Wajah Savana terlihat muram saat berada di club malam bersama dengan sahabatnya Sharon. Keduanya menjadi pengangguran setelah sang bos meninggal dunia karena serangan jantung.
Sementara pemilik perusahaan yang baru tidak lagi melirik keduanya karena pemilik perusahaan yang baru ingin melakukan perombakan semua staf perusahaan kakaknya termasuk bodyguard yang pernah mengawal sang kakak ke manapun sang kakak pergi.
Sekarang jadilah semua staf kakaknya menjadi pengangguran berjamaah. Termasuk Savana dan Sharon. Dua sahabat yang terlihat sangat akrab walaupun keduanya berbeda jender.
"Apa yang kamu kuatirkan Savana? Mengapa wajahmu tertekuk seperti itu?" tanya Sharon sambil meneguk minuman winenya.
"Kamu tahu sendiri kalau adikku harus melakukan cuci darah setiap minggunya. Sementara aku tidak bisa lagi mengusahakan uang untuknya karena tabunganku makin hari makin menipis selama 3 bulan menjadi pengangguran menyedihkan," ucap Savana sambil merebahkan kepalanya diatas meja bar dengan bertumpu pada satu tangannya.
"Sebenarnya aku sudah melakukan penelusuran beberapa artikel terkait mengenai lowongan bodyguard, tapi itu berlaku di negara Yordania.
Dan lucunya persyaratan yang diajukan mereka yaitu seorang wanita muda yang harus siap mengenakan pakaian syar'i lengkap dengan cadarnya dan tentu saja kamu tahu sendiri kalau mereka mau agama yang sama dengan mereka," ucap Sharon membuat Savana mengangkat kepalanya lalu kembali duduk tegak.
"Wah...! Kalau begitu aku sanggup. Aku siap menerima pekerjaan itu karena aku sebenarnya seorang muslim. Hanya saja aku tidak mengamalkan agamaku dengan benar sejak ayahku meninggal dunia. Di tambah ibu kami minggat entah ke mana," jujur Savana membuat Sharon tercengang.
"Serius...? Kalau kamu seorang muslim?" tekan Sharon pada gadis blasteran Amerika Indonesia ini.
"Tentu saja. Ayahku berasal dari negara Asia Tenggara kelahiran Amerika dan ibuku asli Amerika. Keluarga besar ayahku semuanya berada di Asia. Hanya saja kami baru dua kali pulang ke Asia tenggara, itupun saat aku dan adikku Elma masih kecil. Tapi kami dibesarkan dengan agama Islam," ucap Savana.
"Pantesan kamu tidak pernah mau makan makanan yang tidak halal dan menjauhi minuman keras. Hanya saja aku tidak berpikir sampai ke arah situ," ucap Sharon.
"Kami ditekankan untuk menjauhi makanan haram karena apa yang masuk ke dalam perut akan menjadi darah dan itu akan membentuk pola karakter manusia agar tidak keras hati. Itu yang diucapkan oleh ayahku," ucap Savana dengan wajah sendu.
"Oh begitu. Baiklah. Kita kembali ke awal bahasan kita tadi. Kalau kamu mau, kamu bisa langsung ambil job ini. Kamu di suruh mengawal seorang gadis tapi tidak ada deskripsi detailnya.
Kamu cukup mengirim CV kamu ke alamat email ini dan tunggu kabar dari mereka selanjutnya," ucap Sharon seraya mengirim alamat email yang di maksud ke kontak Savana.
"Terimakasih Sharon...! Aku sangat berhutang padamu kawan..!" ucap Savana lalu pamit pulang duluan meninggalkan Sharon yang masih betah di dalam club malam itu.
"Savana. Biarkan aku yang akan menjaga adikmu selama kamu berada di Yordania," ucap Sharon.
"Baiklah. Aku akan menunggu kabar darimu setiap dua hari sekali. Terimakasih Sharon...! Kau adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki," ucap Savana saling bersalaman.
Setibanya di apartemennya, Savana menyiapkan dokumen pribadinya seperti paspor dan lainnya untuk melengkapi birokrasi imigran.
