Siang itu, di sudut kota Yichang...
Seorang remaja terbujur tak berdaya mendapat perlakuan semena-mena dari ke 5 kawan yang tengah asyik melakukan perundungan terhadapnya.
Kacamata milik pemuda tersebut jatuh, Yu Jin, salah satu dari pemuda yang menyerangnya dengan cepat menginjak benda tersebut hingga hancur, dan ke 4 kawan lainya tampak senang menertawakan Lin Chun Song dalam ketidak berdayaan yang tengah ia rasakan.
"Payah!" cibir Yang Peng dengan sinisnya, Zhou Ming menendang perut Asong yang penuh dengan lemak.
Asong menunjukan penderitaan yang sangat memperihatinkan akibat perlakuan buruk ke 5 kawannya tersebut.
Ia mencoba bangkit berkali-kali. Namun, aksinya selalu di gagalkan oleh mereka.
"Kenapa kalian tega sekali?" isaknya sambil menyeka deras air mata yang mengalir membasahi kedua pipinya yang gembil.
Tiba-tiba terdengar derap langkah kaki, seseorang dengan gagah berani memberikan lontaran kalimat peringatan terhadap para pemuda tersebut.
"Hei...hentikan perbuatan kalian!" teriaknya, ke 5 pemuda bar-bar itu langsung melirik secara serentak kearah sumber suara.
Seorang pria yang usianya lebih matang dari mereka dengan penuh tekad, berani menghentikan aksi tak terpuji yang sedang berlangsung.
Lantas hal itu tak membuat Yu Jin dan ke 4 kawannya gentar, mereka tertantang di buatnya.
"Mau jadi pahlawan kau ya?!" Yu Jin menatapnya dengan garang dan seringai terbit di sudut bibirnya.
Pria tersebut mengamati gerak tubuhnya dengan kedua mata yang memicing penuh tantangan, lalu menunjuk ke 5 nya.
"Kau, kau, kau, dan kalian semua adalah pengecut! Berani-beraninya kalian menindas orang lemah seperti si gendut itu!" ujar pria berusia 40 tahunan itu.
"Lalu? Apa urusannya denganmu?!" tanya Liu Er penuh tantangan.
"Lawan aku!" tantang pria bernama Zhou Jie Lun atau sering di sapa (Jay) kepada ke 5 pemuda bar-bar tersebut.
Kelimanya tampak saling lirik satu sama lain, seakan menyanggupi ucapan Jay.
"Baik, siapa takut! Meski kau jauh lebih matang dan dewasa dari kami, jangan kau pikir kami akan mundur!" Yu Jin maju paling depan sambil memasang ancang-ancang dengan tangan kosong, dan ke 4 lainnya menggenggam masing-masing sebilah kayu kokoh.
"Letakan benda itu! Aku tak ingin melihat ada kecurangan diantara kalian! Kita bertarung dengan tangan kosong tanpa memegang senjata apapun!" teriak Jay dengan lantangnya, ke 4 kawan Yu Jin meletakan balok kayu tersebut, lalu mengangkat tangan mereka secara serentak, setelah itu bertepuk tangan dengan wajah mengejek kearah Jay.
Yu Jin sebagai ketua geng, ia maju terlebih dulu melawan Jay, dengan penuh semangat yang membara Jay mampu melumpuhkan serangan yang di berikan Yu Jin tanpa cedera sedikitpun, dan Yu Jin harus menerima kesakitan yang bertubi-tubi.
Ke 4 kawan lainnya tak terima melihat penderitaan Yu Jin, mereka memutuskan untuk memberi serangan secara serentak kearah Jay dari berbagai sudut.
Dengan keahlian bela diri yang dikuasai olehnya, mereka dengan mudah terkalahkan.
Jay mengangkat tubuh Liu Er, lalu memutarnya membuat tubuh ke 3 kawannya terbanting tak beraturan.
Setelahnya ia melempar tubuh Liu Er ke sembarang arah tanpa belas kasihan, mereka mengalami pendarahan dan cedera yang cukup serius di beberapa bagian tubuh.
Terdengar erangan dan rintihan saling bersahutan, pada akhirnya mereka menyerah dan mengakui kehebatan Jay.
