"Lepaskan saya, saya tidak mau ikut dengan kalian," racau seorang gadis berusia delapan belas tahun itu.
Saat itu kebetulan seorang pemuda melewati jalanan nan sepi itu, dan melihat seorang gadis remaja di tarik paksa oleh beberapa orang preman untuk mengikuti mereka. Melihat hal itu, pemuda itu turun dari unggah besi yang ia kendarai, dan berusaha menolong gadis remaja tersebut. Namun naas nya ia malah dikira oleh warga ingin melecehkan gadis tersebut.
"Hei, lepaskan gadis itu."
Teriak sang pemuda, ya dia bernama Muhammad Zayn Malik, pemuda berusia dua puluh dua tahun yang kebetulan melewati jalanan tersebut.
Melihat Zayn datang seolah ingin menjadi pahlawan kesiangan, ketiga orang preman berbadan besar tersebut berusaha menghajar Zayn. Alhamdulillah nya Zayn menguasai ilmu beladiri, dengan mudah nya ia menjatuhkan semua lawan-lawannya.
Melihat ada celah untuk meminta bantuan, gadis tadi berteriak meminta tolong. Para warga yang melewati jalan itu gegas menghampiri. Tiga preman berbadan besar itu kabur melarikan diri. Karena hanya tinggal Zayn disana, para warga mengira Zayn lah yang mencoba ingin melecehkan gadis tersebut.
"Hei, lelaki biadab kamu. Hajar saja dia, bakar hidup-hidup."
Salah seorang warga menginterupsi. Untung saja seorang Kiai pendiri pesantren yang memang sudah dikenal dan disegani di kalangan para warga datang menghampiri.
"Bukan saya, saya hanya membantu gadis itu."
Ucapnya agar para warga melepaskan dirinya. Namun bagaimana pun ia mengatakan yang sejujurnya, tak ada yang mempercayai ucapannya. Sang gadis juga sudah mengatakan bahwa Zayn hanya menolong nya. Namun karena suara warga lebih mendominasi, sehingga suara sang gadis tak terdengar oleh mereka.
"Mana ada maling mau mengaku, jika maling mengaku penjara akan penuh."
Salah seorang warga yang sudah tersulut emosi berucap. Percuma saja Zayn berkoar-koar, karena apa yang ia katakan tidak akan di percaya oleh mereka yang lebih mendahulukan amarahnya.
Bugh!
Suara pukulan terdengar nyaring. Menghantam sekujur badan Zayn. Ia tak dapat melepaskan diri dari amukan warga. Jika memang hari ini adalah ajalnya, maka ia hanya bisa pasrah, mungkin ini lah jalan akhir hidupnya. Namun jika Tuhan memberikan kesempatan kepada nya untuk hidup, ia berjanji akan menjadi pribadi yang lebih baik.
"Siapa pun tolong saya, saya akan melakukan apapun untuk orang yang telah menolong saya."
Bathin nya berbicara. Pasrah adalah jalan satu-satunya. Jika memang Tuhan itu maha baik, pasti Tuhan akan mendatangkan seseorang yang akan membantu nya keluar dari amukan warga. Begitu kini yang ada di dalam pikirannya.
"Berhenti, apa yang kalian lakukan."
Suara bariton dari seorang lelaki paruh baya menghentikan aksi warga tersebut.
"Kiai, maaf kiai, pemuda ini hampir saja melecehkan gadis itu."
Salah satu warga menginterupsi, ia menunjuk ke arah gadis yang sudah sangat ketakutan, karena lelaki yang menolong nya hampir saja mati di tangan warga.
"Jangan main hakim sendiri, Allah tidak menyukai orang-orang yang suka main hakim sendiri. Semua itu bisa diselesaikan dengan cara baik-baik."
Nasehat Kiai Hanan. Kiai Hanan sangat miris melihat keadaan Zayn, pemuda yang ada di hadapannya kini.
"Ashraf, papah pemuda itu."
"Baik Abah,"
Ya, Ashraf adalah putra dari Kiai Hanan, ia adalah seorang Gus berusia dua puluh lima tahun. Penerus pondok pesantren yang didirikan oleh Kiai Hanan sang ayah.
