NovelToon NovelToon

Perjuangan Meraih Kesejatian

episode 1

malam menyambut ku ramah, menidurkan ku dengan berselimut kelelahan dan kepenatan. Aku tak tahu apa yang terjadi dalam diriku. Mimpi mimpi indah tak satu pun datang untuk mengajakku bermain lagi. Itu yang aku tahu. Hingga, kokok ayam jantan terdengar. Dia atas bukit ini, kulihat langit timur merah merona, menyentuhku yang lelah gelisah sejak kejadian itu dan tentu saja karena kepulangannya.

Aku termenung, merenung, dan hanya bisa bertanya. Di mana cinta sejati itu? Di mana kekasih sejati itu? Dimana aku bisa menemukannya? Benarkah ucapan orang orang itu...?

"Teman..., apa yang kamu pikirkan dan mengapa kamu di tempat ini sendirian?"

"astaghfirullah...!" seruku. aku benar benar terkejut!

Suara itu membuyarkan lamunan dan ingatanku pada barisan syair yang pernah aku tuliskan untuk kekasihku. Aku menoleh ke arah datangnya suara itu. Di sebelah kiri ku, ada seorang wanita cantik yang sungguh mirip dengan kekasihku. Terpaku aku menatap sosok yang duduk di sebelah ku ini tanpa tahu apa yang harus aku katakan. Aku hanya mampu terdiam hingga dia kembali berbicara kepadaku dengan nada santun, lembut, dan terdengar begitu berkarisma, mirip sekali dengan gaya kekasihku, seraya menatap mawar yang ada di tangan kiri ku.

"Mengapa kamu petik mawar ini? Untuk apa kamu melakukannya? Apakah kamu tidak merasakan betapa pedih dia menahan sakit? Cobalah, teman, rasakan betapa pedihnya sebagian hatimu saat sebagian yang lain terluka, patah seperti tangkai mawar ini. Tidakkah kamu merasa kasian kepadanya saat dia sedang dan ingin menghabiskan waktu hidupnya untuk menikmati keindahan alam ini, hembusan angin yang lembut, hangatnya mentari pagi, dan pesona jingga cahaya senja? Maafkan aku, teman. aku tak bermaksud untuk melukai perasaanmu dengan kata kataku ini. Tapi, tolong lihatlah! Dia kini terkulai lemah dan melayu sebelum waktunya.

Sejenak aku merenungkan dengan hati dan pikiran atas apa yang dia ucapkan itu. Dengan segala perasaan, aku mengutarakan apa yang aku rasakan di hati dan jiwaku saat ini. Aku berbicara tanpa menatapnya. Pandanganku jauh kedepan seolah menatap sesuatu dengan serius sambil sesekali menghela napas dalam.

"Aku tak tahu apa yang sebenarnya aku lakukan disini. Yang aku tahu, tadi aku bersama kekasihku dengan kerinduan dan cintanya. Tapi kini, dia menghilang tanpa pesan. Dan, aku menunggunya datang menemaniku kembali. Aku sungguh merindukannya. Rindu yang begitu dalam hingga aku tak memikirkan apa yang telah aku lakukan. Sungguh, aku ingin memeluknya seperti tadi dia memeluk dan membelaiku dengan cinta dan kerinduannya.

"Mawar ini untuknya dan akan ku berikan padanya, seperti yang telah aku lakukan di waktu dulu. Aku pernah melakukannya di tempat ini kepadanya. Aku berpikir apa dia sudah tak lagi ingin menemui, bercerita dan memelukku? tapi kenapa? sekejap dia datang, lalu pergi tanpa bayang. Sungguh semua ini melelahkan dan terasa membuatku gila! aku letih dengan kerinduan ini. Tapi, aku tak dapat menepiskan, apalagi menghapusnya. Sesungguhnya apa yang dia inginkan dariku? apa yang telah terjadi padanya? kenapa dia tak pernah memberiku pesan dan sepatah kata pun?!"