Tidak perlu menunggu lama, Savana sudah menerima panggilan kerja oleh pihak keluarga yang ingin menyewa jasanya. Namun ada yang membuat ia sedikit kesal dengan permintaan aneh sang majikan.
"Apa ini? Aku harus muncul ke rumah dia dengan mengenakan pakaian syar'i? Bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan pakaian aneh itu? Apakah aku sanggup berpakaian syar'i seharian? Apakah tidak kepanasan nantinya? Menyusahkan sekali .
Tapi tidak apalah daripada aku tidak mendapatkan pekerjaan. Lagipula gajinya lumayan besar yang akan aku dapatkan yaitu dua kali lipat dengan gajiku sebelumnya," gerutu Savana yang hanya memikirkan pengobatan adiknya daripada kenyamanan untuk dirinya sendiri.
...----------------...
Tiba di kota Amman Yordania, Savana dijemput oleh sang sopir yang sudah mengarahkan namanya dengan selembar karton. Savana yang mengenakan pakaian syar'i masih canggung berjalan mengenakan pakaian aneh itu menurutnya.
"Oh itu namaku," Savana melambaikan tangannya ke arah sang sopir yang menghampirinya untuk membawa kopernya.
"Assalamualaikum nona Savana!" sapa pak Abbas.
"Wassalamu'alaikum..!"
"Kita berangkat sekarang?" tanya pak Abbas.
"Tentu saja."
Savana masuk ke dalam mobil mewah itu. Ia sangat bersyukur karena disambut bak seorang putri oleh kerajaan Yordania.
Sepanjang jalan Savana hanya memperhatikan keadaan kota besar yang memiliki populasi penduduk Islam sebesar 95 persen itu, di mana negaranya dipimpin oleh seorang Raja.
Tidak terasa mereka sudah tiba di depan gerbang utama disambut dengan pemandangan indah yaitu istana mewah yang membuat Savana sedikit bergidik dan juga kagum.
"Astaga..! Apakah aku bekerja pada kerajaan negara ini? Pantas saja gaji yang ditawarkan mereka sangat besar. Kalau tahu begini harusnya aku meminta gaji yang lebih tinggi lagi agar bisa menjamin hari tuaku kalau tubuhku tidak berguna lagi untuk bekerja," batin Savana yang mengusai tujuh bahasa di dunia.
Itulah kelebihan Savana selain menjadi seorang bodyguard yang sangat menakutkan untuk musuhnya ia juga mengusai beberapa ilmu pengetahuan seputar IT.
"Silahkan nona! Ibu suri sudah menunggu anda," ucap sang sopir.
"Baik. Terimakasih."
Baru saja Savana membukakan pintu mobil, seorang pelayan sudah lebih dulu membukakan untuknya. Savana menjejaki kakinya ke tanah lalu berjalan mengikuti pelayan.
Baru saja mau masuk ke teras istana, ia harus melalui beberapa pemeriksaan ketat sebelum menemui ibu suri yang belum ia tahu namanya dan wajah ibu suri itu seperti apa. Savana tidak heran lagi dengan prosedur protokol kerajaan yang harus ia lalui karena pengalamannya. Savana sudah berada di ruang kerja ibu suri.
"Tunggu sebentar nona..! Ibu suri akan menemuimu di sini," ucap pelayan wanita yang juga mengenakan baju yang sama dengannya serba hitam.
"Baik."
Savana memperhatikan di sekitarnya dengan posisi tubuh yang tetap berdiri. Tidak lama pintu itu terbuka dan masuklah seorang wanita paruh baya yang sangat cantik. Ia malah tidak mengenakan cadar hanya jilbab yang menutupi kepalanya. Wanita cantik itu menyapa Savana sebagai seorang muslim dan Savana membalas salamnya ibu suri dengan kepala tertunduk.
"Apakah kamu yang bernama Savana?" tanya ibu suri memindai penampilan Savana.
"Iya nyonya. Nama saya Savana."
"Apakah kamu sudah siap menjadi bodyguard untuk cucuku?" tanya ibu suri.
"Insya Allah, saya siap nyonya menjaga cucu nyonya dengan nyawaku," jawab Savana.