"Jelaskan, bagaimana kronologi nya. Jika benar pemuda ini bersalah, biarkan yang berwajib mengurus semuanya. Jangan kalian kotori tangan kalian dengan menghajar pemuda ini hingga tidak berdaya."
"Tadi kami sedang berkeliling untuk mengecek keamanan lingkungan sekitar Kiai, dan kami mendengar teriakan seorang gadis meminta tolong karena ada yang mau melecehkan nya. Saat kami tiba, kami melihat pemuda ini sedang bersama gadis ini. Tentu saja dia lah yang telah berusaha melakukan hal bejat itu. Siapa lagi jika bukan pemuda ini, hanya dia yang kami temui."
Penjelasan salah seorang warga. Ya, memang begitu lah ceritanya, mereka semua telah salah paham dan menghajar pemuda yang tak bersalah.
"Bagaimana nak? apa benar pemuda ini yang hampir melecehkan kamu?"
"Bukan Kiai, justru dia yang telah menolong saya dari tiga preman berbadan besar yang hampir saja membawa saya. Ketiga preman itu kabur saat suara langkah warga mulai mendekat."
"Astaghfirullah, kalian telah bersalah kepada pemuda ini. Kalian sudah menjatuhkan fitnah kepada nya. Inilah Allah kenapa tidak menyukai hambanya yang suka main hakim sendiri. Sekarang kalian harus meminta maaf kepada pemuda ini. Orang yang tidak bersalah telah menjadi korban kebengisan kalian."
Kiai Hanan mengusap wajahnya dengan telapak tangannya. Bagaimana jika tadi ia dan putra nya datang terlambat. Mungkin saja pemuda itu sudah kehilangan nyawanya karena di hajar habis-habisan.
"Maafkan kami kiai, Kami tidak tahu jika pemuda ini yang telah menolong gadis ini."
"Ia, maafkan kami kiai. Kami berjanji tidak akan main hakim sendiri lagi."
"Bukan ke saya harusnya kalian meminta maaf, akan tetapi kepada pemuda ini. Kalian telah memfitnah nya dan menghajar dirinya tanpa memberikan kesempatan kepada nya untuk menjelaskan yang sebenarnya.
Sungguh kiai Hanan sangat kecewa dengan tindakan para warga. Tidak habis pikir mereka bisa sekejam itu menghajar pemuda yang tidak bersalah.
Para warga akhirnya meminta maaf, Zayn yang sudah babak belur dan lemah tak berdaya, menerima maaf mereka tanpa melihat siapa saja yang ada di hadapannya. Ia juga sangat berterimakasih karena sudah di datangkan seseorang yang membantunya lepas dari amukan warga.
Kiai Hanan dan Gus Ashraf membawa Zayn ke rumah mereka, tepatnya rumah Kiai Hanan yang berada di lingkungan pesantren miliknya.
"Ashraf, ayo kita bawa pemuda ini kerumah, lalu segera hubungi dokter keluarga kita untuk segera mengobati pemuda ini."
"Baik Abah." jawab Ashraf.
Kini setelah kesalah pahaman terjadi, para warga di bubarkan, dan gadis itupun sudah dijemput oleh keluarganya. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan pada gadis tersebut. Kiai Hanan dan Gus Ashraf membawa Zayn ke rumah mereka yang ada dilingkungan pesantren yang kiai Hanan dirikan.
Kendaraan roda empat itu kini telah memasuki gerbang rumah mereka. Ummu Khadijah terkejut melihat pemuda yang di papah oleh putra nya dalam keadaan babak belur. Tanpa banyak bertanya, Ummu Khadijah menyiapkan kamar untuk istirahat Zayn. Ia dibaringkan di tempat tidur yang memang khusus untuk tamu jauh yang datang ke kediaman kiai Hanan.
Sang dokter yang telah dihubungi oleh Gus Ashraf akhirnya tiba juga. Ia segera mengobati Zayn dan memberikan resep obat yang harus di tebus segera. Setelah itu sang dokter pamit dari kediaman Abah Hanan. Ummu Khadijah yang tak sabar ingin mengetahui bagaimana kronologi nya. Bagaimana sang suami dan putra nya bisa membawa pemuda tampan itu dalam keadaan babak belur, segera bertanya kepada sang suami dan anaknya apa yang telah terjadi. Kiai Hanan pun menceritakan kejadian yang sebenarnya, tanpa ada yang terlewat kan. Membuat Ummu Khadijah syok dan sangat prihatin dengan keadaan Zayn.