Aku berdiri. Dan perlahan, dia mengikuti aku berdiri. Ku pejamkan mata seraya menghela napas panjang dan menghadapkan wajahku ke langit. Kurasakan dia menggenggam jemariku. Kubuka mata seraya menatapnya agak heran.

Dia berbicara "Sebenarnya, kekasihmu kini sudah berada di tempat lain. Kini, duniamu telah berbeda dengan dunia kekasihmu!"

Mendengar itu, hatiku bergetar. Jantungku berdegup sangat kencang. Aku nyaris kehilangan kesadaran. Tubuhku lemas, terduduk, bersimpuh, menunduk bagai budak menghadap sang raja. Dia pun ikut bersimpuh di hadapanku. Tanpa malu malu, aku menangis terisak-isak di hadapannya. Dia perlahan melepaskan genggaman tangannya pada jemariku dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Aku menatapnya dan terus menatapnya untuk mencari kebenaran dari ucapannya itu. Dai mengusap rambutku, mengecup keningku, dan perlahan dia berdiri sambil menepuk bahu kiri ku. Tanpa sadar, aku mengikutinya berdiri, masih menatapnya untuk mencari kesungguhan atas ucapannya tadi. Aku terus menatapnya karena tak percaya akan ucapannya.

Dai berkata, "Jaga dirimu, teman! relakan dia menghadap - Nya"

"Tidak! tidak! tidak...!!!" Tanpa sadar, aku berteriak lantang

Perlahan, dia melangkah mundur, menjauh sambil melambaikan tangan. Dia tersenyum. Entah apa maksudnya. Mungkin untuk menghibur hatiku yang teriris, mencoba menenangkan aku. Namun, semua itu tak berarti. Hatiku justru malah semakin teriris. Aku masih menatapnya dengan leleran air mata. Kulihat dia berbalik membelakangi ku dan terus melangkah hingga akhirnya benar benar menghilang di balik pohon.

Aku sungguh tak kuasa lagi menahan pedih yang meluap luap laksana ombak yang bergemuruh menghempas batu karang di pantai.

Hatiku sungguh tak dapat menerima semua kenyataan ini. Entah apa yang akan terjadi lagi. Tiba tiba saja, angin bergemuruh kencang, menderu, dan menghempas ku. Ku pejamkan mata ini dan tak pedulikan segala yang akan terjadi padaku nanti.

Tersentak! Tersadar!

Kubuka mataku. Dan, aku telah berada di tempat semula aku berdiri menikmati pagi yang cerah tadi. Sejenak, aku termenung memikirkan yang telah terjadi padaku.

"Kekasihmu sudah berada di tempat lain. Duniamu sudah berbeda dengan dunia kekasihmu! jaga dirimu! relakan dia menghadap - Nya."

Kata kata itu masih mengiang jelas di telinga dan ingatanku. "Astaghfirullah, ya Allah, ampunilah dosaku! jangan biarkan ini jadi kenyataan" doaku.

Ternyata, kerinduanku telah membawaku terlarut dalam khayalan tentang masa lalu bersama kekasihku di Bukit Cinta. Sedikit kurasakan sesak dalam dada memikirkan semua itu dan menahan betapa hebatnya kerinduanku ini.

Di sinilah, di atas bukit di pinggir desaku inilah, ketika itu aku berdiri menikmati sunrise, menenangkan kepenatan pencarian ku atas jawaban misterius yang sampai kini belum ku temukan kebenarannya. Di sebelah kanan bukit di tempat aku berdiri, terbentang persawahan warga. Hamparan tanaman padi bagaikan permadani. Berderet-deret pohon jati tertanam rapi di salah satu lahan yang cukup luas. Sedang, tanaman lainnya begitu subur menghijau. Aroma khasnya membuat perasaan benar benar damai. Udaranya yang bersih sungguh membuat tubuhku terasa nyaman dan segar. Di sebelah kanan persawahan itulah desaku. Warganya memang kebanyakan berprofesi sebagai petani.

