NovelToon NovelToon

Perjodohan Wasiat

Alan Giovano

Tap Tap Tap!

Pria bertubuh tinggi dengan setelan jas berharga mewah melintasi pintu utama sebuah perusahaan besar disalah satu kota Jakarta. Wajahnya tampak dingin dan menakutkan bagi setiap orang yang melihatnya. Seandainya saja pria itu tersenyum sedikit saja, pasti wajah rupawannya akan digilai banyak wanita. Namun begitulah sikap Alan Giovano, pemilik perusahaan Real estate terbesar kedua di negara yang kini menjadi pijakan Mega bisnisnya.

Siapa tak kenal pria jenius dari keluarga Giovano? Semua orang tahu bagaimana kekuasaan keluarga itu di dunia bisnis.

Alan sudah berkecimpung didunia itu sejak 13 tahun yang lalu, saat ia harusnya menempuh pendidikan Universitas namun justru diharuskan menjadi pemimpin perusahaan keluarga ketika sang Ayah telah pergi. Masa-masa sulit  ia rasakan selama berjuang mempertahankan perusahaan. Menyelamatkannya dari orang-orang yang haus akan kekuasaan dan berniat menghancurkan perusahaan milik sang Ayah. Mulai dari rival bisnis maupun dari keluarganya sendiri.

Orang-orang yang tidak mengenalnya pasti mengira Alan adalah orang yang kejam dan tidak berperasaan, karena kepribadiannya yang jarang sekali tersenyum, terkesan dingin dan keras pada siapapun, dan itu memang fakta.

Alan tak suka dikelilingi banyak orang, ia suka membentengi diri dari orang luar apalagi kepada musuh bisnisnya, Alan tak segan-segan mengusik hidup mereka yang  berani mencampuri hidupnya meskipun harus menggunakan cara tak wajar. Itu adalah cara yang ia yakini mampu membuat siapapun takut padanya. Bagaimana pandangan orang kepadanya, ia seolah tak peduli dengan hal itu. Ia akan menyingkirkan mereka seolah menginjak batu kerikil dikaki.

"Selamat pagi Pak!" seru para sekretaris di luar ruangan kerja Direktur Utama yang juga memiliki meja khusus disana. Dua orang wanita dengan setelan baju kerja rapi. Sekaligus memiliki wajah yang cantik. Ketika sang Dirut datang, mereka kompak menundukkan kepala.

Sikap mereka tak luput dari perhatian Alan. Tubuh tinggi besarnya membawa pria itu menghampiri mereka. Kedua alis tebalnya bertautan memandang mereka bergantian.

"Kamu."

"Eh, i-iya pak?" salah satu dari mereka mendongakkan kepala cepat. Tubuh mulai gemetar dan pandangan mata tak fokus. Tak berani menatap langsung pada mata hitam tajam sang pimpinan perusahaan.

"Hari ini kamu keluar dari perusahaan ini. Saya tidak mau memperkerjakan orang tidak profesional."

"Eh, Ta-tapi pak ke-kenapa saya-"

Tanpa mendengar wanita itu membela diri, Alan langsung berbalik dan masuk ke dalam ruang kerjanya.

"Hiks, aku salah apa? Kenapa aku dipecat? Hiks.." Sang Sekretaris menangis dipundak temannya.

"Sudah, sudah... Jangan menangis. Dengarkan saja perintah Pak Alan. Kamu tahu kan, dia tidak suka dibantah. Sudah jangan menangis." Teman Sekretarisnya berusaha menenangkan wanita itu. Namun tetap saja wanita itu tidak tahu apa yang menjadi kesalahannya. Karena selama ini, ia merasa telah bekerja dengan baik.

Diruangan Direktur Utama, Alan duduk dikursi kebesarannya. Ia menyandarkan punggung lebarnya di kursi. Mengangkat salah satu kaki seraya kepala mendongak keatas. Ia pejamkan mata sejenak.

Tok Tok Tok!

"Masuk."

