Seorang perempuan muda yang memakai hijab berwarna pastel terduduk dengan tatapan matanya yang menelisik kearahnya kedua pasangan suami istri yang sedari tadi mencari keberadaannya.
Perempuan muda itu baru beberapa hari dinyatakan lulus dari sekolah menengah atas. Dia juga seorang anak yatim piatu tanpa memiliki saudara seorangpun.
Dari raut wajahnya nampak tegang dan penasaran, apa maksud kedatangan kakak sepupunya dari ibu kota Jakarta ke kampung halamannya di Makassar.
Entah kenapa Mbak Dania Najida memintaku bertemu dengannya di dalam kafe ini dan juga, kenapa malah mengajak juga suaminya mas Fayyad. Aku kira tadi katanya hanya kami berdua saja.
Dania menyentuh punggung tangan satu-satunya adik sepupu perempuan yang dimilikinya itu. Sabiyah Laiqa Badiah adalah nama gadis berusia delapan belas tahun lebih itu.
Dia nampak bingung, salah tingkah dan cemas serta terus menduga-duga apa sebenarnya alasan kakak sepupunya mengajaknya bertemu di luar di bandingkan dengan di rumahnya sendiri yang ditinggalinya selama beberapa tahun belakangan ini semenjak kedua orang tuanya meninggal dunia.
Dania tersenyum tipis,"kamu tidak perlu panik, aku tidak akan melakukan hal-hal yang tidak baik kok padamu," imbuhnya Dania.
Sabi hanya tersenyum simpul menanggapi perkataannya dari kakak sepupunya itu. Sedangkan Fayyad hanya memainkan gedjetnya karena baginya belum saatnya dia ikut berbicara apapun dan menimpali percakapan mereka berdua.
"Sabiya, Mbak sebenarnya mengajak kamu bertemu karena ada yang ingin Mbak katakan dan sejujurnya alasannya Mbak pulang kampung ke Sulawesi karena tujuan utamaku adalah ingin bertemu denganmu dan sekaligus ingin meminta tolong," ujarnya Dania.
"Ke-na-pa karena saya Mbak dan juga mau meminta tolong apa padaku? Sedangkan aku tidak punya apapun hanya rumah kecil saja yang ditinggalkan oleh ayah dan ibuku sebelum mereka meninggal dunia," Sabi berucap dengan tergagap.
Sabi semakin gelisah karena ia semakin kesulitan untuk memahami apa yang sesungguhnya terjadi,ia duduk di hadapan dua pasangan suami istri itu.
"Saya ingin meminta kamu menikah dengan suamiku mas Fayyadh selama setahun, setelah kamu mengandung dan melahirkan anak untuk suamiku kamu harus bercerai dengan suamiku secepatnya," jelasnya Dania.
Gadis berhijab yang sebenarnya dia bukan anak tunggal hanya saja ketika dilahirkan ke dunia ini,kakak kembarnya meninggal dunia sebelum dilahirkan ke dunia ini. Sabiyah reflek bangkit dari posisi duduknya saking terkejutnya mendengar perkataan dari kakak sepupunya yang baginya itu sungguh sangat tidak masuk akal.
"Astaughfirullahaladzim, Mbak sadar kenapa bisa berbicara seperti ini! Apa Mbak baik-baik saja atau mungkin karena capek melakukan perjalanan dari Jakarta ke Makassar sehingga bicaranya ngawur tidak jelas?" Sarkasnya Sabiyah.
"Aku sangat sadar dan tidak dalam tertidur sehingga aku sedang bermimpi. Tapi, aku sangat sadar dengan apa yang aku katakan barusan," cercanya Dania.
"Apa! Mbak Dania apa Mbak sadar dengan yang Mbak katakan padaku? Bagaimana mungkin saya menerima ini semua sedangkan Mbak masih suami istri dan juga walaupun Mbak bercerai dengan Mas Fayyad saya tidak mungkin menerima lamarannya suaminya Mbak," kesalnya Sabiyah yang keheranan dengan perkataan dari Dania yang sungguh baginya itu aneh dan tidak masuk akal.
