Brakkk
Logan menggebrak mejanya ketika mendengar laporan keuangan selama setahun belakangan ini. Kacau, itulah yang bisa menjadi kesimpulan dari meeting kali ini.
“Aku minta bagian keuangan segera melakukan audit dan serahkan semua laporannya padaku. Jika satu orang saja dari kalian bermain-main denganku … aku pastikan kalian tak akan merasakan kembali hangatnya sinar mentari,” kata Logan penuh ancaman. Semua orang yang ada di dalam ruang meeting itu pun bergidik ngeri mendengar ucapan Logan.
Logan Ruiz, putra tunggal Keluarga Ruiz, merupakan pimpinan Perusahaan Ruiz yang begitu besar di Kota New York. Ia memimpin Perusahaan Ruiz setelah Darius Ruiz, Daddynya, menyerahkan kekuasaan penuh padanya.
Setelah mengatakan itu, Logan pun keluar dari ruang meeting bersama dengan asisten pribadi sekaligus sahabatnya, Vin Walker.
“Apa jadwalku setelah ini, Vin?” tanya Logan.
“Tak ada,” jawab Vin.
“Kalau begitu, aku pulang saja.”
“Baiklah. Aku akan menyelesaikan beberapa pekerjaan dulu. Bagaimana kalau kita bertemu di klub seperti biasa?” tanya Vin.
“Lihat saja nanti. Aku pulang dulu, Vin,” pamit Logan.
Logan dan Vin pun berpisah. Mereka melangkah ke arah yang berbeda. Semua pegawai yang berpapasan dengan Logan, hanya bisa menundukkan kepalanya. Kabar kemarahan Logan di ruang meeting telah menyebar dengan cepat, membuat mereka takut terkena imbasnya.
Sementara Logan tak mempedulikan pandangan pegawai Perusahaan Ruiz pada dirinya. Ia hanya ingin pulang dan beristirahat setelah kekacauan yang ia dapatkan hari ini.
**
Logan melangkahkan kakinya memasuki Mansion Ruiz. Rasa lelah membuat langkah kakinya menjadi lebih lebar, agar ia bisa segera sampai di kamar tidurnya dengan cepat.
Namun, baru satu langkah ia memasuki pintu, ia melihat Dad Darius berada di ruang tamu bersama dengan seorang wanita. Logan menautkan kedua alisnya saat melihat Dad Darius duduk bersebelahan dengan wanita yang Logan yakini usianya hampir seusia dengan Mom Natalie.
Selain itu, tampak seorang gadis dengan rambut panjang yang Logan lihat usianya berada sedikit jauh di bawahnya.
“Duduklah, Dad ingin membicarakan sesuatu denganmu,” ujar Dad Darius pada Logan.
“Aku tahu apa yang akan Dad katakan,” kata Logan dengan nada yang sedikit tinggi dan geram.
“Duduk dulu dan dengarkan Dad. Ini tidak akan lama dan tak akan menghabiskan banyak dari waktumu.”
Pada akhirnya Logan pun duduk dengan rasa malas dan enggan. Logan menatap wanita yang duduk tepat di sebelah Dad Darius dengan tajam. Pandangannya juga tak lepas dari gadis yang ada di sebelah wanita itu. Tangan Logan mengepal sejak tadi, ketika melihat wanita itu duduk di atas sofa kesukaan Mom Natalie.
"Kenalkan, ini Florence dan ini adalah Alina. Dad akan menikahi Flo. Dad berharap kamu menerima keinginan Dad ini," kata Darius.
Brakkk!!!
Logan menggebrak meja di hadapannya dengan sangat kencang, hingga meja yang terbuat dari kaca itu pun langsung retak. Flo yang melihatnya langsung mengeratkan pegangannya di lengan Darius. Hal itu tentu saja membuat Logan semakin geram.
"Logan!" teriak Darius.
"Dad ingin aku menerimanya? Apa Dad pikir aku sudah gila membiarkan wanita lain mengisi tempat Mommy? Tidak akan pernah!" Logan langsung pergi dari sana dan naik ke lantai atas di mana kamar tidurnya berada.
