NovelToon NovelToon

Pernikahan Yang Di Rahasiakan

Episode 01

Sudah 4 bulan lamanya Wulan mengelilingi kota dengan membawa berkas lamaran pekerjaan di tangannya, namun hingga saat ini tak ada 1 panggilan pun yang ia terima.

4 bulan di perantauan tanpa pekerjaan membuat Wulan harus berhemat uang yang ia punya agar bisa cukup sampai ia bisa mendapatkan pekerjaan.

"Ya Tuhan, sampai kapan aku harus menganggur di kota? Bagaimana agar aku bisa segera dapat pekerjaan?" batin Wulan Almira tatkala melihat isi dompetnya yang mulai menipis

Perutnya terasa lapar hingga terus terusan berbunyi keroncongan.

Ia memegang perutnya lalu keluar dari kosan untuk membeli makanan.

Sudah 3 hari berturut turut ia hanya makan mie instan dan itupun hanya 2 bungkus dalam sehari.

Wulan pergi merantau dari desa karena desakan pamannya.

Sejak umur 6 tahun ia sudah menjadi yatim piatu karena kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan.

Wulan pun hidup di besarkan oleh pamannya yang tempra mental.

Pamannya seorang duda, istrinya pergi meninggalkannya karena sikapnya yang tak pernah berubah. Seperti selalu marah dan berkata kasar juga ringan tangan.

Sejak kecil Wulan sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah, seperti menyapu, mengepel bahkan memasak.

Seperti itulah kegiatan Wulan setiap harinya setelah pulang sekolah.

Wulan adalah anak yang pintar dan berprestasi, sejak duduk di bangku SMP Wulan mendapatkan beasiswa hingga SMA.

Sebenarnya banyak guru yang ingin mendaftarkan Wulan untuk mendapatkan beasiswa di jenjang pendidikan yang lebih tinggi namun Wulan menolak.

Bukan karena tanpa alasan, ia menolak karena desakan dari pamannya yang memintanya untuk segera bekerja dan membayar uang yang sudah pamannya gunakan untuk membesarkannya.

Kuliah adalah impian yang sangat Wulan impikan, namun apa boleh buat takdir tak memihaknya.

Setelah makan Wulan duduk di depan lemarinya menumpukkan wajahnya di tengah tengah lututnya.

Ia menangis karena sudah merasa tidak kuat hidup sendiri di kota yang keras ini.

"Jika ayah dan ibu masih ada, mungkin takdir ku tidak akan seperti ini. Aku lelah ayah, aku capek ibu...." rintihan dalam tangisnya

Wulan menangis hingga matanya sembab sebelum akhirnya tertidur karena lelah menangis.

Beberapa hari kemudian, karena tak kunjung mendapat panggilan pekerjaan, Wulan mulai mencari jalan lain.

Siapa tahu ia bisa menjadi asisten rumah tangga sembari menunggu pekerjaan yang lebih mapan.

Beruntung karena dirinya pandai memasak ia pun di terima di salah satu rumah.

Tugasnya hanyalah memasak, sementara untuk beberes rumah tidak usah.

Wajahnya begitu berbinar bahagia karena akhirnya ia bisa bertahan hidup meski dengan gaji yang tidak seberapa.

Di rumah besar itu hanya ada 3 orang, yaitu pak Erwin, bu Rena dan juga anak mereka Gavin.

Bu Rena orangnya sangat baik, sejak Wulan bekerja di rumahnya Wulan sudah tak lagi mencemaskan urusan makan karena bu Rena memintanya untuk membawa makanan saat ia hendak pulang.

Sebenarnya bu Rena juga memintanya untuk tinggal di rumahnya agar Wulan tidak usah pulang pergi, namun Wulan menolak karena ia merasa tidak nyaman dan sungkan.

Saat Wulan sedang beristirahat hp nya tiba-tiba berdering.

Ia membuka matanya dan mengambil hpnya, tertera nama pamannya di layar hp.

