NovelToon NovelToon

CLARGA

Sebuah rencana

Suasana mencekam begitu terasa di dalam ruangan ini. Ruang tamu dengan furniture barang-barang mewah, sudah jelas pemilik rumah ini bukanlah orang biasa.

Lelaki tua duduk di sofa, berkacamata dengan kerutan memenuhi sekitar matanya itu. Asap mengepul dari cerutu yang tidak di hisapnya sama sekali.

Sampai akhirnya ia bangkit dari duduknya, berdiri dengan postur tubuh yang sedikit bungkuk karena faktor usia.

“Kalian semua disini mendengar apa yang sudah di katakan pengacara mendiang kakakku tadi. Sungguh aku tidak terima dengan semuanya, padahal sangat jelas hanya akulah keluarganya!” cetus Satya Sastro.

“Lalu apa yang akan Papa lakukan?” tanya Tria-sang anak.

Tatapan Satyo beralih pada Clarrisa-sang cucu-seraya tersenyum tipis.

Clarrisa hanya terpaku pada layar ponselnya tidak mengerti apa yang terjadi.

“Sepertinya aku punya rencana yang sangat bagus, tapi rencana ini akan berjalan baik jika Clarrisa ikut terlibat,” ujar Satya.

“Apa yang bisa di lakukan Clarrisa? Dia tidak punya basic pendidikan di bidang bisnis, kalau harus nimbrung di kantor itu akan sulit!” jawab Tria.

“Tidak ada urusannya dengan kantor!” lalu Satya duduk di samping Clarrisa.

“Clarrisa ...” ucap Satya lembut seraya mengelus rambutnya.

“Ada apa, kakek?” tanya Clarrisa heran.

“Emmmh ... apa kau bisa membantu kakek?”

“Aku akan membantu jika aku bisa, tapi kalau urusan kantor aku tidak ingin melakukannya. Kakek tahu kalau basic-ku di model, aku tidak bisa menggunakan otakku untuk di kantor,” jelas Clarrisa.

“Ya karena itulah, kamu cantik makanya bisa menolong kakek.” Satya tersenyum lebar.

Clarrisa mulai meletakkan ponselnya dan penasaran dengan apa yang ingin kakeknya itu sampaikan.

“Kau tahu kalau semua harta warisan kakek Pras jatuh ke tangan Galih. Itu semua tidaklah adil, kita sebagai saudaranya tidak mendapatkan sepeserpun. Malah Galih yang hanya pembantu yang di pungut dari jalanan yang mendapatkannya,” jelas Satya.

Arnold menghela nafas panjang dan akhirnya bicara setelah sejak tadi hanya duduk diam di samping Tria.

“Pa, kenapa harus memikirkan harta orang lain? Harta keluarga kita sudah cukup, bahkan mungkin tidak akan habis tujuh turunan. Untuk apa membahas warisan paman Pras?” tanyanya.

Arnold adalah anak bungsu Satya adik dari Tria dan Giska.

“Kamu ini belum paham apa yang terjadi. Jangan banyak bertanya dan ikuti saja apa yang Papa katakan!” ujar Satya.

“Kakek, apa yang paman Arnold katakan ada benarnya. Harta kita sudah banyak untuk apa meributkan harta orang lain,” ujar Clarrisa.

“Clarrisa, kamu jangan ikut-ikutan pamanmu. Kamu juga seharusnya bersikap seperti kakek, kamu tahu sendiri selama ini bagaimana kakek Pras begitu menyayangimu seperti cucu kandungnya sendiri. Akan tetapi, kamu tidak mendapatkan apa-apa. Kakek yakin kalau ini semua ada campur tangan Rendi-asisten kakek Pras dan si Galih,” jelas Satya.

Clarrisa tidak bicara lagi dan hanya diam memikirkan apa yang kakeknya katakan karena itu ada benarnya juga.

“Itu benar sekali Clar, bagaimana kakek Pras begitu sayang padamu dari kamu kecil. Tidak mungkin tidak meninggalkan apapun untukmu. Ya, minimal Villa di pulau B atau restoran!” timpal Tria.