"Baiklah. Mari ikut denganku. Kita ke kamarnya sekarang. Jika cucuku tidak menyukaimu, kamu harus kembali lagi ke negaramu dan perjanjian kita batal, bagaimana? Kamu setuju?" tanya ibu suri membuat kerongkongan Savana tercekat.
Glekkk...
"Baik nyonya."
Savana menyanggupinya dengan berat hati tapi dia berharap cucunya Ibu suri menyukai dirinya. Keduanya berjalan saling beriringan hingga masuk ke sebuah kamar besar nan mewah.
Savana mulai heran karena aroma di kamar itu seperti aroma bayi. Dan benar saja mereka menghampiri sebuah boks bayi di mana bayinya kini yang sedang tertidur.
"Itu cucuku yang harus kamu jaga dengan baik karena dia adalah pewaris kerajaan ini, apakah kamu mengerti?" tegas ibu suri.
"Astaga...!" aku kira anak kecil yang mungkin berusia sepuluh tahun tapi ini bayi berusia enam bulan yang akan menjadi klien termuda ku?" tanya Savana membatin sambil menatap wajah bayi cantik yang sangat menggemaskan itu.
Visual Savana
Savana hampir tak percaya bahwa dirinya akan menjadi bodyguard untuk bayi enam bulan. Harusnya dirinya lebih pantas menjadi Baby sitter bukan bodyguard. Lagipula ia tidak punya pengalaman mengurus bayi.
"Aku percayakan cucuku padamu. Kamu bisa belajar mengurusnya sesuai nalurimu sebagai wanita. Di rumah ini kami tidak butuh baby sitter.
Kami butuh pengawal sepertimu karena cucuku saat ini menjadi rebutan dari keluarga ibunya yang menginginkan juga dirinya sebagai pewaris kerajaan ibunya di negara Maroko karena dia lahir sebagai wanita.
Putraku tidak ingin terpisah dari putrinya karena putrinya adalah kenangan terakhir almarhumah istrinya," tutur ibu suri panjang lebar.
Savana tampak manggut-manggut setelah mengetahui alasannya. Ia tidak peduli dengan alasan kedua kerajaan itu tentang bayi cantik dan montok berada di hadapannya ini. Yang ia butuhkan bagaimana caranya bisa mendapatkan perhatian bayi ini kalau tidak ingin tersingkirkan hari ini juga.
"Sekarang kamu bisa membuka cadarmu! Biar wajah kamu mudah dikenali oleh cucuku!" titah ibu suri.
"Maaf nyonya. Siapa nama baby cantik ini, nyonya?" tanya Savana seraya melepaskan cadarnya membuat ibu suri terpukau.
"Masya Allah. Ternyata gadis ini sangat cantik...!" puji ibu suri membatin sambil menatap wajah Savana yang asyik menatap kliennya sedang terlelap dalam mimpi indahnya.
"Apakah kamu sudah menikah? Maaf, maksudku kamu masih seorang gadis tulen?" tanya ibu suri yang tidak menyangka wajah Savana bak seorang putri raja.
"Belum nyonya. Dan aku masih gadis," jawab Savana.
"Maksudku kamu masih pera...-"
Ucapan ibu suri belum selesai saat mendengar cucunya menangis. Mungkin karena obrolan kedua wanita cantik ini yang membuat tidurnya terganggu.
"Sekarang tugasmu menggendongnya. Selama ini dia tidak mau digendong oleh siapapun kecuali aku dan ayahnya," ucap ibu Suri.
"Ba...baik," gugup Savana.
Savana tidak langsung menggendong bayi itu. Ia menggodanya sebentar untuk melakukan kontak mata dengan bayi cantik itu.
Sementara itu ibu suri mundur dan menjauhi keduanya agar Savana bisa melakukan tugasnya dengan baik. Ia akan mengawasi keduanya dari jauh.
Tangis bayi itu yang tadi meraung keras kini berganti diam kala Savana menggodanya. Ia menatap wajah cantik Savana seakan menemukan lagi ibunya yang tidak sempat ia lihat karena meninggal saat melahirkan dirinya.
"Hai sayang...! Apakah kamu haus? Siapa namamu? Kita harus berkenalan terlebih dahulu sebelum kita bermain bersama. Mau aku gendong?" tanya Savana seraya mengangkat kedua tangannya memberi isyarat menggendong.
