POV ANA
Mataku mengerjap saat aku merasakan sinar matahari masuk kedalam retina mataku dalam. Aku mengucek mataku dan seraya mengumpulkan nyawa yang tersisa saat bangun tidur. Ku tatap ke arah jendela yang masih tertutup gorden, namun sinar mentari pagi tetap dapat masuk kedalamnya melewati celah-celah jendela.
Aku melirik benda yang menunujukan waktu di tangan kiriku, ternyata hari sudah jam 6:00 WIB, aku terkesiap saat melihat jam berapa sudah. Aduh kenapa bisa telat bangun sih. Aku menyibakan selimut yang menutupi tubuhku, dan turun dari ranjang sambil berlari kearah kamar mandi.
Di dalam kamar mandi aku menanggalkan semua bajuku, kemudian mengatur suhu bath up dan masuk kedalamnya.
Aku memjamkan mata untuk menikmati sensasi hangat yang mengenai tubuhku, tidak ingin terlambat karena lama berendam, aku segera menyabuni tubuhku secara merata. Setelah itu barulah aku membersihkan diri yang lainnya.
Aku segera melilitkan handuk di tubuhku dan keluar dari kamar mandi. Aku membuka lemari yang berada tak jauh dari kamar mandi.
Aku mengmabil baju seragamku yang dilipat dengan rapi setelah kemarin disetrika. Aku dengan lekas memakai seragam tanpa memperhatikan kerapiannya sama sekali. Yang penting itu aku tidak terlambat ke sekolah.
Setelah memakai pakaian, dengan asal-aslan aku menyisir rambut yang berantakan dan memakai sedikit tint di bibirku.
Aku tidak perlu menggunakan bedak karena wajahku sudah putih. Ya aku bersyukur kepada tuhan yang sudah memberikan anugerahnya kepada fisik ku yang bisa dikatakan sempurna.
Aku memiliki manik mata yang berwarna hazel, mataku tidak sipit dan juga tidak terlalu besar, aku memiliki hidung yang sedikit mancung, kulit seputih buah Rambutan, dan tubuh yang langsing.
Serasa setelah rapi, aku segera keluar dari kamar sambil mengambil tas ku yang semalam diletakan di atas meja belajar setelah aku selesai belajar. Aku berlari kecil kearah rak sepatu. Aku mengenakan sepatu sembarangan, tali sepatu yang aku ikat tidak terlalu diperhatikan. Satu talinya panjang dan satunya lagi pendek. Aku menghela napas kasar, kenapa sih aku sampai telat seperti ini. Tidak biasanya aku telat pergi sekolah karena aku bisa dikategorikan Siswi yang disiplin dan rajin.
Aku berlari kearah pintu saat sudah selesai memakai sepatu. Aku memutar knop pintu tersebut dan melangkah kan kedua kaki ku keluar dengan tergesa-gesa.
Aku menekan tombol lift berulang kali namun, lift tersebut tidak terbuka juga karena masih ada orang yang berada di dalamnya.
Aku mengangkat tangan kiriku kedepan dada dan melihat jam yang berada dipergelangan tangan ku. Aku berdeceak frustasi saat mengetahui bahwa 20 menit lagi bel sekolah ku akan berbunyi.
"Aduh bagaimana ini tuhan," keluh ku sambil menatap keatas seolah aku sedang memohon ada keajaiban yang bakalan terjadi dengan diri ku.
Aku mengalihkan pandangan kearah Pintu lift yang masih belum terbuka jua dan itu berhasil membuat ku kesal setengah mati.
TING
Aku yang mendengar bunyi tersebut pun langsung bernapas lega sebab pintu lift yang aku tunggu terbuka juga akhirnya. Tanpa menunggu lama lagi aku langsung masuk kedalamnya sendirian.
Setelah lift terbuka aku segera keluar dan berlari kearah loby. Di luar aku melihat taksi yang sudah aku pesan tadi sebelum berangkat. Aku melambaikan tangan kepada Taksi tersebut bahwa akulah orang yang telah memesan taksi.
Supir yang melihat lambaian tangan ku menjalankan mobilnya kearah diriku untuk mendekat.
"Betul dengan mbak Ana?" Tanya supir tersebut sambil melirik handphone di tangan nya untuk memastikan alamat yang ia terima dan namaku di aplikasi taksinya.
"Iya saya Ana."