Dania berusaha untuk meraih genggaman tangannya itu untuk bersikap tenang dan tidak menimbulkan kekacauan, takutnya ada orang yang mengenali mereka dan kedatangannya di Makassar secara sembunyi-sembunyi ketahuan.
Dania mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat area kafe tersebut sambil berusaha untuk membujuk adik sepupunya itu.
Air matanya Dania menetes membasahi pipinya itu," aku sungguh tak ingin seperti ini, meminta wanita lain untuk menikah dengan suamiku, hatiku sangat hancur dan sedih Sabiyah. Hati istri mana yang begitu mudahnya merelakan suaminya menikah dengan perempuan lain," sungutnya Dania yang menangis tersedu-sedu dalam pelukannya Fayyadh.
Sabiyah menaikkan alisnya melihat sikapnya kakaknya itu, "Kalau tidak rela, kenapa meski memintaku untuk menikah dengan suaminya Mbak! Bukannya itu ide yang sangat gila!" Ketus Sabiyah.
"Iya aku akui ideku ini sangat gila, sangat tidak masuk akal. Tetapi, demi kebahagiaan kedua mertuaku yang tinggal di pulau Sumatera aku terpaksa melakukan semua ini agar aku tidak diceraikan oleh mas Fayyad. Aku mohon bantulah aku kali ini saja dek Sabi," bujuk Dania.
"Tapi, Mbak aku bisa membantu Mbak tapi bukan gini juga caranya. Lagian kenapa Mbak enggak segera hamil atau mengadopsi anak dari panti asuhan sehingga permasalahan Mbak kelar dan beres tanpa campur tanganku kalau permasalahan pokoknya adalah karena anak saja," tuturnya Sabiyah yang pola pikirnya masih labil dan menggebu-gebu.
"Itu tidak mungkin aku lakukan, karena mereka menginginkan cucu dari suamiku langsung bukan anak orang lain. Tapi, jika aku tidak melakukan cara ini, aku pasti akan diceraikan oleh mas Fayyad dan aku bisa hancur bahkan aku tak sanggup untuk hidup lagi jika aku dipisahkan dengan mas Fayyad," ucapnya sendu Dania.
Sabiyah terduduk kembali ke atas kursi yang sedari tadi didudukinya itu dengan tatapan matanya yang sulit diartikan itu.
Ya Allah masa aku harus menikah secara siri dengan suami perempuan lain, padahal aku sedari dulu berniat hanya menikah sekali seumur hidupku. Lagian aku tidak mau dicap pelakor atau perebut suami orang lain.
Dengan air matanya yang sedari tadi sudah menetes membasahi pipinya itu," Sabi,hanya kamu satu-satunya harapan Mbak. Jika kamu menolak aku tidak akan bisa hidup lagi. hiks… hiks."
"Tapi, kan banyak perempuan cantik di luar sana terutama di ibu kota besar pasti saya yakin banyak lebih cantik cantik dariku dan kenapa meski saya yang Mbak pilih dan kenapa enggak milih hamil saja gitu, bukannya itu solusi yang paling tepat dan benar yaitu hamil anaknya suaminya Mbak," tantangnya Sabiyah yang tidak ingin menerima begitu saja.
Kenapa juga gadis ingusan ini sedari tadi menentang permintaan dari Dania. Apa susahnya sih padahal dia ndak rugi-rugi amat.
Malahan dia akan beruntung setelah berhasil melahirkan anakku. Dania juga kenapa meski memilih adiknya sebagai istri kontrakku.
Fayyad menatap jengah ke arah Sabiyah gadis remaja yang terpaut dua belas tahun dengannya.
"Emang benar apa yang kamu katakan dek Sabi. Tapi aku tidak mungkin bisa hamil, sejak aku menikahi mas Fayyad aku sudah divonis mandul," Dania menjeda perkataannya itu sambil mengusap wajahnya dengan gusar.