"Ya Allah bah, Ummi tidak menyangka, bagaimana jadinya jika Abah dan Ashraf tidak datang menolong nya. Jika tidak, kita tidak tahu apa yang akan terjadi padanya bah."
"Semua atas kehendak Yang Maha Kuasa Mi. Seharusnya Abah tak melewati jalan itu. Tapi entah kenapa tiba-tiba saja Abah ingin melewati jalan setapak itu. Mungkin ini sudah takdir Allah agar Abah dan Ashraf membantu pemuda itu dari amukan warga."
"Sekarang biarkan pemuda ini istirahat. Mungkin dia juga syok dengan kejadian tersebut. Abah juga belum tahu namanya. Besok jika pemuda ini sudah sadar, Abah akan coba bertanya kepada nya."
Penjelasan Kiai Hanan di angguki oleh Ummu Khadijah dan Gus Ashraf. Mereka kini mengistirahatkan diri ke kamar masing-masing. Setelah Kiai Hanan meminta salah seorang art menebus obat untuk Zayn.
...****************...
Assalamu'alaikum sahabat Musim_Salju.
Ini karya kedua Author. baca juga karya pertama author yang berjudul PENANTIAN KEKASIH HALAL. Jangan lupa dukungan nya juga agar Author semangat dalam menyelesaikan tulisan ini (like, komen, vote dan favorite kan agar tidak ketinggalan update selanjutnya). Karena tanpa dukungan sahabat semua. Novel yang Author tulis tidak ada artinya. Terimakasih.
Follow Ig Author @winda_srimawati
...----------------...
...To Be Continued...
Saat pukul 07.00 pagi, setelah Abah dan keluarga nya menyelesaikan sarapan bersama. Abah Hanan meminta Ashraf untuk mengecek keadaan pemuda itu. Abah sengaja tidak membangunkan pemuda itu karena keadaan nya masih memprihatinkan, takutnya ia masih perlu banyak istirahat.
"Ashraf, coba cek ke kamarnya, bagaimana keadaan pemuda semalam."
"Baik Abah, kalau begitu Ashraf permisi bah, Ummi. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam," jawab semuanya.
Ashraf pergi menuju kamar tamu untuk melihat keadaan Zayn. Mana tahu Zayn sudah sadar pagi ini. Putri dari Kiai Hanan dan Ummu Khadijah yang belum mengetahui maksud dari Abahnya heran, apa maksud dari perkataan sang ayah.
"Abah, pemuda siapa yang Abah maksud? Memangnya siapa yang ada di dalam rumah ini selain kita?"
Putri satu-satunya Abah Hanan dan Ummi Khadijah yang bernama Fatimah Zahratunnisa bingung dan segera menanyakan perihal pemuda yang dikatakan ayahnya itu. Karena semalam ia lebih dulu masuk kekamar nya, dan tidak mengetahui jika Abah dan kakaknya membawa seorang pemuda kerumah mereka dalam keadaan tak berdaya.
Abah Hanan pun menceritakan semuanya kepada sang putri. Bagaimana pun putri nya juga harus tahu jika ada pemuda lain yang tinggal bersama mereka untuk sementara waktu. Mewanti-wanti agar putri mereka tidak seenaknya bersikap dirumah mereka, takutnya dilihat oleh pemuda tersebut, apalagi saat ia melepas cadarnya.
"Innalilahi wa innailaihi raji'un. Terus bagaimana keadaan nya bah, Ummi?" tanya Zahra.
"Semalam sudah diperiksa dokter nak. Hanya saja karena lukanya cukup parah, perlu istirahat beberapa hari, dokter juga sudah meresepkan obat untuk pemuda itu." jawab Abah Hanan.
"Oh iya sayang, tolong kamu buatkan bubur untuk pemuda itu, karena dari semalam dia belum makan. Bibi pagi sekali sudah pergi ke pasar, jadi Ummi tidak bisa menyuruh bibi untuk membuat kan bubur, sekalian nanti antarkan obatnya kekamar tamu. Disana juga ada kakak kamu. Jadi tidak usah khawatir."
"Baik Ummi, kalau begitu Zahra ke dapur dulu untuk membuat kan bubur."