"Tenanglah, aku akan berbicara lagi padanya," kata Darius sambil menepuk punggung tangan Flo, berusaha menenangkannya.
"Ia tak akan pernah menerimaku," kata Flo dengan lirih.
"Ia akan menerimamu, bersabarlah."
Sementara itu di dalam kamar tidurnya, Logan melemparkan semua barang yang bisa ia raih. Bagaimana bisa Dad Darius membawa pulang seorang wanita, sementara makam Mom Natalie saja rasanya belum kering.
"Gilaaa!!! Ini gilaaa!!" teriak Logan. Untung saja kamar tidur itu kedap suara sehingga teriakan Logan tak terdengar.
Tak berselang lama, ponsel Logan berbunyi, tampak nama salah satu tangan kanannya yang bernama Bruce.
"Ada apa, Bruce?" tanya Logan.
Logan tampak mendengarkan semua yang diucapkan oleh Bruce dengan seksama. Wajahnya yang tadi sudah menyimpan amarah, kini terlihat semakin geram. Ia mengepalkan sebelah tangannya dengan kuat hingga buku buku tangannya memutih dan garis-garis urat pun terlihat dengan sangat jelas.
"Bawa dia ke ruang eksekusi! Aku akan segera ke sana," kata Logan.
Logan mengganti pakaiannya dan segera keluar dari kamar tidurnya. Di area ruang tamu, masih tampak Florence dan Alina. Keduanya tampak melihat kehadiran Logan di sana.
"Kamu mau pergi ke mana?" tanya Darius.
"Bukan urusan Dad!"
Logan melangkahkan kakinya keluar tanpa berpamitan. suara deru mobil terdengar meninggalkan Kediaman Keluarga Ruiz. Darius tampak menghela nafasnya dengan sedikit kasar. Sementara Flo melihat Logan dengan tatapan yang sulit untuk diartikan, sedangkan Alina terus saja menatap wajah Mommy-nya itu.
***
"Arghhhh!!!" teriakan seorang pria terdengar menggema di sebuah ruangan sempit berukuran tiga kali tiga dengan pencahayaan yang sangat minim.
"Berani sekali kamu mengkhianatiku!" teriak Logan dan menendang tubuh pria itu dengan kasar hingga semakin terjerembab ke lantai yang dingin itu.
"Aku tak melakukannya, Tuan. Aku dijebak," katanya dengan nada memohon.
"Dijebak?! Kamu kira aku bodoh hingga bisa kamu tipu dengan begitu mudah? Aku juga bisa melihat sendiri mana yang benar, mana yang salah."
Dengan kasar Logan menarik rambut pria itu dan mencengkeramnya. Ia menengadahkan wajah pria itu agar bisa terlihat jelas olehnya. Wajah Logan yang garang dengan tatapan yang begitu tajam, membuat nyali pria itu seakan ciut dalam sekejap.
"Tuan, maafkan aku," pria itu mengatupkan kedua tangannya di depan wajahnya, memohon pengampunan dari Logan.
"Maaf?" Dan sekali Logan mendorong pria itu dengan kasar hingga tubuhnya menghantam dinding. Rasa sakit luar biasa dirasakan oleh pria itu hingga membuatnya langsung terjatuh dan tak sadarkan diri.
"Siram dia, Bruce! Aku akan membuatnya mati segan, hidup pun tak mau," kata Logan yang seakan sedang menyalurkan amarahnya saat ini.
Byurrr!!!
Seember air disiramkan ke atas tubuh pria itu, membuatnya kaget dan kembali tersadar meski tak seratus persen. Ia langsung gelagapan karena merasa tersedak di saluran pernafasannya.
"Tu-tuan, maafkan aku. Aku terpaksa melakukannya. Maafkan aku, Tuan," kata pria itu memohon sekali lagi.
"Sekarang katakan padaku, siapa yang menyuruhmu melakukannya? Atau kamu mau aku bunuh sekarang?!" ancam Logan.
"Ja-jangan, Tuan. Aku akan mengatakannya ... Tu-Tuan Delano yang memintaku melakukannya," kata pria itu.
Logan tampak berdiri dan ingin pergi dari sana. Namun, ia menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya. Ia kembali menghampiri pria itu dan dalam posisi setengah berlutut, ia menepuk pipi pria itu beberapa kali.
