir tidak terdengar jelas, "I-iya, nanti saya telepon lagi," kata Celine sambil menggigit bibirnya dengan keras.
Setelah selesai berbicara, dia segera mematikan telepon dengan gerakan cepat, sambil ngos-ngosan mencoba meredakan gejolak emosinya yang meluap-luap.
Rasanya seperti dia ingin meledak, melepaskan semua kebingungan dan kekesalannya sekaligus.
Betapa rumitnya situasinya sekarang, dan Celine merasa seperti dia terperangkap dalam pusaran masalah yang semakin membingungkan.
Segala sesuatu yang tadinya tampak sangat indah, kini berubah menjadi kekacauan besar yang mengancam untuk menjatuhkannya.
Pangeran melirik jam tangannya yang terlihat begitu elegan, dilapisi emas dan dihiasi dengan permata murni. Waktunya menunjukkan pukul 3 sore yang akurat.
"Cepet, Sherly! Kita harus sampai di Restoran Imperial King Royale Luncheon sebelum jam 8 malam. Kita mau makan siang bareng Direktur Zhang Wang," ucapnya dengan suara tegas dan cepat.
Dalam sekejap, mobil hitam dengan logo dobel R besar menjadi pusat perhatian di jalanan, menggambarkan kemewahan dan keanggunan.
"Jadi, gimana nih, Sherly? Bisnismu udah maju pesat belakangan ini?" tanya Pangeran, mencoba membuka percakapan dengan gadis itu.
Pangeran tenggelam dalam lamunannya sendiri, merenungkan situasi yang rumit. Pikirannya berselisih, membentuk pertanyaan dan keraguan.
"Pasti ada wanita itu yang bakal muncul. Dia mungkin berpikir aku bakal bayar semua ini, termasuk hotel dan jasanya. Padahal, buatku, dia cuman mainan. Wanita yang menjual dirinya kayak gini, bisa dibilang sampah. Kenapa aku harus ngeluarin duit buat sampah kayak gitu?" pikir Pangeran, suaranya hampir tenggelam dalam refleksi pribadinya.
Namun, meski tenggelam dalam pikirannya, Pangeran masih sempat mendengar pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Sherly. "Pangeran, kamu dengerin aku nggak?" tanya Sherly berkali-kali, hingga akhirnya berhasil menghentikan khayalan Pangeran.
"Ah, iya, aku masih dengerin lo. Maaf, tadi agak kebayang-bayang," jawab Pangeran dengan suara datar.
"Sherly, apakah kamu gak enak badan? Singa aja gak bisa berburu kalo dia lagi sakit," tegur Sherly dengan penuh perhatian.
Sementara itu, Celine mencoba mencari tahu lokasi Restoran Imperial King Royale Luncheon melalui mesin pencarian di ponselnya. Dia berharap bisa menemukan tempat yang sedang dituju oleh Pangeran.
Tiba-tiba, seorang satpam penjaga di kediaman Pangeran mendekati Celine. Celine merasa terkejut dan bulu kuduknya merinding. Keringat mulai mengucur tidak terkendali.
"Kalau aku bilang lagi lagi aku cari Pangeran, pasti aku bakal diusir," gumamnya dalam hati, sambil tubuhnya terdiam tak bergerak, mencoba menyelinap tanpa banyak kata.
Celine mencoba menjawab dengan santai, berusaha menjelaskan kehadirannya. "Aku cuma penasaran sama taman yang indah ini," ucapnya dengan nada yang coba tenang.
Penjaga taman merespon Celine dengan nada tegas, "Kamu ini bener-bener aneh, ya! Sekolah itu pernah nggak sih? Kamu bisa baca, kan? Ini area pribadi, bukan buat umum."
Celine menjawab dengan wajah yang mencerminkan rasa penasaran, "Wah, keren banget sih yang punya taman dan rumah kayak gini. Mesti orang super kaya ya?" Penjaga itu dengan lugas menyatakan, "Emang iya, pastinya. Sekarang, buru-buru keluar dari sini, atau bisa-bisa aku harus mengusirmu pakai cara yang kurang nyaman."
Celine menggelengkan kepala, tak ingin mencari masalah lebih lanjut dengan penjaga taman yang tampak tangguh itu. Meski badannya mungil dengan tinggi hanya sekitar 150cm, dia tahu betul bahwa tidak bijak mencoba menantang penjaga tersebut.
Celine harus menelan pil pahit dan meninggalkan kediaman Pangeran dengan hati yang berat.
Namun, setidaknya dia mendapatkan petunjuk dari penjaga taman bahwa Pangeran pasti bisa membayar tagihan yang telah disepakati antara mereka sebelum tidur bersama malam itu.
Kini, tugas Celine adalah menemui Pangeran dan memastikan bahwa mereka menyelesaikan urusan yang telah dimulai.
"Kenapa kamu malah ngajak cewek lain, padahal urusan kita belum kelar?" pikir Celine dengan hati yang resah.
Siberia melirik sekeliling, melihat lahan parkir VIP yang sudah penuh sesak dengan mobil-mobil mewah. Tentu saja, ini bukan hal aneh, mengingat mereka berada di tempat yang jadi langganan para bangsawan kaya di kota itu.
"Huff, apa daya," desah Pangeran, keluar dari mobil dan meregangkan tubuhnya yang tegang setelah perjalanan yang panjang.
Mata Pangeran menyapu sekeliling, memberi sinyal kepada para pelayan VIP yang langsung bergerak sigap, siap menyambut kedatangan mereka. Mereka dengan lincah beralih ke mobil Siberia, terpesona saat melihat Pangeran melangkah keluar dari kendaraan tersebut.
"Selamat siang, tuan muda," sapanya sopan, penuh kerendahan hati, ketika kepala pelayan tempat itu menunduk hormat menyambut Pangeran dan Siberia.
Dengan penuh elegansi, pelayan menyiapkan sebuah plat besi bertabur sutra halus untuk Siberia meletakkan kunci mobilnya. Pangeran dengan ramah membuka pintu mobil, memberi Siberia senyuman lembut.
"Ayo, Nona Siberia," bisiknya ramah, dan Siberia tanpa ragu menggenggam tangan Pangeran. Bergandengan tangan dengan penuh anggun, mereka memasuki gedung, menuju ruang di mana mereka akan bertemu dengan Paman Zhang.
Tepat lima menit setelah mereka sampai, tuan Zhang keluar dari kamar kecil, karena sebelumnya dia telah menunggu beberapa menit sebelum Siberia dan Pangeran tiba.
"Eh, Tuan Zhang," sapa Pangeran cepat, dan Siberia ikut berdiri menyusul gerakannya.
"Ahh, Tuan Pangeran dan Nona Siberia, senang banget bisa ketemu kalian," ucap tuan Zhang dengan senyum ramahnya.
Sementara itu, Celine terjebak di dalam kendaraan umum yang terperangkap dalam kemacetan kota. Kekhawatiran mulai merayapi pikirannya ketika dia menyadari dia tidak tahu berapa lama Pangeran dan wanita itu akan makan bersama di Imperial King Royale Luncheon.
"Ahh, bingung banget deh, nggak tau mau ngapain," desah Celine, pikirannya penuh kegalauan.
Amarah yang diberi bumbu pedas oleh matahari terik membuat kepala Celine seakan terbakar habis oleh kesabaran. Meluap-luap, dia akhirnya keluar dari angkutan umum yang terjebak dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, mencoba menghindari kemacetan yang total.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!