Ummu Khadijah menganggukkan kepalanya. Ia juga tidak bisa berlama-lama dirumah, karena hari ini Ummi mendampingi suaminya untuk mengecek keadaan pondok. Abah Hanan dan Ummi pun segera menuju pondok, meninggalkan Zahra yang kini tengah sibuk di dapur.
"Assalamu'alaikum Ning, perlu bantuan Ning? Maaf ya Ning bibi baru pulang dari pasar untuk membeli bahan masakan."
"Wa'alaikumsalam, Tidak apa-apa Bi, ini juga sudah mau selesai. Bibi lanjut mengerjakan yang lain saja. Kalau begitu Zahra bawa bubur ini dulu ya Bi untuk tamu Abah."
"Baik Ning."
"Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumsalam,"
Art yang dipanggil bibi oleh Zahra juga sudah mengetahui perihal Zayn yang menjadi korban kebengisan para warga. Karena sewaktu ia berangkat ke pasar, Ummu Khadijah sudah memberitahu kan bahwa dikamar tamu ada tamunya Abah yang sedang sakit. Ummu Khadijah meminta art nya untuk memperlakukan nya dengan baik jika mereka sibuk melakukan kegiatan di pondok.
Zahra pun membawa semangkok bubur dan segelas air putih dan segelas susu putih yang ia letakkan di atas nampan. Serta obat untuk pemuda itu yang tadi diberikan oleh Ummu Khadijah sebelum ke pondok. Ia ragu-ragu saat ingin mengetuk pintu kamar tamu tersebut. Namun karena Ummu Khadijah sudah mengamanahkan, maka pada akhirnya ia memberanikan diri mengetuk pintu tersebut. Toh ada sang kakak di dalam.
Tok.. Tok.. Tok..
"Masuk, tidak dikunci dek." jawab Gus Ashraf saat mendengar suara sang adik dari luar.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, kamu bawa apa itu dek?"
Zahra menundukkan pandangannya saat melihat pemuda yang wajahnya babak belur itu sudah sadar dan melirik ke arahnya. Ia memang sangat menjaga pandangan nya serta Marwah dari lelaki yang bukan mahramnya.
"Maaf kak, Zahra hanya ingin mengantarkan bubur ini untuk tamu Abah sekalian dengan obatnya. Kalau begitu Zahra permisi ya kak. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam," jawab Gus Ashraf.
Zahra segera meninggalkan kamar tersebut. Ia tidak ingin berlama-lama di ruangan yang sama dengan yang bukan mahramnya, walaupun disana ada sang kakak.
"Dia adikku, namanya Fatimah Zahratunnisa."
Zayn menganggukkan kepalanya. Untuk berbicara banyak rasanya ia juga belum bisa, karena memar di sekitar mulutnya cukup parah. Namun Zayn cukup penasaran dengan penampilan Zahra, karena ia baru pertama kali melihat seorang wanita berpenampilan tertutup seperti itu. Namun bisa ia bayangkan bahwa adiknya Gus Ashraf begitu cantik, terlihat dari bola matanya yang berwarna hazel pekat yang begitu cantik, serta bulu mata panjang dan lentik, serta alis yang tebal berwarna hitam legam.
Namun ia tak berani menanyakan lebih kepada Ashraf mengenai adiknya itu. Jelas ia malu jika menanyakan banyak hal. Sedangkan disini ini ia hanya seseorang yang ditolong oleh Gus Ashraf dan Kiai Hanan.
Zayn dibantu oleh Ashraf untuk makan, setelah makanan itu habis, ia pun meminum obat yang sudah diresepkan oleh dokter. Setelahnya Ashraf pun pamit dari kamar Zayn.
"Zayn, kalau perlu apapun kamu bisa meminta bantuan kepada seluruh penghuni rumah. Saya mau ke pondok pesantren dulu. Karena sebentar lagi saya mau mengajar." ucap Gus Ashraf pamit.
"Baik Gus,"
"Assalamu'alaikum," ucapnya.
"Wa'alaikumsalam," jawabnya terbata.
Zayn yang telah lama tidak mengucapkan salam itu lidahnya kelu menjawab salam dari Gus Ashraf. Namun Ashraf tidak terlalu memikirkan nya. Siapapun Zayn ini dan bagaimana latar belakang nya, bukanlah urusan nya, yang pasti ia murni hanya ingin menolong pemuda itu.