“Apa yang Mamamu katakan itu benar ...” ujar Satya.

Arnold bangkit dari duduknya dan hendak pergi seraya berkata, “terserah kalian saja. Aku tidak ingin terlibat! Lebih baik mengurusi bisnisku sendiri.” Lalu melengos pergi.

Tinggal Satya, Tria dan Clarrisa setelah Arnold pergi. Giska berada di luar negeri, berkarir di negara P.

“Katakan kakek, apa yang bisa aku bantu?” tatap Clarrisa.

Satya tersenyum lalu mulai bicara serius tentang apa yang di rencanakannya.

Sementara itu di sisi lain ....

Di sebuah rumah mewah dengan bendera kuning masih berkibar di gerbang depan. Menandakan jika ini adalah kediaman rumah duka Prasetyo. Dua orang berbincang di sebuah ruangan yang di penuhi buku-buku berjajar. Sepertinya ini adalah ruangan kerja.

“Pak Rendy, aku pikir-pikir sepertinya apa yang pengacara tadi sampaikan itu terlalu berlebihan. Aku tidak berhak menerima itu semua, selama ini Tuan Pras sudah sangat baik padaku. Menyekolahkanku, hidupku di biayai dan aku masih di beri gaji karena merawatnya. Aku tidak bisa menerimanya,” jelas Galih.

Galih adalah seorang pemuda berusia dua puluh sembilan tahun yang selama hampir dua puluh tahun bekerja pada Prasetyo.

Rendy memegangi kedua bahu Galih. “Justru kaulah orang yang tepat untuk menerima semuanya. Ikuti perkataanku, mulai sekarang lanjutkan apa yang Tuan Pras lakukan dulu. Urus perusahaan dengan baik dan benar! Anggap saja ini adalah rezeki yang Tuhan berikan padamu.”

Galih hanya terdiam, sebenarnya tidak masalah jika dirinya melanjutkan perusahaan karena selama ini ia sudah banyak belajar dan empat tahun terakhir memang hanya fokus di perusahaan. Akan tetapi, untuk menerima seluruh harta warisannya ia merasa tidak enak apalagi Galih juga tahu jika Tuan Pras masih memiliki keluarga yaitu keluarga Satya.

“Jangan di pikirkan! Kau istirahatlah pasti sangat lelah. Aku pulang dulu, jika ada apa-apa hubungi aku.” Rendy pamit pergi.

Galih hanya berdiam diri seraya menatap kepergian Rendy.

Tidak lama kemudian, Galih merapikan barang-barang yang ada di atas meja kerja yang berantakan. Itu adalah meja kerja Tuan Pras. Lalu ia melihat pada foto yang terbingkai dan mengambilnya kemudian senyuman tersungging di wajahnya itu.

“Tuan bersama Nona Clarrisa ... hmmm dari kecil memang sudah cantik dan sekarang saat dewasa semakin cantik,” gumam Galih.

Setelah beberapa saat memandanginya, ia meletakkan kembali foto itu dan setelah rapi Galih keluar dan pergi ke kamarnya.

Rumah besar semakin sepi setelah sang empunya meninggal dunia. Perasaan Galih tidak karuan, sekarang tanggung jawabnya sangat besar dan ia takut tidak mampu melakukan apa yang di wasiatkan oleh Tuan Pras.

Saat berbaring dan hendak memejamkan matanya, pintu kamar ada yang mengetuk. Terpaksa Galih bangkit kembali dan membuka pintu.

“Pak Agus. Ada apa?” tanyanya.

“Itu di ruang tamu ada Tuan Satya sedang menunggumu, katanya ada hal yang sangat penting ingin di bicarakan,” jawab Agus.

Galih terdiam sejenak, ia tidak tahu apa yang ingin Satya bicarakan sampai malam-malam datang menemuinya.

Ia memakai kaos lalu mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Rendy memberitahukan kedatangan Satya. Kemudian Galih menghampiri Satya di ruang tamu.

“Tuan Satya ...” sapa Galih sembari duduk di sofa lainnya.

Satya hanya mendengus lalu mengeluarkan sebuah berkas dan memberikannya pada Galih dengan tidak sopan.