Wulan mendengus membuang kasar nafas dari mulutnya.

"Pasti uang lagi" batin Wulan sebelum menjawab panggilan itu

"Halo paman, ada apa" sapa Wulan setelah menjawab telponnya

"Ada apa ada apa, kamu sudah merantau di kota berbulan bulan belum pernah sekalipun kamu kirimi paman mu ini uang. Sudah lupa kamu!?" bentak pamannya

"Paman pikir mencari pekerjaan di kota itu mudah? Selama aku di kota baru beberapa hari ini aku mulai bekerja, aku bahkan..."

"Halah alesan aja kamu! Bilang aja kamu ga mau kasih uang ke paman" sela pamannya di saat Wulan belum selesai dengan perkataannya

"Paman ga mau tau, paman mau kamu secepatnya kirim uang. Kamu mau paman kamu satu-satunya ini mati kelaparan??!" sambungnya lagi

Wulan mengusap wajahnya sembari menghela nafas "Iya iya, begitu gajian nanti wulan akan langsung transfer uangnya, tapi tidak hari ini"

"Kamu kan bisa minta gaji di muka, masak gitu aja kamu harus ajarin"

Air mata Wulan kini tak lagi bisa di tampung, bulir bening itu mengalir membasahi pipi.

Bukan hanya di pusingkan dengan perjuangan hidupnya, ia juga di teror oleh pamannya yang kini audah terbelit hutang gara-gara bermain judi online.

"Halo, Wulan. Kamu denger apa kata paman kan? Halo..."

"Iya, Wulan usahain minta gaji di muka" sahut Wulan lalu menutup sambungan telfonnya.

Ia membuang hp nya ke tempat tidur lalu menangis sejadi-jadinya.

Di usia remajanya ia harus pergi ke kota seorang diri tanpa mengenal siapapun, banting tulang, tersiksa batin dan mentalnya.

Tapi apa boleh di buat, Wulan harus bertahan demi masa depan yang ia harap lebih indah dari pada kehidupannya sekarang.

Hari ini dengan penuh semangat Wulan pergi ke rumah bu Rena untuk bekerja seperti biasanya.

Begitu sampai di depan pintu Wulan menjadi gugup, bagaimana caranya ia untuk meminta gajinya sementara dirinya bekerja di rumah ini belum genap seminggu.

"Wulan, kok masih berdiri di situ, ayo masuk" panggil bu Rena dari dalam

"I iya bu" jawab Wulan sembari melangkah masuk

"Hari ini di rumah akan ada tamu temen arisan, jadi masaknya lumayan banyak"

Wulan mengangguk mengikuti langkah bu Rena menuju dapur

"Oh ya, sebelum masak kamu pergi ke pasar dulu ya beli buah sama daging. Di kulkas habis"

"Iya bu"

Bu Rena mengeluarkan uang dari dalam dompetnya lalu memberikannya pada Wulan.

Bukannya langsung pergi, Wulan masih berdiri di depan bu Rena dengan kepalanya yang tertunduk.

"Wulan, ada apa kok belum berangkat?" tanya bu Rena

Dengan malu malu, Wulan memberanikan diri bertanya "Em... Anu bu, Wulan mau..."

"Mau apa, ngomong yang jelas Wulan"

"Hm... Maaf sebelumnya bu, tidak seharusnya Wulan katakan ini sekarang tapi Wulan sangat butuh"

Bu Rena memerhatikan dengan seksama wajah Wulan yang seperti sedang dalam masalah.

"Katakan Wulan, jangan sungkan" ucap bu Rena sambil memegang pundak Wulan

"Kalau boleh, Wulan mau minta gaji Wulan bu. Wulan tau ini tidak baik, tapi... Tapi Wulan sangat butuh bu. Tidak semuanya juga ga papa, separuhnya saja bu"

Meski tidak tau kebutuhan apa yang begitu mendesak Wulan tapi bu Rena percaya Wulan itu anak baik.