"Apa kalian masih berani menantangku, hah?!" Jay kembali menyoroti wajah-wajah tak berdaya itu satu-persatu.
"Ampun paman, ampun!" jawab Yu Jin yang sudah babak belur.
"Maafkan kesalahan kami, paman," timpal Zhou Ming, dan ke 3 kawan lainnya turut meminta pengampunan dan kata maaf.
"Jangan meminta maaf padaku, tapi meminta maaflah padanya!" Jay menunjuk Asong yang saat itu tengah terduduk sambil menahan rasa sakit di anggota tubuhnya karena ulah mereka.
Yu Jin dan ke lima kawan lainnya serentak meminta maaf kepada Asong meski dengan keterpaksaan. Asong yang masih menahan dongkol, ia menandai wajah kelimanya, sambil memicingkan kedua mata.
Setelah itu, Yu Jin dan kawan-kawannya langsung bergegas pergi, mereka tak ingin mencari perkara lagi dengan Asong yang berada dalam lindungan Jay.
Asong bangkit dari duduknya, ia tertunduk di hadapan Jay saat ini.
"Terimakasih, paman, karena kau sudah mau menolongku," ucap pemuda bertubuh gempal itu, Jay menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Aku bisa mengubahnya!" batin Jay, ia melihat potensi yang ada pada diri Asong.
Jay tahu, ia sering melihat pemuda itu berjalan sendirian melewati markasnya.
Ia kerap kali mendapat perlakuan buruk dari orang-orang, sering di manfaatkan, bahkan ia sering mendapat hinaan dan caci maki dari para gadis seusianya, karena fisiknya yang tak menarik.
Hal itu membuat Jay tergerak hatinya untuk melindungi Asong, dan kali ini ia memiliki rencana untuk mengubah Asong.
"Hei gendut, mau sampai kapan kau di perlakukan seperti ini, hah?!" Jay berkaca pinggang sambil membelalakan kedua matanya dengan garang, Asong tertunduk dan menggeleng, lalu kembali terisak.
"Jangan cengeng! Kau ini laki-laki!" bentak Jay, Asong hanya bisa menelan saliva dengan susah payah.
"A...aku memang pecundang, paman, aku lemah, aku gampang dimanfaatkan, sebaiknya aku mati saja, hajar saja aku, paman!" Asong berlutut di hadapan Jay.
Ia benar-benar merasakan keputus asaan yang luar biasa, bahkan ia kerap kali mencoba untuk melukai dirinya sendiri saking merasa tak di hargai, terlebih ia hidup sebatang kara, kedua orang tua Asong sudah lama pergi di saat tragedi bencana alam menerjang beberapa tahun silam.
Asong merupakan putra tunggal seorang konglomerat, ia tak kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Hidupnya sejahtera, loyal, dan apapun biasa ia dapatkan dengan mudah.
Namun, setelah kepergian orang tuanya, seluruh harta dan asetnya di rampas oleh sang Bibi, hingga kini Asong hidup lontang lantung tak tentu arah tujuan.
Ia hanya dijadikan alas oleh anggota genk jalanan, mereka selalu bertindak tak patut padanya.
Mereka memperlakukan Asong laiknya seekor anjing peliharaan.
"Aku yakin, kau pasti bisa membalaskan semua rasa sakit hatimu pada orang-orang yang sudah menindas dirimu!" Jay menepuk kasar pundak Asong, pemuda gendut itu hanya bisa mengangguk sambil menghela napas kasarnya berulang kali.
"Ya mungkin kalau aku bisa sehebat paman, tetapi aku tak bisa seperti paman!" balasnya, Jay terkekeh mendengar ucapannya.
"Siapa bilang kau tak bisa sepertiku? Kalau kau mau, aku bisa saja mengubahmu dari kucing jalanan menjadi singa yang garang," kata Jay, Asong terkejut mendengar ucapannya.
"Apakah paman serius? Paman bersedia membantuku supaya aku kuat dan tangguh sepertimu?"
"Ya!" jawab Jay mengangguk dengan pasti, dan wajahnya terlihat serius.
"Ayo, ikutlah denganku!" ajak Jay, Asong membuntutinya dari belakang.
Mereka berdua berjalan menyusuri jalanan perkotaan.
Jay bak penguasa wilayah, semua yang berpapasan dengannya tunduk dan memberi hormat.
