"Yes baby, faster ...!"
"Uh damn it! kamu sungguh nikmat sayang ...."
Kue di tangan Leon jatuh di lantai begitu ia mendengar suara desahan dan erangan dari dalam kamar kekasihnya. Padahal hari ini adalah hari anniversary mereka yang ke lima tahun. Awalnya Leon berniat memberi kejutan pada kekasihnya dengan mengatakan ia tidak bisa datang karena ada pekerjaan ke luar kota. Namun sayang, niat hati ingin memberi kejutan namun justru ia yang dibuat terkejut.
Karena sangat marah saat mengetahui Gabriella — kekasih Leon sedang berselingkuh dan parahnya keduanya sampai melakukan hubungan intim di hari jadi mereka yang ke lima tahun, Leon memutuskan untuk membuka pintu kamar tersebut.
Ia sendiri memiliki akses untuk masuk ke unit apartemen itu karena ia lah yang membelikannya untuk Gabriella sebagai hadiah anniversary mereka yang ke dua tahun, di mana Leon berhasil mendapatkan kesucian Briella — sapaan untuk kekasih Leon.
Leon menepuk tangannya dengan keras hingga membuat pasangan yang sedang asyik mengayuh nikmat surga dunia itu terkejut bukan main. Refleks saja Briella mendorong tubuh kekasihnya — Samuel hingga jatuh terjerembab di lantai.
Dengan cepat Briella menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Ia menangis untuk membuat Leon percaya jika ia baru saja di perkosa.
"Darling, dia memperkosa aku, hiksss ..."
Leon menaikkan sebelah sudut alisnya. Bagaimana mungkin ia akan percaya jika ia sendiri menguping percintaan yang menggairahkan itu sejak tadi, dan Briella terdengar sangat menikmati permainan tersebut.
"Briella, kamu bicara apa? Aku tidak memperkosamu dan kamu pun tahu kita sama-sama menyukainya. Kamu jang—"
"Stop Sam, jangan memperkeruh keadaan. Jelas saja aku tidak mau bercinta denganmu karena aku sudah memiliki kekasih. Aku sudah berulang kali mengatakan padamu jika aku sangat mencintai Leon. Tapi tadi kamu datang dan memaksaku untuk bercinta. Please darling, kamu percaya sama ak—"
"Enough!" ucap Leon menyela ucapan Briella. Satu tangan Leon terangkat ke atas dan ia sudah muak dengan sandiwara Briella. Ia tidak bodoh, apa yang terjadi tadi tentu saja bukanlah sebuah keterpaksaan.
Leon tersenyum mengejek."Silakan lanjutkan percintaan kalian dan anggap tadi sekadar iklan, biar kalian bisa beristirahat sejenak. Oh ya Briella ... you and me end!" ucap Leon kemudian ia melangkah pergi dengan membawa kehancuran hatinya.
Leon menulikan panggilan Briella yang terus memintanya untuk kembali sedangkan Leon sudah sangat sakit hati dibuatnya. Mana mungkin Leon kembali lagi pada wanita itu, mustahil!
Leon melajukan mobilnya sampai ke kantor miliknya. Tak lupa ia memberitahukan kepada resepsionis untuk tidak menerima Briella datang berkunjung ke kantor ini dan memintanya mengatakan bahwa ia sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota.
Leon sampai di ruangannya dan ia duduk di kursi kebesaranya. Ia menjadi pria yang workaholic semenjak ia berhasil membangun kerajaan bisnis kulinernya sendiri di negara ini. Leon memiliki beberapa cabang restoran dan kafe di beberapa resort mahal di negara ini, semua berkat koneksinya yang luas dan kepiawaiannya melobi para pebisnis hebat.
Leon bahkan memiliki kantor pusat untuk ia memantau sejauh mana perkembangan semua restorannya, apa pun itu akan diurus di kantor di mana ia berada saat ini.
Mata Leon tak sengaja memandang bingkai foto dirinya dan Briella di atas meja, di mana mereka begitu bahagia dengan Briella yang mengecup pipinya serta ia yang tersenyum lebar.
"Foto sialan!" umpat Leon kemudian ia melempar foto tersebut ke tempat sampah.