Setelah kepergian Ashraf, Zain menilik seluruh ruang kamar itu dari tempat tidurnya, namun tak ada satupun yang membuat ia tertarik. Ia begitu bosan berbaring, sehingga ia mencoba menguatkan dirinya untuk bangkit dari pembaringan nya. Badannya cukup remuk karena ulah para warga semalam. Namun, nasibnya yang saat itu tidak bersahabat, membuat ia hanya bisa menghela nafasnya.
Ia berjalan menuju pintu, memutar kenop pintu kamar tersebut dan keluar dari kamarnya. Tepat saat itu Zahra melewati kamar Zayn dan mereka hampir saja bertabrakan.
"Astaghfirullah, maaf kan saya, saya tidak melihat jika kamu keluar dari kamar ini,"
Zahra meminta maaf, dan segera menundukkan pandangannya. Ia sama sekali tidak berani menatap wajah Zayn. Ataupun penasaran bagaimana wajah pemuda tampan yang ada di hadapannya.
Ya, walupun wajahnya penuh dengan lebam, tetapi tidak bisa di pungkiri jika Zayn memang lelaki yang sangat tampan. Wajah yang memiliki rahang tegas, mata yang tajam dengan bola mata berwarna hitam pekat, serta bulu mata yang panjang dan lentik, alis yang tebal, hidung mancung, bibir seksi dan merah serta kulit putih bersih, dengan tinggi badan sekitar 183 cm. Bagi siapapun yang memandang nya tidak ada yang bisa mengalihkan pandangannya terhadap lelaki tampan itu.
"Tidak apa-apa," Jawab Zayn terus memperhatikan Zahra yang sedari tadi menundukkan kepalanya. Ia heran kenapa wanita itu tidak berani menatap nya, namun ia tidak mau bertanya lebih.
"Kalau begitu saya permisi, jika kamu perlu sesuatu, kamu bisa meminta tolong art yang ada dirumah ini. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam,"
Zahra pun pergi meninggalkan Zayn yang masih melihat kepergian nya hingga tak terlihat dalam pandangan Zayn.
"Menarik," lirihnya.
...****************...
Assalamu'alaikum sahabat Musim_Salju.
Ini karya kedua Author. baca juga karya pertama author yang berjudul PENANTIAN KEKASIH HALAL. Jangan lupa dukungan nya juga agar Author semangat dalam menyelesaikan tulisan ini. Jangan lupa tinggalkan jejak (like, komen, subscribe, vote dan favorite kan agar tidak ketinggalan update selanjutnya). Karena tanpa dukungan sahabat semua. Novel yang Author tulis tidak ada artinya. Terimakasih.
Follow Ig Author @winda_srimawati
...----------------...
...To Be Continued...
Setelah lima hari Zayn Istirahat di kediaman Kiai Hanan, kini ia semakin pulih. Lebam yang ada di wajahnya juga sudah tidak terlihat, itu juga berkat salep yang diberikan oleh dokter agar lebam-lebamnya segera hilang. Badannya yang sebelumnya terasa remuk redam kini sudah tidak terasa, ini semua berkat kesabaran keluarga Kiai Hanan yang sabar dalam mengurus nya, sehingga ia pulih dengan cepat.
Ia berniat pamit kepada keluarga Kiai Hanan saat itu juga, karena tidak ingin merepotkan keluarga Kiai Hanan lebih lama. Apalagi keluarga nya juga belum mengetahui bahwa ia kini tinggal dilingkungan pesantren beberapa hari ini. Dan ia juga absen dari kuliahnya sejak ia tinggal di kediaman Kiai Hanan.
Kini mereka sedang sarapan bersama, dan Zayn juga ikut sarapan bersama dengan keluarga Kiai Hanan. Ia berniat menyampaikan niat kepulangan nya setelah mereka menyelesaikan sarapan pagi itu. Dimeja sudah ada Abah Hanan, Ummu Khadijah, Azlan, Zahra dan Zayn.
Mereka makan dengan keheningan setelah menggumamkan doa, tak ada yang bersuara, karena adab saat makan memang dilarang makan sambil berbicara. Zayn lebih dulu menghabiskan makanan nya, disusul oleh yang lainnya.