Asong berada di belakangnya, ia tahu Jay bukanlah orang sembarangan.
Jay membawanya ke sebuah markas, keadaannya begitu gelap gulita.
Jay bertepuk tangan, lampu-lampu itu menyala dengan sendirinya.
Beberapa anak buah yang menjadi kaki tangan Jay menunduk dan memberi hormat padanya.
Asong di buat takjub melihat isi ruangan tersebut, semuanya terkesan mewah dan classy.
Barang-barang yang berharga fantastis, beberapa alat perjudian, botol-botol minuman keras dengan merek ternama.
Terang saja, sebagai ketua anggota Mafia, ia mendapatkan semua itu dengan jalan sesat.
Mereka kerap kali melakukan perampokan, pemerasan, dan tindakan-tindakan kriminal lainnya yang jelas melawan hukum, tetapi mereka memiliki rasa peduli dan empati yang besar terhadap kaum lemah dan miskin untuk memenuhi hak-hak mereka sebagai rakyat kecil yang tertindas, dan terasing, hidup dalam ketidak adilan, Jay beserta anggotanya menggunakan cara kotor untuk mengatasi itu semua.
Mereka menjadi seperti itu bukan tanpa sebab, Jay dan anak buahnya memiliki riwayat masa lalu yang kelam, tak berbeda jauh seperti apa yang di alami oleh Asong saat ini.
Jay tertawa dengan suara yang menggelegar ketika ia mendapatkan Asong, secara otomatis Asong di rekrut menjadi anggotanya, meski harus melalui proses yang cukup panjang.
Jay tak ingin ada yang ditutup-tutupi di hadapan Asong, tiap kali ia bertanya tentang semua harta yang di dapatkan Jay, dengan jujur Jay menjawabnya.
Asong merasa tindakan Jay kurang patut, meski tujuannya baik tetapi beresiko besar dan tentunya sangat berbahaya.
"Sudahlah, kau tak usah menggurui aku! Kau bocah tahu apa?!" Jay berusaha mengiming-imingi Asong dengan kemewahan, dan potensi yang akan ia peroleh jika Asong menyetujui usulnya untuk menjadi salah satu anggotanya.
Asong menggelengkan kepala, ia menolak secara terang-terangan untuk menjadi anggota Jay.
Dengan cepat Jay menendang tubuhnya hingga jatuh tersungkur mengenai lantai.
"Sam, kurung dia!" titahnya kepada salah satu anak buahnya.
"Siap Tuan!" Sam di bantu 2 orang lainnya menyeret tubuh Asong, lalu menyekapnya di sebuah ruangan.
Bersambung...
Sebelum pintu itu tertutup, Jay kembali menghampirinya, lalu dengan lantang ia mulai berbicara, "Heh gendut! Ini penawaran terakhir, kalau kau bersedia menjadi anggota, maka aku akan merubah dirimu menjadi pria tampan, tangguh dan pemberani! Kalau tidak, aku akan melempar tubuhmu ke kandang singa, sepertinya dagingmu cukup untuk makan mereka!" gertak Jay dengan senyum tipis penuh ejekan, Asong menggeleng ekspresinya penuh ketakutan yang mendalam. Ia berpikir, jika ancaman Jay benar adanya.
Jay dengan cepat menutup pintu ruangan itu, kini tinggalah Asong seorang diri, ia mencoba merenungi semua permasalah perih dalam hidupnya.
Ingatannya tertuju pada seorang gadis yang ia sukai, tetapi ia kerap kali mendapat penghinaan pedas darinya.
...
Asong teringat pada Shaly, ia pernah menyatakan ketertarikannya secara langsung pada gadis tersebut beberapa hari yang lalu, bertepatan di perayaan hari ulang tahun Shaly yang ke 14.
Saat itu, Asong yang tak di undang memberanikan diri hadir di acara istimewa Shaly dan membawa kejutan manis untuknya, ia berharap semua akan terkesan.
Dengan segenap hati ia mengungkapkan, "Shaly, sudah lama aku mengagumimu, maukah kau menerimaku sebagai sahabat?" tawar Asong sambil bertekuk lutut dihadapannya, pemuda gendut itu mempersembahkan sebuah cincin berlian kepada gadis pujaanya, meski Shaly baru saja mengenalnya.