Seorang pria bersetelan rapi, dengan rambut dipomade klimis menampilkan jidat paripurna serta wajah tak kalah tampan dari sang Dirut. Berjalan tak sabar menuju tempat sang Bos mengistirahatkan diri.

"Apa-apaan itu?! Kenapa pecat Sisil? Dia salah apa?" seru sang pria dengan berkacak pinggang. Seolah tak terima dengan keputusan yang diambil pria didepannya, pemilik jabatan tertinggi perusahaan.

"Ada yang salah?" tanpa membuka mata, Sang Bos hanya bergeming ditempatnya. Tak merubah posisi duduknya yang sudah dirasa nyaman.

"Jawab dulu kenapa pecat dia?" sergah pria itu.

"Tanyakan pada Felix. Aku sibuk."

Kedua mata pria itu mendelik kesal, "Kak Alan! Sebentar lagi dia akan jadi kekasihku, ayolah kenapa kakak memecatnya!"

Mata Alan terbuka, ia lirik datar pria didepannya. Menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan, seolah sedang menahan diri agar emosinya tak keluar.

"Ini tempat kerja, bukan tempat mengumbar nafsu Reno Delvan Mahendra! Berani sekali kamu dekati sekretaris sepupumu sendiri? Aku memperkerjakan kamu disini untuk bisa memajukan perusahaan! Bukan untuk memikat wanita! Paham kamu?!" tegas Alan mulai meninggikan suara. Ia memang orang yang mudah terpancing emosi dalam situasi seperti ini.

Reno hampir terjingkat karena saking kaget mendengar Alan memarahinya. Ia menunduk malu, karena memang ucapan sang kakak sepupu benar adanya. Tapi sejak kapan kakaknya tahu ia sedang mendekati sekretarisnya?

"Ma-maafkan aku. Aku hanya belum mengerti semua tugas-tugasku disini. Maafkan aku Kak!" Reno geleng-geleng kepala cepat. Tak menyangka kelakuannya yang menyukai karyawan perusahaan membuat Alan marah padanya. Ia seharusnya tidak menunjukkan hal itu secara terang-terangan dan membuat Alan mengetahuinya.

Usia mereka terpaut 7 tahun, Reno lebih suka dekat dengan Alan dibanding saudaranya yang lain. Walaupun ia tahu, Alan bukan orang yang enak diajak bicara, tapi setidaknya, Alan selalu memperlakukannya dengan baik. Bagaikan saudara kandungnya. Walaupun terkadang perlakuannya sedikit unik.

"Bagus. Keluar sekarang!"

"Baik." Belum juga melangkahkan kaki, Reno kembali bersuara. "Kak, bolehkan aku memindah tugaskan Sisil ke Divisi ku? Boleh ya?"

Mendengar itu, Alan hanya melirik kearah Reno. Lirikan singkat namun tajam. Semua orang yang bekerja lama diperusahaan pasti tau arti lirikan itu. Big bos tak suka dibantah.

Reno tertawa kikuk, "Baiklah. Sisil akan segera keluar. Oke! Aku paham Kak! Jangan galak-galak oke!" Reno langsung berbalik dan ngacir keluar ruangan.

Alan mendengus melihat tingkah adik sepupunya. Ia tidak suka terlibat masalah sepele seperti ini. Masih banyak hal yang lebih penting yang harus ia kerjakan.

^^

"Sekretaris baru?"

"Hm, carikan untukku." Alan berada didalam mobil Mercedes-benz nya bersama Felik, Asisten pribadinya. Sekaligus kaki tangannya.

"Yang seperti apa?" tanya Felik yang berada dibalik kemudi.

"Terserah, kamu yang lebih tahu."

"Sudah ada Sania, perlukah kita cari lagi?" Felik merasa Sania cukup dijadikan Sekretaris. Kerjanya juga Bagus. Rapi dan cepat. Tidak seperti Sisil, yang lebih suka menjadi pusat perhatian orang lain.

"Dia akan kupindahkan."

Felix melirik ke kaca spion, menaikkan satu alisnya keatas, mencerna perkataan Alan. Ia kembali fokus menyetir. "Kemana?"

