NovelToon NovelToon

Tiba-Tiba Dilamar

Part 1

"Bu, Yah, Iqis berangkat kerja dulu ya," pamit seorang wanita sambil mencium tangan ayah dan ibunya.

"Iya, hati-hati Nak, jangan sampe nabrak tukang sayur lagi. Nanti ibu kamu marah gara-gara uang bulanannya dipotong."

Wanita muda yang bernama Bilqis Safrina itu langsung manyun ketika diledek oleh ayahnya. Memangnya siapa juga yang mau nabrak tukang sayur lagi? Salah sendiri tukang sayurnya suka lewat tiba-tiba di hadapannya. Dia sudah mengendarai motornya dengan sangat hati-hati, bahkan kalau perlu jika ada semut yang lewat di depannya pun ia akan berhenti.

"Iya Iqis usahakan, assalamualaikum," jawab Bilqis kemudian pergi dari rumahnya dan menaiki motornya.

Bilqis bekerja di salah satu SMA swasta di bagian keuangan. Kalau ditanya besar apa tidak gajinya, sudah pasti jawabannya tidak. Yang pasti, gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Ya walaupun sisanya cuma sedikit untuk ditabung. Tapi, tenang aja, dia masih punya ayahnya yang terkadang masih suka memberinya uang jajan. Ya maklum lah, namanya juga anak tunggal. Bilqis pun tak mau cuma ibunya aja yang menghabiskan uang ayahnya.

Sesampainya di sekolah, Bilqis langsung memarkirkan motornya dan masuk ke dalam ruang kerjanya. Ia langsung disambut dengan kedatangan ibu-ibu dengan wajah garangnya.

Kedatangan ibu itu langsung mengeluarkan unek-uneknya karena anaknya yang tak bisa mengikuti ujian karena nunggak SPP bulanan hampir setengah tahun lamanya.

Bilqis yang sudah terbiasa menghadapi segala macam ibu-ibu cuma diam dan mendengarkan saja, baru setelah itu dirinya menjelaskan secara rinci dan sejelas-jelasnya. Terkadang dia juga capek, kalau harus ikut-ikutan nyolot juga.

"Maaf Ibu, tapi emang sudah ketentuan dari sekolah seperti itu, kalau mau anaknya ikut ujian, Ibu bisa bayar setengahnya dulu. Nanti anak Ibu bisa ikut ujian susulan untuk yang ujian hari ini."

"Saya nggak mau tahu pokoknya besok anak saya harus ikut ujian!"

Sudah salah, nyolot lagi.

Kata-kata itu cuma bisa diucapkan Bilqis di dalam hatinya. Kalau dikatakan langsung, bisa jadi masalah nantinya.

Setelah selesai mengurusi ibu-ibu tadi, Bilqis merekap semua keuangan dari mulai kelas 1 sampai nantinya yang kelas 3.

Di sela-sela dia bekerja, sesekali ia melihat ke ponselnya, siapa tahu aja ada keberuntungan yang tidak terduga. Tapi nyatanya, cuma ada pesan dari grup chatnya.

Uki :

Guys! Guys ada kabar buruk! Aku udah nggak perawan!

Rasanya Bilqis ingin sekali menjatuhkan Uki dari gedung 23 lantai. Jelaslah dia udah nggak perawan, lah kemarin kan dia baru saja menikah.

Maisa :

Wow! Amazing sekali. Berapa ronde Ki?

Dahlan, Bilqis ingin sekali keluar dari grup chat itu, tapi tetap saja kalau nanti dia keluar pasti akan dimasukan lagi.

Uki :

Lebih dari 2 kali kayanya, eh, bukan deng, 3, 4 apa 5 ya? Pokoknya enak banget. Buruan deh kalian pada nikah biar ngerasain enaknya pas udah halal, ahay. Kamu tinggal minta Rifki buat nikahin kamu aja Sa. Kalau Bilqis mah belum ada harapan.