"Kau ini siapa? Berani sekali kau datang kemari!" Shaly dengan berani menendang tangan Asong hingga cincin berlian itu jatuh menggelinding entah kemana.
"Jangan harap! Aku tak sudi berkenalan denganmu, gendut!" Shaly melempar ludah kearah kacamata Asong, kemudian meninggalkannya dengan kalimat ejekan yang menyakitkan.
Beberapa kawan Shaly juga turut melontarkan ucapan caci maki terhadapnya.
"Dasar gendut, jelek, tak tahu malu!" ledek Shaly dengan sinis dan angkuh.
"Sebaiknya kau bercermin!" lanjut Su Lie dengan tawa mengejek seakan puas sudah menghina Asong.
Asong merasakan sakit hati yang luar biasa mendapat penolakan dan komentar pedas dari para gadis itu, terutama kepada Shaly yang sudah menoreh luka di hatinya, serta mempermalukan di hadapan banyak orang.
...
Hingga Asong tersadar dari lamunannya, ia merasakan sesak luar biasa saat mengingat semua kisah pahit dalam hidupnya.
"Aku benci dengan fisiku yang seperti ini, aku benci dengan kemiskinan ini, Arrrgghhh!" teriak Asong mencoba meluapkan seluruh amarah dan kekesalannya, hingga suaranya menggema memenuhi ruangan, lalu ia menggedor pintu dengan kasar.
"Paman...!!!" teriaknya. "aku sanggup, aku mau menjadi anggotamu, paman!!!"
Jay dan kawan-kawannya tertawa dan tepuk tangan mendengar suara Asong.
"Kalian dengar itu?" tanya Jay kepada semua anak buahnya, dan mereka turut menertawakan juga.
"Itu artinya, kita akan menambah anggota baru!" lanjutnya dengan senyum kemenangan.
Jay melangkah kearah pintu lalu membukanya, ia terus menertawakan ketidak berdayaan Asong saat ini.
"Tadi kau mengatakan apa?" tanya Jay sambil menguyah peremen karet, kemudian membuat gelembung.
"A... ku, aku... bersedia menjadi anggota mu, paman," jawab Asong sedikit ragu, Jay langsung meraih dagunya dengan kasar, kemudian menatap kedua mata Asong dengan buas.
"Kau serius? Kau tak akan menyesal?" tanyanya lagi, Asong mengangguk yakin.
"Aku serius!" jawabnya dengan lantang.
Dengan tawa gembira, Jay dan kawan-kawannya merasa senang melihat perubahan sikap Asong yang tiba-tiba penuh tekad dan berani. Mereka menyambutnya dengan tangan terbuka, merasa bahwa Asong memiliki potensi besar untuk menjadi anggota baru mereka meski usia Asong masih terbilang sangat muda jika di bandingkan mereka.
Jay memandang Asong dengan penuh tekad dan harapan. "Baiklah, gendut. Selamat datang di dalam kelompok kita. Bersama-sama, kita akan mengubah hidupmu dan membuatmu menjadi seseorang yang jauh lebih kuat dan berani." Jay menggenggam tangan Asong, lalu mengangkatnya keatas.
"Paman, bisakah kau tak memanggilku dengan kata 'gendut'?" Asong Protes dengan nama panggilan yang terkesan mengejeknya.
"Oh, lalu siapa namamu?" tanya Jay.
"Namaku, Lin Chun Song, panggil saja aku Asong," jawab Asong, dan Jay mengangguk.
"Nama yang bagus!" pujinya, Asong tersenyum memperlihatkan keluguan dan kepolosan di wajahnya.
Dengan senyum di wajahnya, Asong merasa bahwa perubahan dalam hidupnya akan segera dimulai. Ia merasa lebih dihargai dan diakui oleh Jay dan anggota kelompoknya. Nama panggilan baru, "Asong," menggantikan kata "gendut" yang selama ini merendahkan dirinya.
Hubungan erat antara Asong dan anggota kelompok semakin akrab setiap harinya. Mereka berlatih bersama, belajar bersama, dan berbagi pengalaman hidup mereka yang memiliki masalalu kelam. Asong mulai merasakan semangat dan kekuatan dalam dirinya yang tumbuh dengan cepat.