Bayi cantik itupun memberi respon dan mengangkat kedua tangannya sambil menendang-nendang kakinya karena tidak sabaran untuk digendong Savana.
Senyumnya mengembang di bibirnya dengan memperlihatkan gusinya yang pink segar yang menggemaskan. Bahkan terdapat lesung di pipi bayi cantik itu.
Savana membawa gadis itu dalam pelukannya dan menciumnya penuh sayang. Keduanya langsung merasakan chemistry diantara mereka. Ikatan emosional yang sangat kuat. Dan lebih mengejutkan Savana dan ibu suri terpana saat bayi cantik itu mengecup pipi Savana cukup dalam seakan Savana adalah ibunya.
Melihat pemandangan langka itu, hati ibu suri langsung meleleh. Ia bisa bernafas lega karena cucunya Rania langsung jatuh cinta pada Savana. Gadis cantik blasteran Asia Amerika itu. Ibu suri mendekati keduanya.
"Savana...! Sepertinya cucuku sangat menyukaimu. Bermainlah dengannya di dalam sini. Kamu bisa bermain di depan balkon kamar ini karena ada taman dan kolam pribadi di sini. Ini kamar putraku. Dan jika kamu hendak keluar kamar kamu harus mengenakan lagi cadarmu, ok!" tegas ibu suri.
"Baik nyonya."
"Satu lagi, kamu harus memanggil aku ibu Suri sama seperti yang lain. Sebentar lagi aku akan kembali ke sini untuk membuat surat perjanjian kontrak kerjamu. Aku akan meninggalkan kalian berdua. Sepertinya cucuku sangat menyukaimu dan mulai melupakan aku," ucap ibu suri sambil terkekeh.
Savana ikut tersenyum dan diikuti baby Rania. Ibu Suri meninggalkan keduanya tanpa memberitahukan nama cucunya pada Savana. Pintu kamar itu ditutup dengan rapat.
"Siapa namamu cantik?" tanya Savana seperti orang gila karena bayi itu belum bisa ngomong.
"Bagaimana kalau aku memanggilmu dengan nama Lady? Kamu boleh memanggilku Sava. Itu adalah nama kesayanganku," ucap Savana sambil membawa baby Rania tiduran di atas kasur empuk milik pangeran Malik.
Savana membaringkan baby Rania di atas kasur dan mengajaknya ngobrol. Tidak lama terdengar ketukan pintu membuat Savana memasang lagi cadarnya.
Pelayan itu sangat kaget melihat Savana berani menempatkan tubuhnya di atas pembaringan pangeran Malik. Namun ia merasa Savana sudah diberikan ijin oleh ibu suri.
"Permisi nona. Ini ada makanan dan minuman ringan untuk anda dan susu untuk baby Rania," ucap pelayan itu segera meletakkan baki di atas meja makan yang ada di kamar itu.
"Terimakasih." Acuh Savana kembali ngobrol dengan Rania. Pelayan itu meninggalkan kamar itu dan menutup pintu dengan rapat.
"Namamu Rania? Tapi aku sangat suka memanggil kamu dengan nama Lady. Aku panggil kamu Lady saja, ok! Nah sekarang kamu harus minum susu dulu. Jangan bergerak..! Aku mau mengambil botol susumu," ucap Savana sambil berjalan menuju meja makan untuk mengambil botol susu untuk kliennya.
Semenit kemudian, Savana sudah menyuapi susu untuk baby Rania yang menyedotnya dengan kuat.
"Haus ya sayang? Habiskan susunya dan jangan sampai tersisa..!" titah Savana. Seakan mengerti perkataan bodyguardnya, baby Rania menganggukkan kepalanya. Savana begitu senang mereka bisa langsung akrab.
"Alhamdulillah. Akhirnya aku mendapatkan pekerjaan ini. Ngomong-ngomong, di mana ayahmu? Apakah dia seorang pria yang galak?" tanya Savana penasaran dengan ayah kandung kliennya.
Di ruang kerjanya ibu Suri, wanita cantik ini menghubungi putranya untuk meminta putranya menikahi Savana.