"Tatap mataku dan ingatlah selalu padaku! Aku tak akan pernah membiarkan siapa pun yang mengkhianatiku tetap hidup. Selamat tinggal!"
"Tu-tu-tuan!! Arghhhh!!!"
Tanpa menoleh ke belakang, Logan terus berjalan meninggalkan ruang eksekusi. Ia harus membuat perhitungan dengan pria bernama Delano, yang tak lain adalah pamannya sendiri.
🌹🌹🌹
Logan pergi ke klub malam dan menghabiskan waktu dengan sahabatnya, Vin Walker dan Richard Rob. Mereka telah bersahabat sejak lama. Vin memilih menjadi asisten pribadi Logan, sementara Richard memilih berprofesi sebagai dokter.
”Akhirnya kamu datang juga, Log,” Vin menepuk bahu sahabatnya itu, sementara Logan hanya menghela nafasnya pelan.
Sebelumnya, Vin telah membuka meja di sana dan tentu saja ditemani oleh beberapa wanita cantik dengan pakaian sekssi. Vin yang melihat keadaan Logan, mulai merasa aneh. Jika sahabatnya itu masih memikirkan masalah yang ada di perusahaan, rasanya tak mungkin.
"Hei, apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Vin pada Logan. Sahabatnya itu tampak sedang berpikir berat karena wajahnya benar-benar terlihat suram, padahal lampu di klub malam itu sudah remang remang, ditambah wajah Logan, malah semakin gelap dan suram.
"Banyak! Sebaiknya aku pulang dulu," kata Logan yang langsung berdiri dan menghempaskan kedua tangan wanita dengan pakaian seksi yang sejak tadi terus saja meraba daddanya.
“Kamu baru sampai, Log,” ujar Richard. Pria berkacamata itu tampak memperhatikan Logan.
Jika ia tak sedang marah dan tak banyak pikiran seperti saat ini, mungkin ia akan membawa kedua wanita itu ke atas tempat tidurnya. Namun kali ini ia tak menginginkan mereka sama sekali.
"Tak ingin bermain dulu denganku, Log?" salah seorang wanita itu masih terus berusaha menahan kepergian Logan dengan mengeratkan pegangan pada pergelangan tangan Logan.
Namun dengan cepat dan kasar, Logan menghempaskan tangan wanita itu hingga wanita itu terjatuh ke lantai dengan cukup keras.
“Jangan menyentuhku! Atau mau kupatahkan tanganmu itu?!” teriak Logan dengan tatapan tajam.
Logan segera keluar dari sana, bahkan tanpa berpamitan lagi dengan sahabat-sahabatnya yang hanya bisa memandang kepergian Logan, tanpa keinginan untuk memaksa menahan. Logan bahkan tak mempedulikan wanita yang tengah jatuh itu dan tak berniat menolongnya sama sekali.
"Kamu ini sudah gila ya menahan tangan Tuan Logan seperti tadi? Bagaimana kalau ia membuatmu dipecat dari sini?" kata salah satu wanita malam yang tadi juga duduk bersebelahan dengan Logan.
"Ia milikku, harus menjadi milikku," gumam wanita itu, tanpa mengindahkan peringatan rekan kerjanya itu. Wanita itu tak suka dengan penolakan Logan. Sudah sejak lama ia menginginkan Logan dan berharap Logan tertarik padanya dan menjadikannya seorang istri, Nyonya besar Keluarga Ruiz.
**
Tak tahu harus ke mana dan ingin melakukan apa, Logan memilih kembali pulang ke Kediaman Keluarga Ruiz. Ia masuk dan melihat suasana rumah yang terasa begitu sepi. Seorang pelayan datang membawakannya minuman seperti biasanya jika Logan kembali, meskipun hari sudah beranjak tengah malam.
"Di mana Daddy?" tanya Logan mencari tahu.
"Tuan Darius sedang pergi bersama Nyonya Flo, Tuan," jawab pelayan itu.
Pranggg!!
Logan langsung melemparkan gelas yang ia pegang ke sembarang arah hingga pecah. Pelayan yang berdiri tak jauh darinya pun langsung tersentak kaget dan memundurkan tubuhnya beberapa langkah.