Menikmati pemandangan yang ada di hadapanku ini, aku berharap damai akan kurasakan. Sentuhan lembut belaian sang angin menyegarkanku dan hati setiap manusia yang dapat menghargai alam. Semua itu berbalut sentuhan hangat sang mentari dengan warnanya yang merona merah keemasan, menjadikan lukisan jagat ini begitu sempurna.

Kuhirup udara pagi ini perlahan dan dengan mendalamnya perasaanku. Kuhirup segala kesejukannya dan akan mencoba untuk mengisap segala keindahan alam di pagi ini kedalam tubuhku, ke dalam hatiku yang bersemayam sebentuk cinta. Aku mencoba berbagi atas semua yang ku rasakan ini dengan kekasihku.

Di langit, terlihat segumpal awan putih bersih terlukis.

Terlihat seraut wajah cantik berhias kelembutan senyuman. Tatapan matanya yang sebening embun pagi di pucuk pucuk dedaunan rerumputan berkilauan bak intan permata yang memendarkan cahaya mentari yang menerpanya.

Aku begitu mengenali wajah itu. Aku sungguh tak merasa asing dengan kelembutan senyumannya. Mataku begitu akrab dengan tatapan indah matanya. Semua itu telah terlukis di hatiku. Semua itu adalah satu satunya yang mampu menenangkan risau hatiku dan membuatku merasa nyaman. Dia adalah kekasihku. Putri...! sosoknya yang mirip gadis Jepang, anggun, dan berkarakter membuat orang mudah mengingatnya. Ia memiliki gaya unik, sikap elegan, dan tak pernah memakai pakaian seronok yang dapat memperlihatkan aurat, apalagi lekuk lekuk tubuhnya, namun tetap terlihat jelas pesona feminimnya.

Kembali aku menghela napas dalam, menghirup udara di pagi ini sedalam dalamnya. Ku pejamkan mata. Kurasakan getaran kedamaian rindu di hatiku. Masih ku rasakan sentuhan hangat sang mentari dan belaian kelembutan hembusan sang angin yang mengusap kulitku. Lembut, hangat, dan begitu agresif menyusup kedalam aliran darahku. Perlahan namun pasti, semua itu berputar bak ****** beliung. Pelukan rindu kekasih semakin dahsyat. Aku pun terhanyut dalam dekapan kerinduan ini.

Kubuka mata. Aneh! Di mana kekasihku?

_bersambung_

episode 2

Kubuka mata. Aneh! Di mana kekasihku? tanyaku dalam hati. Kulihat sekeliling dan kutahu bahwa aku sudah tak lagi berada di tempat semula berdiri. Namun, aku merasa sudah tak asing lagi dengan tempat ini. Aku terduduk dan menatap suasana tempat ini. Aku masih merasakan lembut sang angin membelaiku.

Hatiku berkata, Subhanallah...!

Tempat yang indah, begitu indah, dan akan menjadi tempat terindah dalam hidup dan kehidupanku meski tanpa bunga bunga yang menghiasi dengan kecantikan warna dan semerbak wangi keharumannya.

Menerawang tatapan mata ini, jauh ke ujung bukit. Kulihat serangkai bunga mawar yang begitu merekah dan memaksaku untuk menghampirinya. Sejenak, kupandangi mawar di hadapanku ini. Ku petik mawar ini hingga akhirnya aku pun kembali duduk. Kupandangi mawar ini dan tak tahu apa yang harus aku pikirkan dan lakukan.

Membisu. Aku hanya mampu membisu. Itu yang dapat aku lakukan sambil masih setia menatap serangkai mawar di tangan kiri ku. Kubiarkan anganku melayang, terbang tinggi jauh ke awan hingga membawa ingatanku pada sebuah syair.

Kesunyian membelah malam ini

Mengingatkan aku pada lincah lakumu

Manis senyummu, lembut belaianmu, dan hangat kecupmu

Aku merindukanmu...!