Fayyad memeluk tubuh istrinya dari samping," mustahil untuk hamil dan alasannya kenapa aku memilih kamu dek. Karena hanya kamu perempuan yang bagiku paling layak dan pantas untuk menjadi ibu dari anakku dan istri sementara suamiku. Kamu juga gadis baik-baik tidak seperti gadis abg diluar sana yang nakal dan salah pergaulan makanya aku memilihmu,"
"Kamu tidak perlu khawatir,kamu jika berhasil melahirkan anak untukku maka aku akan memberikan kamu uang dua ratus juta dan aku akan membiayai kehidupan dan pendidikanmu sampai selesai di perguruan tinggi, tapi setelah kamu melahirkan barulah kamu kuliah setelah berhasil memberikan aku anak." Terangnya Fayyad.
Sabi menjadi bimbang, bingung dan tidak tau harus berbuat apa.
Fayyad menatap tajam ke arah dalam netra hitam milik Sabi,"apabila kau melahirkan anak laki-laki maka aku akan menambahkan bonus untukmu yaitu satu unit rumah tempat tinggal yang layak untukmu," tuturnya Fayyad penuh ketegasan.
Sabiyah memang sangat berharap besar agar bisa ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikannya seperti cita-cita dan angan-angannya selama ini.
Sabi menatap intens satu persatu pasutri yang ada di depannya itu.
Ya Allah aku harus gimana, apa aku tolak mentah-mentah atau menerimanya karena ini kesempatan yang langka dan sangat sulit untuk terulang.
Tetapi, aku akan menjadi wanita simpanan dari suami kakak sepupuku sendiri.
Ya Allah semoga saja Sabi menerimanya, aku tidak punya cara lain selain ini ya Allah. Hanya pada Sabi tumpuan harapanku.
Dania memohon dengan sangat kepada adik sepupunya agar apa yang diinginkannya dipenuhi oleh Sabiyah.
Aku harus membujuk Sabi bagaimana pun caranya. Karena hanya dia gadis yang paling pantas dan layak menjadi istri keduanya mas Fayyad.
"Apa kamu tau apa yang aku rasakan ketika aku memintamu untuk menjadi istri sirinya mas Fayyadh? Bagaimana rasanya hatiku ini mengemis pada perempuan lain?" Tanyanya Danish Najida.
Sabi menatap ke arah dalam bola matanya Dania Najida dan berusaha untuk membaca makna yang tersirat dari dalam matanya.
"Kamu tau sakit, hancur berkeping-keping dan hidupku terasa tidak bernafas lagi. Tetapi, aku berfikir kalau wanita lain aku pasti tidak akan rela berbagi suami dengan wanita lain itu. Berbeda dengan kau yang hanya akan menikah dengan Mas Fayyad dalam jangka waktu setahun saja," Dania berbicara dengan nada suara yang cukup tinggi.
Tubuhnya Sabi terhuyung ke belakang saking kagetnya mendengar perkataan dari kakak sepupunya itu. Yang mengatakan bahwa dia sedih dan tidak rela berbagi suami dengan wanita lain sebenarnya.
Hanya saja ini jalan keluar yang paling terbaik dari solusi cobaan dan takdir rumah tangganya. Kemelut rumah tangga yang tidak pernah terfikirkan sebelumnya ketika menerima pinangan kekasih pujaan hatinya.
Sejujurnya ia hanya bahagia mendengar perkataan dari Dania yang mengatakan jika dia akan mendapatkan banyak imbalan dan hadiah dari tawaran permintaan Dania dan Fayyad. Dia tidak menampik jika ia tergiur dan tergoda dengan tawaran tersebut.
Tetapi,disisi lain ia tidak ingin menjadi perusak rumah tangga orang lain dan menjadi pelakor didalam rumah tangga kakak sepupunya itu.