"Pria tua bangka dan wanita tak tahu malu!" umpat Logan dengan rahang yang mengeras. Tangannya bahkan sudah mengepal dan siap menghancurkan apapun yang ada di dalam jangkauannya.
Logan ingin sekali menghancurkan beberapa barang yang ada di rumah itu untuk meluapkan rasa kesalnya. Namun, ia teringat bagaimana ibunya sangat menyayangi barang-barang itu, membuatnya urung melakukannya. Akhirnya ia naik ke atas dan masuk ke dalam kamar tidurnya, serta menguncinya rapat.
Keesokan paginya, Logan melihat Dad Darius sudah duduk di ruang makan untuk menyantap sarapan paginya. Tanpa menyapa Dad Darius, Logan menarik kursi dan duduk di sana. Ia mengambil roti dan mulai mengoles selai ke atasnya.
Baru saja ia mau memakannya, seorang wanita tampak menghampiri meja makan, membuat selera makan Logan langsung menghilang begitu saja. Logan melemparkan pisau yang ia gunakan untuk mengolesi selai lalu meletakkan rotinya kembali ke atas piring dengan kasar, kemudian bangkit dari sana.
"Menghilangkan selera makanku saja! Dasar wanita murahann tak tahu diri!” gumam Logan dengan sedikit kencang dan sudah pasti di dengar oleh Flo.
"Logan!" teriak Darius yang tak suka dengan ucapan Logan.
Logan melihat Flo memegang lengan Dad Darius, seakan mencoba untuk menenangkannya. Namun Logan sama sekali tak bersimpati dengan apa yang ia lakukan.
Apa ia mengira dengan menahan Daddy berkata kasar padaku, aku akan menerima kehadirannya? Aku kenal sifat wanita seperti dia, wanita materialistis yang berharap hidup nyaman di sisa hidupnya. - batin Logan.
Logan segera kembali ke kamar tidurnya untuk mengambil jas serta kunci mobil miliknya. Ia merasa lebih baik pergi ke Perusahaan Ruiz saja dan menenggelamkan diri dengan pekerjaan daripada harus melihat pemandangan yang tak menyenangkan di Mansion keluarganya itu.
Saat ia keluar dari kamar tidurnya, tampak Alina yang juga keluar dari kamar tidur, yang tepat ada di sebelah kamar tidurnya. Ia menatap tajam ke arah Alina, bahkan mengepalkan tangannya erat. Mungkin jika Alina adalah seorang pria, ia akan langsung menantangnya untuk berkelahi.
"Selamat pagi, Kak," sapa Alina.
"Jangan memanggilku kakak. Aku bukan kakakmu dan tak akan pernah mau menjadi kakakmu. Aku peringatkan kamu, sebaiknya kamu dan Mommymu segera angkat kaki dari rumah ini, atau kamu akan menerima akibatnya," ancam Logan dengan setengah berbisik tapi terdengar begitu ketus.
Tubuh Alina bergetar saat mendengar ancaman Logan. Ia tak pernah mengira akan mendapatkan sosok kakak yang begitu membencinya, padahal mereka belum saling mengenal.
Alina pun hanya bisa menundukkan wajahnya sampai Logan berlalu dari sana. Ia menghampiri Mom Flo di meja makan dan menyapa Tuan Darius.
"Selamat pagi, Uncle, Mom," sapa Alina.
"Makanlah dulu. Uncle kira kamu akan bangun siang, apalagi semalam kita baru kembali setelah lewat tengah malam," kata Darius ramah dan lembut. Alina seakan menemukan sosok seorang Daddy yang ia impikan sejak dulu.
"Alina tak pernah bangun siang, Kak. Ia selalu bangun pagi dan membantuku. Hari ini juga ia bangun pagi dan membantuku membuat sarapan, hanya saja ia kembali ke kamar untuk membersihkan dirinya," kata Flo.
Darius menatap Alina dan tersenyum, kemudian kembali membuka pembicaraan, "Apa kamu mau bekerja di perusahaan Uncle, Al?"