"Baiklah, akan aku berikan separuh gajimu nanti. Sekarang cepatlah pergi ke pasar, ya"

Mendengar jawaban itu seketika wajah Wulan kembali ceria, raut wajahnya tidak bisa berbohong kalau ia benar bahagia.

"Terima kasih bu, terima kasih banyak. Wulan berangkat sekarang"

Segera Wulan keluar lalu pergi ke pasar.

Dari kejauhan pak Erwin mendengar percakapan istrinya dengan Wulan.

"Kenapa ibu setuju.anak itu meminta gajinya di awal, dia kerja di rumah ini baru beberapa hari" celetuk pak Erwin

"Iya pa, kasihan lihat wajahnya ibu ga tega"

"Ibu ini gampang banget percaya sama orang"

"Ga papa pak, ibu kasihan aja lihat dia masih muda sudah mau bekerja. Bapak mau berangkat sekarang?"

"Iya bapak ada meeting, harusnya nanti siang tapi di majuin. Bapak berangkat sekarang, assalamualaikum..."

"Waalaikum salam" sahut bu Rena sembari mencium punggung tangan suaminya itu.

Setelah berbelanja Wulan kerepotan membawa banyak belanjaan di tangannya.

Ia berjalan dengan pelan sambil mencari angkot.

Bukannya angkot, malah mobil bagus yang berhenti di depannya.

"Mobil siapa ini? Kenapa berhenti di depan ku?" gumam Wulan yang kebingungan

BERSAMBUNG

🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️

Episode 02

Seseorang yang mengemudi mobil itu lalu turun dan menghampirinya.

Seorang pemuda tampan dan sepertinya Wulan pernah melihatnya, namun lupa.

"Ayo masuk" ajak pemuda itu

Wulan hanya diam karena mencoba terus mengingat siapa pemuda yang berdiri di depannya saat ini.

"Ayo masuk, ibu sudah nungguin di rumah" ucap pemuda itu lagi

"Ibu, ibu siapa? Ah ya, aku ingat pemuda ini...."

"Ayo, malah bengong"

Suara Gavin menyadarkan Wulan "Eh i iya"

Setelah memasukkan belanjaannya ke bagasi Wulan segera masuk dan duduk di kursi belakang.

Gavin melirik dari kaca "Ngapain kamu duduk di situ?" tanya nya dengan datar

"Saya ga boleh duduk di sini?" tanya Wulan dengan polos

"Enak aja kamu, kamu pikir aku ini supir kamu apa. Duduk di depan!" pinta Gavin

Tanpa pikir lama Wulan langsung turun dan pindah ke depan, duduk di samping Gavin.

"Emang apa bedanya sih duduk di depan sama di belakang. Toh sama sama mau pulang, kan?" gumam Wulan

Semenjak bekerja di rumah bu Rena Wulan memang tidak pernah bertemu dengan Gavin lantaran Gavin sibuk kuliah.

Sepanjang perjalanan pulang mereka hanya diam tanpa sepatah katapun.

Wulan merasa gugup karena baru pertama kali bertemu dengan anak majikannya itu, di tambah lagi wajah Gavin yang dingin.

Namun siapa sangka, diam diam Gavin sering melirik memerhatikan wajah Wulan.

"Di lihat lihat, gadis ini cantik juga" batin Gavin

Mata Gavin yang sedang tertuju pada bibir merah Wulan membuatnya lupa jia dirinya sedang mengemudi, hampir saja Gavin menyerempet pengendara motor di depannya.

"Awas....." teriak Wulan membuat Gavin sadar

"Sialan, ga punya mata apa tuh orang" seru Gavin

"Ih jelas jelas dia yang mau nyerempet, malah orang lain yang di salahin" batin Wulan yang tidak berani menegur.

Begitu sampai di rumah segera Wulan membawa belanjaannya tadi ke dapur.

Ia meletakkan tasnya lalu mengambil celemek dan langsung memasak.

Satu persatu teman arisan bu Rena pun berdatangan, Wulan membawakan minuman dan makanan ringan untuk di sajikan.