Karena merasa terpanggil, Bilqis pun akhirnya muncul di grup itu.

Bilqis :

Tenang aja, dua bulan lagi aku bakalan nikah.

Uki :

Nikah sama siapa, Qis? Emang udah ada calon? Kamu kan jomblo sejati.

Maisa :

Sama tukang sayur yang biasa ditabrak Bilqis kayanya, Ki, haha. Ganti ruginya bayar pake diri sendiri, jadi istri kedua, wkwkwk.

Bilqis :

Ish! Kalian nyebelin banget! Liat aja, dua bulan lagi aku pasti nikah sama orang ganteng.

Uki :

Bangun Qis, bangun! Jangan mimpi di siang bolong, haha.

Ya begitulah persahabatan Bilqis dan kedua temannya yang bernama Maisa dan Uki. Seperti yang ada di dalam chat, Uki sudah menikah, Maisa sudah memiliki pacar, sementara Bilqis masih jomblo sejak lahir. Bukannya tak ada laki-laki yang suka padanya, hanya saja Bilqis memang punya prinsip sendiri yang tak mau berpacaran. Buang-buang waktu dan Bilqis memang memiliki seseorang yang sudah ia sukai sejak lama. Tapi dia sadar diri mana mungkin orang yang biasa sepertinya bisa bersanding dengan laki-laki itu. Lagipula, sudah jelas laki-laki itu pun tak akan pernah ingat dengannya.

*

*

Sepulang kerja, Bilqis selalu mampir ke tenda biru yang berjualan bakso. Ia bahkan sudah langganan disana sampai bapak penjualnya pun hapal muka Bilqis.

"Bakso urat Mba?"

"Tau aja deh Mang Ujang. Jangan lupa kasih anak-anak baksonya ya Mang. Kasian kalo cuma sendirian di dalam mangkok, kasih bawang gorengnya yang banyak, kalau perlu habisin setengah toples ya, hihi."

Bapak penjual bakso itu pun geleng-geleng kepala.

Di saat Bilqis akan duduk di kursi yang kosong, tak sengaja ia menemukan kantong plastik hitam berisi banyak uang dan belanjaan sayur di dalamnya.

"Astaghfirullah, uang siapa ini?"

Bilqis celingukan ke kanan dan kirinya, siapa tahu yang punya kantong plastik hitamnya sedang mencari itu. Tapi ternyata tak ada satu pun yang mendekat padanya, yang ada pelanggan yang lain malah asik ngobrol dengan partner mereka masing-masing. Apalah daya Bilqis yang kemana-mana masih sendiri. Apa-apa sendiri, sebetulnya dia juga ingin punya sandaran, tapi ya gimana, jodohnya, hilalnya aja belum kelihatan.

"Mang Ujang, ini ada kantong plastik hitam isinya uang sama sayuran. Mungkin milik pelanggan yang tadi duduk disana," ucap Bilqis memberitahukan ke Mang Ujang.

"Ya ampun, kok bisa? Duh gimana ya Mba ya, soalnya Mang lupa siapa yang duduk disana tadi."

"Aku taruh di gerobaknya Mang Ujang ya?"

"Jangan, taruh disana aja lagi, pasti yang punya nya juga bakalan kesini lagi."

Dan di saat itu juga, datanglah pria dengan memakai pakaian casual mirip dengan seseorang yang Bilqis kenali.

Gibran Algafi, laki-laki yang Bilqis sukai dalam diam.

"Bilqis?"

Hanya disebut nama aja hati Bilqis sudah meleleh. Gimana nggak meleleh coba, pria seganteng dia, sepopuler dia bisa ingat namanya yang cuma remahan rengginang dalam kaleng kong ghuan.

"Sudah lama nggak ketemu ya?"

Bilqis tak bisa menetralkan denyut jantungnya, tapi seketika dia sadar.

Astaghfirullah, sadar, Bilqis sadar.

"Aku cari kantung plastik warna hitam, apa kamu melihatnya?"