“Cepat tandatangani itu. Malas saya lama-lama disini!” ujar Satya.

Satya mengambil berkas itu dan membacanya dengan saksama lembar demi lembar seraya sesekali matanya melirik pada Satya.

Berkas apa yang harus Galih tandatangani itu?

CEO Baru

Saat berunding tadi bersama Tria dan Clarrisa, Satya gagal membuat Clarrisa setuju untuk menikah dengan Galih.

“Aku tidak sudi menikah dengannya. Kakek apa-apaan sih? Ide yang sungguh sangat merugikan!” ujar Clarrisa.

“Apa Papa tidak punya ide lain?” sangkal Tria.

“Gak tahu nih kakek! Gak mau pokoknya aku gak mau nikah sama Galih. Ih gak level!” tolak Clarrisa mentah-mentah.

“Syuuuut ... kalian dengarkanlah dulu. Ini hanya pernikahan sementara, setelah Clarrisa berhasil mendapatkan warisan kakek Pras pernikahan akan berakhir!” jelas Satya.

“Aku gak mau!” kekeh Clarrisa. “Suruh saja oranglain.” Sambungnya.

“Hanya kamu yang bisa melakukan ini karena kamulah yang paling di sayang oleh kakek Pras dari sejak kecil,” ujar Satya.

“Sepertinya apa yang kakekmu katakan ada benarnya juga. Ini hanya sementara dan tidak akan berpengaruh apa-apa pada hidupmu,” timpal Tria.

“Kok Mama malah ikut-ikutan kakek? Aku masih muda dan tidak ingin menikah apalagi sama laki-laki kampungan itu. Pokoknya gak mau!” Clarrisa bangkit dari duduknya dan melengos pergi.

Satya mendengus kesal.

“Memangnya tidak ada ide lain, Pa?” tanya Tria.

“Papa akan memikirkannya lagi!” ucap Satya.

Hal itulah yang membuat Satya mendatangi Galih malam-malam. Ia berniat ingin meminta seluruh harta warisan secara terang-terangan.

Galih dengan teliti membaca setiap halaman dan itu sangat jelas adalah berkas pemindahan aset kekayaan milik Pras menjadi nama Satya.

“Apa maksud Tuan ini?” tanya Galih.

“Jangan banyak bertanya! Saya tahu kau bukan orang bodoh dan semestinya kau malu dan sadar diri. Bukan siapa-siapa, tapi menerima warisan begitu saja!” jelas Satya.

Galih sangat menyadari itu, ia memanglah tidak berhak atas semua yang telah di wariskan oleh Tuan Pras.

“Atau jangan-jangan kau sendiri yang mengatur isi surat wasiat itu? Sudah kuduga!” cetus Satya.

“Maaf Tuan, saya tidak tahu apa-apa soal wasiat Tuan Pras dan memang saya juga merasa kalau saya tidaklah berhak ...” jelas Galih.

“Kalau kau sudah merasa seperti itu, tandatanganilah! Saya adik kandungnya dan sangat berhak atas semua warisan kakak,” ujar Satya.

Galih berpikir jika apa yang di katakan itu ada benarnya, tidak ada salahnya jika warisan itu jatuh ke tangan orang yang berhak.

Tidak lama kemudian Rendy datang.

“Jangan lakukan itu!”

Sontak pandangan Satya tertuju pada Rendy yang baru muncul dari pintu. Tatapannya tajam, ia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi.

“Pak Rendy ...” tatap Galih.

“Sudah sangat jelas pengacara menjelaskan isi surat wasiat itu. Semua harta warisan di serahkan pada Galih. Dengan segala syarat dan ketentuan yang sudah di tentukan oleh Tuan Pras sendiri. Jadi, anda tidak bisa mengambilnya begitu saja!” jelas Rendy.

Tanpa banyak bicara, Satya berdiri dari duduknya dan meraih berkas dari tangan Galih lalu setelah itu melengos pergi tanpa berpamitan.

“Bagus kau menghubungiku. Lain kali jangan lakukan apapun tanpa sepengetahuanku. Jangan pernah bubuhkan tandatangan apapun di berkas-berkas yang tidak jelas karena mulai sekarang tandatanganmu itu sangat penting,” jelas Rendy.