Aku sangat ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tapi bukan begini caranya ya Allah. Disisi lain aku tidak ingin melihat keluarga kakak sepupuku ini diambang kehancuran, bahkan akan berantakan dan hancur jika ia tidak segera memiliki anak.
Aku sungguh kebingungan harus berbuat apa, aku semakin kesulitan untuk memilih apa yang terbaik untuk kami. Aku juga tidak mungkin melihat saudariku menderita seperti ini.
"Dek Sabi aku mohon dengan sangat padamu, insha Allah kamu tidak akan rugi dengan permintaan kami ini. Dek apa kamu tidak ingin melihatku bahagia? Pada siapa lagi aku meminta, karena hanya kamu saudariku yang bisa aku percayai," bujuknya Dania.
Dania berucap sambil mengambil kedua tangannya Sabi dengan penuh harapan. Sabi yang melihat bulir demi buliran air matanya Dania semakin sedih dan tak berdaya. Karena ia kesulitan untuk menentukan apa yang seharusnya dilakukannya.
Posisinya sekarang tersudut dan terpojok tak bisa berkutik lagi. Ia dalam keadaan dilema, kebingungan dan kebimbangan antara menolong saudaranya sendiri dan menjadi orang ketiga di dalam rumah tangga kakaknya sendiri.
"Sabi, kebahagiaanku ada di dalam genggaman tanganmu dek. Hidup matiku pun ada padamu kamulah yang sekarang menentukan kebahagiaanku ataukah kehancuran hidupku kelak," imbuhnya Dania.
"Tapi, tidak begini caranya juga Mbak. Mana mungkin saya menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya Mbak dan saya tidak ingin dicap sebagai pelakor. Apalagi memanfaatkan ketidakberdayaan Mbak," tolaknya Sabiya.
"Terus bagaimana caranya agar aku tidak diceraikan oleh suamiku dan ditendang oleh keluarga mertuaku!? Aku hanya bisa memilihmu menjadi istri siri rahasia suamiku daripada melihat dengan terang-terangan pria yang aku cintai hidup dengan wanita lain," teriaknya histeris Dania Najida.
Sabi membalas memegang tangannya Dania. "Aku tidak sanggup melihat Mbak Dania bersedih, tapi saya juga tidak mau dicap pelakor mbak, gimana kalau orang-orang mengetahui jika saya menikah dengan suaminya Mbak, bisa-bisa saya diviralkan di sosmed dan pastinya akan ada yang melaporkan saya ke pihak yang berwajib," ucapnya Sabiya yang mulai ketakutan memikirkan segala kemungkinan yang bisa terjadi.
Fayad yang mendengar perkataan dari Sabi hanya mengangkat alisnya sebelah.
"Kamu tidak perlu takut dengan semua yang sudah kamu pikirkan yang bakal tidak akan jadi kenyataan, aku dan istriku," Fayad memeluk tubuhnya Dania di depannya Sabi, "aku tidak akan pernah ijinkan ataupun biarkan ada orang lain yang mengetahui rencana kita ini hingga kamu berhasil melahirkan putra untukku."
Dania melingkarkan tangannya di depan matanya Sabi, "dek tidak ada yang bakalan mengetahuinya, tidak ada yang perlu kamu takutkan atau risaukan yang paling penting kamu bersedia dan setuju dulu untuk menikah dengan suamiku terlebih dahulu."
Sabi paling kesal jika melihat ada pasangan suami istri yang memamerkan kemesraan di depannya, makanya dari itulah dia dikenal sampai tamat sekolah menengah atas, tidak memiliki kekasih satupun.
Sabi menatap jengah ke arah pasangan suami istri itu dengan membuang muka ke samping. Ia memang seperti itu terhadap siapapun bukan karena cemburu, tetapi memang risih melihat orang yang bermesraan di depan umum.