Setelah mengatakan itu aku segera membuka pintu taksi tersebut dan mendudukan diriku di belakang bagian penumpang.
supir tersebut menjalankan mobilnya membelah jalan raya untuk menuju sekolahku.
Aku menatap keluar jendela untuk memperhatikan Kota Jakarta yang penuh dengan kekejaman.
Aku melihat banyak nya gedung-gedung pencakar langit yang megah bak Istana, selain itu juga aku memandang sedih kearah para pedagang kaki lima yang sedang dirazia, sebegitunya mereka untuk mencari nafkah demi keluarganya. begitulah Jakarta yang mana orang kaya semakin kaya dan yang susah semakin susah.
Aku menatap jam tangan yang bertengger di tanganku untuk melihat sudah pukul berapa sekarang agar aku mengetahui bahwa aku sudah terlambat atau tidak. Mungkin dewi keberuntungan sedang berpihak kepada ku saat aku menatap kembali kedepan setelah melihat jam tadi ternyata mobil telah berada di depan sekolahku.
Untung sisa waktu ada lima menit lagi kalau tidak, aku juga tidak tau apa yang terjadi kepada diriku, mungkin aku akan terlambat dan tidak mengikuti jam pelajaran pertama.
Untuk menghemat waktu dan lekas sampai ke kelas aku berlarian di koridor dan tidak memperhatiakan jalan dengan jelas hingga....
Brukkkk
Aku terjatuh kelantai akibat tersendung kaki yang sengaja menghalangi jalan ku. Orang-orang yang berada disekitar dan melihat kejadian aku yang terjatuh, sontak langsung tertawa melihat ku yang terduduk di lantai.
Sungguh sangat sakit rasanya kaki ku, akibat aku tadi yang terjatuh dengan tidak sengaja menimpa kaki kanan ku sendiri. Aku mendongakan kepala untuk mencari tahu siapa pelaku semua ini.
Tatapanku jatuh pada sekelompok orang-orang yang sangat aku benci di dunia ini. Orang-orang yang sangat berpengaruh di sekolah ini dan merupakan Most Wanted. Mereka banyak mempunyai penggemar karena wajah tampan mereka yang mampu membius kaum hawa apalagi ketua mereka yang paling tampan diantara mereka. Tidak bisa dipungkiri kalau aku juga sangat memuji ketampanannya yang seperti Idol Korea.
mereka juga sangat suka berbuat onar di sekolah ini, suka bolos dan bahkan berani melawan para guru yang derajatnya lebih tinggi, sehingga hampir rata-rata guru-guru tidak suka kepada mereka.
Aku menatap benci kepada mereka semua, sebab aku mengetahui siapa pelaku yang membuat diriku seperti ini. Hampir tiap hari aku menjadi bahan bullyan nya, aku ingin melawan tapi tetap saja aku tidak bisa sebab mereka semua adalah anak orang kalangan paling atas di Indonesia ini, sehingga apapun yang mereka lakukan akan beres dengan uang.
"Aduh jatuh ya, kasian amat sih, makanya jalan itu pakai mata jangan pakai dengkul. Apa mata lo rabun lagi, mendingan lo kedokter aja periksa mata. Eh tapi orang kaya lo itu kan gak mungkin bisa kedokter, gue hampir lupa itu. Iya gak teman-teman," ujar Reyhan meremehkan ku.
"Benar banget lo Rey. Eh cupu mending lo cepat berdiri deh betah amat sih duduk di lantai gak malu apa diliatin. Apa lo mau gue bantu hah," Timpal Deigo orang yang berada di sebalah kiri Reyhan. Ia berjalan kearah ku dan mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. "Gak usah jual mahal deh lo. Nih gue lagi baik mau bantuin lo."
Aku menatap tangan Deigo ragu-ragu. Usai berkecemuk dengan pikiran ku sendiri, akhirnya aku memutuskan untuk menerima uluran tangan Deigo, meskipun aku tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya.
Saat tangan ku bersentuhan dengan telapak tangannya, ia menarik tangan ku dan kemudian dengan sengaja pula ia melepaskan kembali hingga aku terduduk di lantai dengan keras.
"AKHHH," teriak ku kesakitan. sungguh sangat nyeri bokongku hingga bergerak untuk berdiri saja sangat susah.
Deigo dan teman-temannya yang lain serta para murid yang sedari tadi menontonku pun tertawa keras.