Rindu dan cinta yang menemani

Yang tercipta membuat hati terbeku rasa

Tak bisa tuk mencinta yang lain

Hanya hatimu...!

Cinta di hatiku

Tak kan pernah terhapus apa pun

Setialah untukku...!

Rindu di dadaku

Takkan berkurang sedikitpun

Meski kau di dekatku... di pelukku...!

Lalu, beranjak aku dari tempat ini dengan sejuta pikiran yang memenuhi memori di otak dan kepenatan jiwaku. Sungguh, aku sungguh tak dapat mengungkapkan ketakutanku ini dengan kata kata yang tepat.

"Kekasihmu sudah berada di tempat lain. Duniamu sudah berbeda dengan dunia kekasihmu! Relakan dia menghadap - Nya"

Kata kata itu masih saja mengiang jelas di telinga dan ingatanku.

Harapan! Doa! Ya..., inilah sesuatu yang membuatku bertahan dan bersemangat menjalani hidup dan pesan agar aku menjaga dan merawat bunga mawar kami di Bukit Cinta di Gunung Merbabu.

"Mawar putih di Bukit Cinta!" kataku.

"Baiklah, sayang. insyaallah, besok pagi aku akan kesana," janjiku pada diri sendiri dan pada jiwa Putri yang aku yakin setia di sampingku.

...****************...

Selama mempersiapkan keperluan ini, perasaan rindu pada Putri tidak juga tertepis ataupun sedikit terlupa dari ingatanku barang sejenak. Tapi, aku tidak merasa aneh karena perasaan kadang kadang memang menciptakan sesuatu yang aneh dan kadang juga membuat pusing, padahal sudah sering di temui. Inilah perasaan dari cinta pertama. Kali ini, aku tak mau ambil pusing. Kubiarkan saja semua menggelayuti dan pikiran hingga persiapan selesai dan terus berlanjut hingga malam menjelang.

Makan makin larut, tapi sungguh terasa sulit sekali bagiku untuk tidur. Padahal, aku tak ingin bangun kesiangan agar bisa sampai di Bukit Cinta agak pagi saat matahari belum begitu panas bersinar. Kupaksakan memejam memejamkan mata, namun tetap tidak bisa juga tertidur, seperti ada batang korek api menopang kelopak mataku. Bayang bayang kejadian tadi pagi dan wajah Putri terus menggangguku.

"Ya Allah..., tolonglah hamba - Mu ini, ya Allah...!" jeritku dalam hati.

Akhirnya, aku bangun dari tempat tidur. Kuambil pena dan buku harian. Kucari lembar kosong dan ku tuliskan apa yang ada dalam otak.

...cinta memang begitu indah, apalagi cinta pertama. seperti aku. mungkin kalian juga tak dapat melupakan cinta pertama. sebuah cinta yang tulus tanpa didasari hawa nafsu dan begitu sempurna kau rasa keindahannya....

Semakin nyata bayang wajah Putri dan kenangan kenangan bersamanya. Sejenak, aku berhenti menulis dan ku pejamkan mata, berusaha untuk menghapus kenangan kenangan itu. Tapi, justru haru yang menderu, sedih yang sangat pedih, rindu yang tak tertahankan, dan entah perasaan apalagi yang berkecamuk dalam hati ini. Semua ini sungguh membuat dadaku terasa sesak dan terhimpit sehingga bibirku pun bergetar menahan kepiluan karena kerinduan yang semakin menggila.

Aku berusaha tak ambil pusing dengan apa yang ku rasa ini, tapi tak bisa. Tak kusadari, telah menitik air mata, menetes ke kertas yang sedang kutulisi. Aku tak mempedulikan. Tangis pun tak dapat ku tahan lagi. Aku terisak isak. Hingga beberapa saat. Lalu, kurasakan hatiku sedikit lega. Ku seka air mata dan ku lanjutkan menulis.