"Gimana caranya orang-orang bakal tidak tau jika saya nantinya menikah dengan suaminya Mbak? Mana mungkin bisa saya tutupi rahasia besar ini kedepannya," Sabiyah tidak habis pikir kenapa ada orang yang bisa melakukan segala macam cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
"Kami sudah mengatur segalanya dengan terorganisir, jadi bakal tidak akan ada yang mengetahui apa yang terjadi pada rumah tanggaku," imbuhnya Dania.
"Kamu akan tinggal satu komplek perumahan dengan istriku Dania Najida, tetapi tidak bertetangga hanya saja supaya kamu bisa diawasi oleh kami berdua." Sahutnya Fayyadh.
"Kamu itu akan tinggal berjauhan denganku untuk mencegah orang lain curiga, enggak jauh-jauh amat juga. Kami sebelum ke Makassar sudah mengatur segalanya, jadi kamu mantapkan saja keyakinan kamu untuk menerima lamarannya kami," tuturnya Dania.
Sabiah terdiam memikirkan segala sesuatu kemungkinannya bisa terjadi, dia masih muda dan belia tapi pola pikirnya lebih cepat dewasa dibanding dengan anak remaja seusianya.
Gimana tidak, diusianya yang baru dua belas tahun harus hidup sebatang kara karena kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Sedangkan ayahnya juga adalah anak tunggal sehingga tidak ada sanak saudara dari keluarganya yang bisa menjaganya.
Hanya ada keluarga dari pihak ibunya termasuk Dania dan kedua adiknya saja, tetapi karena mereka juga tinggal diam Jakarta sehingga Sabi harus berjuang keras tinggal seorang diri.
Untungnya para tetangganya menyayanginya seperti anak mereka sendiri. Mengingat kedua orang tuanya yang baik selama masa hidup keduanya Du dunia ini.
"Yang paling penting saya kedepannya tidak mau ketahuan oleh orang lain,kedua saya tidak ingin dicap pelakor. Ketiga tolong penuhi syarat-syarat yang seperti yang kalian katakan sebelumnya,' ujarnya Sabi.
"Jadi kamu setuju dengan persyaratan kami dan bersedia untuk menikah secara siri dengan suamiku?"
Sabi dengan berat hati mengiyakannya dengan menganggukkan kepalanya itu.
"Bismillahirrahmanirrahim Insha Allah saya setuju menerima segalanya,"
Sabi berkata seperti itu tanpa memikirkan masalah kedepannya jika anaknya kelak tumbuh dewasa.
Kedua bola matanya Dania berbinar binar terang, "syukur alhamdulilah, Hari ini kita langsung berangkat ke Bali Denpasar dan besok kamu harus secepatnya menikah dengan Mas Fayyad," tuturnya Dania dengan penuh kegembiraan.
"Apa! Besok!?" Reaksinya Sabi yang sungguh diluar dugaan.
Untungnya suasana kafe itu cukup ramai sehingga perbincangan ketiganya tidak diperhatikan oleh pengunjung kafe lainnya.
"Kamu tidak perlu terkejut sehingga bereaksi seperti itu juga! Lihatlah gara-gara ucapanmu, semua orang-orang melihat ke arah kita bertiga! Jadi stop terlalu lebay!" Ketusnya Fayyadh.
Fayyad memutar bola matanya melihat reaksi gadis muda yang baginya lebay dan sungguh tidak masuk akal dan konyol kelewat lugu.
Dania menatap tajam ke arah suaminya itu sambil mencubit halus lengan suaminya.
"Mas Fay!" Dania sengaja meninggikan sedikit volume suaranya itu agar suaminya lebih sopan dan tidak perlu berkata kasar.
Ya Allah kalau sikapnya suamiku seperti ini sama saja membuat usaha kami tidak berjalan mulus.
Aku tidak boleh membuat Sabi berfikir ulang dan membatalkan perjanjian kami ini dan hanya dia harapan dan tumpuanku satu-satunya di dunia ini yang sanggup menolongku.
Sabiya terduduk kembali ke atas kursinya setelah mengedarkan pandangannya ke sekitarnya dan spontan terkekeh menertawai dirinya sendiri yang bertindak spontan.