Alan tersenyum smirk, "Mengawasi Reno. Anak itu semakin lama semakin tak terkendali. Hanya dia orang dikantor yang tidak takut padaku. Ckck. Sungguh merepotkan!"

"Wajar dia seperti itu. Reno merasa nyaman denganmu. Dibanding dengan keluarganya sendiri." balas Felix.

"Tapi aku tidak suka sikapnya dikantor. Tidak ada yang boleh meremehkan pengaruhku. Reno bisa memanggilku kakak saat dirumah, tapi tidak dilingkungan kantor. Tegaskan itu padanya!" ujar Alan serius.

"Baiklah. Akan kutegur dia nanti. Tenangkanlah dirimu. Sebentar lagi kita sampai dipertemuan." ucap Felix

"Pertemuan sampah yang dihadiri oleh orang-orang picik! Aku tidak tertarik!" desis Alan.

"Ini pertemuan penting. Jaga sikap Anda disana. Jangan tunjukkan kelemahan Anda." nada bicara Felix mulai terdengar formal ketika mereka mendekati tempat tujuan.

"Aku mau lihat, reaksi mereka saat perusahaan jatuh ke tanganku. Pasti menyenangkan." Seringai kecil tercetak diwajah bengis seorang Alan Giovano. Memandang keluar dengan berbagai pikiran jahatnya.

Surat Wasiat Ayah

Pertemuan keluarga Giovano diadakan di rumah besar, dimana ibu Alan tinggal. Setelah kepergian Ayahnya, Alan memilih tinggal ditempat lain. Terkadang ketika sang Ibu menghubunginya, Alan akan datang menemani sesekali.

Mobil Mercedes-benz miliknya memasuki gerbang rumah besar yang menjulang tinggi. Disekeliling rumah itu terdapat pagar-pagar beton yang dibaliknya dijaga oleh beberapa penjaga yang sengaja dikerjakan oleh Alan. Karena Alan bukan orang sembarangan dan sering bertemu orang-orang bermasalah, ia tak ingin jika keluarganya dalam bahaya. Ia memilih proteksi terbaik yang bisa diberikan kepada mereka.

Penjaga depan membukakan gerbang yang dijaga oleh 5 orang berbadan besar. Mereka menunduk hormat ketika Alan datang. Mereka tahu, siapa pemilik rumah besar sesungguhnya, dan mereka akan selalu hormat dan patuh kepada seorang Alan Giovano.

Rumah dengan 3 tingkatan lantai menjulang mewah diantara rimbunan pepohonan sekitar. Rumah megah berarsitektur campuran Indo-Eropa. Didesain sendiri oleh sang Ayah ketika masih hidup.

Alan turun dari mobil, merapikan sedikit jasnya. Felix berdiri disampingnya. Bersiap mengikuti kemana sang Bos pergi.

"Mereka sudah datang Pak. Silahkan Anda masuk." ujar Felix ketika ekor matanya menangkap deretan mobil dihalaman rumah besar. Sepertinya memang mereka adalah orang terakhir yang datang.

"Hm. Ayo kita masuk."

Pelayan rumah besar menyambut hangat kedatangan mereka. Berjejer rapi di kanan dan kiri membentuk jalan tanpa halang ditengah. Alan tak terlalu memperdulikan sapaan itu. Ia terus melangkah menuju tempat yang telah dijadikan pertemuan itu.

Sebuah ruangan besar dengan deretan sofa dan kursi telah tertata rapi. Ketika Alan datang, tempat itu telah dipenuhi oleh keluarga besar. Suara candaan mereka menggema diruangan.

"Selamat malam." Ucap Alan pada mereka.

Ketika mereka menyadari kedatangan Alan, bibir mereka kompak tertutup rapat. Beberapa diantaranya menunduk dengan wajah takut.

Seorang wanita berumur kurang lebih 50 tahun datang menghampiri Alan. Wajah penuh senyumnya menyapa kedatangan sang putra.

"Alan, kamu sudah datang."