Alina kini menatap Dad Darius dan juga Mom Flo. Ia merasa ragu menerimanya, apalagi tadi ia sudah mendapat ancaman dari Logan. Ia takut berada di dekat kakaknya itu. Ia tak ingin mengambil langkah dan membuat keputusan yang salah.
"Aku ..."
🌹🌹🌹
“Aku … rasa tidak perlu, Uncle. Lagipula saat inj aku sudah memiliki pekerjaan dan aku menyukainya,” kata Alina.
Alina akhirnya menolak tawaran dari Darius. Ia tak ingin berdekatan dengan Logan, yang ia ketahui adalah CEO Perusahaan Ruiz. Akan lebih baik jika ia menjaga jarak, jadi ia tak perlu berinteraksi sama sekali.
Alina sendiri saat ini sudah bekerja di sebuah perusahaan penerbitan. Ia berada di divisi periklanan, yang memiliki tugas untuk mencari sponsor ataupun pihak-pihak yang ingin memasang iklan.
"Terima kasih, Tuan," kata Alina saat ia turun dari sebuah taksi online yang membawanya ke kantor.
Dulu, ia tinggal tak jauh dari kantor, sehingga ia hanya perlu berjalan kaki saja. Namun karena mengikuti Mom Flo, Alina harus mengeluarkan uang lebih untuk sampai di kantor. Bagi Alina, itu tak mengapa, karena kebahagiaan Mom Flo adalah yang utama baginya. Sejak kecil, ia hanya memiliki Mom Flo dan ia tahu bagaimana perjuangan Mom Flo membesarkannya.
Awalnya, Tuan Darius menawarkan seorang supir untuk mengantar jemput Alina, tapi ia dengan lembut menolaknya. Ia tak ingin merepotkan siapa pun, apalagi Tuan Darius akan menikah dengan Mom Flo. Ia tak ingin dianggap mengambil kesempatan ataupun memanfaatkan keadaan.
"Selamat pagi!" sapa Alina pada rekan-rekan kerjanya.
"Pagi, Al! Kamu sedikit terlambat dari biasanya hari ini," kata Violet, salah satu rekan kerja Alina.
"Aku tinggal sedikit jauh sekarang," jawab Alina tanpa ingin menjelaskan lebih jauh. Ia pun duduk di meja kerjanya dan menyalakan komputernya.
Hari itu, Alina begitu fokus bekerja dan tak memikirkan hal lain, hingga ia tak menyadari kalau hari sudah mulai beranjak malam dan rekan-rekan kerjanya pun sudah pulang.
Alina meregangkan kedua tangannya untuk merelaks-kan tubuhnya. Ia mengambil tas dan membereskan beberapa barang miliknya. Alina selalu rapi, ia tak membiarkan barang-barang di atas meja kerjanya berceceran.
"Aku pulang sekarang saja. Perjalanan akan sedikit jauh, tentu akan lebih lama sampai di rumah," gumam Alina yang sadar bahwa ia kini tinggal di Mansion Keluarga Ruiz.
Sebelumnya, Alina pernah meminta pada Mom Flo, kalau ia ingin tetap tinggal di rumah lama mereka. Namun, Mom Flo dengan tegas menolak dan melarangnya dengan alasan bahwa rumah itu mau ia jual.
Setelah merapikan semuanya, Alina pun berpamitan pada seorang rekan kerjanya yang masih lembur karena ada materi yang akan didiskusikan esok. Sampai di lobby, Alina juga berpamitan pada security gedung.
Dengan menggunakan taksi online lagi, ia kembali ke Kediaman Keluarga Ruiz. Rencananya, Mom Flo dan Tuan Darius akan menikah sekitar dua bulan lagi. Yang membuat Alina heran, Mom Flo justru memutuskan untuk pindah ke Mansion Keluarga Ruiz meski statusnya belum berubah.
**
Sudah hampir satu bulan Logan melihat keberadaan wanita yang bernama Flo, yang akan menjadi istri kedua Ayahnya itu, di Mansion Keluarga Ruiz. Semakin hari, Logan semakin kesal saja melihatnya karena Flo tampak mengatur pelayan di Kediaman Ruiz dan berlaku seperti seorang Nyonya Rumah. Hal itu juga yang membuat Logan lebih banyak menghabiskan waktunya di Perusahaan, bahkan ia sering menginap di sana karena malas untuk pulang.