"Maafkan saya," lirih Sabiyah.
"Kita harus berangkat hari ini juga ke Bali, jangan menundanya lagi. memang kenapa kalau hari ini, bukannya sama saja dengan besok atau lusa. Bahkan pak Yusuf Kalla saja pernah berkata lebih cepat lebih baik," dengusnya Fayyad.
"Tapi,kakak apa benar akan aman jika saya menikah dengan suaminya, apa tidak akan bocor rahasia ini, saya takut dipenjara," ujarnya Sabiyah.
Dania membalas memegangi tangannya Sabiyah," Dek Sabi kamu tidak perlu khawatir dengan masalah itu. Jika kamu tutup mulut maka semuanya akan aman saja, kecuali kalau kamu buka rahasia kita bertiga akan berujung seperti yang kamu takutkan. Asalkan kamu tutup mulut maka semuanya akan aman terkendali seperti yang kita harapkan."
"Baiklah, kalau gitu saya boleh pulang dulu ambil pakaian dan barang-barang bawaan saya Mbak sebelum kita berangkat ke Bali?" Pintanya Sabiah.
"Itu tidak perlu! Aku yang akan membelikan kamu pakaian serba baru semua. Kamu tak perlu repot-repot membawa pakaian lusuh dan kampunganmu! Aku masih sanggup belikan kamu pakaian serba baru!" Sarkas Fayyad.
Sabiah tertunduk lesu mendengar bentakannya Fayyad,ia sangat terkejut mendengar suara ketus dari pria yang rencananya akan menikahinya atas dasar karena ingin memiliki keturunan.
Sabiah merasa tidak enak hati mendengarkan perkataannya dari calon suaminya itu. Tapi, dia berusaha untuk menutupi kenyataan yang ada dalam hati dan pikirannya.
Kenapa suaminya Mbak Dania judes amat yah! Padahal setahu aku dulu tidak seperti ini malah lebih terkesan lebih pendiam.
"Habiskan makananmu, kita akan bersiap ke bandara dan singgah ke sekolahmu untuk mengambil ijazah dan lainnya agar kamu bisa melanjutkan pendidikanmu di Jakarta," ucapnya Dania.
Sabiayah segera menghabiskan makanannya yang ada di hadapannya dengan lahap dan terkesan terburu-buru. Ia tidak ingin mendapatkan bentakan dari orang yang duduk tepat di depannya.
Sial! Kenapa juga aku harus menikah untuk kedua kalinya dan dengan gadis kampungan dan masih bocah ini!
Istriku memang pilihanmu sungguh luar biasa saking polos dan lugunya anak ini sampai-sampai buat aku naik darah dan bawaannya emosi mulu.
Sabiyah melahap sampai habis tak tersisa makanan dan juga minumannya yang dipesan khusus oleh Dania untuknya.
"Mulai hari ini kamu harus makan dan minum makanan yang bergizi lengkap, cukup dan seimbang aku tidak ingin nantinya calon anak kami kekurangan gizi dan supaya berat tubuhmu naik sedikit biar lebih enak dipandang. Kalau seperti ini bokong atau punggung sulit dibedakan," Dania berucap sembari memperhatikan bentuk tubuhnya Sabiya yang kurus kerempeng.
Sabi yang mendengar perkataan dari kakak sepupunya merasa minder dan tidak percaya diri. Ia reflek kembali tertunduk lesu dan malu.
Benar sekali apa yang dikatakan oleh mbak Dania. Aku terlalu kurus bahkan aku kelihatan seperti orang yang busung lapar saja.
Fayyad tersenyum mencemooh ke arah Sabi dengan tatapan mendelik ke arah Sabi yang tertunduk itu.
Berselang beberapa menit kemudian, ketiganya sudah bersiap berangkat ke bandara internasional Sultan Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan. Mereka akan bertolak ke Denpasar Bali.