"Iya Ma. Maaf terlambat." Alan langsung memeluk sang ibu dengan hangat.

"Tidak apa. Ayo masuk kedalam." Mama Alan menggandeng sang putra tunggal memasuki ruangan. Memintanya duduk disampingnya.

"Selamat malam Pak Alan. Senang bertemu dengan Anda." ucap seorang pria yang berprofesi sebagai pengacara. Memiliki tubuh tambun dan tidak terlalu tinggi. Dia adalah Tomi, pengacara keluarga Giovano.

"Hm, apa yang kamu bawa." ucap Alan langsung ke inti, tak ingin berlama-lama berada disana.

"Haha, Anda selalu to the point ya." tertawa kikuk, sudah tahu akan ditanyakan seperti ini oleh sang putra mahkota. Tomi segera mengeluarkan surat didalam tas kerjanya.

"Saya mewakili almarhum Bapak Jeremy Giovano akan memberitahu tentang isi warisan yang ditulisnya."

Semua orang saling menahan nafas. Bertanya-tanya apa isi dalam surat wasiat yang selama ini belum pernah diketahui. Beberapa orang yakin jika kekayaan Jeremy akan jatuh ke tangan Alan. Putra tunggalnya.

"Ada 2 poin penting dalam isi surat Bapak Jeremy. Poin pertama, seluruh harta yang dimiliki beliau akan diberikan kepada putra satu-satunya yaitu Bapak Alan Giovano tanpa kurang satupun."

Semua orang menghela nafas kecewa, hal ini sudah pasti terjadi. Senyum tipis terukir dibibir Alan. Ia merasa menjadi pemenang.

"Poin Kedua, kekayaan yang mencakup perusahan Giovano Group, Hotel, Resort, Rumah, Mall, serta beberapa aset lainnya sekaligus tabungan di bank, akan diserahkan kepada Tuan Alan Giovano selaku ahli waris sah. Namun, semua kekayaan yang tercantum diatas akan diberikan, apabila Tuan Alan Giovano bersedia menikahi seorang wanita bernama Alana Ellyasvega. Jika hal itu tidak dilakukan, maka harta warisan diatas akan ikut dibagikan kepada saudara kandung Tuan Jeremy secara rata. Demikian isi surat wasiat ini. Sekian."

Alan terkejut dengan isi surat wasiat itu. Tak disangka sang ayah memberikan sebuah syarat gila yang harus ia lakukan. Kesal? Ya! Dia tak bisa terima syarat itu!

"Apa-apaan itu? Aku harus menikahi wanita pilihan ayahku?? Apa kamu sudah gila?!!" seru Alan tak terima.

"Saya hanya menyampaikan apa yang tertulis di surat wasiat Pak Alan. Dan semuanya memang asli tulisan tangan Almarhum Bapak Jeremy. Semua asli." Kembali menegaskan.

"Berikan padaku!!" Alan langsung merampas surat ditangan Tomi dan membacanya dengan cermat. Kedua matanya membelalak saat menyadari kebenaran isi surat itu dengan apa yang disampaikan oleh sang pengacara.

"Kenapa kamu biarkan ayahku menulis hal gila seperti ini?! Siapa wanita itu? Kenapa aku harus menikahinya?! Apa kamu pikir aku mau menikahi wanita yang tidak kukenal?! Yang benar saja!!" teriak Alan murka. Menarik baju Tomi dengan kasar.

"Jangan marah-marah terus, kamu menakuti pengacara kita. Terima kenyataan jika harta itu akan dibagi rata kepada kami." ucap pria bernama Jhon, adik dari Ayah Alan. Tersenyum merendahkan.

Alan melirik tajam pada pamannya. Sorot matanya terlihat tak suka dengan pria yang menyandang adik kandung dari sang ayah.

"Biarkan sebagian harta ayahmu dibagikan pada kami. Tidak ada salahnya berbuat baik bukan." ujar Paman Jhon tertawa culas.