"Makanya jadi orang itu jangan cupu, tau sendirikan nasib orang cupu dan suka ngebantah perintah gue itu kaya gimana." Suara itu adalah suara yang sangat aku kenal, siapa lagi kalau bukan si biang masalah DIKA RONTIWA.
Aku mengepalkan tangan ku untuk menahan amarah yang sebentar lagi akan terkuak kepada mereka semua yang sedang berjalan meninggalkan tempat ini.
Aku berusaha berdiri sendiri meskipun sakit di kaki dan pantat ku sangat terasa. Aku menatap satu persatu orang yang menyaksikn kejadian tadi dan mengalihkan kemabali pandanganku ke depan.
Aku berjalan dengan teratih atih melewati mereka semua yang menyoraki ku.
"HUUUUU."
____________
Tbc
welcome to my story
happy reading all
jangan lupa like and comen
_________
Pov Author
Kringggg
Para siswa yang mendengar bel berbunyi dengan segera berhambur keluar dengan semangat 45, karena hal ini lah yang ditunggu-tunggu para siswa saat sedang mengantuk dijam pelajaran yang sedang berlangsung.
Banyak siswa yang tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, karena dalam belajar selama sembilan jam, hanya ada beberapa saja waktu istirahat. Maka dari itu setiap mereka yang mendengar bel istirahat berbunyi ada yang berteriak, berjoget, dan bertingkah gila lainnya. Meskipun kelas tersebut adalah kelas Ipa, namun yang namanya anak zaman sekarang otaknya yang sudah dicuci oleh teknologi pastilah akan tetap ribut disaat jam kosong dan akan bersemangat bila mendengar bel.
"Na, ke kantin yuk, masa lo di kelas mulu. gak sumpek apa? Gue aja yang baru pindah kelas ini udah bosan sama ni kelas, itu-itu aja yang ditatap gak ada yang lain, sesekali kek natap cogan yang bisa bikin ni mata seger. Ni mana lagi cowok di kelas ini gak ada yang tampan, culun lagi," Keluh Lona kepada Ana yang sedang duduk di kursinya dengan posisi yang merebahkan kepala di meja dan menenggelamkan kepalanya di kedua lengan yang ia luruskan di atas meja.
"Betul kata Lona, masa lo di kelas mulu Na, gak laper apa? Kan sesekali lo liat dunia luar jangan tiduran mulu di kelas, emang lo kesekolah cuman numpang tidur apa? Maka lo sedari jam pelajaran tadi gue lihat lo tidur mulu," kata Cika membetulkan perkataan yang dilontarkan Lona.
Mereka Ana, Lona, dan Cika adalah sahabat dari sejak SMP. Di saat masih SMP mereka berjanji akan masuk sekolah yang sama dan memilih jurusan yang sama juga. Tidak bisa dipungkiri jika mereka berdua tau tentang kehidupan Ana dengan sedetil-detil nya.
"Yaiyalah gue selalu benar, sejak kapan sih gue gak pernah benar. Nih saking benarnya perkataan gue, sampai-sampai Perisiden bilang ke bonyok gue kalau dia mengakui kebenaran kata-kata yang setiap gue lontarkan, dan malahan juga satu kata yang gue keluarkan akan digajih," jawab Lona dengan bangga. Yah itulah Lona seorang manusia paling konyol di antara mereka dan di tambah lagi paling suka menghayal.
"Lo tadi makan apaan sih Lon, jangan-jangan lo salah makan lagi, maka otak lu miring banget. Kok gue jadi takut ya deket-deket sama lo, natar kalau gue ketularan lo kan gak lucu. mendingan lo cuci otak aja ke dokter sebelum lo gila benaran, apa sih gunanya uang segudang kalau kedokter aja gak bisa," ucap Cika bergidik ngeri dan seraya berdiri menjauh dari Lona yang duduk di sampingnya.
Lona yang mendengar pernyataan Cika langsung menghampiri perempuan itu dan menjitak keras kepala Cika. "Enak aja lo ngatain gue miring. Kan lo sendiri yang ngebenarin kata-kata gue tadi." Nada kesal sangat terdengar jelas saat Lona mengatakan kalimatnya tadi. Ia mengercutkan bibir dan mengelembungkan dua pipinya sehingga ia terlihat sangat menggemaskan.