"Isinya apa?" tanya Bilqis karena takut Gibran berbohong. Ya walaupun kalau dilihat dari tampangnya, kaya nggak da kebohongan sedikit pun.

Gibran pun menjawab sesuai dengan apa yang sudah diceritakan kakak perempuannya. Bilqis pun memberikan kantung plastik hitam itu dan Gibran pun langsung mengecek isinya.

"Boleh minta nomor telepon ayah kamu?"

Bilqis spontan langsung bertanya.

"Buat apa? Kamu mau laporin ke ayah kalau aku mencuri, gitu? Aku kan nemuin itu disana tadi."

"Nggak, bukan. Kalau nggak boleh, kamu telpon ayah kamu sekarang juga. Penting."

Bilqis pun mau tak mau malah menelpon ayahnya. Padahal di dalam hatinya, Bilqis berdoa supaya ayahnya tak menjawab telpon darinya, rupanya keberuntungan tak berpihak padanya.

"Halo, assalamualaikum, kenapa lagi, Qis? Kamu nabrak tukang apa lagi sekarang? Dia minta ganti rugi berapa?"

Rasanya Bilqis ingin menghilang saja sekarang juga. Aibnya tiba-tiba dibuka sendiri oleh ayahnya. Ditambah Gibran yang seperti menahan tawa di depannya. Duh malunya.

"Waalaikumsalam, Om ada di rumah hari ini?"

"Ada, setiap hari selalu ada di rumah setiap di atas jam 12 siang, mau ke rumah ambil uang ganti rugi? Maaf ya Iqis emang suka ugal-ugalan kalau bawa motor."

"Nggak Om, saya mau datang buat ngelamar."

"Ngelamar? Ngelamar kerja di percetakan milik saya gitu? Waduh, nggak bisa eh, sudah tutup lowongannya."

"Bukan, saya mau melamar anak Om."

Tiba-tiba terdengar suara Ibu yang panik.

"Ayah, kenapa rebahan di lantai?"

*

*

TBC

Part 2

"Bu, ayah kenapa?" tanya Bilqis yang langsung meraih ponselnya dari tangan Gibran.

"Nggak papa, Nak. Cuma pingsan doang kok. Bentar lagi juga bangun, apalagi pas banget Ibu mau kentut."

Ah, rasanya ingin sekali Bilqis menjauh dari sana. Apa tanggapan Gibran setelah ini, keluarganya begitu absurd, dan aneh-aneh tingkahnya.

"Bu, besok saya akan datang ke rumah."

"Ah, iya, datang aja Nak. Nggak usah bawa apa-apa ya, tapi kalau mau bawa kue black forest nggak papa, Ibu pasti terima."

Bilqis menepuk jidatnya sendiri. Lalu mengakhiri pembicaraan di dalam telepon. Wanita itu melihat ke arah Gibran yang tampak datar saja wajahnya.

"Kamu lagi taruhan sama temen-temen kamu? Bilang sama mereka kalau kamu gagal."

"Nggak, aku lagi nggak sedang taruhan, Qis."

"Terus apa? Kamu lagi buat video prank ya? Dimana kameranya, aku mau ngomong."

"Nggak ada prank ataupun taruhan Qis. Aku emang bener-bener mau lamar kamu."

Bilqis yang masih belum percaya langsung celingukan ke kanan, kiri, depan, dan belakang sampai ia memperhatikan gerobak Mang Ujang takutnya ada kamera tersembunyi disana. Tapi ia tak menemukan apapun.

Enam tahun tak bertemu setelah kelulusan, membuat wajah Gibran semakin tampan dan menawan. Gimana bisa coba, orang setampan itu mau melamar dirinya. Benar-benar tak bisa dipercaya. Apalagi Gibran ini di masa kuliah adalah seorang playboy, ceweknya dimana-mana. Kayanya di setiap jurusan ada satu. Intinya, dia itu laki-laki yang nggak bisa jadi jomblo meskipun cuma beberapa jam doang.