Fayyad memang tidak sekaya Raffi Ahmad ataupun setajir CEO perusahaan besar yang ada di novel besti author lainnya. Tetapi, Fayadh memiliki beberapa usaha kecil-kecilan warisan dari kedua orang tuanya yang mampu membiayai beberapa istrinya hingga tujuh turunan.
Apalagi kalau hanya dua orang saja lebih mudah lagi dilakukan oleh Fayyad pria yang ditekan dan diintimidasi oleh kedua orang tuanya jika tahun ini istrinya tidak hamil.
Ya Allah hatiku sangat sakit dan hancur berkeping-keping melihat suamiku akan menikah dengan perempuan lain, tapi lebih sakit jika aku diceraikannya.
Aku tidak punya pilihan lain yang lebih bagus dan tepat dari cara ini. Maafkan aku yah Allah jika aku telah mempermainkan pernikahan yang begitu sakral dan suci.
Ketiganya berjalan ke arah parkiran setelah Fayad membayar lunas semua makanan dan minuman yang sempat mereka pesan sebelumnya. Ketiganya pun berjalan ke arah parkiran mobil,dimana mobil yang disewa Fayyad selama berada di Makassar yang hanya sehari saja tanpa menginap.
"Kamu duduk di belakang," pinta Dania ke adiknya itu.
Tanpa membalas perkataannya dari Dania, Sabiyah langsung masuk ke dalam mobil berwarna hitam itu. Ia pun duduk dengan tenang sambil terus memegangi ujung hijabnya.
Gadis kampung yang kesehariannya hidup sederhana bahkan tidak terbilang sederhana, karena terkadang jika beras ataupun bahan makanan pokoknya habis,maka dia akan melaksanakan puasa untuk menghemat pengeluarannya yang saat itu sekolah sambil bekerja paruh waktu di salah satu kelontong warung yang menjual kebutuhan sembako dengan gaji tiga puluh ribu setiap hari.
Mereka mengantar Sabiya ke SMA nya karena Sabi belum membayar lunas ijazahnya sehingga Fayyadh mengeluarkan uang untuk pengurusan ijazahnya Sabiyah.
Dania menghubungi orang kepercayaannya yang ada di Bali untuk menyiapkan segala sesuatu persiapan pernikahan suaminya dan adik sepupunya sendiri.
"Halo assalamualaikum Pak Doni, apa penghulu yang kami minta sudah bapak temukan?' tanyanya Dania setelah sambungan teleponnya terhubung.
"Waalaikum salam Nyonya muda, Alhamdulillah semuanya sudah beres dan nanti malam adiknya Nyonya bisa langsung menikah dan lebih gampang lagi menikahkan mereka karena adiknya Nyonya sudah tidak memiliki wali dari pihak bapaknya, jadi kita pakai wali hakim saja," ujarnya pria yang disapa Doni itu.
"Syukurlah kalau seperti itu, ingat pak pekerjaan ini adalah rahasia besar jadi siapapun yang terlibat harus tutup mulut kalau perlu bawa rahasia besar ini hingga liang kubur," tuturnya Dania yang mewanti-wanti orang suruhannya itu.
"Nyonya muda tidak perlu takut karena semua orang yang terlibat di dalamnya adalah istri dan keempat anakku yang akan menjadi saksi langsung pernikahan mereka," balasnya pak Doni Kusuma warga lokal Bali.
"Syukur alhamdulilah kalau seperti itu,kalau gitu kami akan segera berangkat ke sana Pak, tunggu kami," ucapnya Dania sebelum menutup panggilan teleponnya.
"Bagaimana apakah sudah beres? Kalau masalah hotel dengan lainnya sudah siap kan? Apakah aman dan tidak ada yang curiga?" Tanya Fayyad yang fokus mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Dania hanya melingkarkan tangannya ke lengan kiri suaminya itu sambil tersenyum sumringah.
"Semuanya sudah siap suamiku hanya menunggu kedatangan kita saja,"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!