Leon yang sedang emosi langsung mengubah raut wajahnya begitu sang kakak menghubunginya. Ia tidak pernah memperlihatkan kesedihannya kepada keluarga mereka karena memang selama ini Leon selalu baik-baik saja.
"Halo Kak, ada apa?" tanya Leon dengan suara yang dilembutkan. Kakaknya ini sangat tidak suka jika ia dikasari dan juga kakaknya ini sangat lemah lembut dan penuh dengan perhatian sehingga Leon juga melakukan hal yang sama.
"Bro, kamu bisa pulang? Di sini keadaannya tidak baik-baik saja. Lexi mengalami kecelakaan setelah beberapa klien menipunya dan kami merugi puluhan miliyar. Pulang ya, Bro. Aku nggak tahu harus gimana dan kita juga harus menyelamatkan perusahaan Ayah dari kehancuran," ucap Jihan dengan suaranya yang terdengar tersedu-sedu.
Leon sangat syok mendengar kabar tersebut dan sebenarnya ia juga sering memantau perusahaan ayahnya. Di bawah kendali Lexi semuanya baik-baik saja dan mungkin nahas, kakak iparnya itu di tipu oleh oknum yang mungkin ingin menggulungkan keluarga Shan. Belum lagi kakak iparnya itu mengalami kecelakaan, Leon semakin yakin jika semua ini pasti ada unsur sabotasenya.
"Baik Sist, hari ini juga aku bakalan pulang," ucap Leon dan terdengar Jihan begitu lega dari seberang saluran.
Dengan terburu-buru Leon pulang ke rumahnya untuk menyiapkan barang yang akan ia bawa pulang. Namun sungguh nasib Leon yang kurang beruntung, ia justru bertemu dengan Briella yang sedari tadi menunggunya.
"Mau apa lagi kamu datang?" hardik Leon. Ia sedang terburu-buru tapi Briella justru membuat langkahnya terhenti.
Jujur saja cinta di hati Leon untuk gadis ini masih ada dan belum hilang sepenuhnya. Cinta yang ia jaga bertahun-tahun mana mungkin bisa ia hilangkan begitu saja dalam sesaat. Namun, ia tidak mungkin bodoh kembali menerima gadis ini yang faktanya telah berselingkuh darinya.
"Darling, maafkan aku. Aku bisa jelasin semuanya. Aku dengan Sam tidak memiliki hubungan apa pun dan kamu harus percaya kalau aku diperkosa Sam!" papar Briella.
Leon berdecih. Tidak ada guna lagi untuk membicarakan tentang Briella dan Sam. Leon ingin tutup buku bersama gadis ini, karena kenyatannya rasa sakit karena mendapati kekasih tercinta bercumbu di depan mata itu tidak bisa diterima oleh Leon.
"Enough is enough Briella!
.....
Leon sampai di bandara keesokan harinya karena ternyata ia tidak bisa pulang kemarin. Sebab, ada banyak hal yang harus ia tangani lebih dulu sebelum ia kembali. Ia juga sudah memesan kepada sang kakak untuk menyediakannya motor di bandara karena ia akan langsung menemui seseorang yang akan membantunya menyelesaikan masalah. Ia sendiri tidak membawa koper karena di rumahnya pun ia memiliki banyak pakaian.
Sial tak dapat di hindari, niat hati ingin segera sampai ke rumah orang yang ingin ia tuju, justru jalan yang ia lalui tidak bisa ia akses sebab di sana tengah terjadi tawuran antar pelajar.
Leon memperlambat kecepatan motornya dan ia tersenyum miring sebab teringat dulu pun ia sering tawuran seperti ini.
Namun, saat sedang menikmati lamunan masa mudanya, Leon dikagetkan dengan seorang siswa yang berlari tepat di depan motornya dan entah datang dari mana.
"Aaaa ...!"
Ciitttt.
Leon mengerem motornya mendadak saking kagetnya ia karena ada yang berteriak.
Bughhh ...
Leon membuka helmnya dan turun dari motor untuk menghampiri siswa yang hampir saja ia tabrak, tetapi siswa itu yang juga syok justru jatuh terjerembab di aspal hingga terlihat kedua sikunya berdarah.