Anehnya semua cewek tetep mau jadi pacarnya walaupun tahu Gibran itu playboy, dan salah satu cewek anehnya termasuk dia yang menyukai Gibran diam-diam. Ya walaupun, dia tak pernah masuk dalam kriteria wanita idaman bagi Gibran.

Rata-rata mantan Gibran itu berkulit putih mulus, bodynya seksi aduhai, rambutnya licin, saking licinnya semut pun yang nempel langsung jatuh. Beda dengan dirinya yang berkulit kuning langsat. Body gepeng kaya tripleks terus dibungkus sama baju yang sangat tertutup karena dia sudah lama berhijab sejak SMA.

"Mba ini baksonya udah jadi, mau ditaruh dimana?" tanya Mang Ujang.

"Disana Mang. Minta tolong kasih cabe yang banyak sekalian. Empat sendok juga nggak papa."

"Waduh, banyak bener Mba. Nggak bakalan kepedesan emangnya?"

"Nurut aja Mang."

"Baik Mba."

"Lebih baik kamu nggak usah datang ke rumahku. Percuma, aku sudah menikah."

Bilqis sengaja mengatakan itu agar dia tak kecewa. Ya gimana ya, sesuka-sukanya dia sama Gibran, tapi kalau Gibran masih playboy yang ada dia makan hati terus tiap harinya.

"Kamu bohong. Kamu masih single. Buktinya nggak ada cincin yang melingkar di jari manis kamu."

"Karena aku nggak pake," jawab Bilqis.

"Jangan bohong Qis. Dosa bikin anak orang sakit hati tuh. Tapi meskipun kamu sudah menikah, aku akan tunggu jandamu."

Bilqis dibuat ternganga dengan ucapan Gibran. Harusnya dia salto sambil guling-guling karena diinginkan oleh Gibran, haruskah? Tapi, eh, jangan senang dulu. Masih ada kemungkinan kalau Gibran tak serius dengannya.

"Ya sudah datang aja, paling kamu pun nggak berani datang. Ayah aku tuh banyak maunya perihal calon suami untuk anaknya."

Secara tidak langsung Bilqis membongkar kalau dirinya memang masih single. Hal itu membuat Gibran tersenyum. Dan senyuman itu membuat hati Bilqis meleleh. Senyum yang sama seperti dulu.

"Tenang aku akan tetap datang. Persiapkan dirimu, Qis. Aku pergi, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Bilqis kemudian melihat Gibran yang menaiki motor sport nya. Motor yang biasanya Gibran pakai untuk membawa pacar-pacarnya. Dirinya pernah berharap menjadi salah satu yang bisa duduk di motor itu, tapi itu cuma harapan saja. Kini Bilqis harus berpikir jernih, kalau apa yang diucapkan Gibran tadi, cuma gurauan semata.

Bilqis duduk di kursi lalu mengaduk baksonya dan melahapnya.

"Haah! Haaah! Mang kok pedes banget sih?"

"Lah, kan tadi si Mba yang minta cabe 4 sendok. Saya mah cuma nurut aja."

"Huh! Hah! Pulang-pulang bibirku pasti kaya abis disengat tawon."

*

*

"Assalamualaikum, Iqis pulang."

Bukannya dibalas ucapan salamnya, Ayah langsung menarik tangan Bilqis dan mendudukkannya di sofa ruang tamu. Bilqis seolah-olah sedang disidang disana.

"Siapa laki-laki yang ngobrol ditelpon sama Ayah tadi?"

"Jawab salam dulu Ayah."

"Waalaikumsalam, cepet jawab, Qis."

"Sabar, Ayah sabar, katanya orang sabar nanti istrinya melebar."

"Auww!" Bilqis mendapatkan cubitan di tangannya dari Ibu.

"Kamu mau doain Ibu biar gemuk gitu? Ibu udah capek-capek diet biar langsing kaya Luna Maya begini."