"Sumpah jelek banget muka lo Lon, sampai gue pengen lari kebirit-birit liat muka lo yang kaya mbah Kunti pakai baju putih biasanya yang ada di jalan tengah malam."
"Katanya pengen lari, kok lo gak lari-lari juga dari tadi. Apa lo jangan-jangan bohong ngatain gue jelek?" Lona menatap kearah Cika dengan penuh selidik.
"Gue cuman lagi malas lari aja, jadi gue tetap di sini ngenahan semua penderitaan gue gara-gara ngeliat muka lo itu," jawab Cika dengan santainya.
"Semerdeka lo ajalah, gue mah apa atuh."
"Kaya judul lagu miliknya cinta cita."
"Cita Citata," Ralat Lona membenarkan nama salah satu artis dangdut di Indonesia. "Eh Na, lu nulis apaan, panjang amat," tanya Lona penasaran, saat ia tadi menoleh kearah Ana dan tak sengaja melihat Ana yang sedang menulis sesuatu di kertas HVS.
Ana yang mendapat teguran dari Lona ketika tengah menulis pun, dengan refleks ia langsung menarik kertas HVS yang telah ia tulis tadi dengan tangannya sendiri untuk ia jadikan surat yang bakalan menambah koleksinya di rumah.
Ia menggulung surat tersebut dengan cepat agar tidak ketahuan isinya oleh teman-temannya itu. Jika Sampai ketahuan habislah dirinya bakalan diledekin Lona dan Cika habis-habisan, karena sangat menggemparkan sekali jika seorang Ana yang terkenal anti dengan cowok, sangat mengharap kan seorang pangeran datang kedalam kehidupannya.
Cika yang penasaran pun langsung mendekat kerah Ana untuk melihat lebih jelas lagi kertas yang dimaksud Lona tadi. Namun baru hendak melangkah, eh malah si Ana gulung tu surat, kan kalau kaya gini membuat rasa penasarannya sangat tinggi terhadap tu kertas yang diisi dengan tulisan yang cukup panjang.
"Gak papa ko, gue tadi cuman nulis laporan B.Indonesia doang, jadi gak usah mikir yang macem-macem kalian pada. Bukannya lo tadi berdua ngajakin gue kekantin ya? Kalu gitu lah jom kita ke kantin lagi gue mau," ujar Ana untuk mengalihkan pembicaraan mereka dari surat yang ia tulis tadi. Ia menarik tangan Cika dan Lona keluar dari kelas untuk menuju kearah Kantin.
'Huftt hampir aja,' batin Ana lega karena rahasianya hampir saja terbongkar oleh sahabatnya sendiri.
"Ih apaan sih lo Na narik-narik gue kasar amat kaya orang lagi gugup aja," gerutu Lona kepada Ana yang menarik cewek itu kasar seperti seseorang sedang menyembunyiakan sesuatu tapi malah hampir ketahuan sehingga ia menjadi salah tingkah. Meskipun nyatanya itu memang benar adanya tapi tetap lah sahabatnya Lona dan Cika belum tau.
"Iya Na, lo kaya orang yang sedang menymbunyikan sesuatu dari kita. Apa lo jangan-jangan lagi beneran nyembunyiin sesuatu dari kita? Ih kalau betul kasih tau kita dong, masa kita sahabatan tapi gak dikasih tau. Kalau-kalau lo kasih tau kita, kita dapat ngebantuin masalah lo," ujar Cika dengan menatap intens bola mata hazel Ana untuk mengintimidasi perempuan tersebut.
"Apaan sih lo Cik. Otak lo selalu berpikiran negatif mulu, dosa tau souzon dengan orang. Asal kalian berdua ketahui gue gak ada nyembunyiin sesuatu dari kalian," jawab Ana berbohong, "mendingan kita jalan aja lagi ke kantin sebelum bel masuk bunyi." Mereka melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda tadi.
Sesampainya di kantin mereka bertiga langsung memilih salah satu meja yang paling dekat dengan sudut kantin dari sekian banyak meja. Karena bagi mereka jika berbincang lebih nyaman tidak terganggu dari suara berisik di kantin.
"Gue duduk di sini," ujar Lona bersemangat sambil berlari duluan dan duduk di kursi yang bentuknya memanjang bermuatan 4 orang dan meja di depannya yang sama ukurnnya dengan kursi tersebut, dan ia duduk di tengah-tengah meja.