"Awwhh ... sakit banget siku aku ...," lirihnya sambil melihat kedua sikunya yang berdarah, sepertinya terbentur aspal.
Siswa itu hendak berdiri dan mengomeli pengendara motor yang tidak hati-hati walaupun sebenarnya dia yang salah karena tiba-tiba berlari dan menyeberang jalan.
Belum sempat ia berdiri, ia melihat sepasang sepatu yang tentunya ia tahu itu bernilai fantastis. Ia kemudian mendongak dan terkejut.
'Oh my you Jungkook ... kenapa Om ini tampan sekali? Pingsan ah, siapa tahu dia tolongin.'
"Kamu—"
Belum sempat Leon memarahi bocah SMA itu, mendadak ia jatuh pingsan dan Leon bingung harus bagaimana. Padahal tadi bocah itu menatapnya dengan tatapan yang menunjukkan bahwa ia baik-baik saja, namun mendadak jatuh pingsan.
"Ck! Merepotkan saja," gerutu Leon yang berniat menolongnya.
Baru saja Leon akan menggendong bocah SMA itu, tiba-tiba saja dari arah depan datang tiga orang siswa yang sepertinya lari dari tawuran. Mereka langsung menatap sengit ke arah Leon dan Leon tahu kalau saat ini ia sedang diintimidasi oleh bocah-bocah tersebut karena mengira ia yang sudah membuat siswa ini pingsan.
"Om apain teman kami? Apa Om baru saja menabraknya? Wah tidak boleh jadi nih, harus di lapor polisi," seru salah satu temannya yang terlihat wajahnya sedikit lebam.
"Om tanggung jawab dong. Bawa ke rumah sakit teman kita. Jangan coba-coba jadi pelaku tabrak lari ya. Apalagi papi El ini orangnya kejam, Om bisa dikuliti hidup-hidup," timpal yang lainnya dan dia yang wajahnya terlihat paling parah.
'El? Ini dia cewek atau cowok sih? Kalau dilihat-lihat sih dia cantik dan wajahnya mengingatkan aku sama seseorang tapi lupa siapa. Belum lagi dia pakai topi dan rambutnya entah panjang atau pendek, tetapi dia pakai rok. Dia cewek mungkin.'
"Yaelah malah melamun, mana duitnya sini. Nanti kita yang akan bawa El ke rumah sakit. Jangan lupa dibanyakin karena kita berempat juga harus membayar ongkos taksi, belum lagi jatah makan siang karena menemani dia di rumah sakit," ujar seseorang lagi dan Leon memelototkan matanya tidak percaya jika ia baru saja di peras oleh ketiga bocah ini.
'Wah benar-benar sialan nih si Junot, dia meras Om tampan nggak kira-kira. Malu-maluin aku aja. Huhh ... aku 'kan tadinya pura-pura pingsan biar bisa ditolongin Om tampan. Tiga cecunguk ini gangguin aja ...!'
Sambil bersungut-sungut Leon mengeluarkan dompetnya dan memberikan beberapa lembar uang seratus ribu hingga membuat tiga bocah itu menyeringai. Lagi pula Leon malas berurusan dengan mereka, ia memiliki tujuan yang lebih penting dan bagus juga jika ia memberi uang, ia tidak perlu direpotkan membawa teman mereka yang pingsan itu ke rumah sakit.
Tanpa bersuara Leon langsung kembali naik ke motornya dan memakai helmnya lalu pergi dengan kecepatan tinggi. Ia harus segera bertemu dengan seseorang yang bisa membantunya mengatasi masalah keluarganya, walaupun sebenarnya ia bisa saja menolong perusahaan ayahnya dengan uang miliknya, tetapi Leon tidak ingin membuat para pengkhianat itu menikmati harta keluarganya dan bersenang-senang di atas penderitaan kakak dan kakak iparnya.
Begitu Leon pergi, ketiga bocah SMA itu berniat untuk menggendong temannya tetapi mereka dibuat terkejut saat siswa yang mereka sapa 'El' itu bangun dan langsung memarahi mereka.