Asong tak di perizinkan keluar selama beberapa waktu, ia di fokuskan untuk melatihan fisik dan juga mental.
Asong menjalankan diet ketat supaya tubuhnya ideal.
Jay terus menggembleng Asong setiap harinya, hingga pemuda itu benar-benar siap menghadapi tantangan di Dunia luar, terlebih membalaskan rasa sakit hati kepada mereka yang sudah memandangnya dengan sebelah mata.
Berhari-hari, berbulan-bulan, hingga 2 tahun lamanya Asong berada dalam didikan Jay.
Jay memberikan pengarahan yang cukup keras, kasar, untuk melatihnya.
"Kau harus kuat dan tangguh, Asong!" kata Jay, Asong mengangguk mantap.
Tiap kali Asong mengingat kata-kata merendahkan pada dirinya, ia semakin gencar melatih pukulan, tendangan, dan otot-otot kekar di tubuhnya.
Hingga 2 tahun kini Asong berhasil bertransformasi.
Ia tak lagi memiliki image bodoh dan gendut, kini sebaliknya.
Ia terlihat tampan, gagah, tangguh, dan penuh wibawa.
Jay memasang beberapa tato permanent di tubuh Asong sebagai tanda keanggotaan resmi yang kini di sandang olehnya.
Asong dengan tatapan garang penuh tantangan dan ambisi, ia bersiap untuk membalaskan dendamnya.
Jay merasa berhasil merubah Asong menjadi sosok yang di segani dan di takuti banyak orang, ia sukses mengubah kucing jalanan menjadi singa yang garang.
Bukan hanya latihan fisik, ia juga di test untuk merampok perusahaan besar, menindas orang-orang yang tamak dan berkuasa, ia memperlakukan mereka secara keji tanpa pengampunan.
"Selamat Lin Chun Song, kau lolos!" Jay bertepuk tangan, hal itu berhasil menjadi suatu kebanggaan bagi Asong, karena usahanya tak sia-sia.
"Terimakasih paman, berkat kau, aku menjadi Asong yang sekarang!" ucapnya, seluruh anggota mengakui kehebatannya dan memberi ucapan selamat atas keberhasilan Asong, kini ia bersiap unjuk gigi di hadapan Dunia untuk menunjukan kehebatanya yang luar biasa.
Singkat cerita...
Asong kini sudah berusia 19 tahun, ia kerap di ajarkan kekerasan dan melakikan tindakan kriminal.
Mereka melakukan itu bukan hanya untuk memenuhi ego dirinya semata, tetapi juga untuk menolong kaum-kaum lemah dari sifat tamak para koruptor, dan para pemimpin serakah.
Namun, Jay juga ingin menjadikannya sukses dan tetap mengayam bangku pendidikan sebagaimana mestinya.
Asong meneruskan pendidikanya di Universitas terbaik, Jay membiayai seluruhnya, ia semakin erat dengan Asong, Jay sudah menganggap Asong sebagai putranya sendiri.
Karena sebelumnya ia pernah berkeluarga dan memiliki satu orang putra. Namun, kecelakaan harus merenggut kebersamaan mereka, hingga pada akhirnya Jay harus ikhlas kehilangan istri dan juga anak satu-satunya.
Sampai ia hidup melantung, terusir dari keluarga, dan di tuduh melenyapkan nyawa dua orang yang amat sangat di cintainya.
Karena sebelum peristiwa tragis itu terjadi, ia sempat cekcok dengan sang istri.
Jay terdiam sambil memeluk photo almarhum anak dan juga istrinya, wajah tegas itu kini terlihat sendu dengan kedua mata yang memerah.
"Paman, apa yang terjadi denganmu?" tanya Asong, Jay menatapnya lalu tersenyum.
"Kemarilah!" Jay melambai, Asong melangkah mendekati, lalu duduk di sebelahnya, ia melihat potret yang di genggam Jay saat ini.
"Itu photo siapa, paman?" tanya Asong dengan rasa penasaran, Jay kembali tersenyum sambil mengusap air matanya yang tumpah ruah.
"Ini photo almarhum istri dan juga putraku, kalau putraku masih hidup, mungkin usianya sama denganmu, Asong." Jay mengusap kepala Asong dengan kasih sayang laiknya seorang Ayah kepada putranya.