...aku sungguh tak dapat melupakan cinta pertamaku, cinta Putri, meski hanya sekejap. sekuntum mawar ku tanam bersama Putri di sebuah tempat di Gunung Merbabu. kami sering menyebutnya Bukit Cinta. hingga kini, aku masih setia merawat mawar kami. setahun telah berlalu... mawar itu... kenangan itu......

Lega yang baru saja kurasa kembali sirna dan berubah menjadi pilu yang bertambah pilu. Namun, tetap ku tahan dan menulis kalimat lagi.

...ooh, Putri..., andai tuhan.......

Kutuliskan kalimat ini sebelum benar benar tak kuasa lagi melanjutkan menulis. Terisak aku di atas meja beralaskan kedua tangan. Terbenam aku dalam kepiluan mengenang kenangan yang tak bisa kutepiskan hingga akhirnya....

"Rey..., bangun, Rey!"

Terdengar suara yang sudah tak asing lagi memanggil.

Aku terjaga. Ternyata suara ibu. Kulihat jam beker menunjukkan pukul setengah lima. Segera ku ambil wudhu dan shalat subuh di masjid.

Setelah shalat, tak sengaja mataku tertuju pada diary yang masih terbuka dengan pena terletak di atasnya. Aku menghampirinya. Kuambil pena dan sejenak membacanya, tersisip getaran kepiluan dalam hati. Kutuliskan lagi kalimat yang sudah tersusun dalam otak.

...hanya kenangan dan sebuah gitar darinya yang kupunya, tanpa foto dan benda lain lagi kecuali surat yang Putri kirimkan kepadaku. tapi sampai sekarang, surat itu belum juga kuterima. Putri..., kenangan cintaku, bukit cinta..., saksi cintaku, dan sang mawar... kau lah penghias cintaku....

Kututup perlahan.

...****************...

Aku berangkat ke Merbabu dengan motor. Hari ini, aku datang ke Bukit Cinta untuk melihat dan merawat mawar seperti yang sering kulakukan pada waktu yang sudah sudah. Tapi kali ini, perasaaanku berbeda dengan perasaanku waktu lain. Ada debar debar aneh. Keharuan, kepiluan, kerinduan dan kebahagiaan bercampur aduk.

Sepanjang perjalanan, aku tak mau memikirkan perasaan ku itu. Aku berusaha menikmati perjalanan. Lika liku dan kelok kelok jalan serta jurang yang menganga di samping membuatku sedikit merasa ngeri. Namun, itu bisa membuatku sedikit melupakan kenangan kenangan itu. Ditambah dengan pemandangan yang begitu indah di sepanjang jalan. Bukit bukit di Gunung Merbabu pun seolah ikut menunjukkan kebolehan dalam menyajikan keindahan. Ladang ladang para petani di lereng lereng bukit sungguh menjadi pemandangan yang menakjubkan, menciptakan ornamen menyerupai candi berwarna hijau dan cokelat atau anak tangga yang indah bila di lihat dari kejauhan. Rumah rumah di perkotaan terlihat seperti kardus kardus berwarna warni yang berserakan. Jurang jurang di sisi jalan kadang membuatku merasa ngeri, kadang juga membuat ku merasa takjub dan merasa begitu kecilnya diriku ini di tengah tengah alam raya, apalagi dihadapan Tuhan.

_bersambung_

episode 3

Setengah jam berlalu. Sampailah aku di pasar Selo. Selo adalah nama daerah kecamatan di Boyolali dan merupakan salah satu jalan menuju ke puncak Merbabu. Kulanjutkan perjalanan dan setengah jam kemudian, aku sampai di Base Camp kang Bari. Segera aku titipkan motorku di sana, lalu langsung menyusuri jalan setapak ke Bukit Cinta.

Memang, satu jam mengemudikan sepeda motor melintasi jalan yang berliku-liku tadi membuat letih. Tapi, aku tak ingin tiba di Bukit Cinta terlalu siang dan panas.

Entah berapa kali, aku istirahat dan sudah berapa bukit yang aku lalui. Aku tak pernah menghitungnya. Beberapa jam kemudian, sampailah aku di tepi Bukit Cinta.