"Ummi sudah mendapatkan bodyguard untuk putrimu. Mengingat dia selalu berada di dalam kamarmu, ummi meminta agar kamu menikahinya. Ini hanya pernikahan kontrak untuk mencegah fitnah.
Ummi tidak memaksamu untuk melakukan kewajibanmu sebagai suaminya. Apakah kamu menerima tawaran ummi?" tanya ibu Suri pada princes Malik yang saat ini sedang berada di luar kota.
"Lakukan apa yang menurut ummi baik untukku dan gadis itu...! Lagi pula ini hanya pernikahan kontrak. Aku tidak masalah. Dia tidak lebih dari seorang budak, bukan?" sinis prince Malik.
"Baiklah. Ummi hanya meminta persetujuan mu. Sebaiknya kamu cepat pulang untuk melakukan proses pernikahan ini. Kabar baiknya, putrimu langsung jatuh cinta padanya. Mereka ada di kamarmu saat ini," ucap ibu suri.
"Hmmm!" datar prince Malik.
Keduanya mengakhiri pembicaraan seraya mematikan ponsel mereka. Ibu Suri membawa berkas ke kamar putranya untuk melakukan kontrak kerjasama dengan Savana.
Pintu dibuka oleh ibu Suri. Wanita paruh baya ini begitu kaget melihat Savana berbaring di pembaringan putranya bersama baby Rania yang tidur di atas dada Savana.
Tapi melihat cucunya begitu nyaman dengan bodyguard cantik itu membuat ibu suri tidak keberatan Savana melakukan apapun di dalam kamar itu.
Savana beringsut bangkit seraya menggendong baby Rania.
"Maaf ibu Suri...!" Savana berjalan menuju sofa di mana ibu suri duduk .
"Duduklah...!"
"Baik...!"
"Bacalah kontrak perjanjian kerja itu!" titah ibu suri yang bernama lengkap Almeira Zaidha. Savana menyimak tiap poin perjanjian kontrak kerja itu. Matanya melebar saat membaca beberapa poin yang harus ia terima.
"Apa...? Aku harus menikahi ayah dari baby...-"
"Hanya pernikahan kontrak. Kamu tidak berkewajiban menjalani tugasmu sebagai istrinya putraku begitu juga dengannya. Ikatan ini hanya bersifat sementara untuk menghindari fitnah. Dengan cara ini dia bisa bebas melihat bagian tubuhmu yang terbuka tanpa merasa berdosa," sambar Ibu suri begitu entengnya.
Glekkk...
Sepekan kemudian, prince Malik sudah balik dari luar kota. Ia harus menempati kamar tamu untuk sementara waktu karena ada Savana bersama putrinya yang menempati kamarnya.
Kedatangan prince menjadi heboh di kalangan istana. Pasalnya sudah satu bulan ini laki-laki itu mengasingkan dirinya karena sedang menghukum dirinya sendiri setelah kepergian istrinya atas kecerobohan yang dilakukannya membuat ia dikejar rasa bersalah pada sang istri.
Hanya menyambut satu orang saja, dapur Istana dibuat heboh. Memasak semua apa saja yang menjadi kesukaannya Prince Malik. Ibu suri menemui Savana untuk memberitahukan bodyguard itu mempersiapkan putri Rania untuk menyambut kedatangan ayahnya.
"Putraku sebentar lagi akan datang. Bawalah putrinya ke depan. Dengan begitu hatinya lebih terikat pada putrinya daripada menyendiri seperti orang bodoh di luar sana," ucap ibu suri.
"Baik ibu suri," ucap Savana segera masuk ke kamar mandi untuk memandikan baby Rania. Mereka biasanya mandi bersama.
"Dan kamu juga harus mengenakan baju abaya desain kerajaan. Yang kamu pakai bahannya kualitas rendah dan itu malah membuatmu kepanasan. Sebentar lagi pelayan akan mengantarkan baju abaya untukmu," ucap ibu Suri.
"Terimakasih ibu Suri untuk kemurahan hati anda. Semoga anda selalu sehat," ucap Savana membuat ibu suri cukup kaget mendengar doa tulus Savana untuknya yang jarang sekali pelayan atau staff kerajaan mengucapkan itu padanya.
"Ternyata gadis ini pandai bersyukur. Pantas saja cucuku langsung menyukainya," puji ibu Suri membatin lalu keluar dari kamar putranya.