Galih mengangguk. “akan tetapi, apa yang di katakan oleh Tuan Satya ada benarnya juga. Aku tidak berhak atas semua warisan itu.”

“Jangan pikirkan hal apapun! Besok datanglah ke kantor seperti biasa. Statusmu mulai besok sudah berubah menjadi seorang CEO,” jelas Rendy.

“Baiklah ...” Galih mengangguk.

Setelah pembicaraan selesai, Rendy kembali pulang dan Galih pergi ke kamarnya untuk beristirahat setelah seharian sibuk di pemakaman Tuan Pras.

Hari yang baru membuat semuanya begitu terasa berbeda. Galih pergi ke kantor seperti biasanya dengan mobil sederhana yang di belinya sendiri dari uang tabungan yang ia kumpulkan. Penampilannya yang sederhana dan tidak modis memang tidak menunjukkan dirinya seperti seorang CEO dan itu menutupi ketampanannya.

Rendy dan yang lainnya sudah menyambut kedatangan Galih bahkan ia juga mengundang orang-orang penting perusahaan termasuk Satya.

Semua orang tidak masalah Galih menjadi pengganti Pras. Selama hampir sepuluh tahun ia sudah masuk ke dalam perusahaan dan empat tahun terakhir menjalankan perusahaan tanpa Pras karena sudah sangat renta harus banyak istirahat dan hanya mengawasi dari rumah.

“Saya mengucapkan terima kasih atas sambutannya. Jujur hari ini masih sama dengan hari kemarin masih dalam keadaan duka, tapi kehidupan harus tetap berlanjut. Saya berdiri disini masih Galih yang sebelumnya, tidak ada bedanya. Dari usia, saya masih terbilang muda dan tentu kalian semua adalah orang-orang hebat yang punya pengalaman jauh lebih banyak dari saya. Jadi, saya harap kita semua bisa bekerja sama dengan baik dan tidak perlu segan menegur saya jika memang saya salah. Mohon kerjasamanya ...” Galih membungkukkan badannya.

Setelah selesai orang-orang yang hadir memberikan selamat dan juga wejangan-wejangannya. Walaupun ada satu atau dua orang yang kurang menyukainya, tapi Rendy mengatakan untuk tidak memedulikannya. Termasuk Satya yang sangat jelas tidak suka jika Galih menjadi pemimpin perusahaan. Ia pergi tanpa bicara sepatah kata pun pada Galih dan Rendy.

“Tuan Satya sepertinya marah padaku,” ujar Galih.

“Jangan hiraukan dia! Fokus saja pada perusahaan. Lagi pula dia tidak terlalu penting di perusahaan ini, hanya karena adiknya Tuan Pras dia ada disini.” Rendy menepuk pundak Galih seraya tersenyum.

Setelah itu Rendy membawa Galih ke ruangan barunya dan ia juga sudah menyiapkan seorang asisten pribadi yang akan membantunya.

“Galih, ini adalah Fika asisten pribadi yang akan membantumu,” ujar Rendy.

“Lalu pak Rendy?” tanya Galih. Selama ini Rendy adalah asisten sekaligus tangan kanan Tuan Pras.

“Tenang saja, aku akan tetap melakukan pekerjaan yang sama seperti sebelumnya. Akan tetapi, seperti apa yang ada dalam wasiat Tuan Pras, aku mengawasi perusahaan-perusahaan cabang juga dan mungkin tidak akan setiap hari ada di sisimu,” jelas Rendy.

“Baiklah aku mengerti ...” angguk Galih.

Sementara itu Satya pergi ke kantornya dan menemui Tria yang menduduki jabatan direktur keuangan di perusahaannya itu.

“Buuuugh ...” pintu terbuka dengan kencang membuat Tria terkejut.

“Papa ... apa yang terjadi padamu?” tanya Tria khawatir lalu ia memberikannya segelas air.

“Papa sangat kesal!”

“Minumlah dulu ...” suruh Tria.