"Lon lu ngalangin jalan gue, mending lo geser lagi kesamping. kalu lo pengen duduk di tengah-tengah jangan masuk duluan, kan jadi gini," ujar Cika dengan kesal.
Lona yang mendengar omelan dari Cika langsung menggeserkan duduknya kesamping, meskipun ia terpaksa melakukan itu tapi mau bagaimana lagi, dari pada ia harus mendengar pidato Cika yang panjang lebar hingga menandingi panjangnya pidato perisiden pertama Soekarno. "Iye iye nenek lampir sabar ngapa, usah ngomel ngomel kali, noh wajah udah keriput ditambah ngomel mulu tambahnya keriput kaya nenek-nenek."
"Diam lo tikus."
"dan lo nenek lampir berisik."
"Udah-udah kalian ini, ini tempat umum jadi jangan berantem di sini," lerai Ana yang sedari tadi sangat jengah mendengar pertengkaran mereka berdua dari perjalanan ke kantin tadi hingga kini sudah sampai, rasnaya telinga Ana yang mendengarkan itu semua sangat sakit dan ingin meledak saat itu juga. Tapi mau bagaimana lagi, meskipun mereka sudah dinasehati tapi tetap juga tidak mengindahkan nasehat tersebut. Awalnya mereka akan diam setelah dinasehati tapi beberapa menit kemudian mereka akan bertengkar lagi, dan hal itulah membuat Ana malas mengurusi mereka berdua lagi.
Tak lama pesanan yang mereka pesan tadi sebelum mereka duduk datang.
"Eh ini bakso gue yang jumlahnya ada lima," celetuk Lona sambil mengambil bakso yang diletakan pelayan kantin di meja mereka. Mereka bertiga sama-sama memesan bakso namun yang membedakan hanyalah jumlah bakso yang mereka pesan, " Dan ini jus jambu milik gue, jangan lo ambil Cik," ujar Lona saat ia melihat Cika ingin mengambil jusnya untuk dipindahkan kearah Lona.
Cika yang mendengar pernyataan Lona menarik napas berulang-ulang kali. Dasar Lona, siapa juga sih yang mau mengambil jus milik dia, lagian Cika sendiri juga punya jus pesanannya sendiri. "Siapa sih Lon yang mau ngambil minuman lo, gue cuman mau mindahin itu aja."
Ana tidak terlalu mendengarkan perdebatan Lona dan Cika, ia terus menyantap bakso yang ia pesan tadi. Ana yang merasakan rasa baksonya kurang nikmat jika tidak didampingi oleh saos pun mengambil saos yang berada tak jauh dari mangkok baksonya.
Namun saat ia ingin menyentuh saos tersebut sebuah lengan besar mendahului Ana yang juga sama ingin mengambil saos tetsebut. Orang yang mengambil saos tadi menumpahkan saosnya di mangkok bakso Ana dengan banyak, hingga saos yang semulanya penuh kini hanya tinggal setengah botol.
Ana yang melihat itu mukaanya langsung berubah menjadi muram dan tangannya terkepal. Ia menepuk meja pelan menggunakan tangan yang terkepal tadi dan mendongakan kepalnya kesamping untuk melihat siapakah orang yang telah mengusik aktivitas makannya.
Satu kata untuk orang yang memberikan saos tersebut adalah 'FUCKKKK'
"DIKAAA."
_______
jangan lupak like and comen
Ig: amandaferina6
Wellcome back my Story
jangan lupa like dan comen
Happy reading all
******
Ana menatap cowok yang sedang berdiri di belakang dia duduk dengan tatapan yang tajam seperti singa betina yang melihat anaknya sedang di ganggu oleh singa lain.
Sedangkan orang yang di tatap hanya menanggapi kemarahan Ana dengan wajah kemenangan yang ia tampilkan, dan hal itu pula lah membuat Ana semakin marah di buatnya.
Ana berdiri dari tempat duduk nya dan memalingkan badan agar dapat menghadap dengan Dika.
Ana sangat membenci Dika yang sedang menampilkan seringaiannya di depan Ana, baginya seringaian yang Dika tampilkan pasti ada maksud tersembunyi di dalam pikiran cowok itu yang bakalan merugikan pihaknya.