Asong mengangguk, ia turut merasakan kenestapaan hati Jay saat ini, apa lagi ketika Jay memaparkan semuanya, Asong yang mendengarnya ikut menitikan air mata.
"Paman yang sabar ya," kata Asong mencoba menyemangati, Jay mengangguk, lalu menghela napas kasarnya dalam-dalam.
Jay menyimpan kembali photo kenangan itu di dalam lemarinya, lalu menghampiri Asong yang masih berdiri.
"Kau sudah siap?" tanya Jay, Asong mengangguk semangat.
"SIAP!!!" jawabnya dengan lantang.
Rencananya malam ini pasukan Mafia Singa Emas akan menjalankan aksi, semua anggota telah menentukan titik lokasi sebuah pusat Bank besar yang namanya sudah sangat terkenal di seluruh penjuru kota, mereka mengincar tempat itu jauh-jauh hari.
Asong berbekal peralatan senjata api dan lain sebagainya untuk jaga-jaga.
...
Bersambung...
Biarpun kemampuan bela diri yang ia kuasai cukup mupuni, tetapi memegang senjata juga perlu untuk menghadapi ancaman-ancaman yang kemungkinan akan terjadi.
Di setiap aksinya, anggota Singa Emas selalu mengenakan topeng untuk menyamarkan wajah dan ciri-ciri mereka.
Sebelum semuanya pergi untuk beraksi, Jay memberikan beberapa nasihat penting kepada Asong. "Ingatlah, Asong, ini bukan hanya tentang uang. Ini tentang pesan kepada mereka yang berkuasa bahwa kita tidak akan tinggal diam melihat ketidakadilan. Kita akan selalu melindungi kaum lemah dan menghukum orang-orang yang rakus dan tamak."
Asong mengangguk saat ia tengah mengisi senjatanya dengan peluru sambil menatap penuh tekad pada diri Jay saat ini. "Ya paman Jay, aku mengerti. Kita akan memberikan pesan ini supaya mereka berpikir. Ternyata kulit luar bisa menutupi kebusukan di dalamnya, mereka terlihat baik dan bijaksana dihadapan semua orang, tetapi sifat asli mereka jauh lebih mengerikan dari penjahat macam kita." papar Asong dengan tatapan penuh tekad untuk memberantas tindakan yang merugikan banyak pihak.
Setelah semuanya siap, seluruh anggota Singa Emas pergi di kegelapan malam yang sepi dan senyap, menuju perusahaan besar yang menjadi target incaran mereka.
Mereka bekerja cepat dengan penuh kehati-hatian, merencanakan setiap langkah dengan cermat dan ketelitian, karena bisa saja mata kamera berhasil mengabadikan aksi mereka.
Saat mereka tiba di lokasi yang dituju, semua tim bergerak dengan sigap. Jay memimpin dengan siaga, sementara Asong siap untuk membuktikan kemampuan bela dirinya yang kuat.
Sam, dan beberapa orang lainnya di tugaskan untuk meretas kamera pengintai dengan kelincahan dan kecerdikan tangan-tangan terampil mereka yang sudah berpengalaman.
Namun, aksi mereka tak selalu berjalan dengan mulus, ketika Seorang Security berhasil mengamati pergerakan para anggota Singa Emas, dengan cepat ia segera menghubungi pihak kepolisian.
Jay, Asong, dan yang lainnya menelusuri berbagai sudut tanpa mengetahui ancaman bahaya yang mengintai.
Sampai pada suatu ketika, Jay dan tim menemukan beberapa uang dalam jumlah besar, dengan cepat mereka menggasak seluruh uang dan benda berharga lainnya dengan gerakan rapih dan teratur. Namun, nahas, sial tak bisa di tolak ketika aksi mereka tertangkap basah oleh pihak kepolisian setempat.
"Jangan bergerak!" seorang pria berseragam Polisi mengarahkan pistol di hadapan semuanya.
Mereka membawa anggota yang cukup banyak untuk menangkap kawanan penjahat.
Dengan cepat, Jay dan anak buahnya melakukan serangan balik yang menegangkan, hingga terjadi baku hantam dan bunyi tembakan mengudara memenuhi tempat tersebut.