Jam 2 siang semua pekerjaan Wulan sudah selesai, Wulan menghampiri bu Rena untuk pamit pulang.

"Wulan, ini gaji yang kamu minta" kata bu Rena dengan mengulurkan sebuah amplop di tangannya.

Wulan menerima amplop itu "Makasih bu, makasih" ucapnya

"Iya sama-sama, itu adalah separuh gaji kamu"

"Iya bu, makasih. Kalau begitu Wulan pamit pulang"

Dengan perasaan senang Wulan pulang ke kosannya.

Sesampainya di kosan Wulan langsung membuka isi amplop itu, puji syukur ia ucapkan karena bisa mengirimkan uang pada pamannya.

Meski tidak seberapa setidaknya pamannya tidak akan terus menelfonnya untuk meminta uang.

"Aku sudah mengirim uangnya, paman jangan terus menelfon ku lagi. Aku sudah tidak ada uang lagi"

tulis Wulan dalam pesan ia kirimkan ke pamannya

Keesokannya Wulan kembali ke rumah bu Rena untuk bekerja, sedari tadi ia merasa seperti ada yang mengawasinya.

Sambil mencuci piring Wulan celingak-celinguk mencari apa benar ada yang sedang mengawasinya.

Begitu menoleh ke kiri Wulan di buat terkejut karena tubuh Gavin tiba-tiba ada di depan matanya.

Tubuh wulan yang mungil hanya sedada Gavin.

"Mas Gavin, sedang apa di sini?" tanya Wulan lalu sedikit menjauh dari Gavin

"Sedang apa? Ini rumah ku, aku bebas di sini" jawab Gavin

"Iya saya tahu, tapi mas Gavin yang tiba-tiba muncul di sini membuat saya kaget"

Bukannya menjawab, Gavin malah memerhatikan tubuh Wulan dari ujung rambut hingga ujung kakinya.

Wulan menyadari kalau dirinya sedang di perhatikan, ia mulai merasa tidak nyaman namun tetap berusaha tenang.

"Mas Gavin butuh sesuatu?"

"Em ya, buatkan aku segelas jus lalu antarkan ke kamar"

"Baik mas, tapi saya selesaikan cucian ini dulu"

Tanpa menjawab, Gavin langsung pergi begitu saja.

Tak lama Wulan mengetuk pintu kamar Gavin dengan membawa nampan berisi segelas jus.

Tok tok tok....

"Permisi mas Gavin, ini jus nya"

"Masuk" sahut Gavin dari dalam kamar

Wulan membuka pintunya lalu masuk. "Saya letakkan di sini ya mas jus nya"

Begitu hendak keluar, tangan Wulan tiba-tiba di tarik oleh Gavin hingga tanpa sengaja Wulan memeluk tubuh kekar Gavin.

Matanya seketika membulat ketika detak jantung Gavin terdengar jelas di telinganya.

Segera Wulan melangkah mundur menjauh, "Maaf mas, saya ga bermaksud..."

"Ga papa, aku ga keberatan" sahut Gavin memotong perkataan Wulan

"Permisi mas, saya mau keluar"

Pamit Wulan namun tangan Gavin menghalanginya "Tunggu" cegah Gavin

Perasaan Wulan mulai tidak nyaman terlebih melihat sepasang mata Gavin yang melihatnya dengan nakal

"Aku dengar kamu meminta gajimu meski kamu baru bekerja di sini?" tanya Gavin

"I iya mas, aku memintanya karena benar-benar membutuhkannya" jawab Wulan

"Aku ada pekerjaan untuk mu, gajinya 2x lebih besar dari pada gaji yang ibu berikan, kamu mau?"

Wulan menatap wajah Gavin lalu kembali menunduk "Pekerjaan apa mas Gavin?"

"Temani aku nanti malam dan aku akan langsung membayar gajimu"

Dengan ragu ragu Wulan bertanya "Nanti malam, kemana? Pekerjaan apa?"