Satya meneguk habis minumannya. “Papa sangat kesal melihat si Galih berbicara di hadapan semua orang dan dia sekarang menjadi pemimpin perusahaan!” keluhnya.

“Apa Papa tidak punya rencana lain lagi? Biasanya selalu punya rencana-rencana briliant?” tanya Tria.

“Sangat mudah sebenarnya Papa menaklukkan Galih, hanya saja Rendy selalu ikut campur!” jawab Satya.

“Apalagi dia mendapat wasiat yang membuatnya semakin besar kepala! Aku juga sangat muak melihatnya,” ujar Tria.

“Makanya itu, hanya Clarrisa yang mampu melakukan itu semua mengambil seluruh harta warisan kakakku! Dengan memainkan perasaan Galih itu akan lebih mudah. Sepertinya Papa juga sempat mendengar kalau Galih menyukai Clarrisa. Itu akan sangat bagus,” tutur Satya.

“Papa sudah mendengar jawaban Clarrisa kemarin, dia tidak mau!” jawab Tria.

“Kalau begitu itu menjadi tugasmu untuk membujuk Clarrisa agar mau menikah dengan Galih!” ujar Satya seraya melengos pergi.

Tria menepuk keningnya merasa pusing. ia tahu jika itu adalah hal yang sulit. Clarrisa sangat keras kepala dan sulit di atur. Bagaimana ia harus membujuknya sampai mau?

penyelamatan tidak sengaja

Tria sengaja datang ke tempat pemotretan Clarrisa.

“Semoga aku bisa membujuknya!” gumam Tria.

Ia menyapa semua orang yang di lewatinya dengan ramah. Lalu menghampiri asisten Clarrisa yang sedang melihat jalannya pemotretan.

“Zaki ...” Tria menepuk pundaknya.

“Omg ... Nyonya ... anda mengagetkan saja!” cetusnya dengan tingkah yang gemulai.

“Clarrisa belum selesai?” tanyanya.

“Nyonya bisa lihat sendiri!” tunjuknya pada Clarrisa yang sedang bergaya.

Clarrisa menjadi brand ambasador lipstik merek ternama.

“Ya saya lihat! Maksudnya masih lama atau tidak selesainya?” jelas Tria.

“Baru aja setengah jalan. Mungkin akan selesai dalam dua jam,” jawab Zaki.

“Panggil sana suruh istirahat. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan Clarrisa!” suruh Tria.

“Tanggung nyonya sebentar lagi,” jawab Zaki.

“Eh kau mau mencoba tidak patuh pada saya, ya? Apa mau kau saya pecat?” ujar Tria dengan nada suara yang meninggi.

Clarrisa mendengar suara ibunya itu dan meminta izin untuk beristirahat kemudian menghampiri Zaki dan Mamanya.

“Kalian kenapa ribut-ribut sih? Malu-maluin!” ujar Clarrisa.

“Ada hal penting yang ingin Mama bicarakan padamu!” Tria menarik tangan Clarrisa dan membawanya keluar dari ruangan pemotretan.

“Ya Tuhan ... ada apa sih, Ma? Emang gak bisa di bicarain nanti di rumah? Aku masih kerja harus profesional,” ujar Clarrisa.

“Cuman sebentar!”

“Apa? Bicaralah sekarang. Aku tidak bisa lama-lama,” jawab Clarrisa.

“Oke ... ini masih sama tentang pembahasan kemarin, soal dirimu yang tidak mau membantu kakekmu.” Tria menjelaskannya.

“Kemarin sudah sangat jelas dan aku tidak mau!” kekeh Clarrisa.

“Clar, coba pikirkan lagi. Ini semua demi keluarga kita. Apa kamu tidak kasihan pada kakek Pras, dia berjuang puluhan tahun membangun perusahaan sampai sebesar sekarang dan kamu lihat sekarang malah di pegang oleh orang lain yang sama sekali tidak ada ikatan darah keluarga,” jelas Tria.

“Aku malas memikirkan itu! Sudahlah Mama pulang saja,” suruh Clarrisa.

Tria harus berusaha keras untuk bisa membujuk Clarrisa. Bagaimana pun caranya ini tidak boleh gagal lagi.