"Kalian bertiga merusak rencana aku tahu, nggak? Aku tadi pura-pura pingsan biar si Om tampan nolongin aku, eh kalian bertiga justru datang dan parahnya kalian justru meras dia. Woah, kalian benar-benar sahabat kurang asam ya!"
Ketiga temannya dibuat tercengang begitu tahu ternyata ia pura-pura pingsan dan lagi, mereka sangat syok begitu tahu jika ia menyukai pria dewasa tadi.
"Eleanor Prayoga Griffin, are you serious suka sama om-om?" pekik Junot yang tadi menerima uang dari Leon.
"Apa kamu sudah ganti selera? Apa ini alasan kamu menolak si Mahen — cowok most wanted di sekolah kita? Kamu ... seleramu pria dewasa Lea?" timpal Sultan, teman Lea yang wajahnya paling babak belur.
"Aku nggak bisa berkata-kata Lea. Tapi Om tadi itu memang tampan dan keringatnya bau duit tahu," ujar Radit dan Lea langsung mengajaknya tos karena Radit memang yang paling tahu selera seorang Eleanor Prayoga Griffin.
Junot dan Sultan menepuk jidat mereka, tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat dan dengar. Belum lagi ucapan Radit yang mengatakan bahwa keringat om tadi berbau duit, sungguh cowok mata duitan.
Lea pun mengajak mereka untuk pulang dan sebelum itu ia meminta tiga sahabatnya itu untuk membawanya ke apotek untuk mengobati lukanya. Ia tidak ingin nanti maminya mengamuk saat melihat ia terluka.
Lea juga bingung kenapa ia sangat suka melihat sahabatnya terlibat tawuran, ia pasti selalu ada di sekitar mereka untuk menyaksikan pertarungan sengit yang membuat hatinya begitu senang, seolah pertengkaran itu adalah tontonan yang sangat menarik.
Setelah selesai mengobati sikunya, Lea meminjam jaket milik Radit yang selalu bersih dan wangi karena seorang playboy seperti Radit harus selalu menjaga penampilannya. Radit yang membonceng Lea dengan motornya itu mengantar sahabatnya sampai di depan gerbang, karena sebenarnya saat ini bukan jam pulang melainkan mereka sengaja membolos untuk bisa ikut tawuran atas permintaan tuan putri mereka yang memiliki hobi nyeleneh — menonton aksi tawuran.
Mata Lea memicing, ia seperti mengenali motor yang terparkir di halaman rumahnya yang begitu luas, ditambah ada kolam ikan besar di tengah-tengah dengan taman yang cantik di sisi kiri dan kanan.
'Kok kayak kenal motornya? Tapi lihat dimana ya? Hmm ... bodoh amat lah, motor kayak gitu 'kan banyak dan aku bisa lihat itu dimana aja.'
"Asslamu'alaikum, Lea pulang ...," lirih Lea berharap tidak ada yang mendengar suaranya sebab ia baru ingat kalau sekarang belum waktunya pulang sekolah.
Celaka, di ruang tamu justru ada Mami, Papi dan juga seorang tamu yang tidak Lea perhatikan. Aluna yang melihat putrinya sudah pulang, ia melirik jam yang melingkar di tangannya.
"Wa'alaikum salam. Lho sayang kenapa sudah pulang, bukankah ini belum jam pulang sekolah? Kamu sakit?" tanya Aluna penuh perhatian pada putri satu-satunya ini.
Frey pun menatap ke arah istri dan putrinya diikuti oleh Leon yang menatap tajam pada Lea. Leon masih ingat kalau bocah itu yang tadi pingsan tanpa sebab di depan motornya hingga ia diperas oleh tiga temannya. Namun begitu, Lea belum menyadari keberadaan Leon.
"Ini kenapa pakai topi kayak gini? Cantiknya nanti nggak kelihatan," ujar Aluna kemudian ia membuka topi itu dan tampaklah rambut indah Lea yang terurai.
'Wah gila, tu bocah kok cantik banget. Persis Aluna — oh sial, jangan bilang dia Eleanor? Ta-tapi kenapa bisa secantik itu dan kenapa mendadak jantungku deg-degan?'