"KAMUU," geram Ana melihat Dika. Tangan nya terulur untuk menampar Dika, namun belum sampai mengenai kulit wajah Dika, ia menurunkan kembali tangannya dengan menahan amarah yang sudah mencapai klimaks. Ia mengurungkan niatnya tadi karena ia tau bahwa itu akan membawa malapetaka untuknya sendiri karena hukum di Indonesia ini sangat lah ketat. Jika kita menampar seseorang apalagi orang tersebut sangat berpengaruh, kita bakalan terkena imbasnya, atau di sebut dengan senjata makan tuan. maksud pertama ingin memberi peringatan kepada seseorang dengan cara menampar tapi malahan maksud kita tadi membawa masalah bagi diri kita sendiri.
"Kok lo gak jadi pengen tampar gue? Nih tampar muka gue. Tampar!" Ujar Dika sembari mendekatkan wajahnya dengan Ana, "kenapa? Gak berani? Makanya jadi orang tu gak usah sok jago, pengen nampar muka orang aja sampai mikir seribu kali, ah payah lo."
Ana yang mendengar hinaan dari Dika, kedua telapak tangannya langsung terkepal, ia meremas tangannya yang di kepal tadi dengan kuat. Andai saja menampar orang di Indonesia ini di perbolehkan, mungkin sedari dulu Ana sudah menampar muka Dika yang selalu berbicara seeanak jidatnya saja, sampai muka laki-laki itu tidak berbentuk lagi.
Tanpa mengatakan sepatah kata pun Ana langsung pergi meninggalkan mereka semua dan Lona maupun Cika yang sedang terhenti makannya akibat ulah lelaki itu sehingga menciptakan keributan di kantin untuk sesaat.
Lona dan Cika yang melihat Ana pergi langsung beranjak dari situ menyusul Ana yang sudah lumayan jauh, meskipun mereka berdua harus merelakan makanan yang ia pesan tadi yang baru sampai dan hanya sedikit mencicipnya. Yah mau bagaimana lagi rela gak rela harus merelakan demi sebuah hubungan persahabatan.
Lona memasang muka jutek saat ia berlari menyusul Ana dan melewati Dika and the geng. Namun kegiatan nya harus terhenti saat sebuah suara menyadarkan dirinya.
"Neng bayar dulu!!" Teriak ibu kantin karena ia melihat Lona dkk ingin meninggalkan kantin tanpa membayar uang Bakso dan minuman yang mereka pesan tadi.
Lona menepuk jidatnya, kan mereka tadi belum bayar, sialan teman temannya ia menjadi korban akibat mereka pergi duluan sebelum membayar kan uang. Ia segera menghampiri ibu kantin dengan berlari kearah ibu kantin tersebut, dan merogoh uang yang berada di saku baju seragamnya.
"Tadi itu bukan maksud Lona untuk gak bayar tapi Lona tadi mau ngetes bibi, apa ingat atau tidak kalau Lona dan teman teman belum bayar," ujar Lona mengelak.
Ibu kantin yang melihat itu menggeleng gelengkan kepalanya melihat kelakuan Lona yang ada ada saja.
"WOY TUNGGUIN GUE," teriak Lona yang melihat Ana dan Cika sudah sangat jauh dari pandangannya.
******
Ana membuka pintu Apartemennya dan masuk kedalam. Ia mendudukan dirinya di atas sofa yang berada di ruang tamu apartemen yang ia diami.
Ana membuka sepatu yang menjadi alas kakinya untuk berjalan di jalan yang kotor, agar kakinya tidak terkena kotoran yang banyak mengandung bakteri sehingga menyebabkan ia sakit nantinya.
Tinggalah kaos kaki yang belum Ana buka, ia membuka kaos kaki yang terpasang di kakinya dengan menutup hidung. Jujur saja meskipun kaos tersebut ia yang mengenakannya, ia tetap akan merasakan yang namanya kebauan dan geli.
Setelah semua yang ia lakukan untuk membuka sepatu sekolahnya sudah selesai, ia menaruh sepatu tadi di rak sepatu yang terbuat dari kayu jati dan juga di lapisi oleh kaca.
Ia menghela napas gusar dan berlalu dari situ untuk masuk kedalam kamarnya yang tak jauh dari ia berdiri sekarang.
Sesampainya di dalam kamar, Ana meletakan tasnya terlebih dahulu di meja belajar sebelum ia mengganti baju. Ana mengambil baju santai yang ia bakalan kenakan nanti yang terletak di dalam lemari kayu, ia melangkahkan kaki dari situ saat sudah mendapatkan pakaian yang cocok ia pakai untuk bersantai.