Namun hari ini, ia ingin kembali ke Kediaman Ruiz. ia perlu membicarakan masalah perusahaan pada Dad Darius, apalagi ini berkaitan dengan sahabat-sahabat Ayahnya yang juga menjadi pemegang saham di Perusahaan Ruiz. Selain itu, Logan juga sudah memegang bukti-bukti tentang keterlibatan adik Dad Darius dengan penggelapan dana di Perusahaan Ruiz.
Logan melangkahkan kakinya memasuki Kediaman Ruiz. Lagi-lagi ia mendapati rumah itu nampak sepi, membuatnya menghela nafas. Seorang pelayan datang mendekatinya dan memberikan segelas air pada Logan, yang langsung meminumnya hingga tandas.
"Di mana Daddy?" tanya Logan.
"Tuan Darius pergi ke rumah Nyonya besar, Tuan," jawab sang pelayan. Nyonya besar yang dimaksud oleh pelayan adalah Kediaman Nenek Logan dari pihak Dad Darius.
"Sendiri?"
"Tidak, Tuan. Tuan Darius pergi bersama dengan Nyonya Flo."
Logan kembali menghela nafas dan mengepalkan tangannya erat. Pelayan yang membawa nampan itu segera memundurkan tubuhnya karena ia tak ingin gelas yang sudah diletakkan Logan di atas nampan, diambil dan dilemparkannya lagi. Pelayan itu masih mengingat kejadian waktu itu.
Tanpa banyak bicara, Logan langsung naik ke atas di mana kamar tidurnya berada. Baru saja ia mau masuk, pintu sebelah kamar tidurnya tampak terbuka dan menampakkan sosok Alina dengan piyama tidurnya.
Logan langsung menarik pergelangan tangan Alina dengan kasar dan menghempaskannya ke dinding begitu saja.
"Apa kalian berdua itu tak tahu malu ya?!" tanya Logan dengan wajah yang penuh dengan amarah.
"Kak ..."
"Sudah kubilang aku bukan kakakmu! jangan pernah memanggilku kakak dari bibir menjijikkanmu itu. Aku tak akan pernah sudi menjadi keluargamu!" ungkap Logan dengan kasar.
Alina langsung menundukkan kepalanya, tak ingin melihat ke arah Logan yang Alina yakin masih menatap tajam ke arahnya.
"Aku tegaskan padamu, tak ada wanita mana pun yang bisa menggantikan posisi Mommy-ku. Sebaiknya kamu bicara dengan Mommy-mu itu agar ia segera membatalkan pernikahannya, atau aku akan membuatnya benar-benar menderita," ancam Logan, “begitu pula dengan dirimu. Ingat! Jangan main-main denganku.”
Alina masih juga terdiam sambil menunduk, hingga Logan meraih dagu Alina dan mencengkeramnya kuat. Hal itu membuat Alina meringis karena rasa sakit yang ia rasakan.
"Sa-sakit ...," kata Alina meringis. Cengkeraman jari-jari Logan di dagunya benar-benar kencang.
"Ingat, segera bicara dengan Mommy-mu itu. Aku tak akan segan-segan berbuat kasar jika kalian masih terus berada di sini dan berharap menjadi bagian dari Keluarga Ruiz. Ini bukan hanya sekedar ancaman karena aku tidak pernah main-main," kata Logan dengan banyak penekanan di setiap kata-katanya.
Brakkk!!
Logan langsung berlalu dari sana dan masuk ke dalam kamar tidurnya. Ia membanting pintu dengan kencang, hingga membuat Alina tersentak kaget dan memegang daddanya. Jantungnya berdetak cepat dan perasaan gelisah langsung menyergap di tubuhnya.
"Aku harus bicara dengan Mommy dan memintanya memikirkan kembali pernikahan ini. Aku tak ingin Mommy menderita dan tersakiti," gumam Alina.
Alina takut jika Logan benar-benar menyakiti Mom Flo, seseorang yang sangat Alina sayangi. Hanya tinggal Mom Flo saja yang ia miliki saat ini.
🌹🌹🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!