Gavin tersenyum licik "Bersiaplah, nanti malam aku akan menjemput mu"

Tanpa banyak bertanya lagi Wulan langsung keluar dari kamar Gavin dan meletakkan nampannya di dapur.

"Pekerjaan apa yang mas Gavin akan berikan pada ku dengan gaji yang lebih besar. Aku merasa ada yang tidak beres, terlebih melihat matanya yang memandangku dengan begitu. Ya Tuhan, apapun itu aku harap Engkau menjaga ku"

Malam harinya Gavin benar benar datang ke kosannya untuk menjemputnya.

Dari depan gerbang Gavin memanggil Wulan dengan membunyikan klakson mobilnya.

Segera Wulan keluar karena takut suara klakson itu mengganggu tetangga yang lain.

Tanpa banyak bertanya Wulan langsung masuk ke mobil dan Gavin langsung memberinya amplop.

Begitu di buka, isinya berupa uang kertas.

Entah akan di bawa kemana dirinya, sepanjang jalan Wulan menikmati gemerlap lampu jalanan yang sedikit menyilaukan matanya.

Tak lama mobil pun berhenti, Gavin mengajaknya turun.

Tanpa ragu Gavin langsung meraih tangan Wulan dan mengajaknya masuk.

Tempat yang sangat ramai dan sesak dengan orang orang di dalamnya.

Begitu menginjakkan kaki di dalam ruangan itu bau alkohol langsung menyeruak tajam ke dalam hidung.

Tampak sebagian orang di sana berjoget lepas dan bebas.

Wulan mengerutkan dahinya, ia bingung kenapa dirinya di bawa ke tempat seperti ini oleh Gavin.

Teman teman Gavin langsung menyapa menyambut kedatangannya, Gavin pun menarik tangan Wulan mengajaknya mendekat pada teman-temannya.

"Ini tempat apa mas Gavin?" tanya Wulan

"Apa, aku ga denger. Katakan dengan keras" pinta Gavin dengan berteriak padanya

Ya, bagaimana bisa di dengan. Ruangan dengan musik yang di putar dengan volume keras membuat telinga hampir budek.

"Aku mau pulang" teriak Wulan di telinga Gavin

"Kamu harus temani aku di sini, ingat aku mengajakmu tidak gratis"

Wulan tidak mengerti kenapa Gavin memberinya uang hanya untuk menemaninya ke tempat seperti ini.

Wulan merasa tidak nyaman di tempat itu, ia hanya duduk diam seperti batu.

Gavin terlihat sedang berdiskusi dengan teman temannya, sesekali mereka melihat ke arah Wulan lalu tersenyum.

BERSAMBUNG

🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️

Episode 03

Melihat jam di tangannya kini sudah menunjukkan pukul 12.21 yang berarti sudah tengah malam.

Wulan mengajak Gavin untuk pulang namun Gavin menolak.

"Kalau mas Gavin ga mau pulang, biar saya pulang sendiri" Wulan lalu mengeluarkan amplop dari dalam tasnya dan memberikannya pada Gavin

"Eh maksud kamu apa, kenapa kamu kembalikan lagi?" tanya Gavin

"Jika saya tahu pekerjaan ini yang mas Gavin berikan, dari awal saya akan langsung menolaknya"

Segera Wulan keluar dari bar itu, melewati lautan manusia.

Tepat saat Wulan membuka pintu ada wanita cantik dengan perut yang terlihat membesar melangkah ingin masuk.

"Mbak, mbak mau kemana?" tanya Wulan pada wanita itu

"Bukan urusan mu" jawab ketus wanita itu

"Mbak sedang hamil, ini bukan tempat baik untuk ibu hamil"

Wanita itu menatap tajam pada Wulan lalu mendorongnya "Jangan pernah ikut campur urusan orang lain" tegasnya lalu melangkah masuk

Seorang wanita hamil datang seorang diri ke bar membuat Wulan khawatir, namun ia langsung teringat perkataan wanita tadi untuk tidak mencampuri urusannya.