Ia masuk kedalam ruangan kamar mandi dan mengganti pakaian dengan yang ia pilih tadi.
Sekitar 7 menitan barulah Ana keluar dari kamar mandi dengan berpakain santai. Ia berjalan kearah meja belajarnya dan membuka tas ransel yang ia gunakan untuk sekolah bisanya.
Ia membuka tas bagian yang paling besar, setelah ia sudah berhasil membuka tas tersebut barulah ia mengambil kertas yang ia sudah tulisi surat di sekolah tadi dengan secara diam diam agar sahabatnya yang keduanya sama sama cerewet level lima tidak mengetahui kegiatan rutinnya menulis surat.
Ana membuka gulungan surat tersebut dan membaca isi surat yang tertera di sana.
♡♡♡♡
Tgl: Jakarta 22 Juni 2018
To: Kekasihku
Hay kekasih tersayang ku, aku hari ini sangat merindukan mu. Asal kamu tau tiada satu orang pun yang berada di hatiku selain kamu, jadi kamu jangan takut kalau misalnya aku nanti selingkuh. karena itu tidak akan mungkin terjadi di dalam hidupku, sebab kamu adalah cinta pertama dan terakhir ku, pokonya tidak ada yang kedua di hubungan kita.
Aku ingin cerita ke kamu kalau aku tadi di jahilin dengan teman satu sekolahku, andaikan kamu ada di sini, pasti kamu akan belain aku dan nolongin aku ketika di bully. Sayang cepat dong kamu datang, aku uadah lama loh nunggu kamu untuk menemuiku jadi kamu kapan mau nemui aku? Aku selalu menunggumu sayang.
from: orang yang merindukan mu
♡♡♡♡
Ana menutup kembali surat yang telah selesai ia baca dan meletakannya di dalam tempat surat yang berbentuk peti segi panjang.
Ana menghela napas gusar, ia mengaitkan rambut yang menutupi sebahagian wajahnya ketelinga. Ia berdiri dari kursi belajarnya dan keluar dari kamar, dan berjalan ke arah dapur.
Ia membuka kulkas yang ada di dapur itu, Ana yang melihat kulkas tersebut kosong mendengus dan ia menutup kembali pintu kulkas.
Ana menarik kursi yang berada di meja makan dan mendudukan pantatnya di situ sambil merogoh ponsel yang berada di saku celananya. Ana menghidupkan layar ponsel tersebut dan membuka aplikasi yang sering ia mainkan, dan mungkin ia memainkannya setiap hari yaitu Instagram.
krukkkkk
di tengah tengah asiknya bermain Instagram, Perut Ana berbunyi untuk dengan segera di isi perutnya menggunakan makanan empat sehat lima sempurna, karena ia sedari pagi tadi belum makan namun saat ia ingin makan siang, Dika datang menghancurkan semuanya sehingga menyebabkan Ana kelaparan saat ini.
Ia segera memesan makanan melalui aplikasi go food.
Ana meletakan ponselnya di atas meja makan dan ia di situ di dekat meja makan hanya melamun saja, entah apa yang ia lamunkan yang pasti hal yang di lamunkan Ana sangat menyakitkan hatinya.
Ana berpikir apa kurangnya ia sehingga Ana harus di beda bedakan dengan kakanya Misla yang sekarang ini sudah menjadi dokter di London. Ana sewaktu kecil berpikir mungkin gara gara ia selalu di beda bedakan dan harus mengalah ialah karena ia terlalu bodoh di dalam belajar.
Maka dari itu dengan sekeras mungkin ia belajar supaya pintar dan tidak lagi di beda bedakan dengan kakanya Misla. namun usahanya untuk belajar pintar pintar tidak membuahkam hasil, setiap ilmu yang ia dapatkan selalu saja keluar sehingga ia tidak ingat lagi apa yang telah ia pelajari.
Ana sewaktu kecil yang sedang duduk di bangku menengah pertama pun menjadi prustasi dan hampir bunuh diri. Di saat ia sedang melaksanakan aksi gilanya bunuh diri dengan cara meloncat dari atas gedung sekolah harus terhenti saat seseorang ada yang melihat dirinya di atas dan melaporkan kepada guru, sehingga guru berdatangan dan mencegah Ana untuk bunuh diri.