Alan mendesis pelan, tak terima dengan perkataan itu. Pamannya memang licik, sejak dulu selalu menginginkan harta Ayahnya. "Paman benar, berbuat baik sama sekali tidak merugikanku. Tapi kenapa harus pada kalian? Aku justru lebih senang jika memberikannya pada orang miskin dijalan. Setidaknya sebagian dari mereka masih berusaha mencari uang lebih baik dibanding yang ada disini?" sindir Alan tersenyum miring. Melempar senyum merendahkan. 'Memangnya siapa kalian!' dalam hati berkata kesal.

"Jaga bicaramu Alan! Kami kesini bukan untuk mengemis!" seru Bibi Paula, istri Paman Jhon.

"Benarkah? Sayangnya aku melihatnya seperti itu Bibi. Bukankah harta ayahku akan tetap jadi milikku? Lalu kenapa kalian ikut datang dan mendengarkan omong kosong ini?" Ujar Alan tersenyum kecut. Menyindir saudara ayahnya yang selalu serakah.

"Kamu dengar sendiri apa isi warisan itu bukan, Tomi mengundang kami karena memang pertemuan ini penting. Wasiat itu juga melibatkan kami. Apa aku salah?" ujar Paman Jhon tertawa kecil.

"Sekarang katakan saja pada kami, apa kamu bersedia menikahi gadis entah dari mana asalnya itu atau menyerahkan sebagian harta ayahmu pada kami. Bukankah masalah akan selesai?" imbuhnya.

Pandangan Alan semakin tajam, ia lupa dengan siapa sosok gadis itu. Kenapa ayahnya mengajukan syarat pernikahan kepadanya. Ia tidak pernah mengenal nama itu bahkan bertemu pun tak pernah ia lakukan. Lalu haruskah ia menerima persyaratan gila dari sang Ayah?

"Alan, pikirkan baik-baik keinginan ayahmu. Cobalah cari dan dekati gadis pilihannya." saran Mama Alan.

"Aku tidak akan menikahi siapapun! Warisan ayah milik kita, bukan mereka! Tomi!!"

"I-iya pak?" Sang pengacara langsung mendekat.

"Kapan warisan itu terealisasi?"

"Anda harus menikahi gadis bernama Alana Pak. Baru warisan itu jatuh pada Anda." ucap Tomi.

"****!! Kamu mau kuhabisi?! Jelaskan isi wasiat itu pada Felix, aku tidak menerima apapun isi wasiat bodoh itu!!"

Alan berjalan pergi keluar dari ruang pertemuan. Menghampiri Felix yang berdiri di depan pintu.

"Cari tahu, apa surat wasiat itu bisa dirubah! Aku tidak mau menikahi gadis manapun! Tidak ada wanita yang berhak bersanding denganku apalagi dengan cara pemaksaan seperti ini!"

Siapa gadis itu?

"Setahu saya, surat wasiat sangat sulit untuk diubah Pak. Saran saya, Pak Alan lakukan saja apa yang diinginkan ayah Anda. Wasiat orang tua yang telah meninggal akan lebih bijaksana jika dijalankan." jelas Tomi.

"Kenapa kita tidak cari tahu saja siapa gadis itu? Lagipula, kita belum tahu kenapa ayah Anda memilihnya?" saran Felix.

Alan mengambil nafas panjang, dua orang yang ia pikir bisa memecahkan masalahnya justru memintanya melakukan hal yang tak ingin ia lakukan.

Pernikahan dengan gadis bernama Alana itu seperti kutukan perjodohan untuknya, ia seumur-umur tak pernah berpikir akan menikahi wanita asing.

Apa yang dikatakan Felix ada benarnya, ia harus mencari tahu siapa wanita itu sebenarnya. Lalu apa hubungannya dengan sang ayah?

"Nanti malam aku akan menemui ibuku. Mencari informasi tentang wanita itu." ujar Alan pada akhirnya.

"Saya akan mencari tahu informasi lainnya. Beritahu saya jika Anda mendapatkan informasi baru." ujar Felix.