Suasana tampak tegang dan kacau.
beberapa Anak buah Jay dan 4 orang anggota petugas tewas di tempat akibat peristiwa ini.
Asong membantu Jay bertarung melawan aparat kepolisian.
Keduanya berusaha bertahan sekuat tenaga, menggunakan semua keterampilan bela diri mereka yang telah terlatih selama ini.
Jay dan Asong memiliki keberanian dan tekad kuat untuk tidak menyerah. Kekuatan beradu fisik ini adalah pertaruhan besar bagi misi mereka melawan ketidak adilan dan keserakahan.
Situasi semakin keruh dan rumit dengan semakin banyaknya petugas kepolisian yang tiba di lokasi kejadian. Suasana bertambah tegang dan darah terus bercucuran. Tidak ada jalan keluar yang dilakukan dengan mudah.
Saat itu, Jay yang telah luka cukup parah, menyadari bahwa pertempuran ini akan berakhir dengan bencana yang mengerikan. Jay memberi isyarat kepada Asong. "Asong, kita harus pergi sekarang!"
"Tapi paman...," Asong terlihat bingung.
"Sudahlah, kita tak akan bisa melawan mereka yang semakin banyak!" Jay tak punya banyak waktu, ia menarik lengan Asong, mereka hendak terjun dari lantai teratas menggunakan tali yang sudah di modifikasi sedemikan rupa untuk memudahkan akses saat terjun bebas.
Namun, belum juga berhasil meluncur, salah seorang petugas berhasil mengarahkan senjata api tepat mengenai leher Jay, hingga tubuh Jay melemah sambil bercucuran darah. Tetapi, ia masih tetap bertahan meski nyawanya sudah di penghujung jalan.
Asong begitu khawatir melihat keadaan Jay yang wajahnya tampak pucat dan tak berdaya.
Asong bisa meluncur dengan selamat dan berhasil menghindari kejaran petugas, begitu juga dengan Jay meski keadaanya sudah semakin bertambah lemah.
Mereka kembali ke markas tanpa di ketahui oleh siapapun, terkecuali anggota Singa Emas.
Jay berdiri dengan napas yang tersengal-sengal, ia meletakan kantong yang berisi beberapa uang hasil jarahannya di bawah lantai.
"Paman, apa kau baik-baik saja?" Asong menghampiri Jay dengan penuh kekhawatiran ketika tubuh Jay ambruk di hadapannya, dan juga anak-anak buah lainnya.
"Lin Chun Song..." Jay memanggil dengan suara yang terdengar lirih, serta napasnya semakin memburu.
Jay meraih tangan Asong seraya mengisyaratkan jika dirinya sudah tak sanggup untuk bertahan.
"Paman bertahanlah, kami sedang menghubungi seorang Dokter untuk menangani mu!" teriak Asong.
Jay membelalakan kedua matanya sambil menggeleng cemas, dan berteriak penuh peringatan. "Tidak! Jangan lakukan itu! Jangan ada yang boleh masuk ke dalam markas kita selain anggota resmi!" cegahnya.
"Tapi paman, kau butuh pertolongan!" Asong memeluk erat tubuh Jay yang sudah terkapar, Jay menatapnya, lalu berpesan.
"Lin Chun Song, jika aku mati hari ini, aku minta, tolong kau gantikan peranku! Aku sangat yakin dan percaya padamu. Kau tangguh, kau kuat, dan kau hebat!" ucapnya tegas berpesan kepada Asong.
"Tidak paman! Kau jangan berkata seperti itu, kau akan tetap hidup, paman!" teriak Asong kembali sambil terus memeluk tubuh Jay.
Noda darah menempel dengan tubuhnya, ia sama sekali tak merasa jijik. Asong sudah menganggap Jay seperti Ayahnya.
Meskipun napas Jay semakin melemah, ia tetap berusaha tersenyum lembut ke arah Asong saat ini. "Asong, kau adalah masa depan kelompok kami. Kau harus melanjutkan apa yang sudah kita mulai bersama, aku yakin kau bisa!" Jay menepuk pelan pundak Asong sebagai upaya penyemangat yang bisa ia lakukan untuk terakhir kalinya.
Asong mencoba menahan air matanya meski itu sulit baginya, ia tahu bahwa saat-saat terakhir Jay telah tiba.