Zayn menarik nafasnya terlebih dahulu sebelum menyampaikan niat Kepulangan nya. Walaupun keluarga Kiai Hanan tidak pernah menyinggung kapan ia akan kembali kerumahnya, namun ia cukup sadar diri bahwa ia disini hanya menumpang untuk sementara waktu selama pemulihan nya.
"Abah, Ummi, sudah lima hari Zayn tinggal disini, dan kalian merawat Zayn dengan kesabaran dan keikhlasan. Zayn mau pamit hari ini untuk pulang kerumah. Mama dan papa juga belum mengetahui kabar Zayn yang sebelumnya. Karena mereka tahunya Zayn hanya liburan kesini."
Walupun ia sudah jauh dari agamanya, dan sudah lama sekali meninggal kan Yang Maha Kuasa. Akan tetapi ia masih tahu adab dan etika di hadapan orang-orang yang telah menolongnya.
"Bagaimana setelah acara pernikahan putri Abah saja kamu pulang nak. InsyaaAllah dua hari lagi acara pernikahan putri Abah Zahra."
"Begitu ya bah, baik bah. Zayn akan tinggal dua hari lagi disini, setelah pernikahan putri Abah selesai, Zayn izin pamit Bah, Ummi,"
"Alhamdulillah, ya sudah, kalau begitu Abah pamit dulu untuk mengisi kajian di masjid pagi ini. Kamu kalau mau berkeliling pondok bisa ditemani oleh Gus Ashraf, atau kamu mau ikut kajian Abah juga silakan. Ashraf dampingi nak Zayn untuk hari ini," ucap Abah kepada Zayn dan beralih berbicara kepada putranya.
"Baik bah, terimakasih bah." jawab Zayn.
"Baik Abah." jawab Gus Ashraf.
"Nak, karena pernikahan kamu tinggal dua hari lagi, jangan meninggalkan rumah tanpa mengabari Ummi, Abah maupun kakak kamu." nasehat Ummu Khadijah.
"Baik Ummi."
"Ya sudah, Ummi mau ke pondok dulu menemui ustadzah yang sedang mengajar hari ini. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam," jawab Ashraf, Zahra, dan Zayn.
Kini tinggal lah Zahra, Ashraf dan Zayn di meja makan. Zayn bingung memulai pembicaraan, walaupun ia sudah banyak berbicara dengan Ashraf, namun ia belum pernah mengobrol sama sekali dengan Zahra. Zahra yang merasa canggung diantara pemuda tampan dan kakaknya itu pun pamit ke kamarnya.
"Kak, aku ke kamar dulu ya. Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumsalam,"
"Bagaimana Zayn, apakah kamu mau mengikuti kajian? Atau mau berkeliling pondok?"
"Ikut kajian saja Gus, setelah itu baru berkeliling pondok. Sebelum pulang saya ingin melihat-lihat terlebih dahulu. Karena saya juga tidak tahu kapan akan kembali kesini.
"InsyaaAllah Allah akan membawa kamu kesini nantinya. Mari, kita ke masjid sekarang."
"Mari Gus."
Kini Gus Ashraf dan Zayn berjalan menuju masjid yang ada di lingkungan pondok pesantren. Semua mata tertuju kepada Zayn, apalagi para santriwati. Pandangan mereka sama sekali tak berkedip melihat ketampanan lelaki itu.
"MasyaaAllah, siapa itu? Ganteng banget? Suami idaman. Nggak kalah ganteng dengan Gus Ashraf."
"Spek suami idaman sih ini."
"Shalawatin dulu deh."
"Astaghfirullah, jaga pandangan ukhti,"
"Astaghfirullah maaf, tapi sesekali cuci mata tidak apa-apa kan, hehe."
Begitulah bisik-bisik para santriwati yang melihat ketampanan seorang Zayn. Jangankan para santriwati, para santri pun mengakui bahwa Zayn sangat tampan. Seperti oppa-oppa Korea kata mereka, hihi.
"Kenapa mereka melihat saya sebegitu nya Gus? apa ada yang salah dengan penampilan saya?"