Namun pada saat itu Ana langsung pingsan di tempat dan di bawa kerumah sakit. Di rumah sakit itulah ia mengetahui rahasia yang sejak dulu di jaga keluarganya agar Ana tidak mengetahui. Dan rahasia itu adalah penyebab ia selalu di benci oleh keluarganya karena tidak bisa melakukan apa apa, dan mengapa ia belajar rajin dan tekun tapi tidak pintar. Rahasia tersebut merupaka dirinya terserang kangker otak stadium 2, karena itulah ia di anggap anak yang menyusahkan orang tua, dan parahnya lagi orang tua Ana sejak Ana lahir ke dunia sudah membenci Ana sebab ia lahir tidak normal atau permatur.
Bisa di katakan juga orang tua Ana sombong dan serakah karena ia selalu ingin tampil yang mewah mewah dan enggan berdekatan dengan orang yang penyakitan dan susah. Ana juga tidak tau kenapa ada orang tua yang tidak sayang kepada anak kandungnya sendiri.
Oleh karena itulah Ana saat kelas 1 SMA ia memutuskan untuk tinggal di Apartemen saja dan bekerja sebagai penulis Novel untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan membiyayai pengobatan kangker otak yang di derita Ana.
saat Ana ingin berdiri dari tempat duduknya sebuah suara dering ponsel berbunyi dari arah handphone milik perempuan itu. Ana mengernyitkan alis bingung karena ia melihat nama PAPA yang tertera di layar ponselnya.
Ana yang penasaran langsung mengangkat Ponsel tersebut mungkin ada suatu hal yang penting untuk di bahas ayahnya kepada dirinya. Mungkin Ana termasuk orang yang jarang berkomunikasi dengan ayahnya semenjak ia pergi dari rumah, namun sesekali Ana maupun sang Ayah akan menelpon duluan, tapi itu juga bila ada kepentingan.
"Halo pa."
"Ana kamu mulai sekarang tinggal di rumah saja dan papa minta kamu jual itu apartemen dan jangan pernah lagi pergi pergi seperti dulu," ujar sang ayah yang berada di seberang sana untuk meminta Ana tinggal kembali bersama dirinya seperti dahulu.
"Kok papa gitu sih, Ana udah enak enaknya tinggal di apartemen sendirian tanpa ada yang selalu membeda bedakan Ana. kenapa pa! Di saat Ana sudah tenang dan mulai melupakan semua masalah, papa nyuruh Ana buat tinggal lagi di rumah itu. Papa kemana aja kemarin saat Ana memutusakan tinggal di Apartemen? Kenapa papa gak halangin Ana? Dan papa malahan kemarin sangat senang saat Ana mengatakan kalau Ana bakal keluar dari rumah itu. Pokoknya Ana gak bakalan pindah kerumah itu lagi. Hiks hiks hiks," ujar Ana lirih sambil terisak saat mengingat kenangan pahit yang pernah terjadi pada masa kecilnya.
asalkan kalian tau Ana yang sekarang bukanlah Ana yang selemah dulu yang selalu mengalah dan menerima apa adanya saat ia di caci maki oleh mama dan kakanya.
"kamu bisa gak sih nurutin kata papa Ana," kata ayah Ana Toni yang mulai emosi, "kamu tau kan apa akibatnya nolak permintaan papa, papa bakal buat kamu di keluarkan dari sekolah dan tidak ada satu pun sekolah yang mau nerima kamu. Bagaimana?"
Ana yang mendengar itu air matanya semakin deras keluar dan sehingga mata Ana sudah sangat bengkak, ia menghapus air mata menggunakan jari tangan. Ia tidak menyangka papa yang seharusnya menjadi pahlawan untuk seorang anak dengan mudahnya mengancam anak sendiri.
"Ana gak nyagka papa setega ini dengan Ana, papa jahat sama Ana. Masa iya pa hanya gara gara Ana cuman punya penyakit papa marah ke Ana berlebihan. Seharusnya kalau Ana punya penyakit orang tua selalu mendukung anak nya buka malah menjatuhkan. Dengan begitu agar anaknya semangat dalam menghadapi penyakit yang ia derita dan lekas sembuh."
"Papa gak butuh nasehat dari kamu. Cepat jawab kamu mau atau tidak tinggal kembali di rumah"
Denagn air mata yang berlinang ia akhirnya memutuskan untuk, "IYA."
________
tbc
jangan lupa like and comen
ig: amandaferina6
fb: Nda
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!