"Hehe," cuma dijawab cengiran oleh Bilqis.

"Ucapan laki-laki ditelpon tadi jangan dianggap serius ya, Ayah, Ibu. Dia cuma bercanda kok. Dia itu temen aku saat masa kuliah. Kami aja nggak pernah saling komunikasi, kenal aja cuma sekilas. Bahkan nggak punya nomor telepon satu sama lain. Emang Ayah sama Ibu mau kalau anaknya nikah sama orang yang nggak kalian kenal? Kalau tiba-tiba aku di Kdrt nantinya gimana? Nanti Ayah, Ibu sendiri yang nyesel karena sudah salah pilihin jodoh buat Iqis."

Ayah dan Ibu tampak saling memandang, ucapan putrinya memang ada benarnya juga. Cuma mengingat usia Bilqis yang sudah 29 tahun, membuat keduanya saling menghela napas bersamaan.

Semua wanita yang seumuran dengan Bilqis di sekitar tempat tinggal mereka sudah pada nikah. Bahkan ada yang sudah punya anak sekitar 10 tahun. Apalah putrinya ini, yang masih jomblo dari lahir.

"Kapan kamu mau nikah, Qis? Setidaknya kenalin cowok kek, ke Ayah sama Ibu. Lihat, si Uki aja udah nikah, itu si Maisa udah punya pacar. Lah kamu? Jomblo terus. Sampai kapan kamu selalu menolak orang yang datang melamarmu ke rumah? Sampai kapan juga Ayah harus mikirin alasan buat nolak lamaran para laki-laki yang datang?"

Bilqis terdiam. Ya kalau ditanya seperti itu, dia juga tidak tahu. Yang dia tahu, emang masih belum siap untuk menikah.

"Ayah sama Ibu nggak bosen ya? Nanyanya itu-itu terus? Aku aja yang denger sampai bosen. Kalau udah ketemu yang cocok dan pas Iqis juga bakalan nikah kok, tenang aja."

"Tapi kapan, Qis, kapan? Dari dulu kamu selalu aja jawabnya gitu. Ayah sama Ibu harus nunggu sampai berapa tahun lagi?"

"Udah ah, Iqis nggak mau bahas itu. Mau ke kamar aja."

Bilqis pun pergi dari hadapan kedua orang tuanya. Ayah dan Ibu sama-sama menghela napas lagi.

"Apa Iqis kita jodohin aja sama tukang sayur yang biasa Iqis tabrak? Katanya dia lagi cari istri kedua. Nggak papa deh punya mantu yang tukang sayur juga, yang penting tanggungjawab."

Seketika Ayah langsung digeplak tangannya oleh Ibu.

*

*

TBC

Yuk ah ramaikan dengan komentar ya.

Part 3

"Iqis berangkat Yah, Bu," pamit Bilqis sambil mencium tangan Ayah dan Ibunya.

"Hati-hati bawa motornya. Ingat, kalau selesai kerja, langsung pulang jangan mampir-mampir kemana-mana lagi. Apalagi katanya temen kamu itu mau datang hari ini."

Bilqis menghela napasnya lalu menanggapi ucapan Ayahnya.

"Ayah, udah Iqis bilang jangan dibawa serius. Dia pasti bercanda. Pokoknya nggak mungkin banget dia mau melamar Iqis."

"Kenapa nggak mungkin? Bisa aja dia emang suka sama kamu, Qis. Atau jangan-jangan emang dia diam-diam menyebut nama kamu dalam doanya, atau jangan-jangan kamu lagi yang selalu nyebutin nama dia dalam doa kamu."

Mendengar itu membuat Bilqis terdiam. Ya emang bener, Bilqis selalu menyebutkan nama Gibran di setiap doanya. Biar jodoh, katanya. Kata orang jalur langit adalah jalur paling ampuh.