"Hm." Alan menyilangkan kakinya seraya berpikir, mengira-ngira apa tujuan ayahnya melakukan itu padanya.

Memang sejak dulu, Alan tidak terlalu dekat dengan sang ayah. Kesibukan yang selalu menghalangi kebersamaan mereka. Tapi Alan selalu mengidolakannya dan menjadikannya sosok panutannya. Saat Ayah Alan kecelakaan hingga merenggut nyawanya 15 tahun lalu, ia merasa kehilangan begitupun dengan ibunya. Saat itu ia masih sekolah, belum mengerti cara menggantikan Ayahnya di perusahaan. Hingga saudara sang ayah lah yang mengambil alih kepemimpinan.

Paman Jhon dan Bibi Elly, adik dari ayahnya dipercaya menggantikan dan mengurus kepentingan perusahaan. Selama waktu itu perusahaan menjadi kacau. Perusahaan yang awalnya mampu menggaet para investor menjadi tak mampu bersaing dengan rival perusahaan lawan. Selalu kalah dan mengalami kerugian cukup besar.

Banyak para pegawai di PHK dan hampir kolaps. Tak hanya itu, untuk membayar hutang perusahaan pun harus menjual beberapa aset milik perusahaan. Seperti itu kondisi terburuk yang dialami keluarga Giovano.

Melihat hal itu, Alan tidak tahan hanya diam tak melakukan apapun. Sang Ayah dulu telah mati-matian mendirikan perusahaan sampai sebesar itu dan kini malah berada diujung tanduk. Sebagai anak, ia tidak rela melepaskan begitu saja hasil jerih payah sang ayah. Sampai pada akhirnya, Alan memilih mengurus masalah perusahaan setelah lulus dari sekolah.

Alan memutuskan menghentikan pendidikannya dan bersama-sama dengan Felix, asistannya menangani masalah yang tengah dihadapi.

Felix dulu hanya seorang anak bodyguard, karena mereka seumuran Alan sering mengajaknya kemanapun ketika ia kesepian. Hingga pada akhirnya mereka sepakat untuk menyelamatkan perusahaan dengan bantuan orang-orang kepercayaan ayah Alan.

Kebusukan satu-persatu orang di perusahaan akhirnya terungkap. Paman Jhon dan Elly, bibinya terbukti melakukan penggelapan dana sekaligus pencucian uang yang mengakibatkan keuangan perusahaan kacau. Karena tindakan mereka, Alan terpaksa mengusir mereka dan menjadi pemimpin di perusahaan.

Selama kepemimpinannya, Alan harus menjadi Bos yang ditakuti. Banyak kaki tangan Paman Jhon yang masih berada dilingkungan perusahaan yang perlu ia singkirkan satu-persatu. Bukan hanya itu, Alan juga mendapat serangan dari rival bisnis ayahnya yang juga berencana menghancurkan bisnis sang Ayah. Banyak pengorbanan yang diberikan Alan pada perusahaan agar kembali bangkit. Meskipun, harus membunuh rasa kemanusiaannya.

Menjadi Direktur Utama Giovano Group bukan tujuan akhir Alan. Ia masih dibayang-bayangi wasiat dari sang Ayah. Sampai detik inipun, warisan milik keluarganya belum jatuh ke tangannya. Tomi mengatakan jika wasiat sang ayah akan ia beritahu pada keluarga besar saat umur Alan 30 tahun.

Setelah menunggu lama dan mendapat hal mengejutkan seperti ini, siapa yang tidak kesal? Ia merasa dicurangi jika saudara dari ayahnya ikut mendapat sebagian dari harta itu.

"Pak Alan?" panggil Tomi.

"Hm." jawab Alan singkat tanpa menoleh pada sang pengacara.

"Sebenarnya, didalam surat wasiat itu ada batas waktu pernikahan Anda." ucap Tomi, terlihat takut saat bicara.

"Apa maksutmu?" Dahi Alan mengernyit bingung. Felix ikut memperhatikan.