Ia merasa terbebani dengan permintaan Jay untuk menggantikan perannya menjadi seorang ketua Mafia Singa Emas, tetapi ia juga tahu bahwa ini adalah tanggung jawab yang harus diterima.
Jay tersenyum tenang, hingga akhirnya ia pergi untuk selama-lamanya.
"Paman!!!" Asong berteriak histeris, ia semakin mengencangkan pelukannya di tubuh Jay.
Semua kelompok tampak berduka di hari kematian ketua mereka, ketua yang selama ini mereka hormati dan di segani.
Asong tak bisa menyembunyikan kesedihan dan terpukul atas kepergian Jay.
Di malam itu juga jenazah Jay di kremasi sesuai adat dan kepercayaan bangsa mereka.
Salah satu anggota yang juga ahli dalam spiritual memimpin jalannya upacara kremasi.
Ritual doa, dan aroma dupa menyeruak untuk penghormatan terakhir bagi Jay.
...
Ucapan doa-doa dan kepulan asap dupa mengisi malam itu, menciptakan suasana kekhidmatan. Anggota kelompok Mafia Singa Emas melanjutkan upacara kematian Jay, berharap jiwa Jay tenang dan terlahir kembali di alam yang bahagia.
Asong, yang sekarang resmi menjadi ketua kelompok tanpa pelantikan, karena ini adalah amanat terakhir dari Jay. Ia berdiri di depan api unggun sambil menggenggam potret Jay.
Dalam genggamannya ia berbicara dengan suara lantang penuh rasa hormat. "Paman Jay, kau adalah sosok yang luar biasa. Kau mengubah hidup kami semua dan memberikan arti pada perjuangan. Kami akan terus melanjutkan perjuangan ini, tidak hanya untuk diri kami sendiri, tetapi untuk keadilan dan kebenaran!" tekadnya.
Sam tiba-tiba bangkit dari duduknya, ia menyatakan keberatan ketika Asong di utus untuk memegang estafet kepemimpinan Mafia Singa Emas, ia merasa dirinyalah yang lebih berhak, karena sudah cukup lama mengabdi pada Jay.
"Hei, kau ini hanya bocah kemarin sore!" Sam menunjukan sikap tidak suka nya pada Asong, Asong tersenyum dengan wajah bijaksana.
"Ya, kau benar, aku hanyalah bocah kemarin sore, tetapi aku hanya mengemban tugas dan amanat darinya, apa kau merasa keberatan?!" tanya Asong penuh tantangan, Sam mengangguk dengan tatapan sinis yang di layangkan terhadap Asong.
"Ya, tentu saja! Dengan ini aku menyatakan mundur dari keanggotaan, karena aku tidak sudi jika kau menjadi seorang pemimpin dalam organisasi ini!" kata Sam dengan nada miring di hadapan semua orang.
"Baiklah, aku tak akan melarangmu. Tetapi, kau tahu artinya jika kau mundur dari kelompok organisasi ini?" Asong mencoba mengingatkan betapa bahayanya hal itu jika di lakukan secara terang-terangan, dan Sam mengangguk dengan tekad yang sudah bulat.
"Ya, aku masih ingat perjanjian jika keluar dari kelompok!" tanpa banyak berbasa basi, Sam mengambil samurai, kemudian ia membuka penutupnya, hingga terpampang permukaan samurai yang tajam dan mengkilap, lalu ia serahkan benda tersebut kepada Asong, sambil menunduk hormat.
"Ayo lakukanlah!" titah Sam, ia meletakan ujung jari telunjuknya di atas meja, Asong tahu apa yang musti ia lakukan.
Dengan cepat Asong memotong jari telunjuk Sam, dan ia berusaha kuat dan tak berteriak saat jari telunjuknya putus, memancarkan kengerian di wajah orang-orang yang melihatnya. Seketika, darah mengalir di atas meja.
"Terimakasih!" Sam membungkus luka dan potongan jarinya dengan kain putih, lalu ia pergi, dengan itu ia sudah bukan bagian anggota Mafia Singa Emas lagi.
"Siapa lagi diantara kalian yang ingin mundur dari keanggotaan seperti dia?! Jawab!" Asong berteriak dengan lantang, semua tak ada yang berani menatapnya.
...
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!