Sejenak, aku berhenti. Kuamati sekeliling. kulihat sudah banyak berubah. Semak semak, beri, gunung, dan pepohonan serta rerumputan sungguh sudah banyak berubah. Sekarang ini terlihat lebih rimbun dan semakin tinggi. Tapi, berinya belum berubah.

Dari jalan setapak tempat aku berhenti, aku harus berjalan ke arah kiri, keluar dari jalan setapak, kira-kira dua puluh lima meter menembus semak-semak yang semakin lebat agar bisa sampai di tempat aku dan Putri menanam mawar itu dulu. Sengaja aku menanamnya di tempat yang tidak mudah terlihat oleh para pendaki dan tentu saja agar tidak dirusak atau dicabut oleh mereka yang suka pada mawar. Kebetulan hari ini sepi. Tidak banyak pendaki. Hanya tiga orang saja yang ku temui sedang turun. Kata mereka, mereka sudah tiga malam ini nge-camp di puncak.

Aku melanjutkan perjalanan. Semak semak ini membuatku agak kerepotan mencapai tempat mawar itu ditanam. Kusibak semak-semak dan akhirnya sampai juga aku di tempat ini setelah sepuluh menit. Mawar merah ini berada diantara dua batu yang lumayan besar, berjarak kira-kira sepuluh meter dan di antara dua pohon bunga edelweiss yang cukup besar untuk ukuran jenisnya serta satu pohon cemara yang besar dan tinggi. Dua pohon edelweiss dan pohon cemara ini membentuk sudut segitiga sama kaki dengan pohon cemara, berperan sebagai puncak segitiganya. Aku dan Putri dulu menanam tujuh batang bunga mawar merah.

Beberapa saat mengamati tempat ini, kuminum beberapa teguk air. Alhamdulillah, segar! kembali kupandangi mawar-mawar di hadapanku. Terlintas dalam pikiran, kekaguman atas apa yang kulihat. Enam bulan lalu belum seperti ini. Tapi kali ini, mereka sudah menjelma menjadi lebih rimbun dan bertunas, menyebar membentuk seperti taman mawar meski tidak serapi bila dirawat dan dirapikan. Meski demikian, tetap saja membuat mata ini terpesona. Begitu indah. Mereka merekah. Sungguh sungguh indah! Menakjubkan!

Di hadapan mawar ini, aku mencurahkan segala yang kurasakan, semua yang kualami dan yang akan aku lakukan.

"Put, tahun sudah aku menjaga mawar kita. Selama itu pula, aku tak dapat melupakanmu. Tak dapat melupakan kenangan-kenangan saat bersamamu dulu. Bahkan, cinta ini padamu masih tetap kokoh bertengger di atas tahta cintaku. Aku tak tahu apakah kamu akan kembali ke Solo lagi. Selama ini, aku tak dapat mencintai cewek lain selain kamu. Meski telah berusaha untuk mencintai mereka, bahkan yang mirip kamu sekalipun, aku tak mampu, Put!"

Kuhela nafas dalam dan menghembuskannya perlahan.

"Put, lihatlah! Mawar kita kini telah bertunas dan tumbuh menjadi rimbunan mawar seperti di taman mawar. Indah dan mempesonakan mata yang melihatnya, seperti yang dulu selalu kamu harapkan."

Terlarut aku dalam perasaan dan curahan hatiku.

"Put, dulu di tempat ini, kita sering bercerita tentang kita dan cinta kita serta menghayalkan masa depan yang indah. Membina keluarga yang harmonis, memiliki rumah kecil, memiliki taman bunga dan buah-buahan yang luas di halaman dan sekitar rumah. Tapi, Put, tanpamu semua itu serupa kenangan, harapan kosong, dan sekadar mimpi yang terkubur waktu. Put, segeralah kembali padaku. Lihatlah, aku tersiksa tanpamu."

Sejenak, aku terdiam dan termenung. Terbayang masa lalu saat pertama kali melihat Putri, berkenalan, hingga jadian dengannya....