"Waktu Anda dalam melakukan pernikahan hanya sampai satu bulan sejak isi surat wasiat dibacakan. Itu artinya, dalam waktu kurang lebih satu bulan, Anda harus menikahi gadis bernama Alana Ellyasvega." selesai  mengatakan itu, kepala Tomi tertunduk. Tidak tahu reaksi apa yang akan ia terima setelah mengucapkan hal yang dirasa akan mengancam nyawanya.

Brak!!

"What the ****!! Apa katamu!!?" teriak Alan emosi. Ia berdiri. Menatap geram pada Tomi. "You're crazy! It's impossible. Kalian mempermainkanku??! Fucking ****!!"

"Ti-tidak Pak. Ma-maaf saya ha-hanya menjalankan perintah. Saya harus mengatakannya disini. Sa-saya tahu jika mengatakan hal ini pada keluarga besar Giovano, Anda akan tersudut. Ma-maafkan saya.." jelas Tomi dengan suara gemetar. Badannya sudah lemas mendengar Alan marah.

"Tenanglah. Tomi tidak salah. Dia justru telah memberi kita peringatan awal. Lagipula, hanya kita yang tahu masalah ini. Kita harus bergegas menemukan gadis itu." saran Felix menghentikan amukan Alan.

"Arghh! Aku hampir gila! Kenapa ayahku bisa memiliki ide konyol seperti itu!?" geleng-geleng kepala dengan nafas memburu. Baru kali ini, Alan emosi tingkat tinggi. Biasanya ia mampu menguasai diri untuk tidak terpancing. Tapi semua hal ini sungguh diluar otaknya.

^

"Ma, Alan mau tanya siapa Alana itu? Kenapa Ayah memintaku untuk menikahinya?"

Mama Alan tersenyum, ia tahu jika putranya akan menanyakan hal ini.

Alan datang ke rumah besar malam ini bermaksud mencari tahu tenang wanita yang harus ia nikahi. Ibunya pasti tahu sesuatu. Sikap ibunya sekarang memang sepertinya tahu sesuatu.

"Kamu sudah putuskan untuk menikahinya?" tanya Mama Alan lembut. Tutur kata dan mimik wajah sang ibu begitu halus dan meneduhkan.

"Alan cuma mau tahu siapa dia?"

"Jika kamu cuma mau tahu saja, Mama tidak akan memberitahumu. Sama seperti Paman dan Bibimu kemarin. Mama akan katakan kalau kamu sudah siap." tutur Mama Alan seraya mengalihkan pandangannya ke buku yang ia baca. Alan menghela nafas, ia tahu tidak mudah membujuk ibunya.

"Apa Mama juga menginginkan aku menikahinya?" tanya Alan.

Mama Alan menoleh, mata sayu dengan bingkai kacamata itu kini berpendar cerah. Bibir tipis melengkung keatas. "Kamu mau?" tanyanya bersemangat.

"Jika itu yang Papa dan Mama inginkan, mana mungkin aku menolaknya?" runtuh sudah pertahanan kuat Alan. Melihat Mamanya seperti sekarang tentu saja ia tak bisa menolaknya. Wanita itu adalah kelemahan Alan sejak dulu. Ia tidak bisa lembut pada siapapun kecuali pada sosok wanita dihadapannya ini.

Mama langsung memeluknya, berkali-kali mengatakan terima kasih atas keputusan sang anak.

"Baiklah, sekarang katakan Ma, siapa wanita itu?"

"Ceritanya panjang Alan. Mama tidak akan menceritakannya sekarang. Intinya, orang tua Alana dulu berteman dengan Papamu. Karena itu, Papamu kerap ingin menjodohkan kalian." Mama mulai menjelaskan.

"Setiap malam, Papamu membicarakan hal itu pada Mama. Dia selalu bersemangat ingin melihat kalian menikah. Sampai-sampai Mama penasaran siapa Alana itu. Hingga suatu hari, Papamu membawa Mama kesana. Tempat dimana keluarga Alana tinggal."

"Lalu dimana tempat itu?" tanya Alan.

"Jauh dari sini Alan. Diluar pulau ini."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!