Ia membuat wajahnya terlihat menyedihkan seraya berkata, “Clar, Mama tahu betul bagaimana kakek Pras sangat menyayangimu. Selalu memanjakanmu seperti cucu kandungnya sendiri. Mama yakin kalau semua ini adalah konspirasi Galih dan Rendy.”

Apa yang di katakan Tria membuat Clarrisa kepikiran. Itu semua ada benarnya, sejak kecil kakek Pras sangat menyayanginya begitupun Clarrisa. Bahkan jika di bandingkan dengan kakek Satya sendiri, ia lebih menyayangi kakek Pras.

“Clar, pikirkanlah baik-baik.”

“Tapi, Ma. Apa tidak ada cara lain lagi? Ya maksudnya tidak perlu menikah dengan dia. Mama tahu sendiri, kan, dia udah tua dan gayanya juga kampungan! Aku loh, modis, cantik, banyak cowok tampan yang ngejar, masih muda juga masa harus nikah sama cowok kayak gitu?” tutur Clarrisa.

“Ini cuman sementara dan pura-pura aja, sayang ...” bujuk Tria.

“Ya Tuhan ... aku tidak bisa membayangkannya.” Clarrisa bergidik. “Lebih baik sekarang Mama pulang dan kita bahas lagi nanti di rumah. Aku masih ada pemotretan!” sambungnya.

“Oke ... Mama tunggu kamu di rumah. Mama harap kamu bisa memikirkannya lagi, ini semua demi kebaikan keluarga kita dan juga demi mendiang kakekmu. Dia pasti tidak tenang di alam sana,” ujar Tria.

“Ya udah nanti aja bahasnya! Bye ... aku kerja lagi. Muuuaaach ...” Clarrisa mengecup pipi Tria lalu melengos pergi.

“Semoga saja Clarrisa berubah pikiran dan dia mau menikah dengan Galih!” gumamnya seraya pergi meninggalkan tempat pemotretan Clarrisa.

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Clarrisa baru selesai pemotretan dan bersiap untuk pulang.

“Mau pergi kemana dulu?” tanya Zaki.

“Pulang ajalah, aku lelah!” jawab Clarrisa.

“Hemmm ... tumben amat, biasanya maksa mesti dugem dulu baru balik kalo udah teler!” celetuk Zaki.

“Aduh jangan cerewet deh! Pusing! Aku lagi males, lagian ada urusan keluarga yang harus di selesaikan dan Miley juga lagi di luar kota!” jelas Clarrisa.

“Oke deh kita langsung pulang!” ujar Zaki.

Mereka berjalan ke parkiran dan masuk ke mobilnya. Clarrisa lebih senang menyetir sendiri tanpa pakai sopir atau kadang-kadang Zaki yang sopiri.

“Zak, sebenarnya aku ingin minta pendapatmu. Menurutmu apa aku harus menuruti keluargaku untuk menikah demi menyelamatkan harta warisan kakek Pras?” tanya Clarrisa.

“What? Kamu di jodohin?” Zaki terkejut.

“Itu ide gila kakekku!” jawab Clarrisa.

“Ya Tuhan Clar ... ini zaman udah modern bukan zaman Siti Nurbaya lagi,” ujar Zaki.

“Ya aku juga gak mau,” cetus Clarrisa.

“Ya bagus jangan mau. Kamu loh masih umur dua puluh satu tahun, karir udah mulai naik bagus. Bukannya kamu ada rencana akan mengambil pendidikan S2 di Amerika?” ujar Zaki.

“Tapi Kakek dan Mamaku malah menyuruhku menikah!” keluh Clarrisa.

“Eh, tapi sama siapa kamu akan di jodohkan?” tanya Zaki penasaran.

“Hmmm gak penting!”

“Ganteng gak? Atau dia kaya raya?” Zaki semakin penasaran.

“Galih! Kau tahu dia, kan? Sepertinya pernah bertemu beberapa kali,” ujar Clarrisa.

Zaki mengingat-ingat nama itu sampai bola matanya berputar-putar seakan mau keluar.