"Ah Ayah bisa aja, udah ya Ayah, jangan bahas jodoh terus, kalau sudah jodoh mah nggak akan kemana. Mending Ayah urusin ibu aja tuh," ucap Bilqis sambil menunjuk ibunya yang sedang memegang sapu sambil memperagakan seperti main gitar ditambah suara ibu yang fals nya nauzubillah.

"Kayanya Ibu kesurupan reog yah. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, ya ampun Ibu ngapain nyanyi-nyanyi sendirian? Nanti aja pas malam biar berdua."

*

*

Hari ini Bilqis tak semangat kerjanya, gimana mau semangat, pikirannya aja isinya Gibran terus. Sampai sekarang Bilqis masih bingung, ternyata Gibran mengingat namanya. Padahal Bilqis ingat betul kalau mereka itu saling kenal pas KKN di desa yang sama. Pernah mengobrol pun cuma sebentar doang ngurus pembagian sembako di kelurahan. Udah cuma itu aja sekali, habis itu tak pernah lagi ada obrolan. Bahkan ketemu pun nggak. Mungkin kalau dia yang melihat Gibran, ya itu sering banget.

"Udah, Qis udah. Jangan mikirin dia terus. Dia itu jagonya menaklukan hati wanita. Jangan mau jadi salah satunya. Yang ada nanti sakit hati."

Bilqis mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak terus memikirkan Gibran. Ia pun fokus mengurus keuangan siswa di sekolah.

Tiba-tiba datang staf keuangan yang lain ke ruangan.

"Besok datang ya ke nikahan aku, jangan lupa bawa gandengan Qis. Cuma kamu aja disini yang belum nikah."

Bilqis manyun lalu menjawab.

"Tenang aja Mis, aku bakalan bawa gandengan kok. Kalau perlu aku bawa truk gandeng sekalian."

Miska cuma bisa geleng-geleng kepala doang.

"Semoga jodohnya semakin dekat ya, Qis."

"Aamiin."

Miska pun pergi dari luar ruangan setelah mengantarkan undangan ke Bilqis. Sepertinya wanita itu akan berkeliling ke setiap ruangan memberikan undangan.

"Huh! Kayanya akhir-akhir ini orang-orang banyak yang nikah. Apa emang lagi musimnya?"

*

*

Sudah dibilang jangan mampir kemana-mana, tapi Bilqis tak mendengarkan. Dia malah mampir lagi ke tenda biru Mang Ujang. Ya gimana, namanya juga udah langganan sama ketagihan.

"Kaya biasa Mang, tambah anaknya yang banyak, biar nggak kesepian."

"Minumnya apa Mba?"

"Es jeruk aja, bikin semanis senyuman saya Mang."

Mang Ujang geleng-geleng kepala. Sudah tidak aneh emang kalau sifat Bilqis seperti itu.

Sambil menunggu pesanan datang, Bilqis membuka grup chat nya. Sudah ada beberapa obrolan dari Uki dan Maisa.

Uki :

Guys, aku mau bulan madu ke Korea sore ini. Kalau nantinya jadi anak, berarti anak aku made in Korea. Wah, kebayang nggak sih nanti anak aku mirip sama Oppa Ji Chang Wook kalau cowok.

Bilqis :

Mau buat dimana pun, nggak bakalan tuh anak kamu mirip Oppa-oppa Korea. Kalau mimpi jangan ketinggian.

Uki :

Namanya juga harapan Qis. Yang penting udah usaha sama doa. Daripada kamu mau punya anak pun sama siapa? Gandengannya belum ada. Kasian banget. Nanti kamu bisa jadi obat nyamuk terus kalau aku sama Maisa lagi bawa pasangan.

Maisa :

Cari gandengan Qis, biar nanti kalau si Uki pulang dari Korea. Kita meet up. Sekalian minta dibeliin oleh-oleh yang banyak, wkwk.

Bilqis :

Tau ah, orang-orang pada nyebelin banget hari ini.