Zayn melihat dirinya, perasaannya tidak ada yang salah dengan penampilan nya. Ia mengenakan pakaian yang sama dengan pakaian yang di kenakan Gus Ashraf. Apa dirinya tidak cocok memakai pakaian seperti Gus Ashraf, begitu pikirnya. Ya, karena ia tidak membawa baju ganti, jadi selama tinggal di kediaman Kiai Hanan, Zayn menggunakan baju milik Gus Ashraf.
"Tidak ada yang salah, biasa mereka tidak pernah melihat lelaki tampan." jawab Gus Ashraf terkekeh.
Ia juga mengakui bahwa Zayn lelaki yang ia dan Abahnya tolong begitu tampan. Dengan tinggi semampai dan kulit putih bersih. Sewaktu wajahnya babak belur memang tidak terlihat, namun kini lebamnya sudah hilang, sehingga terlihat lah ketampanan seorang Zayn. Bahkan Gus Ashraf yang sudah tampan saja kalah dari ketampanan seorang Zayn.
"Biarkan saja, ayo kita ke masjid."
"Baik Gus."
Kini Zayn dan Gus Ashraf sudah berada di masjid. Abah memberikan kultum pagi itu sebelum para santri dan santriwati memulai pembelajaran. Salah satu yang disampaikan oleh Kiai Hanan menyentuh hati seorang Zayn.
"Ya Allah, begitu jauh selama ini hamba dari engkau. Karena rasa kecewa hamba kepada engkau yang telah memanggil saudara kembar hamba lebih dulu, dan orang yang sangat hamba cintai dari dunia ini, sehingga hamba menyalahkan engkau dan melupakan tanggung jawab hamba sebagai umat mu. Sungguh hamba berdosa selama ini. Andaikan hamba tidak di tolong oleh Abah Hanan dan Gus Ashraf, apa hamba kini sudah tidak ada di dunia ini." Bathin nya berbicara.
Meluruh lah buliran bening itu membasahi pipi nya yang mulus. Namun ia segera menghapus kasar sebelum yang lain menyadarinya. Entah kenapa sejak ia di pesantren ini selama beberapa hari ini. Mulai terketuk pintu hatinya. Karena setiap hari ia mendengar suara seruan azan, mengaji serta ceramah yang ia dengar. Karena kediaman Abah Hanan memang dilingkungan pesantren. Sudah sangat jelas terdengar oleh telinga Zayn.
Ya, dulu Zayn adalah lelaki yang taat beribadah. Namun kejadian beberapa tahun silam yang merenggut nyawa saudara kembar serta wanita yang pernah ia cintai, membuat ia menyalahkan takdir dan tak lagi mau melaksanakan ibadahnya kepada Yang Maha Kuasa.
Hingga kultum yang disampaikan Kiai Hanan berakhir, ia sama sekali tidak menyadarinya, karena telah hanyut dalam pikirannya sendiri mengingat kejadian masa lalu dalam hidupnya.
"Zayn, kamu kenapa? kenapa melamun? apa kamu kurang sehat?"
"Eh, bukan Gus, saya baik-baik saja. Hanya kepikiran orang dirumah. Pasti akan khawatir jika tahu keadaan saya sebelumnya tidak baik-baik saja."
"Begitu, nanti setelah kamu pulang. Sampaikan lah semuanya kepada kedua orang tua kamu."
"Iya Gus."
"Mari, kita lanjut berkeliling pondok."
"Ayo Gus."
Zayn berusaha melupakan ingatan masa lalunya itu. Ia tidak ingin terlalu larut seperti dahulu. Ia tidak ingin membuat khawatir keluarga Kiai Hanan jika melihat ia terus melamun. Gus Ashraf memperkenalkan semua ruangan yang ada di asrama putra maupun putri, dan apa saja yang mereka pelajari selama mondok di pesantren Abahnya.
...****************...
Assalamu'alaikum sahabat Musim_Salju.
Ini karya kedua Author. baca juga karya pertama author yang berjudul PENANTIAN KEKASIH HALAL. Jangan lupa dukungan nya juga agar Author semangat dalam menyelesaikan tulisan ini. Jangan lupa tinggalkan jejak (like, komen, subscribe, vote dan favorite kan agar tidak ketinggalan update selanjutnya). Karena tanpa dukungan sahabat semua. Novel yang Author tulis tidak ada artinya. Terimakasih.
Follow Ig Author @winda_srimawati
...----------------...
...To Be Continued...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!