“Aaaahhaaaa ...” teriak Zaki. “Dia!”

Itu membuat Clarrisa terkejut dan menghentikan mobilnya dengan mendadak sampai akhirnya dari belakang ada yang menabraknya.

“Buuugh ....”

“Ya Tuhan, kita di tabrak!” celetuk Zaki.

“Ya ini semua gara-gara kamu karena berteriak mengejutkanku!” jawab Clarrisa.

Clarrisa dan Zaki turun dari mobil dan menghampiri mobil di belakangnya.

“Hey ... keluar kau?” Panggil Clarrisa lantang seraya mengetuk kaca mobil.

Pria dari dalam mobil itu keluar dengan agak sempoyongan dan nafas berbau alkohol yang begitu menyengat.

“Iiiyuuuh ... kau mabuk ternyata!” keluh Clarrisa.

“Hey cantikkk ... maaf ya aku tidak sengaja menabrak mobilmu. Salahmu sendiri karena mengerem mendadak, aku tidak jadi marah karena ternyata kamu sangat cantik!” Pria itu malah menggoda Clarrisa.

“Clar ... udahlah kita pergi, gak usah di ladenin orang kayak gini!” ajak Zaki.

Clarrisa mengernyitkan dahinya dan tidak banyak bicara lagi ia berbalik badan untuk kembali ke mobilnya. Akan tetapi, pria itu menarik tangan Clarrisa dengan kuat dan menyenderkan tubuh Clarrisa ke mobilnya.

“Mau kemana, sayang?” ujarnya dengan senyuman nakal.

Tubuhnya yang kekar membuat Clarrisa sulit untuk menghindar.

“Apa-apaan hey ... lepaskan!” ujar Clarrisa.

“Clar ...” Zaki hendak menyelamatkan Clarrisa, tapi pria lainnya yang bersama pria itu menahan Zaki. “Eh–eh lepaskan ... tolong ... tolong ....”

“Cantiknya ....”

“Cuuuih!” Clarrisa meludahi pria itu.

Akan tetapi, pria itu malah tertawa senang dan mengusapkan ludah Clarrisa ke seluruh wajahnya. Itu semakin membuat Clarrisa ketakutan.

“Tolong ... tolong ...” teriak Clarrisa.

“Tidak ada orang disini sepi. Kamu cantik juga, bagaimana kalau jadi simpenan om?” ucapnya.

“Aku tidak sudi! Lepaskan ... tolong ... tolong ....”

Saat hendak menyentuh pipi Clarrisa, seseorang datang dan menarik kerah baju pria itu sehingga terlepaslah Clarrisa dari cengkeramannya.

Memukulinya sampai babak belur lalu pria itu memohon ampun dan masuk ke dalam mobilnya kemudian pergi meninggalkan mereka.

“Ya Tuhan Clarrisa, apa kamu baik-baik saja?” tanya Zaki.

“Aku takut Zak!”

“Tenang saja, sepertinya orang yang menolong kita orang-orang baik!” ujar Zaki.

“Kalian tidak apa-apa?” tanyanya.

Clarrisa melirik pada pria yang menolongnya itu dan terkejut saat tahu kalau yang menolongnya itu adalah Galih.

“Nona Clarrisa?” tanya Galih.

“Galih!” ujar Clarrisa.

“Haaahhh ... benar itu Galih, Clar ...” bisik Zaki.

“Kalian tidak apa-apa?” tanya Galih lagi.

“Ka–kami baik-baik saja ...” jawab Zaki gagap.

Clarrisa menarik tangan Zaki dan masuk ke mobilnya berlalu pergi tanpa bicara dan menjawab Galih.

“Hemmm ... sudah di tolong, tapi tidak berterima kasih!” cetus Vito orang yang bersama Galih.

“Biar saja, tidak apa-apa yang penting mereka selamat,” jawab Galih. Kemudian ia kembali ke mobil dan melanjutkan perjalannya.

“Untung aku mengenali mobil Nona Clarrisa dan bisa menyelamatkannya dari orang-orang jahat itu. Jika tidak, maka ntah apa yang akan terjadi padanya?” batin Galih.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!