Bilqis pun memasukan ponselnya ke dalam tas karena sudah kesal. Tak lama pesanannya pun datang. Bilqis langsung memakannya dengan lahap. Setelah kenyang ia langsung pulang.

Namanya juga anak nggak mau dengerin orang tua, makanya dia malah apes lagi. Di tengah jalan Bilqis tak sengaja menabrak tukang sayur seperti biasa.

"Astaga, Qis. Kamu itu punya dendam apa sama aku sebenarnya? Kayanya hampir setiap hari kamu nabrak aku terus. Mau jadi istri keduaku? Apa ini cara kamu pdkt?"

"Astaghfirullah, nggak, nggak gitu Bang Ben. Ini cuma kecelakaan biasa. Maaf ya. Duh, bentar deh Iqis telepon Ayah dulu, biar ayah yang bayar ganti ruginya."

"Halo Yah," ucap Bilqis ketika telponnya sudah tersambung.

"Salamnya mana Qis."

"Assalamualaikum, Yah."

"Jangan bilang kamu nabrak tukang sayur lagi, Qis? Astaga Qis, Qis. Kamu itu kebiasaan banget. Pasti ini gara-gara nggak mau dengerin ucapan Ayah. Makanya jadi anak tuh nurut. Heran Ayah tuh sama kamu. Butuh berapa?"

Ayahnya sudah seperti cenayang aja karena tanpa dibilang sudah tahu maksud dan tujuannya untuk menelpon. Bilqis pun membicarakan tentang ganti rugi dengan Bang Ben.

"Ya udah nanti Ayah transfer uangnya. Sekarang cepet kamu pulang Qis. Orangnya udah nunggu. Ayah jadi malu sendiri, punya anak gadis kok kelakuannya begini betul ya. Mana kamu nggak pernah cerita lagi kalau punya temen seganteng ini. Ayah kan jadi minder karena kalah ganteng."

Bilqis langsung dibuat bertanya-tanya. Siapa yang Ayah maksud sudah datang? Gibran? Mana mungkin! Tapi ... Bilqis pun mengakhiri anggukan telponnya dengan Ayah.

Tanpa membantu Bang Ben, Bilqis langsung tancap gas ke rumahnya.

"Qis, bantuin woy!"

"Maaf Bang Ben, aku pergi dulu. Ini masalah kelangsungan hidup soalnya."

Beberapa menit kemudian, Bilqis pun telah tiba di depan rumahnya. Ia benar-benar terkejut ketika melihat motor Gibran terparkir disana. Ia bahkan sampai mengucek-ngucek matanya takut salah lihat.

"Kenapa belum masuk ke rumah Mba? Motor siapa itu? Mba Iqis udah punya calon?" tanya Tania, sepupu Bilqis yang masih berusia 10 tahun.

"Jadi kamu lihat motor ini, Tan?"

"Ya lihat lah Mba, aku kan masih punya mata yang jernih kaya kelinci. Serius nanya deh Mba. Mba Iqis lagi dilamar orang ya? Kata mama begitu soalnya, makanya ini aku mau nganterin risol ke rumah bude."

Bilqis tak langsung menjawab ucapan Tania, karena dia pun masih bingung.

"Kamu masuk lewat pintu samping aja Tan."

Tania pun mengangguk dan berjalan ke arah samping rumah. Bilqis menetralkan jantungnya sebelum masuk ke dalam rumah. Baru juga satu langkah, dia sudah bisa mendengar obrolan ayahnya dan Gibran. Terdengar sangat akrab, padahal Bilqis yakin betul, Gibran baru pertama kali berbicara dan bertemu dengan ayahnya.

"Akhirnya putri Ayah pulang juga, sini duduk dulu. Ini Nak Gibran mau bicara sama kamu."

Gibran melihat ke arah Bilqis sambil tersenyum. Ah, senyumnya menyilaukan mata Bilqis.

"Aku beneran datang kan? Apa kamu masih belum bisa percaya?"

*

*

TBC

Yuk komentar sebanyak-banyaknya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!