Sementara di luar sana sudah terdengar suara heboh para staff kerajaan yang menyambut kedatangan prince Malik dengan nyanyian khas Arab.
Dalam beberapa menit kemudian, prince Malik sudah duduk diruang keluarga bersama dengan Raja dan permaisuri ibu kandungnya Prince Malik beserta beberapa menteri kerajaan.
Diantara mereka sudah terlibat obrolan yang tidak jauh membahas politik. Savana yang sudah datang bersama dengan baby Rania yang digendongnya. Jantung Savana berdegup kencang kala melihat wajah ayah kandung dari kliennya.
"Astaga...! Ternyata dia sangat tampan sekali. Dia itu dewa atau manusia?" batin Savana terlihat salah tingkah sendiri. Beruntungnya ia mengenakan cadar jadi ekspresi wajahnya tidak terekspos didepan banyak orang.
Melihat putrinya, prince Malik langsung menghampiri putrinya sambil mengangkat kedua tangannya namun yang terjadi putri Rania malah membalikkan tubuhnya dan langsung mendekap leher Savana.
"Apa kabar putri daddy..! Sini sama daddy, sayang!" Mengambil putrinya secara paksa dari gendongannya Savana.
Putri Rania memegang hijab Savana kuat kerena tidak ingin digendong oleh ayahnya. Bayi cantik ini menangis histeris ingin kembali lagi ke Savana yang hanya bisa mematung. Prince Malik merasa sangat heran dengan perubahan putrinya.
"Kenapa sayang? Ini daddy kamu. Kenapa kamu takut pada daddy?" tanya prince Malik pada bayinya yang tetap tidak mau mendengarkan dirinya.
Baby Rania tetap meminta dikembalikan kepada Savana. Prince Malik akhirnya mengalah dan mengembalikan kepada Savana.
"Apa yang kamu lakukan pada putriku? Mengapa dia malah menyayangimu daripada aku daddy-nya?" tanya prince setengah berbisik namun wajah itu menebarkan permusuhan.
"Mungkin pangeran terlalu lama meninggalkannya hingga hilang rasa sayangnya pada pangeran. Bayi juga punya rasa diabaikan oleh orang yang dicintainya dan memilih orang lain sepertiku yang membuatnya merasa nyaman," ucap Savana apa adanya.
"Begitu ya?" Prince kembali ke tempat duduknya dan Savana kembali ke kamarnya untuk menenangkan baby Rania yang masih menangis sesenggukan seakan takut ditinggal oleh Savana.
Ibu suri tersenyum samar karena Savana mampu merebut hati cucunya.
"Kamu lebih pantas mendampingi putraku daripada perjodohan yang berbau politik yang akan dijalani putraku," batin ibu suri yang muak dengan peraturan istana yang menjadikan pernikahan sebagai ajang untuk menguatkan kekuasaan.
"Uhhh sayang. Kenapa tidak mau digendong daddy kamu? Aku saja kepingin digendong daddymu. Daddymu itu sangat tampan dan aku sebentar lagi akan menikah dengannya. Namun sayangnya, pernikahan itu hanya kontrak tidak dalam arti pernikahan sebenarnya.
Setidaknya aku bisa menatap wajahnya yang tidak lebih dari dewa Yunani itu. Dia akan mengakhiri masa jomblo ku. Makasih ya sayang sudah mempertemukan aku dan Daddymu," gumam Savana sambil menyuapi susu botol untuk baby Rania sambil senyum-senyum sendiri.
Usai percakapan tentang urusan negara kini keluarga Kerajaan Yordania membahas tentang pernikahan sementara Prince Malik dengan bodyguard dari baby Rania.
Pihak kerajaan tidak keberatan karena pernikahan itu hanya bersifat kontrak yang akan berakhir masa kontraknya. Akhirnya diambil keputusan untuk acara pernikahan itu akan berlangsung tiga hari lagi.
"Apakah gadis itu masih punya wali yang mulia ratu?" tanya sekertaris istana pada ibu suri.
"Ayahnya sudah meninggal dunia. Dia tidak punya keluarga lain selain adik perempuannya yang menatap di Amerika," ucap ibu Suri.