"Ya baiklah, terserah. Toh dia yang hamil kenapa aku yang khawatir? Aku lebih baik segera pergi dari tempat ini"

Sambil mencari ojek Wulan terus berjalan, tak lama mobil Gavin menghalang di depannya.

Gavin turun dari mobilnya dengan berjalan sedikit sempoyongan menghampirinya.

"Mas Gavin mabuk, tidak baik mengemudi dalam keadaan mabuk begini" tegur Wulan

"Aku udah bayar kamu mahal, kenapa kamu kembalikan. Kamu menolak pekerjaan yang paling gampang di dunia, tau ga"

"Hah? Maaf mas Gavin, bagi saya ini bukanlah pekerjaan. Saya tidak berminat"

Karena dalam keadaan setengah sadar, Gavin langsung memeluk Wulan dengan erat hingga membuat Wulan kesulitan bernafas.

"Lepasin saya, saya ga bisa nafas" Wulan mencoba berontak melepas pelukan Gavin namun Gavin semakin mempererat.

Tak kehabisan cara, Wulan menggigit dada Gavin hingga membuat Gavin kesakitan dan melepaskan dirinya.

"Saya salah menilai baik kami mas Gavin, sikap dan perilaku mu tak setampan wajah mu!" bentak Wulan lalu berlari meninggalkan Gavin.

Wulan tak peduli bagaimana nasib Gavin yang sedang mabuk berat di jalanan, ia berlari agar segera sampai di kosannya.

Setelah kejadian di malam itu, Gavin tak pernah lagi menegur Wulan. Begitu pun Wulan, ia selalu membuang muka saat Gavin ada di depannya.

Namun meski begitu Gavin tetaplah pemuda nakal yang masih akan trus penasaran jika apa yang ia incar belum juga bisa ia dapatkan.

Tanpa sepengetahuan orang tuanya Gavin selalu mencari kesempatan untuk menggoda dan merayu Wulan, bahkan Gavin hampir mencium nya.

Tak tahan lagi bekerja di sana, diam diam Wulan kembali menyebar surat lamaran kerja.

Merasa lelah setelah bekerja, Wulan membaringkan tubuhnya di atas kasur kecil, ia lalu memejamkan matanya karena rasa kantuk yang melanda.

Belum pulas ia tertidur hp nya berdering dan membuatnya terkejut dan langsung terbangun

"Ya ampun, belom juga aku tidur ada aja yang ganggu" Gerutu Wulan

Tanpa melihat siapa yang menelfon nya Wulan langsung menjawabnya.

"Halo, ada apa" sapanya dengan santai

"Halo selamat siang, apa benar ini nona Wulan Almira?"

Mendengar sautan dari suara di seberang telfonnya Wulan seketika langsung terperanjat bangun.

"Iya benar, saya Wulan Almira"

Telfon berlangsung tidak terlalu lama, setelah menutup telfonnya Wulan terlihat sangat bahagia.

Ia melompat-lompat kegirangan sambil menciumi hp nya.

Akhirnya ia mendapatkan pekerjaan di kantor besar, ya meski hanya menjadi office girl tapi Wulan senang karena akhirnya ia bisa mendapat pekerjaan baru.

Keesokan harinya Wulan kembali ke rumah bu Rena, bukan untuk bekerja melainkan untuk berpamitan.

"Kenapa kamu tiba-tiba ingin berhenti kerja, ada apa? Apa kamu kurang nyaman kerja di sini?" tanya bu Rena

"Tidak bu, saya sangat nyaman kerja di sini. Ibu dan bapak baik sama saya"

"Lalu kenapa kamu mau berhenti?"

Wulan bingung bagaimana ia harus memberi alasan, tidak mungkin ia beri tahu alasan yang sebenarnya.