...****************...

Kurasakan dalam hatiku seolah ada yang menekan. Seperti ada sesuatu yang bakal terjadi padaku, tapi, entahlah! Aku tak peduli akan perasaanku itu dan tetap berangkat sekolah. Kubiarkan perasaan itu mengganggu. Hingga sampai di sekolah pun, perasaan itu masih saja mengikuti.

Tet...tet...teeet...!

Bel tanda istirahat berbunyi.

Semua anak berhamburan dan berdesakan ingin keluar kelas duluan kecuali aku dan temanku, Anggit, temanku yang berasal dari Jogjakarta.

"Dab, ke kantin, yuk! Sambil liat setan setan cantik gitu. Itung itung, cuci matalah!" celoteh Anggit dengan sapaan khas Jogja sambil mengangkat angkat alisnya.

"Iya.. iya..!" jawabku dengan nada malas sambil nyengir plus ngacir di belakangnya.

"Geng, ke kantinnya nggak jadi aja, yah!" katanya ketika diluar pintu. Kali ini, Anggit menggunakan panggilan khas kami untuk memanggil teman akrab.

"Duduk duduk kursi sini aja, deh. Tiba tiba aja, aku males banget nih ke kantin. Nggak papa, kan? Sori, ye...! Hehehe...."

"Dasar kaleng rombeng lu!" komentarku seraya duduk di kursi panjang depan kelas.

Kami pun ngobrol-ngobrol tentang ini dan itu, ke sana kemari seperti lalu lintas yang berlalu lalang. Hingga pada saatnya....

"Geng... Geng...! Cewek cakep, tuh!" tunjuk Anggit ke arah seorang siswi berjilbab di depan kelas sebrang.

Aku pun melihat ke arah yang ditunjukkan. Kulihat seorang siswi yang sumpah! Cuakep abiz! Kulihat dia menuju perpustakaan. Tanpa ku sadari, mataku terus mengikuti langkahnya hingga hilang di balik pintu.

"Hoi...! Naksir ya?!" teriak Anggit mengejutkanku.

Hari hari berlalu hingga akhirnya kejadian itu terjadi tanpa seorang pun membayangkan. Dia tersandung kakiku dan terjatuh. Aku dan Anggit saat itu sedang duduk dan ngobrol di kursi depan kelas seperti biasa.

"Aduh...!" keluhnya sambil merintis.

"Sori... Sori...! Aku nggak sengaja. Sumpah aku nggak sengaja. Sori, ya!" jelasku karena merasa benar benar bersalah.

Kutatap dia. Dia pun sejenak menatap ku seraya tersenyum simpul sambil menata buku buku yang tercecer.

"Sori, ya. Aku bener bener nggak sengaja!" terangku lagi

"Hmm..., nggak papa, kok!" jawabnya singkat seraya tersenyum.

Kubalas senyumannya dengan senyumku. Terpesona aku menatap wajah dan senyumnya yang khas. Baru kali ini, aku melihat senyuman gadis seindah itu, membuatku terlupa untuk berkenalan. Dia pun melangkah menuju kelas bersamaan bel tanda masuk kelas berbunyi.

"Gebe... Gebe... goblok banget!" gerutuku karena lupa berkenalan.

Beberapa hari kemudian, kulihat dia menuju kantin. Tanpa pikir panjang, kuniatkan diri untuk berkenalan dengannya. Kulihat dia duduk sendirian di pojok kantin.

Setelah kupesan minuman, aku menghampirinya.

"Hei, boleh duduk disini?" basa basiku.

"Boleh. Silahkan!" jawabnya sambil tersenyum manis.

Kami ngobrol ngobrol tentang apa saya yang dapat diomongin, bertanya jawab seperti guru dan murid, bagai polisi mengintrogasi tersangka.

"Emm..., o ya, aku Rey. kamu?" tanyaku sambil mengulurkan tangan.

_bersambung_

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!