"Lea, kamu benar sakit Nak?" tanya Frey yang langsung berdiri dan berjalan menghampiri Aluna dan Lea.
Leon yang melihat drama keluarga bahagia ini dibuat berdecak. "Sakit? Anak kalian itu tidak sakit. Dia itu membolos dan ikut tawuran di jalan di dekat sekolah kita dulu."
Lea tersentak saat mendengar suara yang seperti pernah ia dengar dan yang paling penting orang itu baru saja membocorkan rahasianya. Lea pun mengalihkan pandangannya dan ia tak bisa tidak terkejut melihat siapa yang baru saja membongkar rahasianya itu.
"Om tampan ...!" pekik lirih Lea saat tahu orang yang tadi hampir menabraknya itu ada di rumah ini.
'Ayo Lea, cepat pura-pura pingsan,' gumam Lea dalam hati namun tetap saja ia tidak berhasil melakukan niatnya.
Frey menatap Leon tak percaya dengan apa yang baru saja ia katakan dan Aluna sendiri heran karena Lea mengenal Leon dan apa tadi katanya, 'Om tampan', Aluna jadi semakin bingung apa yang sudah terjadi antara Lea dan Leon.
"Apa maksudmu Leon?" tanya Frey yang kini menatap tajam pada sahabatnya itu.
'Oh jadi namanya Leon. Om Leon tampan, ini Lea. Nama kita samaan ya, jodoh mungkin. Hehehe ...."
Leon menghela napas, ia kemudian menatap Lea dengan tatapan mengejek dan tak lupa ia tersenyum sinis pada Lea sebelum ia menceritakan semua yang terjadi tadi. Leon mengatakan tentang ia yang hampir saja di tabrak Lea, bukan ia yang hampir menabrak Lea. Sebab, Lea yang datang tiba-tiba di hadapannya dan untung saja ia tidak sedang menyetir motornya dengan kecepatan tinggi.
Tak lupa Leon meminta Aluna untuk memeriksa siku Lea sebagai bukti bahwa ucapannya barusan adalah benar. Aluna pun segera meminta Lea untuk membuka jaketnya, begitu pun Frey yang harap-harap cemas menanti.
Lea menatap Leon dengan tatapan tak suka, dari tatapannya itu seolah menyiratkan kata bahwa ia tidak senang pada Leon yang mengadu kepada kedua orang tuanya, padahal ia sudah menyukai Leon sebab ia sangat tampan. Namun Leon justru semakin menatap penuh ejek padanya sehingga Lea mengepalkan kedua tangannya.
Frey memperhatikan interaksi lewat tatapan mata Lea dan Leon, sepertinya keduanya sedang berbicara lewat telepati. Yang satu mengejek dan yang satu kesal bukan main.
"Shhh ... sakit Mi," ringis Lea begitu Aluna mendapati lukanya saat ia tidak sadar sudah membuka jaket milik Radit karena sangat serius beradu tatapan mata dengan Om tampan.
"Frey lihat ini, anak kamu ternyata benar terluka. Oh jadi benar kamu terlibat tawuran? Sejak kapan kelakuan nakal itu merasuki dirimu Eleanor Prayoga Griffin? Mami dan Papi dulunya tidak pernah senakal ini!"
"Aww sakit Mi, ampun Mi ...," rintih Lea saat Aluna menjewer telinganya dengan kuat dan Frey tidak bisa apa-apa saat putrinya mencoba meminta tolong padanya lewat isyarat mata. "Lea nggak tawuran Mi, cuma melihat-lihat daja. Mami boleh tanya sama tiga cecunguk itu kok. Lea tidak bohong! Om tampan itu saja yang mengarang cerita, orang dia yang hampir nabrak Lea sampai Lea jatuh di aspal dan akhirnya siku Lea luka," lanjut Lea yang tidak mau kalah dari Leon.
Frey dan Aluna menatap horor pada Leon yang kini tengah kesulitan menelan salivanya. Lea sendiri tertawa dalam hati karena berhasil membalikkan keadaan. Ia bukanlah orang yang ingin kalah apalagi mengalah kecuali pada kedua adik kembarnya dan juga pada orang tuanya serta tetua di keluarga besarnya.