"Saya___"

"Dia berhenti karena tidak bisa mendapatkan Gavin, bu" sahut pak Erwin yang sedang menuruni anak tangga

Wulan terkejut mendengar kalimat itu yang keluar langsung dari mulut pak Erwin.

Wulan yang terpaku menatap pak Erwin lalu melihat ke arah bu Rena, Wulan berharap bu Rena tidak memiliki prasangka yang sama dengan pak Erwin.

"Bapak, kenapa bapak bilang begitu" tanya bu Rena seraya mendekat ke arah suaminya

"Bapak sudah bilang sama ibu jangan terlalu percaya sama gadis ini. Baru beberapa kerja sudah minta gaji, genap sebulan langsung mau berhenti. Apa coba kalo bukan untuk merayu anak kita" jelas pak Erwin

Wulan semakin terpaku dan tidak bisa berkata, rasa sakit akan tuduhan itu membuatnya seakan sejenak berhenti bernafas.

Pak Erwin yang selama ini lebih banyak diam ternyata begitu pedas saat bertutur kata.

"Tidak pak, saya tidak pernah punya niatan seperti itu, sungguh. Niat saya kerja di sini untuk mencari nafkah, sama sekali tidak terpikir bagi saya untuk melakukan hal itu" elak Wulan

Pak Erwin melangkah mendekat pada Wulan dan menyorotnya dengan seksama

"Aku tau kamu sebenarnya mengincar putra kami, kan?"

"Tidak pak, sungguh!!"

"Bapak, kenapa bapak bersikeras kalau Wulan mendekati Gavin? Apa bapak punya bukti?" sela bu Rena di tengah tuduhannya pada Wulan

"Ya, bapak pernah melihat dia selalu mengantar jus ke kamar Gavin, bahkan ada seseorang yang mengirim foto ini sama bapak. Setelah melihat fotonya ibu pasti akan sependapat sama bapak"

Pak Erwin mengeluarkan hp sari saku celananya lalu menunjukkan foto itu pada istrinya.

Bu Rena terkejut setelah melihatnya, terlihat jelas dari ekspresi wajahnya.

Wulan penasaran foto apa yang pak Erwin perlihatkan pasa bu Rena hingga bu Rena menatap tajam ke arahnya.

Bu rena mendekat pada Wulan dan langsung menamparnya.

Plak....

Suara keras dari tamparan yang di layangkan bu Rena begitu jelas.

Tampak 5 bekas jari bu Rena membekas sempurna di pipi Wulan.

Wulan memegang pipinya yang terasa sakit, perih dan kebas.

"Aku salah selama ini menilai baik kamu, Wulan. Aku pikir kamu gadis lugu dan jujur, ternyata tidak lebih dari seorang pelacur!"

Sebulan bekerja di rumah ini tak pernah sekalipun wulan mendengar bu Rena berkata kasar, ia begitu terkejut terlebih perkataan yang keluar begitu tajam menusuk hatinya.

Bu Rena mengeluarkan uang dari dalam lacinya lalu melemparkannya pada Wulan.

"Sekarang kamu pergi jauh dari rumah ini! Aku harap kita tidak akan pernah bertemu lagi"

Uang dari setengah gajinya yang berserakan di lantai tak Wulan pedulikan.

Rasa sakit karena fitnah dan penghinaan yang ia terima sudah cukup membuat sesak dadanya.

Wulan langsung pergi dari rumah itu dengan berurai air mata.

Tepat ketika Wulan baru membuka pintu gerbang Gavin berdiri di atas balkon rumah dan tersenyum menyeringai padanya.

Hp dari dalam tas Wulan berdering karena pesan masuk, Wulan langsung mengeceknya dan ternyata itu adalah pesan dari Gavin.

"Itu adalah konsekuensi karena lo berani menolak gue"

Ternyata kecurigaannya benar, pak Erwin dan bu Rena ternyata termakan oleh fitnahan putranya sendiri.

Dalam lubuk hati Wulan yang paling dalam, ia mengutuk Gavin atas semua perbuatannya.

BERSAMBUNG

🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!