Sesuatu Di Rumah Tua
Prolog
Bola voli itu tidak sengaja terlempar masuk ke dalam halaman sebuah rumah tua yang nampak usang.
Naya, anak laki-laki berusia delapan tahun itu terdiam di depan pagar rumah sambil memperhatikan ke arah mana bolanya itu memantul.
Bola itu berhenti tepat di depan pintu rumah tua itu.
Dion menepak pundak Naya.
Lita
Gimana dong? Bolanya masuk kesana.
Dion
Ayah sama ibu aku bilang kalau anak-anak gak boleh masuk ke rumah ini.
Naya
Eeh? Emangnya kenapa?
Dion
Katanya ada hantu yang suka anak kecil.
Lita
Iya, mama aku juga bilang gitu.
Naya
Tapikan mama kalian bilangnya gak boleh masuk ke dalam rumah, sementara bolanya kan ada di luar.
Naya
Seharusnya gak papa, kan?
Dion
Iya bener, seharusnya gak papa ya? Kan gak masuk ke dalam rumahnya.
Dion
Yaudah kalau gitu kamu yang ambil.
Dion
Kan kamu yang masukin bolanya kesana.
Naya tak langsung menjawab, dia ragu.
Naya
Bareng lah, anter aku.
Dion
Sendiri aja. Kita liatin disini.
Lita
Iya. Ayo cepetan ambil.
Naya menghela nafas panjang.
Mau tidak mau dia harus bertanggung jawab.
Pintu pagar mulai Naya buka dengan perlahan, Dion dan Lita membantunya.
Naya mulai berjalan cepat ke arah bola itu, sementara kedua temannya hanya menunggu.
Bola voli itu berhasil terambil, dengan cepat Naya bergegas kembali.
Sebelum melewati pagar, suara dentuman kecil dari dalam rumah itu terdengar.
Sontak Naya berbalik, dia melihat ke arah pintu.
Pintu rumah yang tadinya tertutup rapat kini mulai terlihat sedikit terbuka.
Ada kepulan asap hitam yang keluar dari sana.
Naya menelan ludah. Tanpa berlama-lama dia langsung berlari pergi, Dion dan Lita mengikuti.
Langkah Naya terhenti seketika. Dia mendengar suara entah dari mana.
Naya berbalik, memastikan. Tetapi tidak ada orang.
Dion dan Lita yang berada sedikit jauh di depan juga ikut berbalik, mereka bertanya.
Naya
Tadi ada yang nanya, kalian denger gak?
Dion mengerutkan alisnya.
Lita
Aku gak denger apa-apa.
Dion
Iya. Aku juga gak denger apa-apa.
Dion
Perasaan kamu aja kali.
Dion
Udah ah, kita pulang aja.
Lantas kembali melangkah.
Rumah Tua
Farhan menepak-nepak pundak Aizan. Dia menunjukkan rumah tua di seberang jalan yang seharusnya dia lewati.
Farhan
Rumah itu yang gue maksud.
Aizan tak membalas. Dia hanya memperhatikan rumah itu. Tak ada yang aneh. Masih terlihat seperti rumah biasa, hanya saja memang designnya terlihat tua.
Banyak tanaman rambat yang menutupi dindingnya.
Mungkin itu yang membuat kesan horror pada orang yang melihatnya.
Farhan
Iya emang keliatannya biasa aja.
Farhan
Tapi rumah itu angker.
Farhan
Rumornya kalau ada anak kecil yang masuk kesana, nanti anak itu bakalan hilang.
Farhan
Udah ada kasus tiga orang, tapi untungnya mereka ketemu.
Farhan
Di dalam rumah itu!
Farhan
Aneh banget deh pokoknya.
Farhan
Ya pokoknya aneh deh. Perlu waktu beberapa hari buat nemuin mereka, padahal setiap hari orang-orang terus nyariin mereka di sana.
Farhan
Bocahnya kayak yang diumpetin sama penghuni rumahnya, terus udah beberapa hari baru dikeluarin lagi.
Farhan
Lu masih baru sih di daerah sini, jadi wajar aja kalo masih belum percaya.
Farhan
Pokoknya buat jaga-jaga, lu ingetin aja adeklu buat gak coba-coba masuk ke dalam rumah itu. Bahkan nyoba buat buka pager rumahnya aja gak boleh.
Aizan mulai kembali melangkah, dia menoleh ke arah kanan dan kiri untuk bersiap menyebrang tetapi Farhan langsung menghentikkannya.
Aizan
Nyebrang lah, kan rumah kita kesana.
Farhan
Nyebrangnya di sana aja. Jangan disini.
Farhan
Lu nyebrang disini udah kayak yang mau masuk ke rumah itu aja.
Farhan
Gak ngerasa ngeri apa? Mana udah sore juga.
Farhan menarik tangan Aizan. Memaksanya untuk menyebrang lebih jauh ke depan.
Aizan sendiri baru pindah ke daerah sini sekitar tiga bulan yang lalu.
Dulu dia dan keluarganya tinggal di kota A, tetapi karena pekerjaan ayahnya, akhirnya mereka memutuskan untuk pindah ke kota B.
Farhan adalah teman di sekolah barunya. Mereka duduk semeja di kelas 11 IPA-3.
Sikap Farhan berbanding terbalik dengan Aizan. Farhan tipe orang yang tidak mau diam, suka bercanda, bahkan terkadang sering membuat kehebohan.
Selain satu kelas, mereka juga tinggal berdekatan.
Kejadian Di Rumah 1
Sekitar lima menit berjalan, Aizan sampai di rumahnya yang berada di dalam perumahan.
Luas rumahnya sekitar 85 meter persegi dengan tiga kamar, ruang keluarga, ruang makan, serta dapur.
Sebelum membeli rumah ini, ibunya Aizan yang bernama Neilan sudah berulangkali mengatakan ketidakpuasannya mengenai hal itu.
Tetapi ayahnya yang bernama Araf tidak terlalu memperdulikan.
Mengeluh lagipun tidak ada gunanya, karena Araf sudah memutuskan untuk membeli rumah ini sebagai tempat tinggal mereka.
Aizan membuka sepatu dan menaruhnya pada rak sepatu.
Dia mulai membuka pintu rumah dan masuk ke dalam lalu sesaat kemudian terdengar bunyi berdetak.
Beberapa bingkai foto serta vas bunga yang tergeletak di atas bufet bergetar.
Ujar Aizan seraya melihat ke sekitarnya.
Hanya bagian atas bufet saja yang bergetar. Gorden, dan beberapa hiasan dinding sama sekali tidak bergerak sedikitpun.
Aizan bergegas masuk ke dalam. Dia langsung menuju dapur.
Ada Neilan yang tengah sibuk memasak.
Aizan membuka kulkas, dia mengeluarkan sebotol minuman, lalu meminumnya.
Neilan mematikan kompor, dia menoleh pada Aizan, membalas.
Aizan terdiam. Sepertinya yang tadi itu memang bukan gempa. Lagipula yang bergetar juga hanya barang di atas bufet saja.
Aizan kembali menyimpan minuman itu ke dalam kulkas, kemudian bersalaman pada Neilan.
Dia bergegas menuju kamarnya, tetapi selang beberapa langkah, terdengar sesuatu yang meletus.
Kali ini Aizan mengedarkan pandangan ke seisi ruangan.
Dia juga kembali ke dapur untuk memastikan, lalu persis pada saat itu Neilan langsung bertanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!