Leon mengangkat tangannya, ia tidak ingin memperpanjang masalah dan dalam hati ia bertekad akan membalas kejadian hari ini suatu saat nanti pada Lea.
Sudah sangat lama Leon tidak mendapat tatapan penuh intimidasi dari Frey dan setelah sepuluh tahun ia meninggalkan negara ini demi merintis kariernya di negara orang, eh tahu-tahu begitu ia pulang malah mendapat sambutan tidak menyenangkan dan langsung terlibat masalah secara tidak langsung dengan Frey.
"Benar begitu Leon?" tanya Frey dengan suara yang terdengar dingin.
Dengan cepat Leon menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mungkin melakukan itu, coba tanyakan yang sesungguhnya pada putrimu dan mintalah dia berkata jujur. Aku baru datang lho ya hari ini, tidak mau cari masalah. Aku lagi banyak masalah dan tidak mau menambah lagi," jawab Leon yang teringat akan masalahnya dengan Briella.
Frey mengangguk, ia tahu jika Leon pasti tidak akan melakukan itu semua dan sebenarnya Frey tahu seperti apa kelakuan putrinya itu selama ini. Ia hanya bisa mengelus dada karena mungkin ini akibat dari selama Aluna mengandung Lea, istrinya itu selalu suka melihat perkelahian dan suka berkelahi. Lea saja yang tidak sadar jika selama ini ia diawasi oleh beberapa bodyguard yang sengaja Frey pekerjakan untuk menjaga putrinya dari jarak yang tidak terlalu dekat.
Frey juga meminta Aluna untuk membawa Lea masuk ke dalam kamarnya dan mengobati luka itu. Frey khawatir jika papi Kriss dan mendapati cucu kesayangannya itu terluka, ia pasti akan mendengarkan khutbah selama berjam-jam.
Kini tinggallah Frey dan Leon di ruang tamu. Keduanya sudah memasang mode serius dan Leon mulai menceritakan duduk permasalahan yang terjadi pada perusahaan ayahnya serta musibah yang menimpa Lexi.
Frey menjadi geram, walau bagaimanapun Jihan tetap merupakan anak angkat dari keluarga Prayoga yang artinya Jihan juga merupakan kakaknya dan Lexi adalah kakak iparnya. Frey tidak akan membiarkan hal ini sampai terjadi, ia akan membantu mencari tahu semuanya.
"Aku bakalan bantuin kamu, tapi kamu harus penuhi syarat dariku dan aku pastikan musuh keluarga Shan dan uang itu bakalan kembali dalam waktu kurang dari dua minggu," ucap Frey dengan wajahnya yang terlihat sangat serius, hingga Leon merasa takjub dalam hati dengan kepercayaan diri Frey yang tidak pernah luntur sejak masih remaja.
"Tapi kok pakai syarat segala sih? Aku sahabatmu dan Jihan itu juga keluargamu," protes Leon yang ia yakin sekali Frey akan memberikan syarat yang tidak masuk di mungkin Leon.
Frey menyeringai dan mendadak saja Leon langsung merasa merinding. Ia yakin akan ada sesuatu yang tidak beres di pikiran Frey. Namun, ia sudah tidak bisa mundur lagi karena ia pun ingin masalah ini cepat selesai agar ia bisa kembali ke negara tempat ia membangun bisnisnya sesegera mungkin.
"Kamu mau tidak? Kalau tidak ya sudah, aku tetap bantuin tapi ya itu, aku tidak bisa secepatnya karena pekerjaanku banyak," ucap Frey dengan menaikturunkan kedua alisnya yang membuat Leon hanya bisa pasrah.
"Ya sudah iya, iya. Apa syaratnya Tuan Griffin?"
Frey tersenyum menyeringai. "Kamu tahu 'kan putriku itu agak aneh dan hobinya agak nyeleneh. Nah, tugas kamu selama di sini dan selama aku mengusut masalah ini adalah harus jadi bodyguard anakku, pastikan dia menghilangkan hobi anehnya itu dan kembali bersikap normal layaknya seorang anak gadis. Bagaimana, deal?"
"What? Kamu sudah gila ya?!" pekik Leon.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!