"Baiklah. Itu berarti dia akan menggunakan wali hakim untuk melangsungkan pernikahannya," ucap Sekertaris istana yang akan mengurus proses pernikahan Savana dan prince Malik.
Walaupun hanya pernikahan sederhana namun kelurga kerajaan tetap menghargai Savana untuk menanyakan mahar yang diinginkan Sanana untuk pernikahannya.
Ibu suri meminta putranya untuk menanyakan sendiri pada Savana sekaligus biar keduanya lebih dekat lagi saat ini sebelum memasuki gerbang pernikahan.
"Malik. Kamu harus dekati Savana dengan alasan menanyakan mahar yang diinginkan gadis itu. Itu sudah tugasmu..!" titah ibu suri.
"Pernikahan ini hanya berlangsung sementara. Kenapa aku harus sibuk mendekatinya? Lagi pula dia hanya bodyguard putriku," datar prince.
"Ingat..! Jika saat ini putrimu sudah lengket dengannya bahkan menganggap Savana itu seperti ibunya. Dia bahkan tidak lagi mau bermanja dengan ummi. Itu berarti kita butuh dia saat ini," ucap ibu suri.
"Baiklah. Aku akan menemuinya," ucap Prince Malik akhirnya menuruti permintaan ibunya.
"Dia ada di kamarmu. Temui dia di kamarmu!" titah ibu Suri.
Prince berjalan menuju kamarnya dan mengetuk pintu itu pelan. Sementara di dalam sana Savana sedang meniduri baby Rania yang baru saja terlelap. Prince Malik membuka pintu kamarnya secara perlahan dan melihat Savana duduk di tempat tidurnya dan bersandar di dasbor tempat tidurnya itu dengan mengenakan cadarnya.
Putrinya itu tampak terlelap di dada Savana yang terlihat sangat menjulang tinggi yang membuat baby Rania menjadi betah bersandar pada bukit kembar besar dan empuk itu.
"Ssssttt...! Jangan berisik. Dia baru saja terlelap..!" bisik Savana pada prince Malik yang mendekati tempat tidurnya.
"Baringkan saja dia di kasur...!Jangan di boks itu...! Dan aku ingin bicara denganmu. Ini sangat penting," pinta prince Malik dengan wajah datar.
"Ok. Tunggu sebentar...!"
Savana membaringkan baby Rania secara perlahan. Tubuh montok itu ia tutup dengan selimut dan memberikan dua bantal di kedua sisi tubuh baby Rania.
Savana berjalan mengikuti prince Malik yang mengajak dirinya untuk ngobrol di balkon kamarnya sambil menatap taman bunga di pinggir kolam renang.
"Apa yang ingin pangeran bicarakan denganku?" tanya Savana sambil berdiri dekat sofa di mana prince Malik duduk.
"Duduklah di dekatku..!" titah prince Malik sambil menepuk sofa agar Savana duduk disebelahnya.
"Astaga...! Aku harus duduk disebelah dewa ini? Apakah dia tidak tahu kalau badanku saat ini sudah gemetar seperti ini hanya berdiri tidak jauh darinya. Kalau di suruh duduk di sebelahnya bukan tidak mungkin aku bisa pingsan.
Apakah jangan-jangan istrinya mati karena pesonanya?" batin Savana yang masih bengong membuat prince Malik menarik tangannya hingga tubuhnya jatuh di pangkuan prince Malik.
"Astaghfirullah halaziiim..!" gugup Savana mengendalikan perasaannya karena jantungnya hampir loncat keluar saat ini. Savana buru-buru duduk sebelah prince Malik tapi sedikit bergeser menjauhi princes.
"Dengar...! Aku ke sini hanya menanyakan mas kawin apa yang kamu inginkan dariku?" tanya prince Malik sambil menatap mata Savana.
"Mahar...?"
"Hhmm!"
"Apakah aku boleh minta apa saja pada pangeran..?" tanya Savana berusaha tenang.
"Silahkan...!"
"Baiklah. Kalau begitu aku minta jiwa dan ragamu sebagai maharku. Apakah pangeran sanggup?" tantang Savana menatap balik wajah tampan calon suaminya itu.
"Apaaa...?!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!